Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP SEKUNDER

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:
Nurul Maghfirah
1807101030038

Pembimbing:
dr. Yulia Puspita Sari, Sp.M (K).

BAGIAN/SMF MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “Glaukoma Sudut Tertutup Sekunder”. Laporan kasus ini
disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepanitraan klinik senior pada
bagian/SMF Mata RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Fakultas Kedokteran
Universitas SyiahKuala.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dr. Yulia Puspa Sari, Sp.M (K) yang telah
meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan
motivasi dan doa dalam menyelesaikan laporan kasusini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus
ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT
selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya bagi kita semua.

Banda Aceh, April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTARISI...........................................................................................................iii
BABI PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi ...................................................................................3
2.1.1. Lensa...................................................................................................3
2.1.2. Aquoues Humor..................................................................................5
2.2 Glaukoma 7
2.2.2. Definisi........................................................................................................7
2.2.3. Patofisiologi................................................................................................7
2.2.4. Manifestasi Klinis........................................................................................8
2.2.5. Diagnosa......................................................................................................8
2.2.6. Tatalaksana..................................................................................................9
2.3 Katarak 7
4.2.2. Definisi........................................................................................................7
4.2.3. Patofisiologi................................................................................................7
4.2.4. Manifestasi Klinis........................................................................................8
4.2.5. Diagnosa......................................................................................................8
4.2.6. Tatalaksana..................................................................................................9

BABIII LAPORAN KASUS................................................................................12


BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................18
BAB V KESIMPULAN........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

iii
iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua di dunia setelah katarak.


Berdasarkan survei nasional kesehatan indonesia, prevalensi kebutaan di
Indonesia adalah 1,5% dan sebanyak 0,2% disebabkan oleh glaukoma. Glaukoma
adalah neuropati optik kronik yang ditandai dengan kerusakan diskus optik dan
penurunan lapang pandang yang progresif. Berdasarkan etiologi, glaukoma
diklasifikasikan menjadi glaukoma primer (tidak disebabkan oleh gangguan
sistemik atau okuler) dan glaukoma sekunder (berasal dari manifestasi gangguan
okuler atau gangguan sistemik). 1
Glaukoma sudut tertutup mengenai sebanyak 20 juta jiwa di dunia. Jumlah
ini diperkirakan akan meningkat menjadi 32 juta jiwa pada tahun 2040. Prevalensi
glaukoma di Indonesia adalah sebanyak 4,6 per 1000 populasi. Prevalensi
kebutaan oleh karena glaukoma sekunder mencapai 2,7 juta jiwa berdasarkan data
WHO blindness data bank. Prevalensi ini bervariasi antara 6-22% dengan etiologi
yang bervariasi. Perbedaan prevalensi maupun etiologi dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti faktor demografis, ekonomi, pendidikan, kultural, kepedulian
pasien, dan kualitas pelayanan kesehatan mata. .2,3
Penatalaksanaan pasien dengan glaukoma sudut tertutup tergantung pada
stadium penyakit dan seterusnya mengidentifikasi dengan benar mekanisme yang
mendasari. Perlakuan lini pertama dari penutupan sudut adalah laser iridotomi
perifer, prosedur di mana lubang ketebalan penuh dibuat di iris untuk
menghilangkan blok pupil. Mata mungkin masih dirawat dengan iridotomi dengan
peningkatan tekanan yang meningkat dari waktu ke waktu; oleh karena itu, sangat
penting untuk melakukan tindak lanjut secara berkala setelah prosedur. Jika
tekanan tetap tinggi setelah iridotomi, perawatan medis jangka panjang (termasuk
penyekat β topikal, α2-agonis, karbonat penghambat anhidrase, dan analog
prostaglandin) dapat digunakan. manajemen bedah diindikasikan bila ada
penurunan tekanan intraokular yang tidak adekuat atau diindikasikan untuk
mereka dengan perkembangan kerusakan saraf optik atau bidang visual meskipun
telah dilakukan perawatan medis dan laser. Trabekulektomi saja atau dalam
2

kombinasi dengan ekstraksi lensa harus dipertimbangkan jika kontrol tekanan


tetap terlalu tinggi meskipun laser dan perawatan medis tah dilakuka. Ekstraksi
lensa juga dilakukan saat mekanisme terkait lensa mendominasi, terutama dalam
kasus di mana katarak yang signifikan mengganggu penglihatan.10
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan fisiologi


2.1.1 Anatomi
Patofisiologi dari glaukoma berkaitan dengan dinamika aliran humor
aqueous. Struktur yang berkaitan erat meliputi badan siliaris, bilik mata depan dan
sistem aliran aqueous.4
 Badan Siliaris
Merupakan struktur yang berfungsi untuk memproduksi humor aqueous.4,8
 Bilik mata depan
Bilik mata depan merupakan ruang yang berisi humor akuos dan terletak
dibelakang kornea dan didepan iris. Humor akuos diproduksi oleh sel epitel
non pigmen badan silier dan mengalir melalui belakang pupil menuju bilik
mata depan dan mensuplai kebutuhan metabolik lensa dan kornea. Anyaman
trabekulum pada sudut bilik mata anterior yang berfungsi sebagai drainase
humor akuos mempengaruhi tekanan intra okuler (TIO). Tekanan normal untuk
TIO dalam mempertahankan bentuk bola mata adalah 10-21 mmHg. 4

Lensa adalah struktur bikonveks transparan, yang membantu untuk


membiaskan dan memfokuskan cahaya ke retina. Lensanya terdiri dari
serabut, dikelilingi oleh kapsul tipis, dan disokong oleh zonula di kedua
sisinya. Serat lensa dihasilkan dari epitel lensa dan bermigrasi dari pinggiran
menuju pusat. Oleh karena itu, inti dari lensa terdiri dari serat lensa yang lebih
4

tua, dan serat lensa yang baru dibentuk terletak di lapisan terluar lensa
dinamakan dengan korteks.5

