Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH ILMU PENYAKIT MATA

GLAUKOMA

Oleh:

Herlina Suryaningrum

17710118

Pembimbing:

dr . Bambang Tuhariyanto, Sp.M

dr. Imama Qosida, Sp.M

dr. Risty Arie Hardini, Sp.M

BAGIAN SMF ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IBNU SINA GRESIK

2019
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH
GLAUKOMA
Telah dippresentasikan pada tanggal
5 Maret 2019

Disusun Oleh:
Herlina Suryaningrum
17710118

Disetujui Oleh:
Dokter Pembimbing

dr. Risty Arie Hardini, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
Rahmatnya, saya dapat menyelesaikan makalah ini untuk memnuhi persyaratan
Mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik di SMF limu penyakit Mata di RSUD
Ibnu Sina Gresik.

Saya menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
itu Saya mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan makalah ini.

Saya juga menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr.
Bambang Tuhariyanto, Sp.M, dr. Imama Qosida, Sp.M, dr. Risty Arie Hardini,
Sp.M yang telah meluangkan waktu untuk membimbing selama menjalani
kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Mata.

Dengan adanya makalah ini saya harapkan dapat memberikan wawasan


yang luas kepada dokter muda untuk kemajuan Ilmu Penyakit Mata di masa
depan.

Gresik, 5 Maret 2019

Penulis

1
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................. 1

Dartar Isi .................................................................................................... 2

BAB I Pendahuluan ................................................................................... 3

BAB II Tinjauan Pustaka ......................................................................5

BAB III Kesimpulan......……………………………………………….…..36

Daftar Pustaka…….…………………………………………………………….…..38

2
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan ini
ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada glaukoma akan terdapat
melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan
anatomi berupa ekstravasasi (penggaungan/cupping) serta degenerasi papil saraf
optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan (Ilyas, 2009)
Glaukoma akut didefenisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita
secara mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman
trabekulum. Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus
diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan tetapi
resiko kebutaan dapat dicegah dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat
(Ilyas, 2002)
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah
katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita
gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa
disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Di
Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya
penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, tingkat resiko
menderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir separuh penderita glaukoma
tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut (Lang, 2006).
Prinsip pada terapi glaukoma akut adalah pembedahan. Penbedahan dapat
dilakukan pada glaukoma akut yang dapat terdeteksi kurang dari 2 hari dari
gejalanya dengan menurunkan tekanan intraokuler terlebih dahulu, sedangkan
pada glaukoma kronis terapinya adalah untuk menegah progresifitas dari penyakit
tersebut. Dari pembahasan diatas maka saya memilih judul ini untuk dijadikan
topik pada makalah saya (Vaughan, 2000).
BAB II

3
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Anatomi
1. Anatomi Sudut Filtrasi
Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan
bilik mata. Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus terdiri dari 2
lapisan yaitu epitel dan stroma. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf
dan cabang akhir dari arteri siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut
filtrasi adalah trabekular, yang terdiri dari : (Trabekula korneoskleral)
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju ke belakang
mengelilingi kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera. (Trabekula uveal)
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur
(insersi dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional, Serabut yang
berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe) Serabut ini menuju ke
jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis. Ligamentum Pektinatum
Rudimenter. Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan
trabekula (Ilyas, 2002).
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya
diliputi oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang,
sehingga bila ada darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar
(Ilyas, 2002).

2.2 Fisiologi Aquos Humor

4
2.2.1 Produksi Cairan Aquos
Cairan aquos diproduksi epitel non pigmen dari korpus siliaris,
tepatnya dari plasma darah di jaringan kapiler proccesus siliaris. Fungsi
Cairan aquos adalah : Sebagai cairan yang mengisi bilik mata depan,
cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan intraokuler, memberi
nutrisi ke kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola mata
anterior.
Volumenya sekitar 250 µL dengan jumlah yang diproduksi dan
dikeluarkan setiap harinya berjumlah 5 mL/hari. Cairan ini bersifat asam
dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dibandingkan plasma (Ilyas,
2002).

Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar):
Transpor aktif (sekresi) .
Transpor aktif menggunakan energi untuk memindahkan substansi melawan
gradien elektro kimia dan tidak bergantung pada tekanan. Ciri-ciri tepatnya ion
atau ion-ion yang ditranspor tidak diketahui, akan tetapi sodium, klorida,
potasium, asam askorbat, asam amino dan bikarbonat ikut
terlibat.Transpor aktif diperhitungkan untuk sebagian besar produksi akueus
dan melibatkan, setidaknya sebagian, aktivitas enzim carbonic anhydrase II dan
Na+ K + pump diaktivasi ATPase. Kedua adalah Ultrafiltrasi. Ultrafiltasi
berkenaan dengan pergerakan yang bergantung pada tekanan sepanjang gradien
tekanan. Pada prosesus siliaris, tekanan hidrostatik dibedakan antara tekanan
kapiler dan tekanan intraokular yang menyokong pergerakan cairan kedalam
mata, sedangkan gradien onkotik diantara keduanya menghambat pergerakan
cairan. Hubungan antara sekresi dan ultrafiltrasi tidak diketahui. Ketiga adalah
Difus . Difusi adalah pergerakan pasif ion-ion melewati membran yang
berhubungan dengan pengisian. Sodium sangat bertanggungjawab untuk perge
rakan cairan kedalam kamera okuli posterior (Ilyas, 2002).

5
2.2.3 Komposisi Cairan Aquos
Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata
depandan bilik mata belakang.
Humor akueus dibentuk dari plasma didalam jalinan
kapiler prosesus siliaris. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dari pada
plasma. Komposisinya serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; dan protein, urea dan
glukosa yang lebih rendah. Unsur pokok dari humor akueus normal adalah
air (99,9%), protein (0,04%) dan lainnya dalam mmol/kg adalah Na +(144),
K+(4,5), Cl-(110), glukosa (6,0), asam laktat (7,4), asam amino (0,5) dan
inositol(0,1). Normal produksi rata-rata adalah 2,3 µl/menit (Ilyas, 2002).

