Anda di halaman 1dari 28

PAPER MATA

GLAUKOMA KONGENITAL
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
Mata
Di Rumah Sakit Haji Medan Sumatera Utara

Pembimbing
Dr. Hj. Adelina Hasibuan, Sp.M

Disusun oleh :
Hendric Hariansyah
17360176

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR MATA RSU HAJI MEDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan paper
yang berjudul “Glaukoma Kongenital”. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka
memenuhi persyaratan dalam kepaniteraan Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati pada bagian Ilmu Kesehatan Mata RSU Haji Medan.
Penyusun menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan tinjauan pustaka ini.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing atas segala
bimbingan, motivasi, serta ilmu yang diberikan sehingga penyususn dapat
menyelesaiakan tugas pustaka ini. Besar harapan penyusun semoga tinjauan pustaka
ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Medan, Juli 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

Glukoma berasal dari bahasa yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
mengakibatkan lapang pandang seseorang menghilang, dengan atau tanpa gejala. Hal
ini disebabkan oleh faktor kongenital atau didapat setelah dilahirkan (acquired)
Ketua jabatan oftalmologi, pusat pengajian sains pengobatan, Hospital
University Sains Malaysia (HUSM), Dr. Mohtar Ibrahim berkata, glaukoma
kongenital ini biasanya melibatkan kecacatan pada humor aqueous. Menurut beliau,
glukoma acquired terbagi dalam dua bagian, yaitu primer dan sekunder.
• Primer : glaukoma yang disebabkan oleh faktor-faktor keturunan, yaitu
humor aqueous yang tersumbat atau terganggu. Glaukoma primer
dibagi dalam dua jenis yaitu sudut terbuka dan sudut tertutup.
• Sekunder : glaukoma yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu.

Glaukoma adalah neuropatik optik yang disebabkan oleh tekanan intra okuler
yang (relatif) tinggi ditandai oleh kelainan lapang pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif
tinggi untuk individu tersebut. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan peringkat
kedua di Indonesia setelah katarak. Kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat
menetap, tidak sepeti katarak yang bisa dipulihkan dengan pembedahan.
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang paling sering terjadi pada anak
dan merupakan penyebab penting pada anak. Glukoma kongenital terjadi karena
saluran pembuangan tidak terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama
sekali. Glaukoma kongenital terbagi menjadi dua, yaitu :
• Tipe infantile
• Tipe yang berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya.

Tanda dan gejala klinis glaukoma kongenital ini mencakup tiga tanda klasik
berupa:
1. Epifora
2. Fotofobia
3. Blefarospasme
Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital akut sebaiknya dilakukan pada
anastesi umum. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mata luar, tajam
penglihatan, tonometri, gonioskopi, oftalmoskopi dan ultrasonografi.
Glaukoma kongenital primer, dihitung kira-kira 50-70% dari glaukoma
kongenital, terjadi kurang pada glaukoma dewasa primer dan jarang terjadi (1:10.000
kelahiran)
Glaukoma kongenital terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir.
Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak
dalam kandungan kira-kira saat janin berumur tujuh bulan. Komplikasi glaukoma
yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan sepanjang hidup. Prognosis buruk
terjadi pada bayi dengan peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir. Pada kasus
yang tidak diobati, kebutaan timbul dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. ANATOMI SUDUT FILTRASI

Gambar 1. Anatomi Badan Siliar

Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan drainase


humor aqueous. Sudut ini terdapat didalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane descemet dan
membrane bowman, akhir dari membrane descemet disebut garis schwalbe.
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabut yang berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju kebelakang

mengelilingi kanalis Schlem untuk berinsesi pada sclera.

2. Trabekula uveal
Serabut yang berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral
spur (insersi dari M.Ciliaris) dan sebagian ke M.Ciliaris meridional.
Serabut yang berasal dari akhir membrane descemet (garis schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat M.Ciliaris radialis dan sirkularis .
3. Ligamentum pegtinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya


diliputi oleh endotel. Keseluruhannya merupakan sponge yang tembus pandang,
sehingga bila ada darah didalam kanalis schlem, dapat terlihat dari luar.
Kanalis schlem merupakan kapiler yang dimodofikasi, yang mengelilingi

kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm. pada dinding

sebelah dalam, terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung anatar

trabekula dan kanalis schlem. Dari kanalis schlem keluar saluran kolektor 20-30 buah,

yang menuju ke plexus vena didalam jaringan schlera dan episklera dan vena Ciliaris

anterior di badan siliar.