2.1.1. Fisiologi
Humor aquous diproduksi oleh badan siliar pada kamera okuli posterior
mata dan berdifusi dari kamera okuli posterior melalui pupil ke kamera okuli
anterior. Dari kamera okuli anterior, cairan tersebut mengalami drainase ke
sistem vaskular melalui trabecular meshwork dan kanalis Schlemm yang
terdapat pada sudut yang persimpangannya dibentuk oleh iris dan kornea
pada bagian perifer kamera okuli anterior. 6
Tekanan intraokuler (TIO) ditentukan oleh kecepatan formasi humor
aquous dan resistensinya melalui drainase dari mata. Pada mata normal,
drainase non-trabekular dinamakan outflow uveoskleral. Beberapa mekanisme
terlibat dalam proses ini, namun mekanisme utama adalah aliran humor
aquous dari kamera anterior ke muskulus siliaris lalu ke spatium suprasiliaris
dam suprakoroidal. Humor aquous lalu keluar dari mata melalui sklera yang
intak atau melalui saraf dan pembuluh darah yang mengalami penetrasi
kedalamnya. 7

2.2. Glaukoma Sudut Tertutup


2.2.1. Definisi
Glaukoma sudut tertutup akut adalah suatu kegawatdaruratan bidang
oftalmologi yang dapat berprogresi menjadi kebutaan apabila tidak
ditatalaksana, didefinisikan sebagai aposisi atau penutupan sinekia pada sudut
kamera okuli anterior. Peningkatan tekanan intraokular (IOP) menyebabkan
kerusakan pada nervus optikus sekunder oleh karena obstruksi drainase humor
aquous dari penyempitan atau penutupan sudut kamera okuli anterior. 6

2.2.2. Etiologi
Pada glaukoma sudut tertutup sekunder, penyebab yang mendasari dapat
menutup sudut secara langsung oleh iris lokal dan faktor sudut atau dengan
bertindak untuk menggerakkan lensa kristal ke depan yang menyebabkan blok
5

pupil (blok pupil sekunder). Ini penting karena beberapa dari pasien ini
mengalami blok pupil sekunder akan membaik setelah dilakukan laser iridotomi.
Hal ini merupakan penyebab umum glaukoma dan dapat menyebabkan
peningkatan tinggi tekanan intraokular (TIO) dan morbiditas mata.8
Penyebab tersering glaukoma sekunder adalah glaukoma neovaskular
(17,42%), trauma (14,8%), post keratoplasti (13,60), post pembedahan katarak
(13,13%), lens induced glaucoma (12,41%), post pembedahan vitreoretina
(9,31%), uveitis (5,73%), dan glaukoma dipicu oleh steroid (4,77%). Studi oleh
Suneeta et al menunjukkan bahwa pasien dengan glaukoma sekunder akan
cenderung memiliki TIO tetap tinggi meskipun sudah mendapatkan medikasi
yang maksimal dan setengah dari pasien membutuhkan intervensi pembedahan
untuk mencegah morbiditas visual lebih lanjut. 3

2.2.3. Faktor Risiko


Adapun faktor predisposisi glaukoma sudut tertutup antara lain : 6
a. Jenis kelamin perempuan
b. Keturunan asia timur
c. Memiliki axial length yang pendek (hipermetropia)
d. Memiliki kamera okuli anterior yang dangkal
e. Riwayat glaukoma
f. Usia lanjut
g. Lensa yang tebal
h. Memiliki diameter kornea yang kecil
i. Riwayat keluarga dengan glaucoma
Resiko tinggi glaukoma adalah kelompok yang termasuk: orang di atas 60
tahun (6 kali lebih banyak kemungkinan besar terkena glaukoma), anggota
keluarga dari mereka yang sudah terdiagnosis, pengguna steroid, penderita
diabetes, miopia tinggi, hipertensi, ketebalan kornea sentral <5 mm, dan cedera
mata. 9
6

2.2.4. Patofisiologi
Glaukoma sudut tertutup akut disebabkan oleh faktor-faktor yang
mendorong (protrusi) atau menarik iris ke sudut tersebut sehingga terjadi
blokade pada drainase humor aquous dan menimbulkan peningkatan TIO dan
kerusakan nervus optik. Umumnya glaukoma sudut tertutup akut terjadi
melalui mekanisme yang dinamakan blok pupil sekunder terhadap midriasis.
Ketika iris mengalami dilatasi dan tertarik secara sentipetal dan menimbulkan
kontak iris-lensa, makan humor aquous akan terhalang untuk melewati antara
lensa dan iris ke kamera okuli anterior. Meskipun begitu, humor aquous akan
tetap diproduksi oleh korpus siliaris dan akan mendorong iris bagian perifer ke
anterior dan hal ini akan menurupi sudut tersebut. Hal ini menyebabkan
obstruksi outflow humor aquous dan terjadi hipertensi intraokular onset cepat.
2, 6

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah


terjadinya apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan
serabut saraf dan inner lining retina dan kurangnya akson pada nervus optik.
Diskus optik menjadi atrofi lalu berlanjut dengan pembesaran cup optic.
Peningkatan TIO dan disregulasi vaskular adalah penyebab utama atrofi
glaukomatosa dalam pembentukan blokade axoplasmis flow pada akson sel
ganglion retina pada lamina cribrosa, perubahan mikrosirkulasi nervus optik
pada level lamina, perubahan jaringan glia lamina dan jaringan ikat. 7
7

2.2.5. Manifestasi Klinis


Adapun manifestasi klinik glaukoma sudut tertutup sekunder terlihat
pada periode pasca operasi kapan saja dari hari 1 hari ke minggu, terkadang
berbulan-bulan kemudian. Fitur-fiturnya adalah aksial AC dangkal, TIO tinggi
atau TIO normal dalam kasus bleb berfungsi, PI paten, sudut tertutup pada
gonioskopi dan prosesus siliaris dapat dilihat maju menekan terhadap dasar
iris jika terjadi efusi koroid. UBM menunjukkan rotasi anterior penekanan
proses siliaris terhadap ekuator lensa (atau anterior hyaloid pada pasien
aphakia). 8