2.2.4 Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos


Humor akuous diproduksi oleh epitel non pigmen dari korpus siliaris dan
mengalir ke dalam bilik posterior, kemudian masuk diantara permukaan
posterior iris melalui sudut pupil. Selanjutnya masuk ke bilik anterior. Humor
akuous keluar dari bilik anterior melalui dua jalur konvensional (jalur trabekula)
dan jalur uveosklera(jalur non trabekula) (Ilyas, 2002).
Jalur trabekulum (konvensional). Kebanyakan humor akueus
keluar dari mata melalui jalur jalinan trabekula - kanal Schlemm - sistem vena.
Jalinan trabekula dapat dibagi ke dalam tiga bagian : Uvea, Korneoskleral, Juksta
kanalikular (Ilyas, 2002).
Tahanan utama aliran keluar terdapat pada jaringan juksta kanalikular.
Fungsi jalinan trabekula adalah sebagai katup satu jalan yang membolehkan
akueus meninggalkan mata melalui aliran terbesar pada arah lain yang
tidak bergantung pada energi. Aquos bergerak melewati dan diantara sel
endothelial yang membatasi dinding dalam kanal Schlemm. Sekali berada dalam
kanal Schlemm, Akueus memasuki saluran kolektor menuju pleksus vena
episklera melalui kumpulan kanal sclera (Ilyas, 2002).

6
Jalur uveosklera (nonkonvensional). Pada mata normal setiap aliran non-
trabekular disebut dengan aliran uveoskleral. Mekanisme yang beragam terlibat,
didahului lewatnya aquos dari camera oculi anterior kedalam otot muskularis dan
kemudian kedalam ruang suprasiliar dan suprakoroid. Cairan kemudian keluar
dari mata melalui sclera yang utuh ataupun sepanjang nervus dan pembuluh darah
yang memasukinya (Ilyas, 2002).
Aliran uveoskleral tidak bergantung pada tekanan. Aliran uveoskleral
ditingkatkan oleh agen sikloplegik, adrenergik, dan prostaglandin dan beberapa
bentuk pembedahan (misal siklodialisis) dan diturunkan oleh miotikum (Ilyas,
2002).
Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen
untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea,
disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolism pada
kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata
dan menimbulkan tekanan dalam bola mata (tekanan intra okuler). Untuk
mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam
cairan aquos diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui sistem
drainase mikroskopik (Ilyas, 2002).
Kecepatan pembentukan cairan aquos dan hambatan pada mekanisme
pengaliran keluarnya menentukan besarnya tekanan intraokuler. Normalnya
tekanan di dalam bola mata berkisar antara 10-20 mmHg (Ilyas, 2002).
Peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi akibat produksi cairan aquos
yang meningkat misalnya pada reaksi peradangan dan tumor intraokuler atau
karena aliran keluarnya yang terganggu akibat adanya hambatan pada pra
trabekular, trabekular atau post trabecular (Ilyas, 2002).
Resistensi utama terhadap aliran keluar humor aquous dari COA adalah
lapisan endotel saluran schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekula di dekatnya,
bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera
menentukan besar minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis
(Ilyas, 2002).

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 GLAUKOMA
3.1.1 Definisi
Glaukoma mencangkup beberapa penyakit dengan etiologi yang berbeda
dengan tanda umum adanya neuropathy optik yang memiliki karakteristik
adanya kelainan pada nervus optikus dan gambaran gangguan lapang pandang
yang spesifik. Penyakit ini sering tapi tidak selalu berhubungan dengan
peningkatan tekanan intraokular. Stadium akhir dari glaukoma adalah kebutaan
(Vaughan, 2000).
3.1.2 Epidemiologi
Terdapat 70 juta orang yang menderita glaukoma di seluruh dunia, dan
7 juta menjadi buta karena penyakit tersebut. Glaukoma merupakan penyakit
kedua tersering yang menyebabkan kebutaan pada negara berkembang setelah
diabetes mellitus. Dimana 15-20% kebutaan mengalami kehilangan pandangan
sebagai hasil dari glaukoma. Di negara Jerman, sebagai contohnya kurang
lebih 10% dari populasi diatas usia 40 tahun mengalami peningkatan tekanan
intraokular. Kurang lebih 10% pasien yang menemui dokter spesialis mata
menderita glaukoma. Pada populasi di negara Jerman, 8 juta penduduk
memiliki risiko untuk berkembangnya glaukoma, dimana pada 800.000 orang
glaikoma tersebut telah berkembang, dan 80.000 menghadapi kenyataan
adanya risiko untuk menjadi buta apabila glaukoma tidak terdiagnosis dan
tidak diobati pada saat itu. Di Indonesia, glaukoma menjadi penyebab lebih
dari 500.000 kasus kebutaan di Indonesia dan kebutaan yang disebabkan oleh
glaukoma bersifat permanen (Vaughan, 2000).

8
3.1.3. Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat
disebabkan oleh bertambahnya produksi humor akueus oleh badan siliar
ataupun berkurangnya pengeluaran humor akueus di daerah sudut bilik mata
atau di celah pupil (James, 2006).
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor
aquos, hambatan terhadap aliran aquos dan tekanan vena episklera.
Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokuler, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkan oleh hambatan
terhadap aliran humor akueus (James, 2006).
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara
saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke
saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus
mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang
mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh
lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan (Mansjoer, 2000).
3.1.4. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :
(Mansjoer, 2000).
Tekanan darah rendah atau tinggi, Fenomena autoimun, Degenerasi primer
sel ganglion, Usia di atas 45 tahun, Keluarga mempunyai riwayat glaucoma,
Miopia atau hipermetropia, Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
3.1.5. Klasifikasi
Berdasarkan dari patofisiologinya, glaukoma dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (AAO, 2005)

9
Tabel 2.1 Klasifikasi Glaukoma

3.2 GLAUKOMA AKUT

3.2.1 Definisi
Merupakan suatu episode akut dari meningkatnya tekanan intra okular
yang terjadi hingga beberapa kali dikarenakan adanya sumbatan pada pengaliran
humor aquos secara tiba-tiba. Produksi dari humor aquos dan tahanan dari
trabekular sendiri normal (Lewis, 2002).