III. FISIOLOGI HUMOR AQUEOUS

Gambar 2. Drainase Aqueous Humor

Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aqueous


dan tahanan terhadap aliran keluarnya humor aqueous. Humor aqueous adalah suatu
cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata. Dan volumenya adalah
sekitar 250 ml/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisi humor aqueous serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan
glukosa yang lebih rendah.
Humor aqueous diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma procesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan procesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera posterios, humor aqueous
mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu kejalinan terbekula disudut kamera
anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran differential komponen-komponen
dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraokuler dapat menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor aqueous plasmoid dan sangat
mirip dengan serum darah.
Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastic yang
dibungkus oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-
pori semaking mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot ciliaris
melalui insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori dijalinan
tersebut sehingga kecepatan drainase humor aqueous juga meningkat.
Aliran humor aqueous kedalam kanalis schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transeluler siklik dilapisan endotel. Saluran efferens dari
kanalis schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aquous) menyalurkan
cairan kedalam system vena. Sejumlah kecil humor aqueous keluar dari mata antara
berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sclera (aliran uveo scleral)

IV. DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Glaukoma merupakan kelompok penyakit yang biasanya memilik satu

gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif yang disebabkan

karena peningkatan tekanan intraokuler. Sebagai akibatnya akan terjadi gangguan

lapang pandang dan kebutaan.

Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang perifer pada

tahap awal dan kemudian akang mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini dapat

tidak bergejala karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma dapat diobati

jika dapat terdeteksi secara dini.

Berdasarkan gangguan aliran humor aqueous, glaukoma diklasifikasikan


menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Sedangkan
berdasarkan adanya keadaan lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraokuler, glaukoma dibedakan menjadi glaukoma primer dan sekunder.
Glaukoma kongenital adalah suatu glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-

anak akibat penutupan dari sudut iridokorneal oleh suatu membran yang dapat

menghambat aliran dari humor aqueous sehingga dapat meningkatkan tekanan intra

okuler. Kondisi ini progresif dan biasanya bilateral dan dapat merusak saraf optik.

Glaukoma kongenital primer atau infantile terjadi saat lahir atau dalam tahun
pertama kehidupan. Kondisi ini terjadi karena abnormalitas pada perkembangan

anterior chamber angle yang menghambat aliran aqueous pada ketiadaan anomali

sistemik atau malformasi okular lainnya. Glaukoma infantile sekunder berhubungan

dengan inflamasi, neoplastik, hamartomatus, metabolik, atau abnormalitas kongenital

lainnya. Glaukoma juvenile primer disadari kemudian pada masa kanak-kanak

(umumnya setelah umur tiga tahun) atau pada awal masa dewasa.

Glaukoma kongenital dapat dibagi menjadi :

1. Glaukoma Kongenital Primer (Trabekulodisgenesis)


Glaukoma kongenital primer terjadi akibat terhentinya perkembangan struktur
sudut kamera anterior pada usia janin sekitar tujuh bulan. Iris mengalami hypoplasia
dan berinsersi ke permukaan trabekula di depan taji sklera yang kurang berkembang,
sehingga jalinan trabekula terhalang dan timbul gambaran suatu membrane
(membrane barkan) menutupi sudut. Sebagian besar pasien datang pada usia tiga
sampai sembilan bulan.
Terapi pilihan ada goniotomi. Goniotomi sekali atau berulang menghasilkan
kontrol permanen atas tekanan intraokular pada 85% kasus. Pada pasien yang datang
lebih lambat, goniotomi kurang berhasil dan mungkin perlu dilakukan trabekulektomi.
Prognosis penglihatan menjadi lebih buruk.

2. Anomaly Perkembangan Segmen Anterior


Kelompok penyakit ini jarang terjadi, mencerminkan suatu spektrum gangguan

perkembangan segmen anterior yang mengenai sudut COA, iris, kornea dan kadang-

kadang lensa. Biasanya terdapat sedikit hypoplasia stroma anterior iris, disertai

adanya jembatan-jembatan filament terbentuk di perifer dan berhubungan dengan

garis schwalbe yang mencolok dan tergeser secara aksial embriotokson posterior,

penyakit yang timbul dikenal sebagai sindrom axenfeld. Hal ini mirip dengan

trabekulodisgenesis pada glaukoma kongenital primer.

