Anda di halaman 1dari 37

Telaah Ilmiah

ETIOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS


NEOVASCULAR GLAUCOMA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Departemen Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Disusun oleh:
Mulya Sidik Setiawan, S.Ked

Pembimbing:
Dr. dr. Hj. Fidalia, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. MOHAMMAD HOESIN
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
Etiologi dan Gambaran Klinis Neovascular Glaucoma

Oleh:
Mulya Sidik Setiawan, S.Ked 04084821921129

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang
periode 16 April – 4 Mei 2020.

Palembang, 21 April 2020


Pembimbing,

Dr. dr. Hj. Fidalia, Sp.M (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wata’ala karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul “Etiologi dan
Gambaran Klinis Neovascular Glaucoma”. Referat ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin
Palembang periode 15 April – 4 Mei 2020.
Referat ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Hj. Fidalia, Sp.M(K) selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian
referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para residen, teman –
teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih jauh dari
sempurna, baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik
yang membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan referat ini. Semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 21 April 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
Anatomi dan Fisiologi Bola Mata ............................................................ 3
Dinamika Aqueous Humor...................................................................... 6
Definisi Glaukoma ................................................................................... 9
Epidemiologi ............................................................................................ 9
Klasifikasi................................................................................................10
BAB III NEOVASCULAR GLAUCOMA ......................................................15
Definisi.....................................................................................................15
Epidemiologi ...........................................................................................16
Etiologi ....................................................................................................16
Patofisiologi .............................................................................................18
Manifestasi Klinis ...................................................................................19
Diagnosis .................................................................................................22
Diagnosis Banding ..................................................................................24
Tatalaksana .............................................................................................25
Prognosis .................................................................................................30
Komplikasi ..............................................................................................30
SKDI ........................................................................................................30
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Glaukoma adalah penyakit mata di mana terjadi kerusakan saraf optik
(neuropati) pada lapang pandang yang ditandai dengan pencekungan diskus
optik yang biasanya dikaitkan dengan peningkatan tekanan intraokular.2
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di
seluruh dunia.3
Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan
yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta
disebabkan penyakit ini. Tiap tahun, lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang
baru dan kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan. Diperkirakan akan
meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Di Indonesia, menurut
RISKESDAS tahun 2007 sebanyak 4-5 orang dari 1000 penduduk Indonesia
menderita glaukoma. Terjadi peningkatan jumlah pasien rawat jalan di RS
selama tahun 2015-2019. Pada tahun 2017, jumlah kasus baru glaukoma di
Indonesia adalah 80,548 kasus. Mayoritas penderita glaukoma berusia 44-64
tahun.3
Berdasarkan etiologinya glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer,
glaukoma sekunder, glaukoma kongenital, dan glaukoma absolut.
Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular dibagi menjadi 2:
glaukoma sudut terbuka (primary open-angle glaucoma) dan glaukoma sudut
tertutup (primary angle-closure glaucoma).2
Glaukoma neovaskular adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskular pada permukaan iris dan
sudut kamera anterior/ camera oculi anterior, dan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran humor akuos dan meningkatkan tekanan
intraokular. Secara umum ada tiga kondisi klinis yang sering dianggap
sebagai pemicu terjadinya glaukoma neovaskular yaitu retinophaty diabetic,
oklusi vena retina sentral, dan penyakit obstruksi karotis. Keadaan ini jarang
1
terjadi secara primer, sering dipengaruhi oleh factor angiogenesis yang
meningkat pada kondisi hipoksia yang mengakibatkan pertumbuhan
pembuluh darah yang baru.
Tanda dan gejala klinis glaukoma neovaskular ini dapat berupa
fotofobia, penurunan visus, peningkatan tekanan intraokular, edema kornea,
neovaskularisasi iris yang awalnya tampak pada pinggir pupil, ektropion
uvea, dan penutupan sudut bilik mata oleh karena sinekia.
Gejala glaukoma sering tidak disadari, sehingga kebanyakan penderita
kurang menyadari bahwa dirinya menderita glaukoma dan baru terdiagnosis
ketika telah lanjut bahkan telah terjadi kebutaan total. 3 Pemahaman yang
memadai diperlukan untuk dapat mendiagnosis secara dini sehingga
kebutaan dapat dicegah. Selain penatalaksaan, pemahaman akan penyakit
glaukoma ini diharapkan agar kita dapat mengidentifikasi mereka dengan
risiko tinggi glaukoma, sehingga dapat dilakukan deteksi dini terjadinya
kecenderungan yang mengarah kepada neuropati saraf optik glaukomatus.

1.2. Tujuan
Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis pada kasus neovascular
glaucoma agar dapat mendiagnosis secara awal, sehingga kebutaan dapat
dicegah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian
anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga
terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda.1 Bola mata dibungkus
oleh tiga lapisan jaringan, yaitu:
a. Lapisan sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal yang memberikan
bentuk pada mata, merupakan bagian terluar dari bola mata. Di bagian
anterior mata, cornea membentuk penutup luar bola mata (tunica fibrosa
bulbi). Berbentuk seperti cakram konveks, yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Cornea menonjol keluar
dari tempat bulbus, di limbus corneae, cornea bersatu menjadi sklera yang
kurang melengkung dan membentuk tunica fibrosa bulbi di bagian
posterior mata.4
b. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea terdiri dari iris,
cilliary body, dan choroid. Otot–otot ekstraokular dari luar masuk melalui
sclera. Bagian anteriornya terdiri dari iris dan corpus ciliare, sementara
choroid membentuk bagian posterior. Pada ora serrata, corpus ciliare dan
choroidea bertemu. Pada iris didapatkan pupil yang dapat mengatur jumlah
sinar yang masuk ke dalam bola mata. Cilliary body yang terletak di
belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aqueous humor), yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas
cornea dan iris.1 Mata selalu menghasilkan aqueous humor. Untuk
mempertahankan tekanan mata yang konstan, aqueous humor juga
mengalir dari mata ke daerah yang disebut sudut drainase.4 Choroidea
merupakan struktur yang banyak vaskularisasinya. Aliran darahnya
memberikan makanan dan oksigen ke lapisan retina yang berdekatan dan
terlibat pada termoregulasi bola mata.4

3
c. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis 10 lapis
yang merupakan lapis membran neurosensoris yang merubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke otak.1
Lensa terletak tepat di belakang pupil dan memfokuskan cahaya ke arah
belakang mata. Lensa dapat berubah bentuk yang mempunyai peranan
pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di
daerah makula lutea.1 Serat kecil yang disebut zonules melekat pada
kapsul yang memegang lensa, menangguhkannya dari mata. Lensa
dikelilingi oleh kapsul lensa, yang dibiarkan pada tempatnya ketika lensa
dilepas selama operasi katarak. Lensa intraokular pengganti masuk ke
dalam kapsul, tempat lensa alami berada.
Di dalam bola mata terdapat cairan aqueous humor, lensa dan vitreous
humor. Rongga vitreous terletak di antara lensa dan bagian belakang mata.
Zat seperti jeli yang disebut vitreous humor mengisi rongga, memberi
nutrisi pada bagian dalam mata dan membantu mata mempertahankan
bentuknya.