3.2.2 Epidemiologi

10
Insidensi pada populasi berusia diatas 60 tahun adalah 1 : 1000. Insidensi
pada wanita tiga kali lipat dibandingkan pada pria. Ras eskimo lebih sering
terkena penyakit ini dibandingkan golongan ras yang lainnya, adapun juga
penyakit ini jarang mengenai ras negro (Lewis, 2002).

3.2.3 Etiologi
Secara anatomis, adanya predisposisi pada mata dengan COA yang
dangkal, relatif berpengaruh terhadap kesukaran aliran dari humor aquos melewati
pupil. Blokade pada pupil meningkatkan tekanan pada COP. Tekanan ini
menyenbabkan iris ke anterior ke arah trabekular, menimbulkan blokade pada
aliran humor akueous secara mendadak (sudut tertutup). Serangan glaukoma
secara tipikal mengenai satu mata (unilateral) dikarenakan pelebaran dari pupil
baik dalam keadaan sekeliling yang gelap dan atau di bawah pengaruh stress
emosional. Situasi yang tipikal yakni film misteri malam hari di televisi,
penggunaan obat-obatan midriatika, obat psikotropik sistemik juga dapat memicu
serangan glaucoma (Lewis, 2002).

3.2.4 Faktor Predisposisi


Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah : Bulbus okuli
yang pendek, biasanya pada mata yang hipermetrop. Makin berat hipermetropnya
makin dangkal bilik mata depannya. Tumbuhnya lensa, menyebabkan bilik mata
depan menjadi lebih dangkal. Pada umur 25 tahun, dalamnya bilik mata depan
rata-rata 3,6 mm, sedangkan pada umur 70 tahun 3,15 mm. Kornea yang kecil,
dengan sendirinya bilik mata depannya dangkal. Tebalnya iris. Makin tebal iris,
makin dangkal bilik mata depan Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa
jadi lebih dekat ke iris, sehingga aliran cairan bilik mata dari bilik mata belakang
ke bilik mata depan tehambat, inilah yang disebut dengan hambatan pupil. Hal ini
dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam bilik mata belakang dan
medorong iris ke depan. Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah sempit,
adanya dorongan ini menyebabkan iris menutupi jaringan trabekula, sehingga

11
cairan bilik mata tidak dapat atau sukar untuk keluar dan terjadilah glaukoma
sudut tertutup (Lewis, 2002).

3.2.5 Patofisiologi
Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan
tekanan intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan
sudut bilik mata, sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau
jalinan trabekular. Keadaan seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang
sempit (kadang-kadang disebut dengan “dangerous angle”) (Ilyas, 2002).
Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut
terbuka luas, perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik
mata depan tidak tertutup dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini
merupakan perbedaan dasar antara glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma
sudut tertutup (Ilyas, 2002).
Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata maka
keadaan ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder. Jika glaukoma
sudut tertutup tidak diketahui penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan glaukoma
sudut tertutup primer (Ilyas, 2002).
Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat, ini dikenal
dengan glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan tanda. Satu hal
penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempit akan
berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya sebagian kecil saja,
terutama pada mata yang pupilnya berdilatasi sedang (3,0 - 4,5mm) yang dapat
memungkinkan terjadinya blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut
tertutup (Ilyas, 2002).
Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intraocular lebih tinggi di bilik
mata belakang daripada bilik mata depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan
intraokuler di bilik mata belakang semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris
semakin bertambah juga, ini dikenal dg iris bombe, yang membuat perifer iris
kontak dengan jalinan trabekuler, dan menyebabkan sudut bilik mata depan

12
tertutup. Jika tekanan intraokuler meningkat secara drastic akibat sudut tertutup
komplit maka akan terjadi glaukoma akut (Ilyas, 2002).
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah: plateau
iris dan letak lensa lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi
blok pupil (Lewis, 2002).

3.2.6 Gejala
Gejala Pada onset yang akut didapatkan adanya nyeri yang hebat.
Peningkatan tekanan intra okular berpengaruh terhadap saraf korneal (N.
Opthalmicus atau cabang pertama dari N.trigeminus) untuk menyebabkan
timbulnya nyeri yang tumpul. Dimana nyeri ini dapat menjalar ke pelipis, kepala
bagian belakang, dan rahang melalui tiga cabang dari N.trigeminus dimana dapat
menutupi asalnya yakni dari ocular (Lewis, 2002).
Mual dan muntah. Terjadi dikarenakan iritasi pada N.vagus dan dapat
menstimulasi gangguan pada abdomen. Gejala umum seperti nyeri kepala, mual
dan muntah dapat mendominasi dimana nantinya pasien tidak dapat menyadari
adanya gejala local (Lewis, 2002).
Ketajaman penglihatan berkurang. Pasien menyadari adanya pandangan
gelap dan adanya halo di sekeliling cahaya pada mata yang terkena. Gejala-gejala
ini disebabkan karena edem dari epitel kornea akibat dari peningkatan tekanan
(Lewis, 2002).
Gejala prodromal Pasien mengatakan adanya episode transien dari
pandangan yang kabur atau adanya halo yang berwarna disekeliling cahaya
sebelum timbulnya serangan. Gejala prodromal ini dapat tidak disadari atau
dinaggap tidak penting oleh pasien pada episode yang ringan dimana mata akan
kembali normal. Identifikasi awal dari pasien risiko tinggi dengan COA yang
dangkal dan penemuan pada gonioskopi merupakan hal yang penting karena
kerusakan pada struktur dari sudut dapat terjadi lebih lanjut sebelum timbulnya
gejala klinis (Lewis, 2002).