2.2.6. Diagnosis
Diagnosis glaukoma tidak selalu mudah. Deteksi melalui pemeriksaan
mata secara teratur dan lengkap tersebut kunci untuk melindungi penglihatan.
Pemeriksaan mata lengkap termasuk 5 tes umum untuk mendeteksi glaukoma:
tonometri, oftalmoskopi, perimetri, gonioskopi, dan pachymetry. Ophthalmoscopy
8

adalah dasar pemeriksaan untuk semua jenis glaukoma. Ini memeriksa bentuk dan
warna saraf optik.Dengan rasio cup-to-disk (C: D) vertikal 0,6 atau lebih besar,
glaukoma harus dicurigai. Seringkali, glaukoma mempengaruhi mata asimetris;
satu cup tampak lebih besar dari yang lain. Jadi asimetri > 0,2 antara rasio C: D
kedua mata juga harus dicurigai glaukoma. 9

a. Anamnesis
Glaukoma akut sudut tertutup umumnya menimbulkan keluhan penurunan
tajam penglihatan tiba-tiba dan gejala akut lainnya seperti nyeri pada mata dan
area sekitarnya, gambaran galo sekitar cahaya, mual, dan muntah. Glaukoma
akut sering salah didiagnosis oleh karena keluhan sistemik seperri nyeri
kepala, mual, dan muntah lebih dominan. 2,
b. Pemeriksaan Fisik
Glaukoma sudut tertutup sebagian besar merupakan sebuah penyakit
asimtomatik dengan individu seringkali tidak menyadari bahwa mereka
memiliki kelainan tersebut sampai lanjut kehilangan penglihatan telah terjadi.
Dalam kurang dari sepertiga kasus, pasien mungkin datang dengan gejala akut
penutupan sudut primer, kondisi klinis yang ditandai dengan hiperemia
konjungtiva, edema kornea, pupil tidak reaktif menengah, ruang anterior
dangkal, dan tekanan intraokular sangat tinggi, biasanya lebih besar dari 30
mm Hg. Pasien seperti itu sering mengeluhkan mata nyeri, mual, muntah, dan
penglihatan kabur yang intermiten dengan lingkaran cahaya terlihat di sekitar
lampu.10
Glaukoma adalah penyakit mata yang mencuri penglihatan, ditandai
dengan hilangnya bidang visual progresif biasanya dimulai dengan arkuata
Bjerrum scotoma di bidang visual pusat dan diakhiri dengan kebutaan total
pada mata. Matinya ganglion retinal sel disertai dengan perubahan morfologi
retina.
Adanya cupping pada saraf optik adalah tanda yang paling menonjol.
Glaukoma sekunder adalah segala bentuk glaukoma yang diderita disertai
penyebab yang dapat diidentifikasi dari peningkatan tekanan mata (traumatis
9

glaukoma, glaukoma uveitik, glaukoma yang diinduksi obat, kasus lanjut


katarak atau diabetes, dan lain-lain.9

c. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran klinis yang khas dari sudut tertutup diamati dari sudut mata
gonioskopi. Instrumen sederhana, genggam, cermin diletakkan di atas mata
pasien, dilanjutkan dengan pemeriksaan sudut menggunakan slit-lamp
biomicroscope. Dengan lekukan, pemeriksa juga dapat menentukan apakah
ada sinekia anterior perifer (adhesi antara iris dan jalinan trabekuler).
Gonioskopi sangat tinggi subyektivitasnya, dengan reproduktifitas yang
buruk, dan temuan gonioscopic dapat bervariasi dengan jumlah cahaya yang
digunakan selama pemeriksaan atau kompresi mekanis mata. Beberapa
metode pencitraan telah dikembangkan baru-baru ini yang dapat digunakan
secara objektif menilai mata untuk mengetahui adanya penutupan sudut.
Biomikroskopi ultrasound memungkinkan untuk akuisisi gambar sudut secara
real-time, dengan resolusi antara 25 μm hingga 50 μm. Dengan
biomikroskopi, seseorang dapat memvisualisasikan struktur yang terletak di
posterior seperti korpus siliaris, zonula lensa, dan koroid anterior, sehingga
berguna untuk mengidentifikasi penyebab spesifik penutupan sudut.
Pencitraan biomikroskopis membutuhkan operator yang terampil dan
kerjasama dari pasien selama pencitraan. 10
Tomografi koherensi optik (OCT) segmen anterior adalah perangkat
pencitraan non-kontak yang memperoleh gambar penampang melintang
beresolusi tinggi dari ruang anterior. Penggabungan perangkat lunak analisis
gambar otomatis memungkinkan untuk cepat pengukuran parameter segmen
anterior. Studi perbandingan menemukan tingkat yang lebih tinggi dari
diagnosis sudut tertutup dengan tomografi dibandingkan dengan gonioskopi. 10
2.2.7. Tatalaksana
Dalam keadaan glaukoma akut, manajemen terapi bertujuan untuk
mengembalikan atau mencegah proses penutupan sudut bilik mata, menurangi dan
menstabilkan tekanan intraokuler, dan mencegah kerusakan nervus optik.
Pemberian obat-obatan antiglaukoma amat direkomendasikan pada keadaan ini.
10

Intervensi operasi seperti iridotomi, iridektomi, atau iridoplasti laser perifer dapat
dilakukan setelah tekanan intraokuler terkontrol dan serangan akut teratasi. 7
Terapi glaukoma akut umumnya terdiri dari kombinasi 2-4 obat yang
memiliki fungsi yang berbeda untuk mencapai target terapi secepat mungkin.
Pilihan terapi sistemik untuk menurunkan TIO antara lain adalah asetazolamide,
yaitu jenis karbonik anhidrase inhibitor yang bekerja menghambat enzim karbonik
anhidrase secara reversibel pada korpus siliaris sehingga produksi humor aquous
dapat dikurangi. Pemberian obat ini via oral akan mencapai kontrasi puncak
dalam plasma dalam 2 jam, bertahan selama 4-6 jam dan berkurang secara cepat
melalui ekskresi urin. Obat lainnya yang digunakan adalah agen miotik seperti
pilokarpin. Obat ini bekerja dengan cara memicu kontraksi sfungter pupil,
menarik iris perifer dari trabecular meshwork sehingga terjadi pembukaan
kembali pada sudut drainase. Beberapa referensi menyebutkan obat ini tidak
efektif diberikan pada serangan yang berlangsung lebih dari 1-2 jam. Agen
lainnya yang sering digunakan adalah antagonis beta adrenergik, agonis alfa 2
adrenergik, dan analog prostaglandin. Penyekat beta dan analog prostaglandin
diketahui sebagai pilihan utama karena memilik kemampuan dalam menurunkan
TIO dan tolerabilitas yang baik. Penyekat beta bekerja mengurangi produksi
humor aquous dengan cara menghambat reseptor beta-2 pada prosessus siliaris. 2
Penatalaksanaan pasien dengan glaukoma sudut tertutup tergantung pada
stadium penyakit dan seterusnya mengidentifikasi dengan benar mekanisme yang
mendasari. Perlakuan lini pertama dari penutupan sudut adalah laser iridotomi
perifer, prosedur di mana lubang ketebalan penuh dibuat di iris untuk
menghilangkan blok pupil. Prosedur ini umumnya mudah dilakukan di rumah
sakit tanpa kejadian buruk. Komplikasi iridotomi yang jarang terjadi termasuk
peningkatan sementara tekanan intraokular, dekompensasi kornea, sinekia
posterior (adhesi iris ke lensa) formasi, dan gangguan visual yang diinduksi secara
optik. Mata mungkin masih dirawat dengan iridotomi dengan peningkatan tekanan
yang meningkat dari waktu ke waktu; oleh karena itu, sangat penting untuk
melakukan tindak lanjut secara berkala setelah prosedur. Jika tekanan tetap tinggi
setelah iridotomi, perawatan medis jangka panjang (termasuk penyekat β topikal,
α2-agonis, karbonat penghambat anhidrase, dan analog prostaglandin) dapat
11