Gambar 1. Bola mata, bulbus oculi, sisi kanan; gambar potongan horizontal
setinggi tempat keluar nervus opticus.
Sumber : Friedrich Paulsen dan Jens Waschke – Sobotta: atlas anatomi
manusia: kepala, leher, dan neuroanatomi.
4
* istilah klinis: aqueous humor
** istilah klinis: angulus iridocornealis
*** istilah klinis: kanal schlemm

Cahaya difokuskan ke mata melalui bagian depan mata yang jernih


berbentuk kubah yang disebut kornea. Di belakang kornea terdapat ruang
berisi cairan yang disebut camera oculi anterior. Cairan ini disebut aqueous
humor. Mata selalu menghasilkan aqueous humor. Untuk mempertahankan
tekanan mata yang konstan, aqueous humor juga mengalir dari mata ke daerah
yang disebut sudut drainase.4
Bilik Mata Depan (BMD)/ Camera Oculi Anterior (COA)
Cornea, iris, dan sclera membentuk angulus iridocornealis (BMD/ bilik
mata depan; COA/ camera occuli anterior). Lapisan epitel corpus ciliare
menghasilkan aqueous humor yang mengalir dari camera oculi posterior ke
anterior. Ketika mencapai anyaman trabekular pada angulus iridocornealis,
cairan terkumpul di dalam kanal schlemm(*) dan didrainase ke dalam vena
episclera. Musculus ciliaris adalah komponen utama corpus ciliare dan
penting untuk akomodasi. Otot tersebut terdiri dari sel-sel otot meridional
(longitudinal, otot Brucke), radial, dan sirkular (otot Muller).4
Drainase aqueous humor yang tidak memadai dari angulus
iridocornealis menyebabkan peningkatan tekanan intra-okular (normal 15
mmHg) dan menyebabkan glaukoma (lihat gambar 2). Kerusakan terutama
terjadi pada papilla nervi opticus dengan risiko terjadi kebutaan. Penyebab
meliputi blokade angulus iridocornealis, misalnya karena adhesi iris ke
cornea (glaukoma sudut tertutup), atau gangguan drainase melalui anyaman
trabekular ke kanal schlemm pada glaukoma sudut terbuka. Defisiensi genetik
yang diturunkan pada sintesis fibrilin-1 protein penghubung (sindrom
Marfan) menyebabkan insufisiensi serat – serat zonula dengan luksasi lensa
dan lensa berbentuk bola permanen (gangguan akomodasi lensa).4

5
Gambar 2. Sudut iridokornea, Angulus iridocornealis, dan struktur yang
berdekatan.
Sumber: Friedrich Paulsen dan Jens Waschke – Sobotta: atlas anatomi manusia:
kepala, leher, dan neuroanatomi.
 Pada neovascular glaucoma terjadi proliferasi pembuluh darah baru
pada permukaan iris, hingga mencapai struktur camera oculi anterior
dan menghalangi aliran humor akuos melewati anyaman trabekulum.

2.2. Dinamika Aqueous Humor


Tekanan intraokular dipengaruhi oleh laju produksi aqueous dan
resistensi terhadap aliran aqueous dari mata.2
Komposisi Aqueous Humor
Aqueous adalah cairan bening yang mengisi camera oculi anterior dan
posterior. Volumenya sekitar 250 μL, dan laju produksinya, yang dikenakan
variasi diurnal, sekitar 2,5 μL/ mnt. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi
daripada plasma. Komposisi aqueous mirip dengan plasma kecuali untuk
konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang jauh lebih tinggi dan
konsentrasi protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.2
Aqueous humor memiliki beberapa fungsi, diantaranya:

6
1. Membawa zat makanan dan oksigen
2. Mengangkut zat buangan hasil metabolism pada organ di dalam mata yang
tidak berpembuluh darah
3. Mempertahankan bentuk bola mata
4. Menimbulkan tekanan intraokular
Pembentukan dan Aliran Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Ultrafiltrasi plasma
yang diproduksi di stroma proses ciliare dimodifikasi oleh fungsi penghalang
dan proses sekresi epitel ciliare. Cairan aquos yang dihasilkan corpus siliaris
berada di camera oculi posterior. Cairan ini kemudian akan mengalir melalui
pupil masuk ke camera oculi anterior. Aliran cairan aquos di dalam camera
oculi anterior mengarah ke perifer, ke arah anyaman trabekula yang
berfungsi sebagai saringan dan masuk ke dalam kanal schlemm. Saluran
efferen kanal schlemm terdiri dari ± 300 saluran pengumpul dan 12 vena
aqueous yang akan mengalirkan cairan ke dalam vena episklera. Jalur ini
dikenal sebagai sistem kanalikuli atau sistem konvensional yang mengalirkan
± 69-83% cairan aquos. Sejumlah 5-15% sisanya keluar melalui sistem
uveoskleral yaitu diantara berkas otot siliaris dan sela-sela sklera. Jalur
alternatif ini disebut system ekstrakanalikuli atau sistem unkonvensional.2
Kecepatan pembentukan cairan aquos dan hambatan pada mekanisme
pengaliran keluarnya menentukan besarnya tekanan intraokular. Normalnya
tekanan di dalam bola mata berkisar antara 10 – 20 mmHg. Peningkatan
tekanan intraokular dapat terjadi akibat produksi cairan aquos yang
meningkat misalnya pada reaksi peradangan dan tumor intraokular atau
karena aliran keluarnya yang terganggu akibat adanya hambatan pada
pratrabekular, trabekular atau post trabekular.2
Memasuki bilik posterior, aqueous melewati pupil ke bilik anterior dan
kemudian ke trabecular meshwork di sudut bilik anterior. Selama periode ini,
ada beberapa pertukaran komponen yang berbeda dengan darah di iris. 2
Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi
protein. Hal ini disebut plasmoid encer dan mirip dengan serum darah. 2

7
Aliran Aqueous Humor
Trabecular meshwork terdiri dari kolagen dan jaringan elastis yang
ditutupi oleh sel-sel trabekuler yang membentuk filter dengan ukuran pori
yang menurun ketika kanal schlemm didekati. Kontraksi otot ciliare melalui
penyisipannya ke dalam trabecular meshwork meningkatkan ukuran pori
dalam meshwork, dan karenanya laju drainase air. Passage dari air ke kanal
schlemm tergantung pada pembentukan siklik dari saluran transelular di
lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran
kolektor dan 12 vena aqueous) mengalirkan cairan langsung ke sistem vena.
Beberapa melewati air antara bundel otot ciliare ke dalam ruang
suprachoroidal dan kemudian ke sistem vena badan ciliary, choroid, dan
sklera (aliran uveoscleral) (gambar 3).2

Gambar 3. Struktur Segmen Anterior.


Sumber: Vaughan & Asbury - General Ophtalmology 19th Edition.
 Pada neovascular glaucoma terjadi proliferasi pembuluh darah baru
pada permukaan iris, hingga mencapai struktur sudut camera oculi
anterior dan menghalangi aliran humor akuos melewati anyaman
trabekulum.