13
Sindrom menyeluruh dari glaukoma akut tidak selalu timbul. Penurunan
dari visus dapat tidak disadari jika mata lainnya memiliki visis yang normal.
Persepsi subjektif dari pasien terhadap nyeri sangatlah bervariasi (Lewis, 2002).

3.2.7 Dasar Diagnosis


Diagnosis ditegakan atas dasar tiga gejala dasar yakni :
Mata merah unilateral dengan injeksi konjungtiva atau silier, Pupil yang
dilatasi, Bola mata keras pada palpasi
Penemuan lainnya :
Kornea pudar dan berkabut dengan edem epitel, COA dangkal atau kolaps
secara komplit. Hal ini jelas terlihat saat mata diiluminasi dengan sumber cahaya
yang difokuskan pada sisi lateral dan pada pemeriksaan slit lamp. Inspeksi dari
COA yang dangkal akan sulit. Permukaan dari iris secara detail akan terlihat dan
iris akan tampak pudar (Lewis, 2002).
Fundus akan digelapkan oleh karena opasifikasi dari epitel kornea. Saat
fundus dapat divisualisasi karena gejala telah mereda dan kornea jernih,
perubahan pada diskus optikus akan bervariasi dari diskus optikus yang normal
hingga nervus optikus yang hiperemia. Pada kasus lebih lanjut, kongesti vena
akan timbul. Arteri sentralis dari retina akan tetlihat berdenyut pada diskus
optikus sehingga darah hanya dapat masuk ke mata selama fase sistolik
dikarenakan tekanan intraokular yang tinggi. (Lewis, 2002).
Visus akan menurun hingga persepsi dari pergerakan tangan (Lewis, 2002).

14
Gambar 3.1 Gambaran Serangan Akut Glaukoma
3.2.8 Diagnosis Banding
Misdiagnosis dapat terjadi karena banyaknya variasi dari gejala yang dapat
menstimulasi penyakit lainnya. Gejala umum seperti nyeri kepala, muntah dan
mual sering mendominasi dan dapat dengan mudah terdiagnosis sebagai
appendicitis atau tumor otak. Pada iritis dan iridisiklitis, mata juga merah dan iris
tampak pudar. Selain itu tekanan intraokular memiliki tendensi untuk menurun
dibandingkan meningkat (Lewis, 2002).

3.2.9 Pengobatan
Serangan akut glaukoma merupakan suatu kegawat daruratan dan pasien
memerlukan tindakan segera dari dokter spesialis mata. Penyebab dasar dari
gangguan ini memerlukan prosedur pembedahan, meskipun terapi inisial berupa
konservatif (Lewis, 2002).
Terapi Medikal
Tujuan dari terapi konservatif adalah :
Menurunkan tekanan intraocular, Membuat kornea menjadi jernih (penting
untuk pembedahan selamjutnya), Meredakan nyeri.

15
Bagan 3.1 Penurunan Tekanan Intraokular

Prinsip Terapi Medikal pada Glaukoma primer sudut tertutup


Penurunan osmotik pada volume dari vitreous dilakukan melalui larutan
hiperosmotik sistemik (gliserin oral 1-1,5 gram/kgBB atau mannitol intravena 1-2
gram/kgBB). Penurunan produksi humor akueus dengan carbonic anhidrase
inhibitor (acetazolamide IV 250-500 gram/kgBB). Kedua langkah dilakukan pada
therapi inisial untuk mengurangi tekanan intraokular hingga dibawah 50-60
mmHg. Iris ditarik dari sudut COA dengan pemberian obat miotika topikal. Tetes
mata Pilocarpine 1% diberikan setiap 15 menit dan konsentrasi ditingkatkan
hingga 4%. Obat miotika bukan pilihan utama dikarenakan otot sphincter pupillae
iskemik pada tekanan 40-50 mmHdan tidak akan berespon terhadap obat miotika.
Miotika juga membuat serat zonula menjadi rilex, dimana menyebabkan lensa
berpindah ke anterior, selanjutnya akan mengkompresi COA. Hal ini membuat
therapi inisial dengan obat hiperosmotik menjadi penting untuk mengurangi
volume dari vitreous. Therapi simptomatik dengan analgesik, antiemetik, dan
sedatif dapat diberikan jika diperluka (Lewis, 2002).

16
Indentasi Mekanik dari Kornea
Indentasi yang simpel dan berulang dari sentral kornea dengan pengait
otot atau batang kaca sekitar 15-30 detik menekan humor akueus ke perifer dari
sudut COA, dimana membuka sudut. Jika manipulasi ini berhasil untuk membuat
trabekular tetap terbuka dalam beberapa menit, hal ini memungkinkan humor
akueus untuk mengalir dan mengurangi tekanan intraokular. Hal ini meningkatkan
respon terhadap pilocarpine dan membantu kornea menjadi jernih (Lewis, 2002).
Tindakan Pembedahan (shunt antara COA dan COP)
Saat kornea jernih, penyebab dasar dari gangguan diobati dengan
pembedahan yakni melalui pembuatan shunt antara COA dan COP .
Neodymium:yttrium–aluminum–garnet laser iridotomy (nonincisional procedure)
Nd:YAG laser dapat digunakan untuk menciptakan lubang pada perifer iris
(iridotomy) dengan lisis jaringan tanpa harus membuka bola mata. Operasi dapat
dilakukan dengan topikal anestesi.