digunakan. manajemen bedah diindikasikan bila ada penurunan tekanan


intraokular yang tidak adekuat atau diindikasikan untuk mereka dengan
perkembangan kerusakan saraf optik atau bidang visual meskipun telah dilakukan
perawatan medis dan laser. Trabekulektomi saja atau dalam kombinasi dengan
ekstraksi lensa harus dipertimbangkan jika kontrol tekanan tetap terlalu tinggi
meskipun laser dan perawatan medis. Ekstraksi lensa juga dilakukan saat
mekanisme terkait lensa mendominasi, terutama dalam kasus di mana katarak
yang signifikan mengganggu penglihatan.10

2.2.8 Prognosis
Prognosis tergantung pada waktu diagnosis dan pengobatan. Beberapa
mungkin mengalami tekanan mata tinggi selama bertahun-tahun dan tidak pernah
mengalami kerusakan, sementara yang lain dapat mengalami kerusakan saraf pada
tekanan yang relatif rendah. Glaukoma yang tidak diobati menyebabkan
kerusakan permanen pada saraf optik dan mengakibatkannya kehilangan bidang
penglihatan, yang seiring waktu dapat berkembang menjadi kebutaan. Glaukoma
adalah "pencuri penglihatan yang diam" karena hilangnya penglihatan sering
terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang lama, dan gejala hanya muncul
jika penyakitnya sudah cukup lanjut. Setelah hilang, penglihatan biasanya tidak
dapat dipulihkan, jadi pengobatan ditujukan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut. Jika kondisinya terdeteksi cukup dini, memungkinkan untuk
menghentikan perkembangan atau memperlambat perkembangan dengan cara
medis dan bedah. 9
Fakta penting lainnya adalah risiko kegagalan operasi glaukoma
meningkat pada penderita diabetes. Pasien-pasien ini memiliki tingkat TIO yang
lebih tinggi setelah operasi dan membutuhkan lebih banyak obat antiglaukoma.
Pada pasien diabetes, lebih banyak bekas luka bentuk jaringan di jaringan
subkonjungtiva dan ini menutup fistula bedah. Konsentrasi sitokin yang lebih
tinggi segmen anterior pasien diabetes menyumbang tanda sikatrisasi dengan
menginduksi aktivasi fibroblas.11

2.4 Katarak
12

2.4.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan atau opasitas pada lensa krstalina yang
normalnya jernih dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh
beberapa hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.

2.4.2 Etiologi
Menurut penyebabnya, katarak dapat diklasifikasikan sebagai katarak
terkait usia, katarak pediatrik, dan katarak sekunder akibat penyebab lainnya.
Katarak terkait usia adalah yang tipe umum paling banyak pada orang dewasa,
dengan awitan antara usia 45 tahun dan 50 tahun. Keburaman lensa terjadi
akibat stres oksidatif langsung. Atas dasar lokasi kekeruhan, katarak terkait
usia dapat dibagi menjadi tiga jenis: katarak nuklir, kortikal, dan subkapsular
posterior. Sel epitel lensa adalah sel lensa yang aktif secara metabolik yang
paling banyak mengalami oksidasi, insolubilisasi, dan crosslinking. Sel-sel ini
kemudian bermigrasi ke ekuator lensa untuk membentuk serat lensa yang
secara bertahap terkompresi secara terpusat dan menyebabkan sklerosis inti
lensa dan opasitas. 5
Katarak kortikal seringkali berbentuk baji, mulai dari korteks dan meluas
ke tengah lensa. Pada katarak subkapsular posterior, terjadi opasitas seperti
plak berkembang di lapisan kortikal posterior aksial. 5
13

2.4.3 Faktor Risiko


Penelitian berbasis populasi skala besar telah melaporkan bahwa
prevalensi katarak meningkat dengan bertambahnya usia, dari 3,9% pada usia 55–
64 tahun menjadi 92,6% pada usia 80 tahun ke atas. Selain itu, adanya katarak
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas, dan hubungan ini mungkin disebabkan
hubungan antara katarak dan kondisi sistemik seperti diabetes melitus tipe 2 atau
merokok. 5
Faktor risiko katarak antara lain : 5
1. Faktor individu
• Bertambahnya usia
• Status pendidikan atau sosial ekonomi rendah
• Jenis kelamin perempuan
• Kelompok ras atau etnis:
• Orang yang berasal dari etnis Asia memiliki prevalensi lebih tinggi daripada
orang Eropa
14

• Orang kulit putih memiliki prevalensi lebih tinggi daripada orang Afro-Karibia
2. Faktor genetik:
• Dua lokus penting selebar genom untuk katarak nukleus: kromosom 3 in
KCNAB1 dan kromosom 21 di CRYAA
• Polimorfisme gen, termasuk rs3754334, KLC1, APOE, XRCC1 Arg399Gln,
GSTT1, dan XPD Lys751Gln, mungkin memiliki peran dalam kerentanan terkait
usia
3. Faktor gaya hidup
• Paparan ultraviolet-B
• Merokok
• Konsumsi alkohol
4. Diet
• Konsumsi karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi
• Malnutrisi
5. Masalah medis sistemik
• Diabetes mellitus tipe 2 (katarak kortikal dan katarak subkapsular posterior)
• Tekanan darah sistemik tinggi (katarak subkapsular posterior dan kekeruhan
lensa campuran)
• Sindrom metabolik (kekeruhan lensa campuran)
• Gangguan ginjal sedang atau berat
• Hipokalsemia
6. Gangguan mata
• Ganguan myopicrefractive (opasitas nuklir)
• Drusen retina besar (kekeruhan lensa campuran)
7. Faktor pelindung
• Mempertahankan asupan protein 100–150 g / hari dan asupan vitamin C sekitar
135 g / hari (pada pasien dengan defisiensi nutrisi)
• Peningkatan konsumsi sayuran †
• Vitamin E, karotenoid, vitamin A atau B, atau suplemen antioksidan