8
2.3. Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah suatu penyakit degenerasi progresif neuropati pada
nervus optikus (N. II) yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus
optikus dan penurunan visus yang biasanya disertai peningkatan tekanan
intraocular.2,6 Selain merusak nervus optikus, glaukoma menimbulkan
manifestasi klinis berupa penurunan lapang pandang.
Faktor penyebab utamanya adalah peningkatan tekanan intraokular.
Kenaikan tekanan intraokular dapat disebabkan oleh bertambahnya produksi
cairan mata oleh badan siliar serta berkurangnya pengeluaran cairan mata di
daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Tekanan intraokular yang
meningkat dapat menyebabkan rusaknya sel ganglion yang berhubungan
dengan nervus optikus. Nervus optik terdiri atas jutaan serabut sel saraf yang
panjang dan tipis dengan diameter kurang lebih 1/20.000 inci. Apabila
tekanan bola mata naik, maka serabut saraf yang memiliki fungsi membawa
informasi penglihatan ke otak akan tertekan, lalu menimbulkan kerusakan
hingga kematian saraf. Kematian saraf akan menyebabkan kehilangan fungsi
penglihatan yang permanen.2,7

2.4. Epidemiologi
Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang
tinggi. Glaukoma adalah penyebab kebutaan secara global nomor dua setelah
katarak.3 Berdasarkan data WHO 2010, sekitar 60 juta orang menderita
glaukoma, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat
glaukoma.5 Sebanyak 3 juta orang Amerika yang terpengaruh, sekitar 50%
tidak terdiagnosis.
Di Indonesia, menurut RISKESDAS tahun 2007 sebanyak 4-5 orang
dari 1000 penduduk Indonesia menderita glaukoma. Tertinggi di Provinsi
DKI Jakarta (1,85%), diikuti Provinsi Aceh (1,28%), Kepulauan Riau
(1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatera Barat (1,14), dan terendah di
Provinsi Riau (0,04%).3 Terjadi peningkatan jumlah pasien rawat jalan di RS
selama tahun 2015-2019. Pada tahun 2017, jumlah kasus baru glaukoma di

9
Indonesia adalah 80,548 kasus. Berdasarkan jenis kelamin wanita lebih
banyak daripada laki-laki. Mayoritas penderita glaukoma berusia 44-64
tahun.3
Glaukoma sudut terbuka primer (Primary Angle – Closure Glaucoma/
PACG), adalah glaukoma paling umum di antara kulit hitam dan kulit putih,
menyebabkan kehilangan penglihatan bilateral progresif asimptomatik yang
tersembunyi yang sering tidak terdeteksi sehingga kehilangan bidang yang
luas telah terjadi. Glaukoma sudut tertutup menyumbang 10-15% kasus pada
orang kulit putih. Orang kulit hitam memiliki risiko lebih besar daripada
orang kulit putih untuk onset dini, diagnosis tertunda, dan kehilangan
penglihatan yang parah. Faktor risiko terpenting adalah peningkatan tekanan
intraokular, usia, dan kecenderungan genetik.2

2.5. Klasifikasi
1. Glaukoma Primer
Glaukoma primer adalah kondisi dimana peningkatan tekanan
intraokular tidak dapat diketahui penyebab pastinya. Secara umum
terdapat 2 tipe yang memiliki prevalensi tertinggi yaitu glaukoma sudut
terbuka primer dan glaukoma sudut tertutup primer.2,6
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang
tersering dijumpai. Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan
secara dominan atau resesif pada 50% penderita, secara genetik.
Terdapat faktor resiko pada seseorang untuk mendapatkan glaukoma
seperti diabetes melitus, hipertensi, kulit berwarna dan miopia. 8,9
Istilah sudut terbuka menandakan sudut segmen anterior masih terbuka
namun terdapat peningkatan tekanan intraokular.1

10
Gambar 4. Primary Open-Angle Glaucoma6
Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka
adalah proses degeneratif di jalinan trabekular meshwork, termasuk
pengendapan bahan ekstraseluler di dalam jalinan dan di bawah lapisan
endotel kanalis schlemm. Akibatnya adalah penurunan drainase
aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.1
Kondisi ini terjadi secara kronis. Mulai timbulnya gejala glaukoma
primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari
oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. 1,8
Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari
tinggi atau lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat
keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan
fungsi tanpa disadari oleh penderita. Gangguan saraf optik akan terlihat
gangguan fungsinya berupa penciutan lapang pandang.1 Pada waktu
pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang terlihat
gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma mungkin akibat
adanya variasi diurnal. Dalam keadaan ini maka dilakukan uji

11
provokasi minum air, pilokarpin, uji variasi diurnal, dan provokasi
steroid.1
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup dibagi menjadi 4, yaitu; glaukoma sudut
tertutup akut primer, glaukoma sudut tertutup subakut, glaukoma sudut
tertutup kronik dan iris plateau. Hanya glaukoma sudut tertutup akut
primer yang akan dibahas karena merupakan suatu kedaruratan
oftalmologik.2

Gambar 5. Angle-Closure Glaucoma6


Glaukoma sudut tertutup primer adalah suatu keadaan penutupan
jalan keluar aqueous humor. Glaukoma sudut tertutup akut primer
terjadi apabila terbentuk iris bombé yang menyebabkan sumbatan sudut
kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous
humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat. Gejala klinis
yang ditimbulkan adalah rasa sakit yang berat, mata merah, dan
penglihatan berbayang.2
Glaukoma sudut tertutup akut primer ditandai oleh munculnya
kekaburan penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, halo dan
mual serta muntah. Temuan-temuan lain adalah peningkatan mencolok

12
tekanan intraokular, camera oculi anterior dangkal, kornea berkabut,
pupil terfiksasi berdilatasi sedang dan injeksi siliaris. 2
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya.
Dapat disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau
penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu.1
Pada glaukoma sekunder peningkatan tekanan intraokular terjadi akibat
manifestasi dari penyakit lain berupa peradangan, trauma bola mata dan
uveitis. Glaukoma sekunder terbagi menjadi pigmentary glaucoma,
exfoliation syndrome/ pseudoexfoliation syndrome, glaukoma akibat
perubahan lensa, glaukoma akibat kelainan traktus uvealis, glaukoma
akibat trauma, glaukoma pasca tindakan bedah okular, glaukoma
neovaskular, glaukoma akibat peningkatan tekanan vena episklera, serta
glaukoma akibat pemakaian steroid jangka panjang. Perubahan lensa
seperti dislokasi lensa akibat trauma atau sindroma marfan, intumesensi
lensa sehingga lensa bertambah besar, dan fakolitik dapat menyebabkan
glaukoma.2,6
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Pada uveitis,
tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena korpus siliar
yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang
berlainan. Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari
camera oculi anterior, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang
terlibat dalam proses peradangan yang spesifik diarahkan ke sel-sel
trabekula (trabekulitis). Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan
gangguan permanen fungsi trabekula, sinekia anterior perifer, dan kadang-
kadang neovaskularisasi sudut yang semuanya meningkatkan glaukoma
sekunder.10
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital jarang sekali terjadi. Glaukoma kongenital dapat
dibagi menjadi (1) glaukoma kongenital primer (kelainan terbatas hanya