Apabila perlekatan iridokorneanya lebih luas yang disertai oleh disrupsi iris,

dengan polikoria serta anomaly tulang dan gigi, timbul apa yang disebut sindrom

Rieger (suatu contoh disgenesis iridotrabekulo). Apabila perlekatannya antara iris


sentral dan permukaan posterior sentral kornea, penyakit yang timbul disebut anomaly

peter. Penyakit-penyakit ini biasanya diwariskan secara dominan, walaupun

dilaporkan ada kasus-kasus sporadik.

Angka keberhasilan goniotomi jauh lebih rendah pada kasus-kasus ini, dan

mungkin dianjurkan trabekulektomi. Banyak pasien memerlukan terapi glaukoma

medis jangka panjang dan prognosis pasien untuk mempertahankan fungsi penglihatan

yang baik meragukan.

3. Aniridia
Aniridia disebabkan oleh kelainan pada gen PAX6 pada kromosom 11. Gambaran
khasnya adalah iris tidak berkembang (vestigial). Dapat ditemukan deformitas mata
yang lain, misalnya katarak kongenital, distrofi kornea, dan hypoplasia fovea.
Penglihatan biasanya buruk. Timbul sebelum masa remaja. Dapat ditemukan sporadik
dan biasanya berhubungan dengan tumor Wilms
Apabila terapi medis tidak efektif, goniotomi atau trabekulektomi kadang-kadang
dapat menormalkan tekanan intraocular. Sering diperlukan tindakan operasi filtrasi,
tetapi prognosis penglihatan jangka panjang buruk.

V. EPIDEMIOLOGI

Glaukoma pada anak bersifat heterogen. Glaukoma kongenital primer,


dihitung kira-kira 50%-70% dari glaukoma kongenital, terjadi kurang daripada
glaukoma dewasa primer dan jarang terjadi (1 dalam 10.000 kelahiran). Dari kasus
glaukoma pediatric 60% didiagnosa pada umur 6 bulan dan 80% dalam tahun pertama
kehidupan. Perkiraan 65% pasien adalah laki-laki dan terjadi bilateral dalam 70%
kasus.
Meskipun ada dugaan tentang adanya suatu autosomal dominan inheritan,
kebanyakan pasien memperlihatkan pola resesif dengan penetran variabel atau
inkomplit, dan kemungkinan multifaktorial inheritan. Beberapa tipe glaukoma juvenil
yang mempunyai pola autosomal dominan inheritan dikelompokkan pada kromosom
IQ 21 - 31. Beberapa kasus glaukoma kongenital primer dihubungkan dengan
penyusunan kembali pola kromosom, awal kekacauan ini bervariasi. Sebelum adanya
terapi operasi yang efektif, kasus terburuk dengan penyakit ini hampir selalu
menyebabkan kebutaan.
Beberapa pasien dengan glaukoma kongenital, infantil atau juvenil
kemungkinan juga menderita Axenfeld, Rieger Syndrom, Aniridia, atau kekacauan
multi sistemik genetik. Semua pasien glaukoma anak dan pasien dewasa yang
menderita glaukoma pada masa anak-anak harus dievaluasi oleh seorang ahli genetik
untuk tujuan konseling.

VI. ETIOLOGI

Kelainan ini akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut


bilik mata pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal schlemm
dan saluran keluar cairan mata yang tidak sempurna terbentuk. Glaukoma kongenital
juga berhubungan dengan penyakit kongenital lainnya. Seperti Sturge-Weber
syndrome, neurofibromatosis, Lowe syndrome, Pierre Robin syndrome/sequence,
Marfan syndrome, homocystinuria, aniridia, Axenfeld anomaly, dan Reiger syndrome.

VII. FAKTOR RESIKO

1. Riwayat penderita glaukoma pada keluarga


Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai risiko 6 kali lebih besar mengalami glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.

2. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang
memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui bahwa anda
pemakai obat-abatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan memeriksakan diri
anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma.