2.4.4 Diagnosis
15

Jenis katarak yang berbeda memiliki efek yang berbeda pula dari segi
gejala visual. Penderita sering mengeluh kabur penglihatan, dan gambarkan
silau dan lingkaran cahaya dari lampu. Katarak nuklir biasanya lebih
mempengaruhi penglihatan jarak jauh dari penglihatan dekat, sedangkan
subkapsular posterior katarak seringkali mengurangi ketajaman penglihatan
dekat lebih dari jarak ketajaman visual. Sklerotik nuklir progresif perubahan
menyebabkan peningkatan indeks bias lensa. Peningkatan ini dapat berarti
lensa katarak bisa membias lebih terang dari sebelumnya, dan karenanya mata
menjadi lebih rabun. Jika indeks bias ini tidak diperbaiki dengan kacamata,
maka pasien mengalami kemunduran dalam penglihatan jarak jauh dan secara
paradoks beberapa perbaikan dalam penglihatan dekat. Silau sangat umum
terjadi pada pasien dengan katarak subkapsular posterior. Pasien mungkin juga
mengeluhkan diplopia monokuler karena terlokalisasi variasi indeks bias dari
keburaman lensa.Beberapa pasien mungkin hanya mengalami kesulitan visual
saat melakukan aktivitas sehari-hari seperti membaca atau mengemudi. 5

2.4.5 Tatalaksana
Standar manajemen katarak yang signifikan adalah operasi
pengangkatan lensa katarak dan menggantinya dengan lensa intraokular. Operasi
katarak diindikasikan jika pasien memiliki kehilangan penglihatan yang signifikan
untuk menerima potensi risiko operasi. Operasi katarak jarang diindikasikan
mencegah glaukoma, mengobati peradangan akibat lensa, atau memungkinkan
visualisasi retina yang memadai. Hasil dari operasi katarak tidak tergantung pada
ketajaman penglihatan sebelum operasi. Meskipun ada peningkatan dalam
teknologi bedah dan teknik dalam dekade terakhir, hasil pembedahan yang baik
masih melibatkan penilaian pra operasi yang menyeluruh, tepat penentuan
kekuatan lensa intraokular, dan sesuai manajemen intraoperatif dan pasca operasi.
5

Operasi katarak telah berkembang dari ekstraksi katarak intrakapsular ke


ekstraksi katarak ekstrakapsular ke fakoemulsifikasi. Perbandingan ketiganya
prosedur pembedahan dan teknik pembedahan. Meski ekstraksi intracapsular
katarak sebagian besar telah digantikan operasi katarak modern, kadang-kadang
16

masih digunakan di beberapa negara kurang berkembang. Dalam ekstraksi katarak


ekstrakapsular, sayatan limbal dan anterior kapsulotomi dibuat, dan inti lensa
serta korteks dilepaskan dengan ekspresi manual. Prosedur ini meninggalkan
kapsul posterior utuh, memungkinkan lensa intraokular yang akan ditanamkan di
kantong kapsuler dan memberikan stabilitas yang lebih anatomis. Dibandingkan
dengan ekstraksi katarak intrakapsular, ekstraksi katarak ekstrakapsular
menurunkan prevalensi komplikasi intraoperatif dan pasca operasi, seperti
kehilangan cairan vitreus, edema makula cystoid, dan trauma pada kornea.
Operasi katarak sayatan kecil manual adalah varian dari ekstraksi katarak
ekstrakapsular. Ini melibatkan sayatan yang lebih kecil, dan lensa kemudian
diangkat seluruhnya atau sebagian. Dibandingkan dengan ekstrakapsular
pencabutan katarak, katarak sayatan kecil manual operasi dikaitkan dengan
astigmatisme pembedahan yang lebih sedikit , dan karena itu penglihatan dan
refraksi yang lebih baik hasil dapat dicapai. 5
Operasi katarak dengan sayatan kecil manual memiliki keamanan yang
sebanding dan efikasi dengan fakoemulsifikasi meskipun dikaitkan dengan
astigmatisme pasca operasi yang lebih besar. Fakoemulsifikasi adalah prosedur
pilihan untuk operasi katarak. Bukaan anterior di kapsul lensa atau capsulorhexis
dibuat; lensa diemulsi oleh sebuah potongan tangan ultrasonik dan kemudian
disedot melalui sayatan 2,2–3,2 mm, sebelum lensa intraokular dipasang
ditanamkan ke dalam kantong kapsul. Dibandingkan dengan ekstraksi katarak
ekstrakapsular, semakin kecil sayatan mempercepat rehabilitasi visual dan
mengurangi terjadinya komplikasi bedah seperti pendangkalan kamera okuli
anterior intra operatif, prolaps iris, atau astigmatisme pasca operasi. 5
17

BAB III
LAPORAN KASUS

1.2. Identitas Pasien


Nama : Asril Suharli
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Banda Aceh
Tanggal pemeriksaan : 24 Maret 2021
No. RM : 1-26-26-71

1.3. Anamnesa
Keluhan Utama : Pandangan mata kiri kabur
Anamnesa
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan kedua mata kabur, namun
keluhan lebih berat pada mata sebelah kiri. Keluhan ini sudah dalami pasien sejak
kurang lebih dua tahun yang lalu namun tiba-tiba memberat dalam 2 minggu
terakhir. Keluhan mata kabur terkadang disertai dengan nyeri kepala. Nyeri kepala
dirasakan nyut-nyut dan amat mengganggu, terutama pada area depan. Keluhan
nyeri pada bola mata dan mata merah juga dikeluhkan. Riwayat trauma pada mata
disangkal. Pasien mengaku sudah berobat ke rumah sakit daerah namun tidak
kunjung mengalami perbaikan sehingga memutuskan untuk meminta rujukan ke
Rumah Sakit Zainoel Abidin. Selama menjalani perawatan di poli, kondisi
penglihatan tidak kunjung membaik hingga akhirnya diputuskan untuk menjalani
pembedahan. Sebelumnya, pasien didiagnosis dengan glaukoma neovaskular dan
telah dilakukan tindakan injeksi avastine pada mata kiri.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 5 tahun yang
lalu. Pasien tidak rutin kontrol dan minum obat DM. sebelumnya pasien sudah
menjalai operasi katarak mata kanan 2 tahun yang lalu di RSUDZA.
18

Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sudah diberikan obat tetes mata isotic adretor 0,5%,
glaucon 250 mg, dan suntikan lantus serta apidra untuk penyakit diabetes mellitus
yang diderita.
Riwayat Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa, namun
keluarga pasien ada yang memiliki riwayat hipertensi dan DM. Keluhan seperti
asma dan alergi pada keluarga disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien saat ini aktivitas di rumah saja karena pasien seorang tuna rungu.
pasien tidak merokok.