13
pada sudut kamera okuli anterior), (2) anomali perkembangan segmen
anterior (syndrome Axenfeld, anomali Peter, dan syndrome Reiger) disini
perkembangan iris dan kornea juga abnormal, (3) berbagai kelainan lain
seperti aniridia, syndrome Lowe, neurofibromatosis, syndrome Sturge-
Weber, dan rubella kongenital. Pada keadaan ini, anomali perkembangan
pada sudut disertai dengan kelainan okular dan ekstraokular lain. 10
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus,
didiagnosis pada 6 bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis pada
akhir tahun pertama pada 80% kasus.10
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai
fotofobia dan pengurangan kilau kornea. Peningkatan tekanan intraokular
adalah tanda kardinal. Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma
merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting. Temuan-
temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah, edema epitel, robekan
membran Descemet, dan peningkatan kedalaman kamera anterior serta
edema dan kekeruhan lensa.10
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
(terbuka/tertutup) dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola
mata memberikan gangguan fungsi lanjut.1
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil
atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan
rasa sakit. Sering dengan mata buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi
pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya
glaukoma hemoragik.1

14
BAB III
NEOVASCULAR GLAUCOMA

3.1. Definisi
Glaukoma neovaskular adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aqueous humor dan
meningkatkan tekanan intraokular.1 Nama lain dari glaukoma neovaskular ini
adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik,
ataupun glaukoma rubeotik.1
Glaukoma neovaskular terjadi jika terdapat proliferasi pembuluh darah
baru pada permukaan iris, hingga mencapai struktur sudut camera oculi
anterior dan menghalangi aliran aqueous humor melewati anyaman
trabekulum. Retina yang hipoksia dan memiliki sirkulasi kapiler yang buruk
diyakini merupakan hal yang menginisiasi terjadinya glaukoma neovaskular
ini.1,10 Neovaskular ini timbul biasanya disebabkan oleh iskemik retina yang
luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik dan oklusi vena sentralis
retina.2
Tanda dan gejala klinis glaukoma neovaskular ini dapat berupa
fotofobia, penurunan visus, peningkatan tekanan intraokular, edema kornea,
neovaskularisasi iris yang awalnya tampak pada pinggir pupil, ektropion
uvea, dan penutupan sudut bilik mata oleh karena sinekia.8
Glaukoma neovaskular muncul sebagai komplikasi lanjut dari
retinopati iskemik. Para ahli menemukan bahwa vascular endothelial growth
factor (VEGF) berperan penting dalam terjadinya neovaskularisasi. Aktivasi
reseptor VEGF memicu proses pertumbuhan sel endotel dan migrasinya dari
vaskularisasi yang sudah ada. Bevacizumab (avastin) merupakan antibodi
monoklonal manusia yang mampu berikatan dengan semua isoform VEGF.
Pengurangan neovaskularisasi iris berhasil dilakukan dengan injeksi

15
Bevacizumab intravitreal. Hasil ini mendorong para ahli untuk menggunakan
VEGF-inhibitor sebagai terapi untuk glaukoma neovaskular.11
Glaukoma neovaskular merupakan glaukoma yang berpotensi merusak,
dimana dengan terlambatnya diagnosis dan penatalaksanaan yang tidak tepat
dapat menyebabkan hilangnya penglihatan total. Diagnosis dini penyakit ini
sangat penting sekali yang harus diikuti dengan pengobatan yang cepat dan
segera. Dalam penanganan glaukoma neovaskular, penting untuk menangani
dua hal, yakni peningkatan tekanan intraokular (TIO) dan penyakit yang
menyertainya.2

3.2. Epidemiologi
Sepertiga pasien dengan glaukoma neovaskular terdapat pada penderita
retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya hal tersebut berhubungan oleh
adanya tindakan bedah pada mata. Insiden terjadinya glaukoma ini dilaporkan
sekitar 25% – 42 % setelah tindakan bedah mata, dan 10 % - 23 % terjadi
pada 6 bulan pasca operasi bedah mata.

3.3. Etiologi
Pengetahuan tentang glaukoma neovaskular dimulai dengan
ditemukannya hubungan antara terjadinya neovaskularisasi pada iris dengan
terdapatnya oklusi vena retina sentralis pada tahun 1906. Istilah glaukoma
neovaskular mulai digunakan pada tahun 1963, yang merupakan suatu
diagnosis dengan karakteristik ditemukannya pembuluh darah baru pada iris
yang memicu peningkatan tekanan intraokular.1
Glaukoma neovaskular berhubungan erat dengan iskemia retina, yang
biasanya sekunder dengan proliferative diabetic retinopathy (PDR) dan
oklusi vena retina sentral. Sekitar 23-60% NVG (neovascular glaucoma)
terjadi setelah oklusi vena retina sentral, 32% terkait dengan PDR dan 13%
terjadi setelah obstruksi arteri karotis.13
Banyak penyakit sistemik dan kondisi mata yang menyebabkan
glaukoma neovaskular, namun semuanya menunjukkan etiologi yang sama,

16
yaitu iskemia retina. Hipoksia memicu kaskade pro-angiogenik yang
menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru dengan gangguan
permeabilitas. Penyebab NVG yang paling umum ditemukan adalah
proliferative diabetic retinopathy dan oklusi vena retina sentral.13
Iskemia retina telah dilaporkan menyebabkan peningkatan ekspresi
faktor pertumbuhan endotel vaskular (Vascular Endothelial Growth Factor/
VEGF), yang memicu kaskade angiogenik yang mendorong perkembangan
neovaskularisasi iris dan sudut kamera anterior. Vascular Endothelial Growth
Factor atau VEGF berperan penting dalam memperantarai neovaskularisasi
intraokular aktif pada pasien dengan penyakit iskemik retina. VEGF biasanya
dilepaskan setelah iskemia retina, dan menyebar melalui aqueous humor ke
segmen anterior mata sehingga terjadi neovaskularisasi iris, sudut iridokornea
dan membran jaringan ikat. Kemudian, diikuti sinekia dari iris perifer dan
trabecular meshwork, yang menyebabkan peningkatan TIO dan bahkan dapat
terjadi kebutaan. Kadar VEGF pada aqueous humor berkorelasi erat dengan
tingkat neovaskularisasi, dan inhibisi VEGF melalui injeksi antibodi
monoklonal anti-VEGF intravitreal pada mata primata non-manusia dewasa
telah dilaporkan dapat mencegah neovaskularisasi iris terkait dengan iskemia
retina.13
Glaukoma neovaskular lebih banyak ditemukan pada pasien usia lanjut
yang memiliki faktor risiko kardiovaskuler seperti hipertensi dan diabetes,
dan lebih agresif pada pasien yang memiliki sindrom obstructive sleep apnea.
Hipoksia, walaupun diyakini sebagai pemicu utama dari angiogenesis,
faktor lain juga memiliki peranan dalam pembentukan pembuluh darah
abnormal. Inflamasi dan hipoksia seringkali timbul bersamaan hingga
menginisiasi pembentukan pembuluh darah baru. Mediator inflamasi seperti
angiopoetin-1 dan angiopoetin-2 sekarang telah diketahui memiliki peranan
dalam pembentukan pembuluh darah baru dan remodeling, sejalan dengan
peranan dalam proses inflamasi.6,8

