GLAUKOMA
Disusun oleh:
Nadya Pitaloka
Nadia Sani Amalia
Pembimbing:
dr. Adri Subandiro, Sp.M
i
LEMBAR PENGESAHAN
Referat yang berjudul:
“GLAUKOMA
Nadya Pitaloka
Nadia Sani Amalia
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul“Glaukoma”
pada kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo
Kabupaten Tegal.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada
dr. Adri Subandiro, Sp.M dr. Serisa Irilla, Sp.M, selaku pembimbing yang telah
memberikan waktu dan bimbingannya sehingga referat ini dapat terselesaikan. Penulis
berharap referat ini dapat menambah pengetahuan dan memahami lebih lanjut
mengenai “Glaukoma” serta salah satunya untuk memenuhi tugas yang diberikan pada
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit mata di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo
Kabupaten Tegal.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang membangun guna
menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Demikian yang penulis dapat
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iv
PENDAHULUAN .................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 8
Anatomi & fisiologi ......................................................................................... 8
Definisi ............................................................................................................. 11
Klasifikasi ........................................................................................................ 11
Epidemiologi .................................................................................................... 11
Patofisiologi ..................................................................................................... 16
Manifestasi klinis ............................................................................................. 16
Penegakkan diagnosis ...................................................................................... 18
Tatalaksana....................................................................................................... 21
Diagnosis banding ............................................................................................ 25
Komplikasi ....................................................................................................... 25
prognosis .......................................................................................................... 26
KESIMPULAN ........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.1 Glaukoma merupakan
penyakit yang ditandai dengan neuropati saraf optik dan defek lapangan pandang yang
seringkali disebabkan karena peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma dapat
mengganggu fungsi penglihatan dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan
kebutaan.1,2
World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa glaukoma
merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi sekiar 4,4 juta
(sekitar 12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat
glaukoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaukoma juga diperkirakan
meningkat dari 60,5 juta pada tahun 2010 menjadi 79,6 juta pada tahun 2020.3 Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah
4,6%.4 Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya
penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, tingkat resiko menderita
glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari
bahwa mereka menderita penyakit tersebut.1
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, namun bila diketahui
secara dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Penemuan dan pengobatan sebelum terjadinya gangguan penglihatan adalah cara terbaik
untuk mengontrol glaukoma.1 Glaukoma dapat bersifat akut dengan gejala yang sangat nyata
dan bersifat kronik yang hampir tidak menunjukkan gejala, seorang dokter harus mampu
mengenali gejala dan tanda glaukoma sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang
tepat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Gambar 2.1 Anatomi discus optikus
Gambar diatas memperlihatkan prinsip jaras penglihatan dari kedua retina
ke korteks penglihatan. Setelah meninggalkan retina, impuls saraf berjalan ke belakang
melalui nervus optikus. Di kiasma optikum semua s e r a b u t d a r i b a g i a n n a s a l
r e t i n a m e n ye b e r a n g i g a r i s t e n g a h , t e m p a t mereka bergabung dengan
serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal retina mata yang lain
sehingga terbentuklah traktus optikus. Serabut -serabut dari traktus optikus
bersinaps di nucleus genikulatum lateral dorsalis, dan dari sini serabut-serabut
genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optika (atau traktus genikulokalkarina),
menuju korteks penglihatan primer yang terletak di area kalkarina lobus oksipitalis.2,5
Selain itu, serabut penglihatan melalui tempat – tempat lain di otak:
6
Gambar 2.2 Anatomi Sudut Filtrasi
Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik
mata. Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bilik mata.
Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi
oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane descement dan membrane
Bowman. Akhir dari membrane Descement disebut garis Schwalbe.2,6
Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan strima. Epitel yang 2 kali
ketebalan epitel kornea. Di dalam stroma terdapat serat-serat saraf dan cabang
akhir dari arteri siliaris anterior.6
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea, menuju ke belakang
mengelilingi Schlemm untuk berinsersi pada sclera.