17
Gambar 3.2 Etiologi dan Terapi Glaukoma Akut Sudut Tertutup

Gambar 3.3 Nd:YAG laser Iridotomy

18
Peripheral iridectomy (incisional procedure) Dimana kornea masih bengkak
dengan edem pada iris dan iris sangat tebal, prosefur terbuka dilakukan untuk
membuat suatu shunt. Incisi limbal dilakukan pada posisi arah jam 12 dan pasien
diberikan anestesi topikal atau general . Iridektomi perifer sekarang ini jarang
dilakukan (Lewis, 2002).

3.2.10 Profilaksis
Saat pasien mengeluhkan gejala prodromal yang jelas dan sudut dari COA
tampak konstriksi, profilaksis yang paling aman adalah dengan melakukan
Nd:YAG laser iridotomy atau peripheral iridectomy. Jika satu mata telah
mengalami serangan akut, mata lainnya harus di lakukan tindakan inisial dengan
pilocarpine 1% tiap 4-6 jam untuk meminimalisir risiko serangan glaukoma. Mata
kedua nantinya dilakukan Nd:YAG laser untuk mencegah glaukoma setelah
tindakan pembedahan pada mata pertama stabil (Lewis, 2002).

3.2.11 Prognosis
Seseorang dapat menghilangakn adanya blokade pada pupil dan tekanan
intaokular yang menurun pada serangan inisial dengan obat-obatan dan
pencegahan permanen dengan pembedahan. Glaukoma akut sudut tertutup yang
rekuren atau glaukoma sudut tertutup yang berlangsung lebih dari 48 jam dapat
menimbulkan sinekhia perifer antara iris dan trabekula. Kasus ini tidak dapat
dilakukan Nd:YAG laser iridotomy atau iridectomy dan sudut tertutup dapat terus
berlangsung meskipun dilakukan pembedahan. Operasi filtrasi diindikasikan pada
kasus ini. Saat tekanan intaokular terkontrol dan kornea jernih, gonioskopi
diindikasikan untuk melihat bahwa sudut terbuka kembali dan untuk
menyingkirkan sudut tertutup yang persisten (Lewis, 2002).

3.3 GLAUKOMA SUDUT TERBUKA (KRONIS)

3.3.1. Definisi

19
Glaukoma sudut terbuka primer, sering disebut juga sebagai glaukoma
kronis, bersifat progresif, yang umumnya merupakan penyakit mata yang
menyerang orang dewasa, bilateral, dengan karakteristik :
Peningkatan TIO > 21 mmHg, Kerusakan nervi optici glaukomatosa,
Sudut COA terbuka, Kehilangan lapang pandang yang progresif, Tidak adanya
tanda-tanda glaukoma sekunder atau neuropati non-glaukomatosa
Glaukoma sudut terbuka sekunder dimana glaukoma tidak didapatkan
kelainan pada pangkal iris serta kornea perifer melainkan terhambatnya aliran
humor aquos di jalinan trabekuler karena hal lain yang mendasari (AAO, 2005).

1.3.2 Epidemiologi Glaukoma


Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang
tertinggi,2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma.
Glaukoma dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih
banyak diserang daripada wanita (AAO, 2005).
Di Amerika Serikat, kira-kira 2,2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang
lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120.000 adalah buta disebabkan penyakit
ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan
meningkatkan sekitar 3,3 juta pada tahun 2020 (AAO, 2005).

Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat pertama


untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka
kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu
melampaui Negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan
Thailand 0,3% (AAO, 2005).
Menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-
1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak (0,78%), glaukoma (0,2%),
kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut
(0,38%) (AAO, 2005)

1.3.3 Klasifikasi

20
Glaukoma Sudut Terbuka Primer, Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder
1.3.4 Faktor Risiko

3.3.5 Patogenesis
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah
proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstra sel di
jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dari proses
penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueus yang
menyebabkan peningkatan tekan intra-okuler. Peningkatan tekanan intra-okuler
mendahului kelainan diskus optikus dan lapangan pandang selama bertahun-
tahun. walaupun terdapat hubungan yang jelas antara besarnya tekanan intra-
okuler dengan keparahan penurunan penglihatan, efek besar tekanan pada
saraf optikus sangat bervariasi antar individu. Sebagian orang dapat
mentoleransikan peningkatan tekanan intra-okuler tanpa mengalami kelainan
diskus atau lapangan pandang (hipertensiokuler); yang lain memperlihatkan
kelainan-kelainan glaukomatosa pada tekanan intra-okuler “normal” (glaukoma
tekanan darah) (AAO, 2005).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka primer dan
hubungannya dengan tingginya tekanan intra-okuler masih diperdebatkan. Teori-

21
teori utama memperkirakan adanya perubahan-perubahan elemen penunjang
struktural akibat tekanan intra-okuler di saraf optikus setinggi lamina kibrosa atau
si pembuluh yang memperdarahi kepala/ujung saraf optikus. Tekanan intra-okuler
yang lebih tinggi saat pertama kali diperiksa berkaitan dengan penurunan
lapangan pandang yang lebih luas. Apabila pada pemeriksaan pertama
dijumpai penurunan lapangan pandang glaukomatosa, risiko perkembangan lebih
lanjut manjadi jauh lebih besar. Karena merupakan satu-satunya faktor risiko yang
dapat diobati, tekanan intra-okuler tetap menjadi fokus terapi. Terdapat bukti kuat
bahwa kontrol tekanan intra-okuler memperlambat kerusakan diskus optikus dan
pengecilan lapangan pandang. mekanisme terjadinya glaukoma sudut terbuka
adalah adanya hambatan pada jaringan trabekulum sendiri. Akuos humor dengan
leluasa mencapai lubang – lubang trabekulum, tetapi sampai di dalam terbentur
celah – celah trabekulum yang sempit, hingga akuos humor tidak dapat keluar dari
bola mata yang bebas (AAO, 2005).
Penggunaan steroid topikal juga berperan dalam peningkatan tekanan intra
okuler; steroid poten memiliki kecenderungan lebih besar untuk meningkatkan
TIO. Kecenderungan ini lebih ditandai pada pasien dengan glaukoma sudut
terbuka primer. Steroid sistemik jauh kurang rentan menyebabkan elevasi TIO,
tapi substansial, mungkin tergantung dosis. Sehingga dianjurkan skrining untuk
semua pasien yang menggunakan steroid sistemik, terutama deksametason.
Mekanisme yang tepat dari respon steroid belum pasti, tetapi mungkin dimediasi
oleh peningkatan produksi myocilin trabecular meshwork cell (AAO, 2005).