17
Penyebab dari neovaskularisasi iris antara lain:6,8
a. Iskemik retina:
Retinopati diabetik, oklusi vena retina sentralis, oklusi arteri retina
sentralis, oklusi arteri carotis, retinal detachment, retinopati sickle sel,
retinoshisis.
b. Inflamasi:
Uveitis kronik, endoftalmitis, sindroma Vogt-Koyanagi-Harada,
sympathetic ophthalmic
c. Tumor:
Melanoma iris/ koroidal, limfoma ocular, retinoblastoma
d. Penyinaran

3.4. Patofisiologi
Pemeriksaan histopatologi mata dengan glaukoma neovaskular
didapatkan bahwa pembuluh-pembuluh darah baru timbul dari bantalan
mikrovaskuler (kapiler/ venula) pada iris dan korpus siliar. Pembuluh darah
tersebut muncul pertama kali sebagai kuncup endotel dari kapiler sirkulasi
arteri kecil.
Glaukoma neovaskular dalam perjalanan penyakitnya secara klinis
akan terlihat membran fibrosa yang berkembang sepanjang pembuluh darah
yang terbentuk. Membran tersebut mengandung miofibroblas yang memiliki
kemampuan berkontraksi. Kontraksi miofibroblas menarik lapisan pigmen
posterior dari epitel iris anterior, yang akan menyebabkan terjadinya
ektropion uvea, dan menarik iris perifer ke sudut camera oculi anterior dan
menyebabkan sinekia perifer anterior, dan pada akhirnya menghambat aliran
keluar humor akuos dan meningkatkan tekanan intraokular.1,10
Teori yang paling banyak diterima tentang patogenesis terjadinya
glaukoma neovaskular adalah adanya iskemik retina yang akan melepaskan
faktor angiogenik yang berdifusi kedepan mengikuti aliran aqueous humor
dan menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada iris dan sudut
camera oculi anterior. Faktor angiogenik ini menurut penelitian yang telah

18
dilakukan diketahui memiliki kemampuan menstimulasi proliferasi endotel
kapiler, neovaskularisasi kornea, dan neovaskularisasi retina. Salah satu
factor angiogenik yang diketahui paling banyak berperan adalah vascular
endothelial growth factor (VEGF), dimana ditemukan dengan konsentrasi
yang meningkat 40-100 kali dari normal pada humor akuos pasien dengan
glaukoma neovaskular.6,10
Teori tentang adanya faktor angiogenik tersebut dapat menjelaskan
beberapa keadaan yang terjadi pada glaukoma neovaskular, antara lain
mengenai gambaran awal rubeosis iridis yang terjadi pada pinggiran pupil,
yang bisa dijelaskan karena substansi yang berdifusi dari retina menuju
camera oculi anterior melalui pupil dan memiliki konsentrasi tertinggi pada
daerah tersebut. Teori tersebut juga dapat menjelaskan mengapa rubeosis
iridis dan glaukoma neovaskular lebih sering terjadi setelah operasi ekstraksi
katarak dan vitrektomi. Lensa dan vitreus merupakan barier mekanis yang
menghalangi terjadinya difusi dari substansi angiogenik, dan humor vitreus
juga diketahui mengandung inhibitor endogen terhadap angiogenesis. Lensa
dan vitreus dapat mengurangi iskemik retina dengan cara mencegah
keluarnya oksigen dari segmen posterior menuju segmen anterior. Selain hal
tersebut, vitrektomi dan pembedahan katarak menyebabkan inflamasi,yang
kemudian akan menstimulasi terjadinya neovaskularisasi.6,10

3.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis glaukoma neovaskular dibagi menjadi dua tahap
yaitu tahap awal (rubeosis iris dan glaukoma sekunder sudut terbuka) dan
tahap lanjut, yang gambaran klinis nya antara lain:1,10
a. Tahap awal (rubeosis iridis):
Ditandai dengan tekanan intraocular yang normal, adanya sedikit
neovaskularisasi, kapiler yang berdilatasi pada pinggiran pupil, terdapat
neovaskularisasi pada iris (irregular, pembuluh darah tidak tumbuh secara
radial dan biasanya tidak pada stroma iris), terdapat neovaskularisasi pada
sudut camera oculi anterior (bisa terjadi dengan atau tanpa

19
neovaskularisasi iris), reaksi pupil jelek, dan terjadi ektropion uvea. Gejala
yang timbul bisa berupa nyeri pada periokular atau periorbita karena
iskemia.
b. Tahap awal (glaukoma sekunder sudut terbuka):
Ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intraokular, neovaskular
iris yang akan berlanjut menjadi neovaskular pada sudut bilik mata, adanya
proliferasi jaringan neovakular pada sudut bilik mata, dan terdapatnya
membran fibrovaskular (yang berkembang sirkumferensial melewati sudut
bilik mata, dan memblock anyaman trabekular). Gejala yang timbul adalah
visus kabur namun mata tidak merah dan tidak nyeri. Stadium ini bisa
terjadi antara 8 – 15 minggu.
c. Tahap lanjut (glaukoma sekunder sudut tertutup):
Pada tahap ini, glaukoma sekunder sudut tertutup ditandai dengan
beberapa hal berikut ini, yaitu: nyeri hebat yang akut, sakit kepala, nausea
dan atau muntah, fotopobia, penurunan tajam penglihatan (hitung jari
hingga lambaian tangan), peningkatan tekanan intraocular (> 60 mm Hg),
injeksi konjungtiva, edema kornea, hifema, flare aquos, penutupan sudut
bilik mata akibat sinekia, rubeosis yang sudah lanjut, neovaskularisasi
retina dan atau perdarahan retina.

Gambar 6. Neovascular Glaucoma

20
Tanda tahap awal dalam perjalanan glaukoma neovaskular adanya
gambaran proliferasi vaskular pada batas pupil. Neovaskularisasi pada iris ini
kemungkinan sulit untuk dideteksi pada tahap awal. Slit lamp biomicroscopy
dapat menunjukkan gambaran berliku-liku, adanya tumpukan acak dari
pembuluh darah pada permukaan iris, berdekatan dengan batas pinggir pupil.
Tumpukan ini semakin gelap jika pada iris yang gelap dan lebih jelas pada
iris yang terang.1,10
Karakteristik progresifitas neovaskularisasi yang terjadi yaitu dari batas
pinggir pupil menuju ke sudut dari pupil yang tidak berdilatasi, tetapi dapat
juga tidak terjadi neovaskularisasi pada sudut pupil. Sebagai perkembangan
proliferasi vaskular, biomicroscopy dari camera oculi anterior menunjukkan
sel-sel dan flare. Gonioscopy menunjukkan pembuluh darah baru yang
tumbuh dari arteri sirkumferensial dari badan siliaris ke permukaan iris dan
ke permukaan dari dinding sudut.1,10
Pembuluh darah melewati sudut bilik mata dan tumbuh terus melewati
corpus silier dan sclera spur’s menuju anyaman trabekulum, yang
memberikan gambaran flush kemerahan. Tahap awal pada neovaskularisasi
segmen anterior, tekanan intraokular biasanya normal. Pembuluh darah baru
kemudian membentuk membran fibrovaskular yang menyebabkan timbulnya
glaukoma sekunder sudut terbuka, yang memiliki karakteristik adanya
kontraksi dari membran fibrovaskular, yang mendorong iris perifer
mendekati anyaman trabekulum dan menyebabkan bermacam derajat dari
sinekia yang akan menyebabkan penutupan sudut bilik mata.1,10
Uvea ektropion dan hifema seringkali terjadi. Ektropion uvea
disebabkan traksi radial sepanjang permukaan iris, yang mendorong lapisan
pigmen posterior iris di sekitar pinggir pupil menuju permukaan iris anterior.
Pada tahap ini, pasien biasanya menunjukkan onset yang dramatik dari nyeri
yang sekunder hingga adanya peningkatan tekanan intraokular. Pasien
biasanya akan mengalami penurunan penglihatan yang parah (hingga
menghitung jari), bersamaan dengan terjadinya edema kornea dan inflamasi
camera oculi anterior.1,8,10