2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral
spur (insersi dari m. silliaris) dan sebagian ke m. silliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membrane descement (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m. silliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogeny, elastis dan seluruhnya
diliputi oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang,
sehingga bila ada darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.1,6
Kanalis Schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm. Pada
dinding sebelah dalam, terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan
langsung antara trabekula dan kanalis Schlemm. Dari kanalis Schlemm keluar
saluran kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan
sclera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar.1,6
7
Gambar 2.3 Trabekular Meshwork6
8
b. Pembentukan dan Aliran Humor Aquos
Humor akueus diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan
prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior,
humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke jalinan
trabekular di sudut kamera anterior (sekaligus, terjadi pertukaran diferensial
komponen – komponen dengan darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal
schlemn menuju saluran kolektor, kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke
jaringan sklera dan episklera juga ke dalam v.siliaris anterior di badan siliar(4,6).
Saluran yang mengandung cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah
limbus dan subkonjungtiva, yang dinamakan aqueus veins.6,7
9
Gambar 2.5 Jalur Aliran Humor Akueus
Aliran aqueous humor dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Tekanan intraocular yang tinggi
2. Tekanan episcleral yang tinggi
3. Viskositas dari aqueous itu sendiri (eksudat, sel darah)
4. Ciliary block, pupillary block
5. Bilik mata depan yang sempit
BAB III
GLAUKOMA
3.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang artinya hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) disebabkan oleh TIO tinggi (relatif) yang
ditandai dengan pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang.
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang
dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi yang dinyatakan dengan
tekanan air raksa.1,2
3.2 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di
seluruh dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat
10
permanen, atau tidak dapat diperbaiki (ireversibel). Berdasarkan data dari WHO tahun
2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma.
Sebagian besar kejadian glaukoma di dunia merupakan glaucoma primer. Orang
keturunan Asia lebih sering menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan orang
keturunan Afrika dan Eropa lebih sering menderita glaukoma sudut terbuka.3
Di Indonesia, prevalensi akibat glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%,
glaukoma primer sudut terbuka sebesar 0,48%, dan glaukoma sekunder sebesar 0,16%
atau keseluruhannya sebesar 2,53%. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007,
responden yang telah didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan dengan lima peringkat
teratas diantaranya adalah Provinsi DKI Jakarta sebesar 1,85%, Provinsi Aceh sebesar
1,28%, Kepulauan Riau sebesar 1,26%, Sulawesi Tengah sebesar 1,21%, dan Sumatera
Barat 1,14% sedangkan terendah terdapat pada Provinsi Riau yaitu 0,04%.4
Kebutaan akibat glaukoma disebabkan oleh gejala glaukoma yang seringkali
asimptomatik terutama pada stadium awal, kesadaran publik yang kurang akan glaukoma
dan faktor risikonya, serta individu yang tidak proaktif terhadap kesehatan mata sehingga
sebagian besar individu dengan glaukoma tidak terdiagnosis yang secara tidak langsung
berpengaruh pada penurunan kualitas hidup seperti berjalan, berkendara, berpegian,
membaca, hingga melihat benda yang berada disamping.
3.3. Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat disebabkan
oleh bertambahnya produksi humor akueus oleh badan siliar ataupun berkurangnya
pengeluaran humor akueus di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.2
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor akueus,
hambatan terhadap aliran akueous dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara
ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, akan tetapi hal
ini lebih sering disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humor aquos.2
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus
dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang
sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan
terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang
pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada
akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
11
Penyebab glaukoma juga tergantung dari jenis glaukoma yang diderita, Tidak
semua jenis glaukoma diketahui penyebabnya. Berdasarkan ada atau tidaknya penyebab,
glaukoma dibedakan menjadi dua jenis. Glaukoma yang diturunkan dan tidak diketahui
penyebabnya disebut dengan glaukoma primer. Jadi, apabila dalam satu keluarga
diketahui ada yang menderita glaukoma primer, maka keturunan atau keluarga terdekat
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita glaukoma. Kemudian jenis glaukoma
yang tidak diturunkan namun diketahui penyebabnya disebut dengan glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder ini bisa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah katarak,
diabetes mellitus, hipertensi, hingga penggunaan steroid jangka lama dan karena suatu
penyakit seperti katarak.