Sedangkan glaukoma sekunder sudut terbuka antara lain :


Glaukoma pigmentasi . Sindrom ini tampaknya disebabkan oleh degenerasi
epitel pigmen iris dan korpus siliaris. Granula pigmen terkelupas dari iris akibat
friksi dengan serat-serat zonular di bawahnya sehingga terjadi transiluminasi iris.
Pigmen mengendap dipermukaan kornea posterior (Krukenberg’s spindle) dan
tersangkut di jalinan trabekular, mengganggu aliran keluar humor aquos. Sindrom
ini terjadi paling sering pada pria miopia usia antara 25-40 tahun yang memiliki
bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar (AAO, 2005).

22
Sindrom pseudo-exfoliasi. Pada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-
endapan bahan berserat mirip serpihan di permukaan lensa anterior (berbeda
dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat pajanan terhadap radiasi inframerah,
yakni “glass blower cataract”),prosesus siliaris, zonula, permukaan posterior iris,
dan di jalinan trabekular (disertai peningkatan pigmentasi). Penyakit ini biasanya
dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun (AAO, 2005).
Glaukoma akibat steroid. Kortikosteroid topikal dan periokular dapat
menimbulkan sejenis glaucoma yang mirip dengan glaukoma primer sudut
terbuka, terutama pada individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarga dan
akan memperparah peningkatan tekanan intraokuler pada para pengidap glaukoma
primer sudut terbuka. Hal inikemungkinan disebabkan karena meningkatnya
deposit mukopolisakarida yang terdapat pada humor aquos sehingga drainasenya
terganggu (AAO, 2005).
Glaukoma Fakolitik. Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami
kebocoran kapsul lensa anterior, sehingga protein-protein lensa yang mencair
masuk ke bilik mata depan. Jalinan trabekular menjadi oedema dan tersumbat oleh
protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak tekanan
intraocular (AAO, 2005).

1.3.6 Gejala klinis


Menahun, sukar untuk menemui gejala dini karena jalan penyakit yang
sangat pelan-pelan (a silent disease). Hampir selalu penderita datang berobat
dalam keadaan penyakit yang sudah berat. Hampir selalu bilateral,sering satu
mata terkena terlebih dahulu dan keadaanya sering lebih berat dari mata yang satu
lagi. Injeksi siliar umumnya tidak terlihat. Refleks pupil agak lamban. Tekanan
bola mata meninggi. COA mungkin normal dan pada gonioskopi terdapat sudut
terbuka. Lapangan pandangan mengecil atau menghilang. Atropi nervus optikus
dan terdapat cupping. Tes provokasi positif (AAO, 2005).

3.3.7 Diagnosis

23
Untuk mendiagnosis Glaukoma sebelumnya lakukan anamnesis untuk
mengetahui riwayat pasien mulai dari keluhan, riwayat keluarga, riwayat penyakit
terdahulu, apakah ada alergi pada pengobatan ataupun ada intoleransi pengobatan.
Setalah itu lakukan pemeriksaan mata pasien (AAO, 2005).
Glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan kelainan -
kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai
peningkatan tekanan intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak
normal, dan tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Sekitar 50 % pasien glaukoma sudut terbuka primer memperlihatkan
tekanan intraokular yang normal sewaktu pertama kali diperiksa, sehingga untuk
menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan Tonometri berulang (AAO, 2005).

3.3.8 Pemeriksaan Penunjang


Untuk mendiagnosis glaukoma dilakukan sejumlah pemeriksaan yang rut
in dilakukan pada seseorang yang mengeluh rasa nyeri di mata, penglihatan dan
gejala prodromal lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan dengan
lebih dari satu metode akan lebih bermakna dibandingkan jika hanya dilakukan 1
kali pemeriksaan.Pemeriksaan tersebut meliputi:
Tajam penglihatan. Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan
cara yang khusus untuk glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman
penglihatan yang baik, misalnya 6/6 belum berarti tidak glaucoma (AAO, 2005).
Tonometri. Tonometri diperlukan untuk memeriksa tekanan intraokuler. Ada
3 macam tonometri, yaitu:

24
Digital.
Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan
alat. Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas, lalu

membandingkan tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari. Hasil


pemeriksaan ini diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal, T
n+1 untuk tekanan yang agak tinggi, dan T n-1 untuk tekanan yang agak rendah.
Tingkat ketelitian teknik ini dianggap paling rendah karena penilaian dan
interpretasinya bersifat subjektif (AAO, 2005).
Tonometer Schiotz. Tonometer Schiotz ini bentuknya sederhana, mudah
dibawa, gampang digunakan dan harganya murah. Pasien tidur terlentang tanpa
menggunakan bantal, dan diberi anestesi local (pantokain) pada kedua mata.
Dengan pasien menatap lurus ke depan, kelopak mata ditahan agar tetap terbuka
dengan menarik kulit palpebra dengan hati-hati pada tepian orbita. Tonometer
diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras menyentuh kornea.
Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang, tonjolan plunger berujung
tumpul menekan pada kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea. Tahanan
kornea, yang sebanding dengan tekanan inraokuler, akan mendesak plunger ke
atas. Sewaktu bergeser ke atas didalam selongsong, plunger menggeser jarum
penunjuk skala. Makin tinggi tekanan intraokuler, makin besar tahanan kornea
terhadap indentasi, makin tinggi pula geseran plunger ke atas, sehingga makin
jauh menggeser jarum penunjuk skala. Pembacaan skala disesuaikan dengan