VIII. PATOFISIOLOGI

Glaukoma jenis ini terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir.
Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal
sejak dalam kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Pada glaukoma
ini, sejak lahir penderita memiliki bola mata yang besar yang disebut
buftalmos. Buftalmos disebabkan oleh kenaikan TIO saat masih dalam
kandungan dan mendesak dinding bola mata bayi yang masih lentur, akibatnya
sklera menipis dan kornea akan membesar dan keruh. Bayi akan takut melihat
cahaya karena kornea yang keruh akan memecah sinar yang datang sehingga
bayi merasa silau. Bayi cenderung rewel, karena peningkatan TIO
menyebabkan rasa tegang dan sakit pada mata.
Karena penemuan gambaran histopatologis pada glaukoma infantile
bervariasi, banyak teori yang telah dikemukakan dan dibagi dalam 2 kelompok
utama. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa kelainan pada sel atau
membrane trabecular meshwork merupakan mekanisme patologi primer.
Kelainan ini digambarkan sebagai salah satu anomaly impermeable trabecular
meshwork atau suatu membrane yang menutupi trabekula meshwork. Peneliti
lain menegaskan suatu kelainan segmen anterior yang lebih meluas. Termasuk
kelainan insersi muskulus siliaris.
Perkembangan glaukoma yang dihubungkan dengan anomaly dengan
anomaly glaukoma mungkin berhubungan dengan abnormalitas okuler lain,
seperti kondisi berikut :
• Mikroptalmos
• Anomaly kornea (Mikro kornea, kornea plana, sklerokornea)
• Disgenesis segmen anterior (Axenfeld-rieger sindrom dan peter sindrom)
• Aniridia
• Anomaly lensa (Dislokasi, Mokrospherophakia)
• Hyperplasia persistern vitreus primer
IX. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Karakteristik dari glaukoma kongenital mencakup tiga tanda klasik pada bayi
baru lahir, yaitu:
- Epifora
- Fotofobia
- Blefarospasme,

Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir, didiagnosis pada 6 bulan


pertama (70% kasus) dan akhir tahun pertama (80% kasus). Penyakit ini lebih sering
mengenai anak laki-laki (65% kasus) dibandingkan anak perempuan, dan pada 70%
kasus mengenai kedua mata (bilateral). Pada beberapa kasus diturunkan secara
herediter. Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai
fotofobia, pengurangan kilau kornea, dan pembesaran bola mata (buftalmus). Pupil
juga tidak berespon terhadap cahaya. Peningkatan tekanan intra ocular adalah tanda
cardinal. Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma merupakann kelainan yang
terjadi relatif dini dan terpenting.
Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah kornea (melebihi

11,5mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membrane descemet, dan

peningkatan kedalaman kamera anterior (disertai oleh peningkatan generalisata

segmen anterior mata) serta edema dan kekeruhan stroma kornea. Terjadi peningkatan

panjang aksial yang dihubungkan dengan umur, dan peningkatan cup/disk ratio lebih

dari 0,3. Gambaran kornea berawan juga ditemukan

X. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital akut sebaiknya dilakukan dalam


anestesi umum. Untuk menentukan seseorang menderita glaukoma maka dokter akan
melakukan beberapa pemeriksaan. Berbagai alat diagnostik tambahan untuk
menentukan ada atau tidak adanya glaukoma pada seseorang dan berat atau
ringannya glaukoma yang diderita, serta dini atau lanjut glaukoma yang sedang
diderita seseorang.
Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan mata luar.

Gambar 4. Buphtalmos dan Epifora


Pada pemeriksaan mata luar akan ditemukan buphtalmos yaitu
pembesaran diameter kornea lebih dari 12 m pada tahun pertama kelahiran.
Diameter kornea normal adalah 9,5-10,5 mm pada bayi cukup bulan dan lebih
kecil pada bayi prematur. Edema kornea dapat terjadi mulai dari agak kabur
sampai keruh pada stroma kornea karena kenaikan IOP. Edema kornea terjadi
ada 25% bayi baru lahir dan lebih dari 60% pada umur 6 bulan. Robekan pada
membrane Descemet disebut Haab’s striae dapat terjadi terjadi karena regangan
kornea.