3.5. Klasifikasi
Voughan membedakan glaukoma menjadi :
I. Glaukoma primer : a. Dewasa
12
- Glaukoma simpleks ( sudut terbuka, kronis )
- Glaukoma akut ( sudut tertutup )
b. Kongenital dan yuvenil
Etiologi
13
Glaukoma primer sudut terbuka mempunyai dasar genetik atau bersifat diturunkan
sehingga riwayat keluarga penting untuk diketahui.8
Insidensi
Umur : 60-70 tahun
Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan lambat.
Patofisiologi
Peningkatan TIO disebabkan karena terganggunya aliran aqueous humor. Hal ini
terjadi karena terdapat perubahan degenerasi pada trabekula meshwork, kanal sklemn dan
pembuluh darah kolektif yang berfungsi mengalirkan cairan aqueous humor.2 Hal ini
berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor
akueus yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan tekanan
intraokular mendahului kelainan-kelainan diskus optikus dan lapangan pandang. Terdapat
hubungan yang jelas antara besarnya tekanan intraokular dengan keparahan penurunan
penglihatan.8
Peningkatan resistensi terhadap aliran aqueous humor yang bisa disebabkan oleh:
- Sklerosis trabekula meshwork
- Sklerosis endotel kanal sklemn
Gejala klinis
14
- Lapang pandang mengecil atau menghilang
- Kornea biasanya jernih, TIO tinggi, COA dalam dan sudut normal.
- Reflek pupil melambat
Diagnosis
Gunakan trias glaukoma :
1. Peningkatan TIO
2. Kelainan nervus optikus ( cupping dari diskus optikus )
3. Lapang pandang menyempit
16
.
Gambar 3.4 : Iris bombe
3. Irido-trabecular contact
Kontak antara perifer iris dengan jalinan trabekular dan menyebabkan sudut
bilik mata depan tertutup. Jika tekanan meningkat secara drastis akibat sudut
tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut.
17
Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksa penunjang, diantaranya, pemeriksaan
tekanan intra okular dengan menggunakan tonometri, melihat sudut COA, menilai CDR,
pemeriksaan lapang pandang, tonografi, serta tes kamar gelap.
Tatalaksana
Serangan akut glaukoma merupakan suatu kegawat daruratan dan pasien
memerlukan tindakan segera dari dokter spesialis mata. Penyebab dasar dari gangguan ini
memerlukan prosedur pembedahan, meskipun terapi inisial berupa konservatif.
Terapi Medikamentosa
Tujuan dari terapi konservatif adalah :
1. Menurunkan tekanan intraokular
2. Membuat kornea menjadi jernih (penting untuk pembedahan selamjutnya)
3. Meredakan nyeri
19
Gambar 3.5 Nd:YAG laser Iridotomy
Peripheral iridectomy (incisional procedure) Dimana kornea masih bengkak dengan
edem pada iris dan iris sangat tebal, prosefur terbuka dilakukan untuk membuat suatu shunt.
Incisi limbal dilakukan pada posisi arah jam 12 dan pasien diberikan anestesi topikal atau
general . Iridektomi perifer sekarang ini jarang dilakukan.
Profilaksis
Saat pasien mengeluhkan gejala prodromal yang jelas dan sudut dati COA tampak
konstriksi, profilaksis yang paling aman adalah dengan melakukan Nd:YAG laser iridotomy
atau peripheral iridectomy. Jika satu mata telah mengalami serangan akut, mata lainnya
harus di lakukan tindakan inisial dengan pilocarpine 1% tiap 4-6 jam untuk meminimalisir
risiko serangan glaukoma. Mata kedua nantinya dilakukan Nd:YAG laser untuk mencegah
glaukoma setelah tindakan pembedahan pada mata pertama stabil.
21
Keadaan TIO yang meninggi, yang akan menimbulkan kerusakan pada mata
dan memburuknya tajam penglihatan pada masa bayi atau anak-anak. Glaukoma
yang muncul antara saat lahir sampai umur 3-4 tahun. TIO yang meningkat sudah
dimulai saat lahir.7
Etiologi
Sering didapatkan jenis obstruktif sederhana karena kelainan bawaan dari
sudut bilik mata depan, dan merupakan kelainan autosomal resesif.