25
kalibrasi dari Zeiger-Ausschlag Scale yang diterjemahkan ke dalam tekanan
intraokuler (AAO, 2005).
Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma. Gonioskopi
dapat menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan pada semua pasien yang menderita glaukoma, pada semua pasien
suspek glaukoma, dan pada semua individu yang diduga memiliki sudut bilik
mata depan yang sempit. Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut
tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga dapat dilihat adanya perlekatan iris
bagian perifer kedepan (peripheral anterior sinechiae) (AAO, 2005).
Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua kuadran
yang menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan yang dilihat pada
prisma goniolen :
Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar. Pita badan siliar, biasanya
tampak abu-abu atau coklat. Sclera spur, biasanya tampak sebagai garis putih
prominen di alas pita badan shier. Trabekulum meshwork . Garis Schwalbe, suatu
tepi putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork (AAO, 2005).
Dengan lensa goniskopi dapat melihat keadaan sudut bilik mata yang
dapat menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan
lensa sudut (goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan anestesi local.
Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan
memutarnya 360 derajat.Nilai derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat
kontak kornea dengan iris (sudut tertutup), derajat 1 bila tidak terlihat ½ bagian
jalinan trabekulum sebelah belakang dangaris Schwalbe terlihat disebut sudut
sangat sempit, derajat 2 bila sebagian kanal Schlem terlihat, derajat 3 belakang
kanal Schlemm dan skleral spur masih terlihat, derajat 4 badan siliar terlihat
(sudut terbuka) (AAO, 2005).

26
Lapang Pandang (perimetry). Yang termasuk ke dalam
pemeriksaan ini adalah lapangan pandang sentral dan lapangan pandang perifer.
Pada stadium awal, penderita tidak akan menyadari adanya
kerusakan lapangan pandang karena tidak mempengaruhi ketajaman
penglihatan sentral. Pada tahap yang sudah lanjut, seluruh lapangan
pandang rusak dengan tajam penglihatan sentral masih normal sehingga

penderita seolah melihat melalui


suatu teropong.

Oftalmoskopi. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus


diperhatikan adalah keadaan papil saraf optik. Perubahan yang terjadi pada papil
dengan glaukoma adalah penggaungan (cupping)
dan degenerasi saraf optik (atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih dari 0,3
dari diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua mata, maka harus
diwaspadai adanya ekskavasio glaukoma. Diskus optikus normal. Lihat batas
tegas dari diskus optikus, demarkasi yang jelas dari ‘cup’, dan warna pink cerah
dari sisi neuroretinal (AAO, 2005).
Tonogr afi . Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan
aquos yang dikeluarkan melalui trabekula dalam satu satuan waktu. Dengan
tonografi diukur derajat penurunan tekanan bola mata bila diberikan tekanan

27
dengan tonometer schiotz. Tonometer yang dipakai adalah semacam tonometer
schiotz dan bersifat elektronik yang merekam tekanan bola mata selama 4 menit
dan berguna untuk mengukur pengaliran keluar cairan air mata. Pada tonografi
terlihat kurva fasilitas pengeluaran cairan bilik mata, juga terlihat pulsasi nadi
intraocular. Nilai tonografi C=0, 18 adalah normal, bila C kurang dari 0,18 maka
keadaan ini dicurigai menderita glaucoma (AAO, 2005).
Tes Provokasi. Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai
menderita glaukoma. Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air,
pressure congestion test , dan tes steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut
tertutup, dapat dilakukan tes kamar gelap, tes membaca dan tes midriasis (AAO,
2005).
Uji lain pada glaucoma :
Uji Kopi. Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola
mata naik 15- 20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya
glaucoma (AAO, 2005).
Uji Minum Air. Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian
pasien disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap
15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama
menunjukkan pasien menderita glaucoma (AAO, 2005).
Uji Steroid.
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat
glaukoma simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason
0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien
berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu (AAO,
2005).
Uji Variasi Diurnal. Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam
sehari penuh,selama 3 hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata
normal adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka variasi
dapatmencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan
patologik (AAO, 2005).

28
Uji Kamar Gelap. Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan
kemudian pasien dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada
akhir 90 menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka
akan menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg (AAO, 2005).
Uji provokasi pilokarpin Tekanan bola mata diukur dengan tonometer,
penderita diberi pilokarpin 1% selama 1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur
tekanannya (AAO, 2005).

3.3.9 Penatalaksanaan Glaukoma


Prinsip dari pengobatan glaukoma yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan
tekanan intraokuler. Pengobatan glaucoma sudut terbuka diberikan secara teratur
dan pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil
memuaskan. Pengobatan dengan obat-obatan yaitu :
Miotik : Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehari  meningkatkan pengeluaran
air mata –outflow. Eserin ¼-1 %, 3-6 kali 1 tetes sehari  meningkatkan
pengeluaran air mata –outflow. Pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal
yaitu diteteskan pada waktu tekanan intaokuler menaik. Efek samping : meskipun
dengan dosis yang dianjurkan hanya sedikit yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi
sistimik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis lebih tinggi dapat
menyebabkan keringat berlebih, salvias, tremor, bradikardi, hipotensi (Ilyas,
2002).
Simpatomimetik. Epinefrin 0,5-2%, 1-2 kali 1 tetes sehari  menghambat
produksi humor aquos. Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit
kepala, hipertensi (Ilyas, 2002).
Beta –blocker. Timolol maleate 0,25-0,50%, 1-2 kali tetes sehari 
menghambat produksi humor aquos. Efek samping : hiptensi, bradikardi, sinkop,
halusinasi, kambuhnya asma, payah jantung kongestif. Nadi harus diawasi terus,
pada wanita hamil harus dipertimbangkan dulu sebelum memberikannya (Ilyas,
2002).