21
3.6. Diagnosis
Ananmnesis
Diagnosis glaukoma neovaskular ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang jelas dan teliti. Dari
anamnesa ditemukan keluhan seperti mata merah, nyeri, lakrimasi dan
penglihatan kabur yang berlangsung mendadak. Evaluasi riwayat medis
terhadap faktor resiko seperti DM, hipertensi dan PJK sangat penting untuk
membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tekanan bola mata dan tonografi
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan
tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat
dilakukan tanpa alat disebut dengan tonometer digital, dasar
pemeriksaannya adalah dengan merasakan lenturan bola mata
(ballotement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari
tangan.1,10
Tonografi diukur derajat penurunan tekanan bola mata. Tonometer
yang dipakai adalah tonometer Schiotz yang bersifat elektronik yang
merekam tekanan bola mata selama 4 menit dan berguna untuk mengukur
pengaliran keluar cairan mata.1
b. Pemeriksaan slit-lamp:
Slit lamp merupakan alat yang dapat menembakkan sinar berbentuk
seperti titik kecil ke mata. Slit lamp dapat melihat kelainan pada bagian
mata lebih jelas, seperti kerusakan pada kornea, kelainan lensa mata
(katarak), retina (ablasi retina), dan degenerasi makula.
Metode terbaik untuk memeriksa cakram optik adalah dengan lampu
celah dikombinasikan dengan lensa tiang posterior pembesaran tinggi.
Kedalaman ruang anterior harus diperhatikan dan ukuran lensa phakic.

22
c. Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan
patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada
sudut bilik mata seperti benda asing.1,10
Tes ini juga dipakai untuk membedakan antara glaukoma sudut terbuka
dan glaukoma sudut tertutup. Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut
antara kornea perifer dan iris, yang diantaranya terdapat jalinan trabekula.
Konfigurasi sudut ini, yakni apakah lebar (terbuka), sempit atau tertutup,
menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor aqueous. Dengan
gonioskopi ini juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris di bagian
perifer ke depan (peripheral anterior sinechia).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens)
di dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini
dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut camera oculi anterior
dengan memutarnya 360 derajat.1
d. Pemeriksaan lapang pandang
Berbagai cara untuk memeriksa lapang pandang pada glaukoma adalah
layar singgung, kampimeter dan perimeter otomatis. 2 Penurunan lapang
pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena gangguan ini
dapat terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat
progresivitasnya dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus
optikus adalah khas untuk penyakit ini.2
Perimetri digunakan untuk mengukur lapang pandang peripheral dan
sentral secara lebih detil dan mendalam. Lapang pandang akan diukur dan
digambarkan sesuai derajat, kemudian pemeriksaan dilakukan
menggunakan alat yang menghasilkan rangsangan stimulus (cahaya).
Pasien akan diminta respon bila stimulus sudah berada di lapang pandang
mata mereka. Terdapat dua jenis metode perimetri; statik dan kinetik.

23
Pemeriksaan penunjang yang dipakai seperti pemeriksaan laboratorium
kimia darah untuk melihat profil gula darah dan lipid. 1 Pemeriksaan dengan
fluorescent angiography dan fluorophotometry dapat melihat gambaran
neovaskularisasi iris yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah di batas pupil dan terlihatnya pembuluh darah di permukaan
iris dan camera oculi anterior (COA) akibat terhambatnya aliran darah sekitar
pupil oleh pigmen hitam iris. Perlahan pembuluh darah iris akan melintasi
corpus ciliare dan sklera dan menutup trabekulum yang menyebakan
terjadinya hambatan aliran cairan aqueos humour dan peningkatan tekanan
intraocular (TIO).9
Diagnosis sebaiknya cepat ditegakkan untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut seperti terbentuknya keratopathy bulla, glaukoma, iris
bombe, uvea ektropion, dekomensasio kornea, katarak dan ptisis bulbi yang
berakibat dengan kebutaan.9

3.7. Diagnosis Banding


1. Glaukoma sudut tertutup primer akut; berbeda dengan glaukoma
neovaskular karena pada keadaan ini didapatkan pupil yang lebar dan
lonjong, dan tidak didapatkan neovaskularisasi pada iris dan sudut serta
ekteropion uvea.
2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis; dalam keadaan ini
didapatkan sinekia posterior total, dan tidak didapatkan neovaskularisasi
pada iris.
3. Fuchs’ Heterochormic Iridocyclitis; atau Fuchs’ Uveitis Syndrome
didapatkan kelainan seperti sudut terbuka dengan tekanan intraokular yang
meningkat tapi tidak disertai neovaskularisasi iris.
4. Glaukoma fakolitik; proses fakolitik pada lensa yang keruh jika kapsulnya
menjadi rusak, substansi lensa yang keluar akan diresorpsi oleh serbukan
fagosit atau makrofag yang banyak di COA (camera oculi anterior),
serbukan ini sedemikian banyaknya sehingga dapat menyumbat sudut
COA dan menyebabkan glaukoma. Penyumbatan dapat terjadi pula oleh

24
karena substansi lensa sendiri yang menumpuk di sudut COA terutama
bagian lensa dan menyebabkan eksfoliasi glaukoma tanpa disertai
neovaskularisasi.