1. Iris tidak sepenuhnya terpisah dari kornea.
2. Embrio jaringan mesodermal pada sudut COA yang persisten.
3. Tidak ada kanal sklemn.
Tipe
1. Kongenital Glaukoma, bermanifestasi saat lahir.
2. Infantile Glaukoma, bermanifestasi usia 1-3 tahun.
3. Juvenile Glaukoma, bermanifestasi saat pubertas.
Patofisiologi
Menurut penelitian secara historis perkembangan abnormal dari daerah filtrasi
iridokorneal dianggap sebagai penyebab glaukoma kongenital. Dianggap bahwa pada
glaukoma infantile primer, terdapat selaput tipis dan intak menutupi COA. Ini
mencegah aliran cairan aqueous dan TIO meningkat.
Pemeriksaan penunjang
Bayi atau anak yang diduga memiliki glaukoma kongenital harus segera dilakukan
pemeriksaan dengan narkose terhadap :
1. Besarnya kornea dan TIO, pembesaran dari kornea dan juga pembesaran dari
diameternya, terutama jika onsetnya sebelum usia 3 tahun. Normal diameter
kornea pada infant adalah 10,5 mm. Diameter lebih dari 13 mm dikatakan sudah
terjadi pembesaran. Prognosis biasanya buruk jika diameter dari kornea sudah
melebihi 15 mm.
2. Cup disc ratio pada diskus optikus, biasanya terjadi pelebaran pada cupping
karena lamina kribrosa yang tertarik dan karena TIO yang meningkat. Atrrofi
optik mulai terjadi setelah tahhun ketiga.
3. Sudut COA dengan gonioskopi, didapatkan sudut COA yang abnormal.
22
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan visus, dengan mengontrol
TIO, terapi terbaik adalah dilakukan pembedahan.
- Medikamentosa : Asetazolamid dan manitol i.v bersama dengan beta blocker
: Timolol Maleate untuk mengontrol TIO sebelum operasi.
- Pembedahan Goniotomi adalah “ Operation of choice”. Yaitu hanya dengan
melakukan insisi pada uveal-meshwork. Insisi dibuat ke dalam jala
trabekulatepat di bawah garis schwalbe. Operasi lainnya adalah
Trabekulotomi dan Trabekulektomi.
Gejala klinis
Kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan terasa sakit. Kongesti siliaris dapat terilhat
di sekitar limbus, iris atrofi karena fibrosis dari iris. Pupil lebih berwarna abu-abu
dan dilatasi.
23
Penatalaksanaan
Pasien yang tidak mengeluh kesakitan, tidak diberikan obat. Pada pasien
yang mengeluh kesakitan dapat diberi :11
1. Injeksi retrobulbar, 1,5 ml procain 4%. Tunggu selama 7 menit lalu injeksi 1-2
ml alkohol 80%. Di perban selama 24 jam, ini akan membuat paralisis dari
ganglionsiliaris dan mengurangi rasa sakit.
2. Rasa sakit dapat dikurangi dengan atropine 1% bersamaan dengan
dexamethasone 0,1% dapat diberikan 2 kali sehari.
3. Enukleasi dapat dilakukan jika rasa sakit dimata tidak tertahankan dan menjadi
pilihan terakhir.
24
Gambar 3.7 Tes tajam penglihatan
3.6.2 Pemeriksaan pupil
Penilaian yang cermat terhadap pupil harus dilakukan untuk mengungkapkan
adanya catatan relative adakah pupil dengan mid dilatasi.12
3.6.3 Gonioskopi
Merupakan suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan, dengan
gonioskop dapat diketahui jenis glaukoma tertutup atau terbuka, juga dapat ditemukan
apakah terdapat perleketan iris bagian perifer ( peripheral anterio sinechiae ). Dengan
menyinari bilik mata depan, dari samping memakai sebuah senter. Iris yang datar akan
disinari secara merata, ini berarti sudut bilik mata depannya terbuka. Tetapi bila yang
25
disinari hanya pada sisi lampu senter, sedang pada sisi yang lain terbentuk bayangan, maka
kemungkinan sudut bilik mata depannya sempit atau tertutup.13
1. Sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka
2. Sudut tertutup : glaukoma sudut tertutup
3. Akses sudut menyempit : konfigurasi dengan risiko glaukoma akut sudut tertutup
4. Sudut teroklusi : glaukoma sekunder sudut tertutup, sebagai contoh disebabkan
neovaskularisasi pada rubeosis iridis.