29
Carbonic anhidrase inhibitor. Asetazolamid 250 mg, 4 x 1 tablet
(menghambat produksi humor aquos). Efek samping : poliuria, anoreksia, muntah,
mengantuk, trombositopenia, granulositopenia kelainan ginjal. Sebelumnya pasien
harus diberikan edukasi untuk memahami bahwa pengobatan glaucoma sudut
terbuka adalah suatu proses seumur hidup dan bahwa penilaian ulang secara
teratur oleh dokter spesalis mata (Ilyas, 2002).
Dimulai dengan obat penghambat adrenergic-beta topical kecuali apabila
terdapat kontraindikasi pemakaiannya. Epinefrin (atau dipivefrin) dan pikokarpin
merupakan pilihan utama. Apabila tekanan intraocular belum dapat dikontrol
secara efektif denga terapi topical atau tekanan intraokuler masih lebih dari 21
mmHg, mungkin diperlukan trabekuloplasti dengan laser. Asetazolamid oral
biasanya diberikan setelah tindakan-tindakan tersebut dilakukan atau, dalam
penatalaksanaan jangka panjang, pasien tidak dapat dioperasi (AAO, 2005).

Pembedahan
Tindakan operasi dilakukan berdasarkan indikasi yaitu :
Tekanan intraokuler tidak dapat dipertahankan di bwah 22 mmHg, Lapangan
pandang terus mengecil
Jenis- jenis pembedahan :
Laser Trabeculoplasty . Dilakukan pada glaucoma sudut terbuka. Sinar laser
(biasanya argon) ditembakkan ke anyaman trabekula sehingga sebagian
anyaman mengkerut. Kerutan ini dapat mempermudah aliran keluar cairan
aquos. Pada beberapa
kasus,terapi medikamentosa tetapdiperlukan. Tingkat keberhasilan dengan
argon laser trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya
proses penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2 tahun
(Ilyas, 2002).

30
1. Pembedahan Filtrasi
Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah
berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik
(Ilyas, 2002).
Trepanasi Elliot: sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di daerah
kornea-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar aquoeus
mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva (Ilyas, 2002).
Sklerektomi Scheie : kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak menutup
kembali dengan sempurna, dengan tujuan agar aquoeus mengalir langsung dari
bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva (Ilyas, 2002).
Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga terbentuk
celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm (Ilyas,
2002).
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan pembedahan
hanya dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan (Ilyas, 2009).

3.3.10 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat
ditangani dengan baik (AAO, 2005).

31
BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma mencangkup beberapa penyakit dengan etiologi yang berbeda


dengan tanda umum adanya neuropathy optik yang memiliki karakteristik adanya
kelainan pada nervus optikus dan gambaran gangguan lapang pandang yang
spesifik. Penyakit ini sering tapi tidak selalu berhubungan dengan peningkatan
tekanan intraokular. Stadium akhir dari glaukoma adalah kebutaan.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma
kronis), glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), glaukoma sekunder, dan
glaukoma kongenital (glaukoma pada bayi).
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga
menyumbat aliran humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat
sehingga menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan.
Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi menjadi akut, subakut, kronik, dan
iris plateau.
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera
ditangani dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah
terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi
kerusakan penglihatan progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat
mengakibatkan buta permanen
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi
humor akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat
menurunkan tekanan intra okuler sesegera mungkin.
Glaukoma sudut terbuka primer adalah neuropati optica yang kronis,
progresif lambat, dengan kerusakan syaraf optik yang tampak pada diskus optikus
dan defek lapang pandang.

32
Glaukoma sudut terbuka sekunder adalah glaukoma yang tidak
diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-
keadaan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu, yang
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intaokuler.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology: 2005-2006. Acute Primary Angle


Closure Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, section 10, , page
122-126.
2. Davey, Patrick. 2002. Mata Merah dalam At a Glance Medicine. Jakarta :
Penerbit Erlangga.Hal. 108-109
3. Ilyas, Sidartha, dkk. , 2002. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi
3, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal 212-217
4. Ilyas, Sidarta.2009.Glaukoma.Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Hal 212-
216.Ed.2
5. James, Bruce. 2006. Glaukoma dalam Lecture Notes : Oftalmologi.
Jakarta : Penerbi Erlangga. Hal. 95-109
6. Kanski J.J., Bowling B. 2011. Glaucoma. Clinical Ophthalmology A
Systematic Approach. 11thEd. Elsevier Saunders. China; P.312-399.
7. Lang, GK. 2006. Glaucoma In Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas
2nd edition . Germany. 239-277
8. Lang, F. 2003. Sistem Neuromuskular dan Sensorik dalam Teks dan Atlas
Berwarna Patofisiologi.Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.
322-323
9. Lewis T.L., Barnebey H.S., Bartlett J.D., Blume A.J., Fingered M., Lalle
P.A., Mann D.F. 2002. Optometric Clinical Practice Guidelines Care of
the Patient with Open Angle Glaucoma. American Optometris
Association. 2nd Ed. USA.
10. Mansjoer, Arief. 2000. Glaukoma Akut dalam Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : Media Aesculapius. Hal. 59-60
11. Mansjoer, Arief. 2000. Glaukoma Kronis dalam Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Hal. 61-62

34
12. Robin and Cotran. 2005. Pathologic Basis of Disease ed. 7. Philadelphia :
Elsevier Saunders. Page 1444-1445.
13. Vaughan, Daniel.2000 .Glaukoma dalam Opthamologi Umum. Jakarta :
Widya Medika.Hal. 220-239.
14. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2000. Glaukoma. dalam :
Oftalmologi Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, ,
hal : 220-232.

35
36
37

Anda mungkin juga menyukai