3.8. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan dari glaukoma neovaskular yaitu untuk
mengontrol faktor resiko, mencegah terjadinya perburukan dan komplikasi
lebih lanjut serta mengurangi rasa tidak nyaman jika terjadi serangan yang
akut dan bila telah terjadi penurunan daya penglihatan. Penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan terapi farmakologik dan bedah.2,9
a. Terapi farmakologik
Terapi yang diberikan seperti kortikosteroid topikal dan
midriatikum/sikloplegik dipakai untuk mengurangi rasa tidak nyaman
pada mata terutama pada serangan yang akut, mencegah terjadinya sinekia
dan melepaskan perlengketan jika telah tejadi sinekia.
Gongan obat diberikan dengan tujuan mengatasi kemungkinan
penyebabnya:
1. Mengurangi masuknya aqueous humor kedalam mata
• Topikal beta-blocker (timolol 0,5% 1-2/hari, 12-24 jam)2
Timolol diketahui dapat menurunkan produksi aquos dan
menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea,
keratitis punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah
bradikardi, blok jantung, bronkospasme (digunakan dengan hati-hati
pada penderita asma/PPOK), hipotensi, depresi SSP. 12
• Karbonik anhidrasi inhibitor sistemik (Acetazolamide 250–500 mg
tab, ½-4 tab/hari, 6-12 jam)
Efeknya yaitu menurunkan produksi aquos. Acetazolamide
bekerja pada badan siliaris dan mencegah sintesis bikarbonat. Ini
menyebabkan penurunan transpor natrium dan pembentukan aquos
karena transpor bikarbonat dan natrium saling berkaitan.

25
Asetazolamide. Diberikan secara oral, tetapi obat ini terlalu toksik
untuk penggunaan jangka panjang dan menurunkan TIO sebesar 15-
20%. Adapun efek samping sistemiknya adalah asidosis, depresi,
latargi dan lain-lain.1,12
• Karbonik anhydrase inhibitor (Dorzolamide 2%, 2-3/hari, 8-12 jam)
Dorzolamide merupakan inhibitor aktif carbonic anhidrase (CA-
2) yang diberikan topikal. Dorzolamide dapat digunakan tersendiri
pada pasien dengan kontraindikasi beta bloker. Efeknya yaitu
osmotic gradient dehydrates vitreous dan menurunkan TIO sebesar
15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah
blefarokonjungtivitis, miopia, penglihatan kabur, keratitis,
konjungtuvitis.14
2. Meningkatkan pengeluaran aqueous humor dari mata melalui
anyaman trabekulum
Miotic agents (pilocarpine) (kontroversial)
Pengobatan topikal diberikan pilokarpin 2%, satu tetes pada mata
yang mengalami nyeri, ulangi setelah 30 menit. Sistemik diberikan
intravena karena sering disertai mual.1 Pemberian pilokarpin harus
dilakukan dengan pengawasan. Kontraksi muskulus siliaris dapat
meningkatkan ketebalan axial dari lensa dan induksi pergerakan lensa
anterior. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kedalaman dari camera
oculi anterior dan memperburuk gejala klinis. Meskipun begitu,
pilokarpin masih direkomendasikan menjadi terapi tambahan.
3. Mengingkatkan pengeluaran aqueous humor dari mata melalui
uveo sclera yang tidak umum
Obat ini mempunyai efek untuk meningkatkan aliran uveoskleral
dan dapat menurunkan TIO.2,7 Analog prostaglandin yg umum
digunakan adalah bimatoprost, latanoprost, dan travoprost, dan. Analog
prostaglandin merupakan obat-obat lini pertama atau tambahan yang
efektif.

26
• Latanaprost (Xalatan): konsentrasi 0,005% dan dosis 1 kali sehari.
Obat ini mempunyai efek untuk meningkatkan aliran uveoskleral
dan dapat menurunkan TIO sebesar 25-32%. Efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah meningkatkan pigmentasi iris,
hipertrikosis, penglihatan kabur, keratitis, uveitis anterior,
konjungtiva hiperemis, reaktivasi keratitis herpes, sedangkan efek
samping sistemik adalah gejala seperti flu, nyeri sendi dan otot, sakit
kepala.
• Travoprost (travatan): obat ini mempunyai konsentrasi 0,004%
dengan dosis pemakaian 1 kali sehari dan efeknya sama dengan
latanoprost yaitu meningkatkan aliran uveoskleral dan menurunkan
TIO sebesar 25-32%. Efek samping yang ditimbulkan sama dengan
latanaprost.
• Bimanoprost (lumigan): konsentrasi 0,03% dan dosis 1 kali sehari.
Obat ini mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan
trabekular serta dapat menurunkan TIO sebesar 27-33%. Efek
samping sama dengan latanaprost.
• Unoprostone (rescula): obat ini mempunyai konsentrasi 0,15% dan
dosis pemakaian 1 kali sehari. Obat ini mempunyai efek untuk
meningkatkan aliran trabekular serta dapat menurunkan TIO sebesar
13-18%. Efek samping sama dengan latanoprost.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah hiperemia
konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan bulu mata,
dan penggelapan iris yang permanen. Obat-obat ini juga sering
dikaitkan dengan reaktivasi uveitis dan keratitis herpes walaupun jarang
serta dapat menyebabkan edema makula pada individu dengan faktor
predisposisi.

27
4. Dua jalur pengaliran aqueous dimana penghambatan masuk dan
meningkatkan pengeluaran aqueous uvosclera
Alpha-2 agonist (Brimonidine 0.1%–0.2%, 8-12 jam)
Bekerja dengan cara menurunkan pembentukan aqeuous humor
tanpa menimbulkan efek pada aliran keluar. Modalitas terapi ini
berguna untuk terapi jangka pendek pada kasus yang sukar
disembuhkan.7
Apraclonidin HCl (iopidin) mempunyai konsentrasi 0,5%, 1% dan
dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi
akuos, menurunkan tekanan vena episkleral dan menurunkan TIO
sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata
adalah iritasi, iskemia, alergi, retraksi kelopak mata, konjungtivitis
folikularis dan lain-lain sedangkan efek samping sistemik adalah
hipotensi, kelelahan, hidung dan mulut kering, vasovagal attack.7
5. Obat lainnya untuk glaukoma
• Steroid
Pemberian steroid ditujukan untuk menangani reaksi inflamasi dan
menurunkan kerusakan saraf optik. Dalam kasus infeksi bakteri,
dilakukan terapi penggunaan agen anti infeksi secara bersamaan.
Jika tanda dan gejala tidak membaik setelah 2 hari, evaluasi ulang
pasien. Dosis dapat dikurangi dan memberitahu pasien untuk tidak
menghentikan terapi sebelum waktunya.12
• Hyperosmotic agents (mannitol/glycerol)
Agen hiperosmotik meningkatkan osmolaritas serum dan
menyebabkan perubahan cairan dari mata ke ruang vaskular.
Diuresis osmotik selanjutnya mengurangi TIO. Intravena dapat juga
diberikan manitol 1,5 - 2 mg/kg bb dalam larutan 20% atau urea IV
mg/kg bb, hati - hati terhadap kelainan ginjal. Efeknya yaitu osmotic
gradient dehydrates vitreous dan menurunkan TIO sebesar 15-20%.
Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah TIO