5. Sudut terbuka tetapi disertai deposit sel inflamasi, eritrosit atau pigmen pada jalinan
trabekular : glaukoma sekunder sudut terbuka
Gonioskopi merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengidentifikasi bentuk
respektif dari glaukoma.
26
Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlemm masih terlihat termasuk skleral spur,
disebut sudut terbuka. Pada keadaan ini tidak akan terjadi sudut tertutup.
Derajat 4. bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka.
27
Gambar 3.12 Pemeriksaan Tonometri Schiotz Schiotz Tonometri
2. Tonometri Applanasi
Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk mengukur
tekanan intraokular. Pemeriksaan ini memungkinkan pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan pada posisi pasien duduk dalam beberapa detik (metode Goldmann’s) atau
posisi supine ( metode Draeger’s). Tonometer dengan ujung yang datar memiliki
diameter 3.06 mm untuk applanasi pada kornea diatas area yang sesuai (7,35 mm) .
Metode ini dapat mengeliminasi kekakuan dari sklera yang merupakan sumber dari
kesalahan.2
28
Keuntungan : tidak memerlukan penggunaan anestesi topikal, pengukuran tanpa kontak
mengurangi risiko infeksi (dapat dilakukan pengukuran pada keadaan konjungtivitis).
Kerugian : kalibrasi sulit, pengukuran yang tepat hanya dapat dilakukan diantara tekanan
yang rendah dan sedang, tidak bisa digunakan bila terdapat skar pada kornea,
pemeriksaan tidak nyaman untuk pasien, aliran udara besar, peralatan lebih mahal
dibandingkan tonometer applanasi.
4. Tonometric self-examination
Perkembangan terbaru memungkinkan pasien untuk mengukur tekanan intraokular
sendiri di rumah dimana serupa dengan pengukuran gula darah dan tekanan darah sendiri.
Tonometer pasien memungkinkan untuk memperoleh kurva tekanan 24 jam dari
beberapa kali pemeriksaan pada kondisi yang normal setiap hari. Tonometr pasien dapat
diresepkan untuk pasien yang sesuai (seperti pasien dengan meningkatnya risiko
glaukoma akut). Bagaimanapun juga pengggunaan alat memerlukan kemampuan khusus.
Pasien dengan gangguan pada pemakaian tetes mata merupakan petimbangan yang tepat
untuk tidak mencoba menggunakan tonometer pasien. Pasien muda dan memiliki
motivasi yang baik merupakan kandidat yang baik untuk tonometric self-examination.
3.6.4 Oftalmoskop
Pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan oftalmoskop.
Dengan oftalmoskop dapat diiihat saraf optik didalam mata dan akan dapat ditentukan
apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat secara
langsung. Warna serta bentuk dari mangkok saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau
tidak ada kerusakan akibat glaukoma. 8
Diskus optikus memiliki indentasi yang disebut optic cup. Pada keadaan peningkatan
tekanan intraokular yang persisten, optic cup menjadi membesar dan dapat dievaluasi
29
dengan oftalmoskop. Pemeriksaan stereoskopik dari diskus optikus melalui slit lamp
biomicroscope dicoba dengan lensa kontak memberikan gambaran 3 dimensi. Optic cup
dapat diperiksa stereoskop dengan pupil yang dilatasi. Nervus opticus merupakan
“glaucoma memory”. Evaluasi struktur ini akan memberikan informasi pada pemeriksa
kerusakan akibat glaukoma terjadi dan berapa jauh kerusakan tersebut.
Optic cup normal, anatomi normal dapat berbeda jauh. Optic cup besar yang normal
selalu bulat dan elongasi vertikal dari optic cup didapatkan pada mata dengan glaukoma.
Pengukuran diskus optikus, area diskus optikus, opticus cup dan pinggiran neuroretinal
(jaringan vital diskus optikus) dapat diukur dengan planimetri pada gambaran 2 dimensi dari
nervus opticus.