1.4. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Temperatur axila : 36,7 oC

Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)

Pemeriksaan Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)

Visus
0 1/60

Supra cilia    
Madarosis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Palpebra superior    
Edema Tidak ada Tidak ada
Spasme Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
19

Ektropion Tidak ada Tidak ada


Benjolan Tidak ada Tidak ada
Palpebra inferior    
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis    
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior    
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior    
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi    
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Ada
Injeksi Silier Tidak ada Tidak ada
Perdarahan di bawah konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pingueculae Tidak ada Tidak ada
Sklera    
Warna Normal Normal
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
20

Limbus    
Arkus senilis Arcus seinilis Arcus seinilis
Kornea    
Odem Tidak ada Tidak ada
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Bilik Mata Depan    
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam
Iris/Pupil    
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tidak langsung (+) (+)
Lensa    
Kejernihan pseudofakia Keruh
Dislokasi/subluksasi Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Penunjang    
Pergerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal

1.5. Resume
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 46 tahun dengan keluhan mata kiri
kabur. Keluhan ini sudah dialami pasien memberat dalam 2 minggu ini.
Pandangan mata kabur dirasakan timbul perlahan-lahan dan semakin lama semaki
memberat hingga menggangu aktivitas pasien. Keluhan mata kabur terkadang
disertai dengan nyeri kepala. Pasien memiliki diabetes mellitus yang tidak
terkontrol.
21

PEMERIKSAAN LOKAL

OD Pemeriksaan OS
6/45 Visus 1/60
Normal Palpebra Normal
Normal Konjungtiva Injeksi konjungtiva (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
Bulat Iris Bulat, reguler
Refleks cahaya (+) Pupil Refleks cahaya (+), mid
dilatasi
pseudofakia Lensa keruh
Sulit dinilai Vitreous Sulit dinilai
20,6 TIO 30,4

1.6. Pemeriksaan penunjang


OCT (31 Maret 2021)
22

USG
23

USG :
CV : echogenic
bentuk : 1. obscured 2. membranoid
reflektivity : rendah
mobility : sulit dinilai (pasien tidak kooperatif)
RKS : intak
kesan : vitreous opacity + PVD
1.7. Diagnosis
Glaukoma sudut tertutup OS + katarak OS
1.8. Tatalaksana
Operatif : Triple procedure OS
Terapi farmakologis post operasi :
1. Ciprofloxacin 2 x 500 mg
2. Na diclofenac 2 x 50 mg
3. P pred 6 x 1 gtt OS
4. Levocin 6 x 1 gtt OS
5. siloxan 2 x 1 gtt OS
1.9. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia
Ad sanactionam : Dubia

1.10. Foto Klinis


24

Mata Kanan Mata Kiri


25

BAB IV
PEMBAHASAN

Glaukoma sudut tertutup akut adalah suatu kegawatdaruratan bidang


oftalmologi yang dapat berprogresi menjadi kebutaan apabila tidak ditatalaksana,
didefinisikan sebagai aposisi atau penutupan sinekia pada sudut kamera okuli
anterior. Peningkatan tekanan intraokular (IOP) menyebabkan kerusakan pada
nervus optikus sekunder oleh karena obstruksi drainase humor aquous dari
penyempitan atau penutupan sudut kamera okuli anterior. 6
Pasien laki-laki usia 46 tahun didiagnosis dengan glaukoma sudut tertutup
OS sekunder dan katarak OS. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan mata dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien keluhan
utama yang dirasakan yaitu mata kiri kabur. Keluhan ini sudah dialami pasien
sejak 2 tahun yang lalu lalu memberat tiba tiba dalam 2 minggu ini. Keluhan mata
kabur disertai dengan nyeri kepala dan nyeri bola mata. Pasien seorang penderita
diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol. Pada pemeriksaan fisik ditemukan AV
OD 0 dan AV OS 1/60. Lensa oculi sinistra keruh. TIO OD 20,6 dan TIO OS
30,4.
Pasien memiliki faktor risiko terjadinya glaukoma yaitu adanya diabetes
mellitus tidak terkontrol. Terdapat beberapa hipotesis mengenai keterkaitan
biologis antara diabetes mellitus dan glaukoma. Pertama, diabetes akan
menyebabkan kerusakan mikrangium dan autoregulasi vaskular. Pembuluh darah
yang cedera akan mengurangi aliran darah ke retina dan saraf optik,
mengakibatkan berkurangnya suplai nutrisi dan oksigen ke akson sel ganglion
retina dan peningkatan ekspresi faktor-1 yang diinduksi hipoksia di sel retinal
sebagai respons terhadap peningkatan TIO. Pada akhirnya ini cenderung
menyebabkan degenerasi sel ganglion dan inisiasi glaukoma. Kedua,
hiperglikemia dan anomali lipid yang disebabkan oleh diabetes dapat
meningkatkan risiko cedera saraf, menunjukkan bahwa sel ganglion retina lebih
banyak yang mati pada pasien diabetes. Ketiga, keadaan hiperglikemia pada
aqueous humor mata pasien diabetes akan merangsang sintesis dan akumulasi
fibronektin di trabecular meshwork untuk meningkatkan penipisan dari sel
26

trabecular meshwork, hal ini dapat mengganggu aliran keluar sistem aqueous
humor dan akhirnya menghasilkan glaukoma.12,13
Keadaan diabetes mellitus pada pasien juga merupakan faktor risiko katarak
yang diderita. Katarak dianggap sebagai penyebab utama gangguan penglihatan
pada pasien diabetes sebagaimana insidensi dan progresivitasnya meningkat pada
penderita diabetes mellitus. Enzim aldose reduktase berperan sebagai katalisator
reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui polyol pathway dalam proses terjadiya
katarak diabetes. Akumulasi sorbitol intrasel menimbulkan perubahan osmotik
yang menyebabkan degenerasi serabut lensa hidrofik dan membentuk katarak. Di
dalam lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat dibanding konversi menjadi fruktosa
oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Akumulasi intrasel polyol menyebabkan
likuifaksi dan kolapsnya lensa sehingga terbentuklan opasitas pada lensa.
Peningkatan kadar HbA1c berkaitan dengan peningkatan risiko katarak nuclear
dan kortikal.14