28
rebound sedangkan efek samping sistemik adalah retensi urin, sakit
kepala, gagal jantung kongestif dan lain-lain.12
Gliserol sering dipakai dokter mata pada glaukoma untuk
menghentikan serangan akut dengan memberikan peros 1 g/kg bb
badan dalam larutan 50%. Gliserol bekerja dengan mengurangi TIO
melalui efek diuretiknya. Penurunan TIO maksimal terjadi 1 jam
setelah pemberian gliserin. Efeknya berlangsung sekitar 5 jam.
Terapi yang diberikan seperti kortikosteroid topikal dan
midriatikum/sikloplegik dipakai untuk mengurangi rasa tidak
nyaman pada mata terutama pada serangan yang akut, mencegah
terjadinya sinekia dan melepaskan perlengketan jika telah tejadi
sinekia. Penggunaan ß-blocker, α-agonis dan inhibitor untuk
mengurangi produksi dari cairan aquos. Terapi farmakologik lain
diberikan untuk mengontrol faktor resiko seperti pemberian obat
hipoglikemia dan hipolipodemik.1,9
b. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan yang dipakai antara lain PRP (Panretinal
Photocoagulation) untuk mengurangi pembentukan neovaskularisasi di
iris dan mencegah terjadinya sinekia anterior dan posterior serta untuk
menurunkan TIO yang meningkat, Panretinal criotheraphy dipakai jika
teknik PRP tidak memberikan hasil yang memuaskan dan jika media
penglihatan keruh, goniophotocoaglation jika terjadi neovaskularisasi iris
dan sebelum terbentuknya sinekia anterior.1,9
Teori terbaru menyebutkan digunakannya agen farmakologik anti-
angiogenik yang bertujuan mengurangi atau mencegah terjadinya
neovaskularisasi, seperti bevacizumab (avastin, genentech). Pemberian obat
diaplikasikan secara topikal. Pemberian obat dilaporkan memiliki onset kerja
cepat (48 jam), namun obat ini memiliki waktu paruh yang singkat sehingga
gejala kekambuhan besar terjadi.1

29
3.9. Prognosis
Prognosis glaukoma neovaskular ditentukan berdasarkan derajat berat
ringannya penyakit yang mendasarinya, waktu pengenalan penyakit
(diagnosis) dibuat, riwayat operasi dan respon terhadap agen farmakologik
yang diberikan. Prognosis glaukoma neovaskular pada umumnya buruk.
Kontrol yang tidak baik terhadap penyakit yang mendasarinya, diagnosis
yang terlambat dibuat, tidak responnya terhadap terapi farmakologik dan
bedah akan memperburuk prognosis dari glaukoma neovaskular. 9

3.10. Komplikasi
Hyphema, atau pengumpulan darah di ruang anterior, umumnya dikaitkan
dengan neovascularization of the iris (NVI) mengingat kerapuhan pembuluh
darah abnormal. Hyphema persisten sering mengakibatkan penurunan
penglihatan, peningkatan tekanan intraokular, dan/ atau pewarnaan darah
kornea jangka panjang. Komplikasi neovascular glaucoma lainnya termasuk
vitreous hemorrhage, ablasi retina, dan kebutaan.

3.11. SKDI
3A - Bukan gawat darurat
• Mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

pada keadaan yang bukan gawat darurat.


• Mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter

juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

30
BAB IV
KESIMPULAN

Glaukoma neovaskular adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang terjadi


akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskular pada permukaan iris dan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran humor aquos dan meningkatkan
tekanan intraokular. Glaukoma neovaskular disebabkan oleh membran
fibrovaskular yang terbentuk pada permukaan iris dan sudut kamera anterior.
Awalnya membran hanya menutupi struktur sudut kamera anterior kemudian
mengkerut membentuk synechia anterior perifer.
Banyak penyakit sistemik dan kondisi mata yang menyebabkan glaukoma
neovaskular, namun semuanya menunjukkan etiologi yang sama, yaitu iskemia
retina. Secara umum ada tiga kondisi klinis yang sering dianggap sebagai pemicu
terjadinya glaukoma neovaskular yaitu retinopati diabetik, oklusi vena retina
sentral, dan penyakit obstruksi karotis. Keadaan ini jarang terjadi secara primer,
sering dipengaruhi oleh factor angiogenesis yang meningkat pada kondisi hipoksia
yang mengakibatkan pertumuhan pembuluh darah yang baru.
Tanda dan gejala klinis glaukoma neovaskular ini dapat berupa fotofobia,
penurunan visus, peningkatan tekanan intraokular, edema kornea, neovaskularisasi
iris yang awalnya tampak pada pinggir pupil, ektropion uvea, dan penutupan sudut
camera oculi anterior oleh karena sinekia.
Glaukoma neovaskular merupakan glaukoma yang berpotensi merusak,
dimana dengan terlambatnya diagnosis dan penatalaksanaan yang tidak tepat dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan total. Diagnosis dini penyakit ini sangat
penting sekali yang harus diikuti dengan pengobatan yang cepat dan segera.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Hifema. 2019. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima, Jakarta; Balai
Penerbit FKUI.
2. Vaughan & Asbury. Riordan-Eva, Paul. Augsburger, James J. (2018).
General Ophtalmology 19th Edition. New York: McGraw Hill Education.
3. Kementerian Kesehatan RI – Pusat Data dan Informasi. 2015. InfoDATIN
Glaukoma. [Internet]
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
glaukoma.pdf. Diakses pada tanggal 21 April 2020.
4. Friedrich Paulsen dan Jens Waschke. 2012. Sobotta: atlas anatomi manusia:
kepala, leher, dan neuroanatomi/ alih bahasa, Brahm U. [et al.]; editor edisi
Bahasa Indonesia, Liliana Sugiharto [et al.] – Ed. 23. Jakarta: EGC.
5. Kingman S. 2004. Glaucoma is second leading cause of blindness globally.
[Internet]:
http://www.who.int/bulletin/volumes/82/11/feature1104/en/index1.html.
Diakses pada tanggal 21 April 2020.
6. Fidalia. Sari, Prima Maya. 2018. Glaukoma. Materi disampaikan pada
perkuliahan Blok Neurologi dan Organ Sensoris di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, November 2018.
7. Nugroho, Johanes Jethro. Rahmi, Fifin Luthfia. Nugroho, Trilaksana. (2019).
Hubungan Jenis Terapi Dengan Kualitas Hidup Pasien Glaukoma.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
8. Bertamian M. Glaucoma Neovascular in Clinical Guide to Glaucoma
Management. Elsevier lnc. 2004: 263 - 269.
9. Ghanem AA, El-Kannishy AM, El-Wehidy AS, El-Agamy AF. Intravitreal
Bevacizumab (Avastin) as an Adjuvant Treatment in Cases of Neovascular
Glaucoma. 2009. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2813584/
10. Wijaya N, editor. Glaukoma Sekunder. Glaukoma. Dalam Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta. Hal 219-44.

32
11. Cook C, Foster P. 2012. Epidemiology of glaucoma: what's new?', Can J
Ophthalmol, 47(3), pp. 223-6 [Internet]:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22687296 Di akses pada tanggal 21 April
2019.
12. International Council of Ophthalmology. 2015. ICO Guidelines for
Glaucoma Eye Care. 34
http://www.icoph.org/downloads/ICOGlaucomaGuidelines.pdf. Diakses
pada tanggal 21 April 2020.
13. Shaqina, Istigfariza. Himayani, Rani. 2017. Anti-Vascular Endothelial
Growth Factor sebagai Tatalaksana Terbaru Neovaskular Glaukoma. Bandar
Lampung: Jurnal Vol 7 No. 1 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

33

Anda mungkin juga menyukai