30
pandang pada glaukoma bermanifestasi pada awalnya di daerah lapang pandang superior
paracental nasal atau jarangnya pada lapang pandang inferior, dimana skotoma relatif
nantinya akan berkembang menjadi skotoma absolut. Gangguan lapangan pandang akibat
glaukoma terutama mengenai 30° lapang pandang bagian tengah. Kelainan pandang pada
glaucoma yaitu terjadinya pelebaran blind spot dan perubahan scotoma menjadi byerrum,
kemudian jadi arcuata dan berakhir dengan pembentukan ring, serta terdapatnya seidel sign
Computerized static perimetry (pengukuran sensitivitas untuk membedakan
cahaya)pemeriksaan utama dibandingkan metode kinetik dalam mendeteksi gangguan
lapang pandang stadium awal.1
31
Gambar 3.17 Pilihan Terapi Medikamentosa untuk Glaukoma
I. Pengobatan medikamentosa
A. Parasimpatomimetik: miotikum, memperbesar outflow
Terdiri dari:11
1. Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd 1 tetes sehari
2. Eserin salep 0,25-0,50%, 3-6 dd 1 kali sehari
Pemberian terapi ini sebaiknya disesuaikan dengan variasi diurnal, yaitu
diteteskan pada waktu tekanan intraokular meningkat. Eserin sebagai salep mata
dapat diberikan malam hari. Efek samping dari obat-obat ini yaitu meskipun dengan
dosis yang dianjurkan hanya sedikit yang diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik,
dapat terjadi mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis yang lebih tinggi dapat
menyebabkan keringat yang berlebihan, salivasi, tremor, bradikardi, dan hipotensi.
32
Efek sampingnya ialah pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, dan
hipertensi.
C. Beta-blocker (penghambat beta): menghambat produksi aqueous humor
Terdiri dari:
1. Non-selective beta blocker
Timolol maleat 0,25-0,50%, 2 dd 1 tetes sehari
2. Selective beta blocker
Betaxolol 0,25-0,50%, 2 dd 1 tetes sehari
Efek sampingnya adalah hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi,
kambuhnya asma, dan payah jantung kongestif. Pada wanita hamil harus
dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum mengkonsumsi obat ini.
Pemberian pada anak belum dapat dipelajari. Obat ini tidak atau hanya
sedikit, menimbulkan perubahan pupil, gangguan visus, gangguan produksi
air mata, dan hiperemi. Dapat diberikan bersama dengan miotikum. Ternyata
dosis yang lebih tinggi dari 0,50% dua kali sehari satu tetes tidak
menyebabkan penurunan tekanan intraokular yang lebih lanjut.
D. Golongan α2-adrenergik Agonis
Terdiri dari:
1. Golongan α2-adrenergik agonis selektif
Apraclonidine, brimodinine
2. Golongan α2-adrenergik agonis non selektif
Epinefrin, dipivefrin
E. Carbon anhydrase inhibitor (penghambat karbon anhidrase): menghambat
produksi aqueous humor
1. Topikal: dorzolamide 2%
2. Oral: acetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet (diamox, glaupax)
Pemberian obat ini menyebabkan poliuria. Efek samping penggunaan
obat ini ialah anoreksia, muntah, mengantuk, trombositopenia, granulositopenia,
dan kelainan ginjal.2
Obat-obat ini biasanya diberikan satu persatu atau bila perlu dapat
dikombinasi. Jika tidak berhasil, dapat dinaikkan frekuensi penetesannya atau
prosentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet. Monitoring
33
semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu
dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur.
Tabel 2.2. Contoh-contoh Obat, Cara Kerja, dan Efek Samping pada Glaukoma22
Nama Obat Cara Kerja Efek Samping
Penyekat beta (β-blocker) Menurunkan produksi aqueous Eksaserbasi asma dan
Timolol meleat 0,25-0,50%, humor penyakit saluran napas
betaxolol 0,25% dan 0,50%, kronis, hipotensi, dan
levobunolol 0,25% dan bradikardi
0,50%, metipranolol 0,3%,
dan carteolol 1%
Agonis α2-adrenergik Menurunkan sekresi aqueous Mata merah, terasa lelah,
Apraclonidine, brimonidine humor, meningkatkan aliran dan mengantuk
keluar (outflow) melalui jalur
uveosklera (jalur
inkonvensional)
Carbon anhydrase inhibitor Menurunkan produksi aqueous Rasa tidak nyaman dan
(penghambat karbon humor sampai dengan 40-60% nyeri kepala.