Keadaan hiperglikemia berkontribusi secara signifikan dalam retensi


osmotik cairan dalam serabut lensa dengan resultan berupa stres osmotik dan
diperburuk oleh produksi sitokin maupun growth factor intraselular serta stres
oksidatif. Akumulasi sorbitol dan advanced glyvation endproducts menginduksi
formasi radikal superoksida dan hidrogen peroksida. Normalnya enzim
antioksidan membantu degradasi radikal superoksida menjadi H2O2 dan oksigen.
Namun, enzim antioksidanlensa seperti superoxide desmutase dan katalase
mengalami penurunan pada penderita diabetes sehingga hal ini menimbulkan stres
oksidatif yang berkontribusi pada pembentukan katarak. 15

Pasien juga mengeluhkan terkadang merasa adanya nyeri kepala. Pada pemeriksaan
tonometri didapatkan TIO sinistra 30,4 mmHg. Pada pemeriksaan OCT ditemukan bahwa
sudut kamera okuli anterior tertutup. Tekanan intraokuler normal berkisar antara 11-
21 mmHg. Meskipun tidak ada poin patologis yang absolut, 21 mmHG
dipertimbanhkan sebagai batas atas normal untuk tekanan intraokuler. Pada
beberapa kasus, glaukoma dapat terjadi pada pasien dengan TIO kurang dari 21
mmHg dan dapat pula TIO mencapai 30 mmHg tanpa manifestasi glaukoma. TIO
pada pasien glaukoma sudut tertutup sekunder seringnya tetap tinggi meskipun
sudah mendapatkan medikasi yang maksimal dan setengah dari pasien
27

membutuhkan intervensi pembedahan untuk mencegah morbiditas visual lebih


lanjut. 1,3

Pada pasien didapatkan visus mata kanan 6/45 dan mata kiri 1/300. Mekanisme
utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah terjadinya apoptosis sel
ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serabut saraf dan inner
lining retina dan kurangnya akson pada nervus optik. Diskus optik menjadi atrofi
lalu berlanjut dengan pembesaran cup optic. Peningkatan TIO dan disregulasi
vaskular adalah penyebab utama atrofi glaukomatosa dalam pembentukan
blokade axoplasmis flow pada akson sel ganglion retina pada lamina cribrosa,
perubahan mikrosirkulasi nervus optik pada level lamina, perubahan jaringan glia
lamina dan jaringan ikat. 7
Pada pasien ditemukan lensa mata kiri keruh. Studi oleh Yaakub et al
menunjukkan bahwa glaukoma sekunder yang disebabkan oleh kelainan okuler
umumnya terjadi pada permasalahan lensa, uveitis, phacomorfic, efek samping
kortikosteroid, katarak traumatik, dan penyakit mata lainnya. Glaukoma sekunder
oleh karena permasalahan lensa dapat terjadi karena dislokasi lensa,
pembengkakan lensa, atau inflamasi karena phacoanafilaksis.1
Katarak senilis telah berkembang cukup pesat menjadi intumescent
(menyerap banyak cairan), memiliki panjang anteroposterior yang meningkat
yang dapat menyebabkan blok pupil. Jenis glaukoma dinamai phacomorphic
glaucoma. Glaukoma fakomorfik sering terjadi pada katarak matur, dapat juga
terjadi dari spherophakia di Sindrom Weill – Marchesani. Glaukoma fakomorfik
bisa muncul secara asimtomatik sebagai glaukoma sudut tertutup kronis, namun
lebih sering muncul sebagai glaukoma sudut tertutup akut. Glaukoma akut sudut
tertutup akan menyebabkan peningkatan TIO yang signifikan, yang ditandai
dengan mata nyeri, sakit kepala, penglihatan kabur, persepsi lingkaran cahaya di
sekitar lampu (karena edema kornea), dan juga mual, muntah, bradikardia, dan
diaforesis karena respons vasovagal. 16
Pasien sebelumnya sudah mendapatkan obat anti glaukoma, namun keadaan
tidak membaik. Penatalaksaan terhadap pasien ini dilakukan operasi triple procedure.
Istilah phacotrabeculectomy diperkenalkan untuk menggambarkan operasi
gabungan katarak menggunakan fakoemulsifikasi dan glaukoma dengan tujuan
28

menghasilkan luka sekecil mungkin-ukurannya sama dengan trabekulektomi.


Terdapat dua teknik operasi glaukoma dan katarak, yaitu one site approach
scleral tunnel phacotrabeclectomy dan two site approach temporal clear insisi
kornea fakoemulsifikasi dan trabekulektomy terpisah. Keuntungan dari prosedur
gabungan selama dua langkah operasi meliputi eliminasi prosedur invasif yang
terpisah dan kekecewaan pasien jika hanya operasi glaukoma yang dilakukan
tanpa intervensi pada katarak yang sudah ada. Hal ini sangat penting pada pasien
dengan kondisi medis yang buruk karena bukan kandidat yang baik untuk
menjalani operasi multipel namun juga tidak dapat menyanggupi biaya dari dua
prosedur terpisah. Berbagai laporan kasus menunjukkan bahwa operasi gabungan
glaukoma dan katarak telah terbukti menurunkan TIO dan meningkatkan
ketajaman visual. 17
Terapi medikamentosa post operatif yang diberikan adalah Ciprofloxacin 2 x 500
mg, Na diclofenac 2 x 50 mg, P pred 6 x 1 gtt OS, Levocin 6 x 1 gtt OS, dan
siloxan 2 x 1 gtt OS. Pemberian antibiotik post operatif dapat mengurangi
kejadian endoftalmitis. Penggunaan obat topikal jenis kortikosteroid sering digunakan
untuk mengatasi inflamasi yang terjadi di segment anterior yang terkadang tidak dapat
diketahui dengan jelas penyebabnya dan juga pada pasien pasca operasi untuk mencegah
udem pada mata. pengunan sodium hyalunorat setelah tidakan trabekulektomi
menurunkan insidensi komplikai post operatif seperti pendangkalan kamera anterior,
ablasio koroid dan hipotoni, serta meurnkan kejadan hifema. 18, 19,20
Pasien sebelumnya didiagnosis dengan glaukoma neovaskular dan mendapatkan
terapi injeksi avastine. Iskemia retina memicu pelepasan beberapa subtansi, seperti
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang mempengaruhi segmen
anterior dan memicu neovaskularisasi pada iris dan sudut kamera okuli anterior.
Outflow aquous humor mengalami obstruksi ketika jaringan fibrosa neovaskular
menghambat trabecular meshwork dan menimbulkan penutupan sudut sehingga
terjadilah glaukoma neovaskular. Pasien glaukoma neovaskular memiliki level VGEF
yang tinggi di dalam cairan okuler. Inhibisi VEGF dengan injeksi anti-VGEF intravitreal
berperan penting dalamterapeutik regresi neovaskularisasi pada glaukoma neovaskular. 21
29