anhidrase) Pada sistemik terjadi rasa
Dorzolamide 2%, kesemutan dan dapat
brinzolamide 1%, dan menyebabkan Steven
sistemik acetazolamide Johnson Syndrome
(diamox) oral 250 mg,
diklorofenamide, dan
metazolamide
Parasimpatomimetik Meningkatkan aliran keluar Nyeri, rasa tidak nyaman,
Pilokarpin 1-4%, karbakol (outflow) aqueous humor dan dan nyeri kepala
kontraksi muskulus siliaris
Simpatomimetik Meningkatkan aliran keluar Mata lebih merah dan
Adrenalin, dipivefrin 0,1% (outflow) aqueos humor nyeri kepala
melalui trabecular meshwork
Analog Prostaglandin Meningkatkan aliran keluar Meningkatkan
(outflow) melalui jalur pigmentasi iris dan kulit
34
Lanatonoprost 0,005%, uveosklera (jalur periokular, bulu mata
travaprost 0,004%, dan inkonvensional) bertambah panjang dan
bimatoprost 0,03% gelap, hiperemi
konjungtiva, jarang
terjadi edema makular,
dan uveitis
Hiperosmotik Penciutan korpus vitreus, Hati-hati pada penderita
Gliserin 1-1,5 cc/kgBB menurunkan produksi aqueous diabetes mellitus, batu
dicampur dengan sari lemon, humor (pada glaukoma sudut ginjal. Obstruksi paru
dan manitol 20% 1-2 tertutup dan maligna) menahun, dan fungsi hati
g/kgBB (iv)
Miotik, Midriatik, dan Miotik untuk konstriksi pupil
Sikloplegik dalam penatalaksanaan
glaukoma sudut tertutup akut
dan iris plateau.
Midriatik untuk membuka
penutupan isi bombans akibat
sinekia posterior.
sikloplegik untuk menarik
lensa ke belakang
35
yang berat, dehidrasi, mual muntah, diuresi, retensi urin, rasa bingung, pusing, demam,
diare, CHF,asidosis dan edema paru.
2. Manitol
Golongan hiperosmotik yang dapat diberikan IV. Cara kerja sama seperti zat
hiperosmotik yang lain. Dosis ; 1-2g/KgBB atau 5ml/KgBB IV dalam masa 1 jam
36
Gambar 3.19. Teknik bedah laser iridotomi perifer
Indikasi :
Glaukoma sudut tertutup
Mata yang lain dimana mata yang satu telah terserang glaukoma akut
Sudut sempit
Penutupan sudut sekunder dengan sumbatan pupil
Glaukoma sudut terbuka dengan sudut sempit
Kontraindikasi :
Edema kornea
Bilik mata depan dangkal
b. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jaringan trabekular dapat mempermudah aliran ke luar humor akueus karena
efek luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya
proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat
diterapkan untuk berbagai macam bentuk glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi
tergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan
pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat
diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran trabekuloplasti laser untuk
terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.1,7
37
Gambar 3.18 Argon Laser Trabeculoplasty
Indikasi :
Glaukoma sudut terbuka dengan TIO yang masih belum terkontrol setelah pemberian terapi
medikamentosa yang maksimal
Terapi primer pada pasien dengan kepatuhan terhadap pengobatan medikamentosa
rendah
Untuk glaukoma sudut terbuka bersamaan dengan dilakukannya bedah drainase dimana
diperlukan penurunan TIO lebih lanjut.
Sebelum ekstrasi katarak pada pasien glaukoma sudut terbuka dengan control yang buruk
Kontraindikasi :
38
berusia muda, berkulit hitam dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase glaukoma
atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan episklera. Terapi ajuvan dengan
antimetabolit misalnya fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko
kegagalan bleb.1
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
humor akueus adalah tindakan alternatif untuk mata yahg tidak membaik dengan
trabekulektomi atau kecil kemungkinannya berespon terhadap trabekulektomi. Pasien dari
kelompok terakhir adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder, terutama glaukoma
neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uveitis dan glaukoma setelah tindakan tandur
kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif
bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat mengobati glaukoma kongenital
primer yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akueus di bagian dalam jalinan
trabekular.
d. Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan mempertimbangkan
tindakan destruksi korpous siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan
intraokular. Krioterapi, diatermik, ultrasonografi frekuensi tinggi dan yang paling mutakhir
terapi laser neodinium:YAG termalmode atau laser diode dapat diaplikasikan ke permukaan
mata tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris di
bawahnya. Juga sedang diciptakan energi laser argon yang diberikan secara transpupilar dan
transvitreal langsung ke prosesus siliaris. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat
menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit
diatasi.1,7
III. Edukasi
Pasien tidak boleh minum sekaligus banyak, karena dapat menaikkan tekanan
Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting untuk
keberhasilan pengobatan glaukoma
Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat glaukoma pada
39
keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur
3.8 Prognosa
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada
kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat
tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan intraokular
dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini
deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan
mata. Glaukoma yang mendapatkan pengobatan yang baik akan mencegah terjadinya
kebutaan.1
40
BAB IV
KESIMPULAN
Glaukoma adalah keadaan di mana tekanan bola mata seseorang demikian tinggi atau
tidak normal sehingga mengakibatkan penggangguan saraf optik dan mengakibatkan
gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandangan. Stadium akhir dari glaukoma
adalah kebutaan.
Berdasarkan gangguan aliran humor akuos, glaukoma diklasifikasikan menjadi
glaukoma sudut terbuka (glaucoma kronis) dan glaukoma sudut tertutup. Sedangkan
berdasarkan adanya keadaan lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
okuler (TIO), glaukoma dibedakan menjadi glaukoma primer dan sekunder dan terdapa
glaukoma kongenital (glaukoma pada bayi).
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga menyumbat
aliran humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga
menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut
tertutup primer dapat dibagi menjadi akut, subakut, kronik, dan iris plateau.
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera ditangani
dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma
sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif. Tetapi
bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta permanen
Untuk menentukan seseorang menderita glaukoma maka dokter akan melakukan
beberapa pemeriksaan, seperti, pemeriksaan tekanan bola mata, pemeriksaan kelainan papil
saraf optic, Pemeriksaan sudut bilik mata, Pemeriksaan lapangan pandang, Tes provokasi.
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan
intra okuler sesegera mungkin
41
DAFTAR PUSTAKA
2. Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima: Glaukoma. Jakarta: FKUI.
Hal 222-229.
3. World Health Organization.
4. Riset Kesehatan Dasar. 2007.
5. Coplin N.T., Lundy D.C. 2007. Atlas of Glaucoma 2nd Edition. Informa. UK.
6. Cibis G.H. 2007. Trabecular Meshwork. Dalam: Tanaka, S., ed. Fundamentals and
Principles of Opthalmology. Singapore: American Academy of Opthalmology.
7. Salmon J.R. 2008. Glaucoma. Dalam: Paul R., Witcher J.P., ed. Oftalmologi Umum
Vaughan & Asbury Edisi 17. Jakarta: ECG. Hal 212-224. James B., dkk. 2006.
Lectures Notes: Opthalmology 9th ed. Jakarta: Erlangga
8. Stamper RL., Lieberman MF., Drake MV. 2009. Introduction and Classification of
the Glaucomas. Dalam: Becker-Shaffer’s – Diagnosis and Therapy of the
Glaucomas. 8th ed. China: Mosby-Elsevier. Hal 1-2; 91-96.
9. International Council of Opthalmology. 2008. Glaucoma: Acute Closed-Angle
Glaucoma. http://www.icoph.org/med/glaucoma/glaucoma01/html (diakses
tanggal 31 Juli 2019).
10. Kanski JJ. 1994. Clinical Opthalmology 3rd ed. Oxford: Butterworth-Heinemann.
Hal 234-248.
11. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF/Bagian Ilmu Penyakit
Mata Edisi 3. Surabaya: Universitas Airlangga.
12. Ismandari, Fetty. 2011. Artikel Penelitian: Kebutaan Pada Pasien Glaukoma primer
di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jakarta: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Volume 5 Nomor 4.
13.
42