BAB V
KESIMPULAN

Glaukoma sudut tertutup akut adalah suatu kegawatdaruratan bidang


oftalmologi yang dapat berprogresi menjadi kebutaan apabila tidak ditatalaksana,
didefinisikan sebagai aposisi atau penutupan sinekia pada sudut kamera okuli
anterior. Peningkatan tekanan intraokular (IOP) menyebabkan kerusakan pada
nervus optikus sekunder oleh karena obstruksi drainase humor aquous dari
penyempitan atau penutupan sudut kamera okuli anterior.
Penatalaksanaan pada glaukoma sudut tertutup sekunder adalah
menghilangkan penyebab yang mendasarinya guna menstabilkan TIO pada
tekanan normal, baik dengan single therapy, terapi kombinasi dan juga terapi
pembedahan.
30

DAFTAR PUSTAKA
1. Rifqah E, Gustianty E, Prajitno IP. One Year Data of New Secondary Glaucoma
Patients at Top Referral Eye Hospital in Indonesia. Althea Med J. 2017;4(2):163–
6.
2. Wetarini K, Dewi NMRP, Mahayani NMW. Acute angle closure glaucoma:
Management in acute attack setting. Bali Med J. 2020;9(1):386–9.
3. Dubey S, Jain K, Mukherjee S, Sharma N, Pegu J, Gandhi M, et al. Current profile
of secondary glaucoma in a Northern India tertiary eye care hospital. Ophthalmic
Epidemiol [Internet]. 2019;26(3):200–7. Available from:
https://doi.org/10.1080/09286586.2019.1574840
4. Khurana AK KB. Comprehensive Ophthalmology: With Supplementary Book-
Review of Ophthalmology.
5. Liu YC, Wilkins M, Kim T, Malyugin B, Mehta JS. Cataracts. Lancet.
2017;390(10094):600–12.
6. Petsas A, Chapman G, Stewart R. Acute angle closure glaucoma – A potential
blind spot in critical care. J Intensive Care Soc. 2017;18(3):244–6.
7. Rayungsista A. Characteristics of Primary Glaucoma in Eye Clinic of RA Basoeni
Hospital, Mojokerto, Indonesia. Folia Medica Indones. 2018;54(3):172.
8. Annadurai P, Vijaya L. Management of secondary angle closure glaucoma. J Curr
Glaucoma Pract. 2014;8(1):25–32.
9. Greco A, Rizzo MI, De Virgilio A, Gallo A, Fusconi M, de Vincentiis M.
Emerging Concepts in Glaucoma and Review of the Literature. Am J Med
[Internet]. 2016;129(9):1000.e7-1000.e13. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.amjmed.2016.03.038
10. Weinreb RN, Aung T, Medeiros FA. The Pathophysiology and Treatment of
Glaucoma: a Review. JAMA. 2014;311(18):363–81.
11. Costa L, Cunha JP, Amado D, Pinto LA, Ferreira J. Diabetes mellitus as a risk
factor in glaucoma’s physiopathology and surgical survival time: A literature
review. J Curr Glaucoma Pract. 2015;9(3):81–5.
12. Zhao YX, Chen XW. Diabetes and risk of glaucoma: Systematic review and a
meta-analysis of prospective cohort studies. Int J Ophthalmol. 2017;10(9):1430–5.
13. Oshitari T. Association Between Diabetes Mellitus and Glaucoma. Int J
Ophthalmol Eye Sci. 2014;(December):1–2.
14. Pollreisz A, Schmidt-Erfurth U. Diabetic Cataract—Pathogenesis, Epidemiology
and Treatment. J Ophthalmol. 2010;2010:1–8.
31

15. Balasopoulou A, Κokkinos P, Pagoulatos D, Plotas P, Makri OE, Georgakopoulos


CD, et al. Symposium Recent advances and challenges in the management of
retinoblastoma Globe - saving Treatments. BMC Ophthalmol [Internet].
2017;17(1):1. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28331284%0Ahttp://www.pubmedcentral.n
ih.gov/articlerender.fcgi?
artid=PMC5354527%5Cnhttp://bmcpsychiatry.biomedcentral.com/articles/10.118
6/1471-244X-11-
49%5Cnhttp://bmcophthalmol.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12886
16. Papaconstantinou D, Georgalas I, Kourtis N, Krassas A, Diagourtas A,
Koutsandrea C, et al. Lens-induced glaucoma in the elderly. Clin Interv Aging.
2009;4:331–6.
17. Mandić Z, Iveković R, Petric I, Zorić-Geber M. Glaucoma triple procedure: A
one-site vs. a two-site approach. Coll Antropol. 2000;24(2):367–71.
18. Zheng C, Quigley H. Prophylactic Antibiotics after Glaucoma Surgery: Where Is
the Evidence? Ophthalmol Glaucoma [Internet]. 2018;1(2):83–4. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.ogla.2018.05.001
19. Hospital KE. Evaluasi Efek Samping Penggunaan Obat Tetes Mata Kortikosteroid
Pada Pasien Pasca Operasi Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Jakarta Eye
Center Kedoya Evaluation of the Side Effects of Using Corticosteroid Eye Drops
in Postoperative Patients at Pharmac. 2019;1:41–51.
20. gokhan gulkilik. sodium hyaluronate in trabeculectomy : effect on early
complication. Clin Exp Ophthalmol. 2016;Pubmed.
21. Moharram HM, Abd-Elhamid Mehany Elwan S, Nassar MM, Abdelkader MF.
Triple Procedure for Dense Cataractous Neovascular Glaucoma Patients. J
Ophthalmol. 2020;2020.

Anda mungkin juga menyukai