2. Tajam penglihatan
Tajam penglihatan dapat berkurang karena atrofi nervus optikus,
kekeruhan kornea, astigmat, ambliopia, katarak, dislokasi lensa, atau ablasio
retina. Ambliopia dapat disebabkan oleh kekeruhan kornea atau kesalahan
refraktif.
Pembesaran mata dapat menyebabkan terjadinya myopia, dimana
robekan pada membrane Descemet dapat menyebabkan astigmat yang besar.
Penilaian yang tepat dapat mencegah atau mengobati ambliopia seharusnya
dilakukan sedini mungkin.
3. Tonometri
Tonometri merupakan pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola
mata seseorang berdasarkan fungsinya dimana tekanan bola mata merupakan
keadaan mempertahankan mata bulat sehingga tekanan bola mata yang normal
tidak akan memberikan kerusakan saraf optik. Batas tekanan bola mata tidak
sama pada setiap individu, karena dapat saja tekanan ukuran tertentu
memberikan kerusakan pada papil saraf optik pada orang tertentu. Untuk hal
demikian yang dapat kita temukan kemungkinan tekanan tertentu memberian
kerusakan.
Dengan tonometer Schiotz tekanan bola mata penderita diukur.
Pengukuran IOP pada beberapa bayi berumur dibawah 6 bulan dapat dilakukan
tanpa menggunakan anestesi umum atau sedative yaitu dengan melakukan
pengukuran ketika bayi itu tidur atau makan. Bagaimana evaluasi yang kritis
pada bayi memerlukan pemeriksaan dalam anestesi. Banyak bahan anestesi
umum atau sedative yang dapat menurunkan IOP kecuali ketamin yang
menaikkan IOP. Sebagai tambahan, bayi dapat mengalami dehidrasi dalam
persiapan untuk anestesi umum, yang juga menurunkan IOP. Semakin dalam
anestesi, semakin turun IOP. Nilai normal IOP pada bayi dalam anestesi sekitar
10-15 mmHG, tergantung dari tonometernya.

Dikenal 4 bentuk cara pengukuran tekanan bola mata:


 Palpasi, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif
 Identitas tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea
 Aplanasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea
 Tonometri udara (air tonometri), kurang tepat karena dipergunakan di ruang
terbuka

Pada keadaan normal tekanan bola mata tidak akan mengakibatkan


kerusakan pada papil saraf optik. Reaksi mata tidak sama pada setiap orang,
sehingga tidaklah sama tekanan normal pada setiap orang. Tujuan pemeriksaan
dengan tonometer atau tonometri untuk mengetahui tekanan bola mata
seseorang. Tonometer yang diteruh pada permukaan mata atau kornea akan
menekan bola mata ke dalam. Tekanan ke dalam ini akan mendapatkan
perlawanan tekanan dari dalam bola mata melalui kornea.

4. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu metode pemeriksaan sudut untuk mengetahui sudut
drainase mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing. Tes ini penting untuk menentukan apakah sudut terbuka,
tertutup, atau sempit dan menyingkirkan penyebab lain yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. Pada gonioskopi dipergunakan goniolens dengan
suatu sistem prisma dan penyinaran yang dapat menunjukkan keadaan sudut bilik
mata.
Gonioskopi sebaiknya dilakukan dalam anestesi. Pada glaukoma kongenital
primer, bilik anteriornya dalam dengan struktur iris yang normal, insersi iris yang
tinggi dan datar, kehilangan sudut, hipoplasia iris perifer, penebalan uveal
trabekula meshwork. Sudut biasanya terbuka, dengan insersi yang tinggi dari akar
iris seperti garis yang berlekuk sebagai hasil dari jaringan yang abnormal dengan
penampilan yang berlekuk ssebagai hasil dari jaringan yang abnormal dengan
penampilan yang berkilauan. Jaringan ini menahan iris perifer anterior. Sudut ini
biasanya avaskular, tapi putaran pembuluh dari lingkaran arteri mayor dapat
dilihat di atas akar iris.
Dapat dinilai besar dan terbukanya sudut:
• Derajat 0, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak, kornea
dengan iris, disebut sudut tertutup
• Derajat1,½ bagibilan tidtrabekulumterlihat sebelah
belakang, dan garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit. Sudut
sangat sempit sangat mungkin menjadi sudut tertutup
• Derajat 2, bila sebagian kanal Schlemm terlihat disebut sudut sempit
sedang kelainan ini mempunyai kemampuan untuk tertutup
• Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlem masih terlihat termasuk
skleral spur, disebut sudut terbuka. Pada keadan ini tidak akan terjadi sudut
tertutup
• Derajat 4, bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka
5. Oftalmoskopi
Pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan
oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik didalam mata dan akan
dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf
optik dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari cup saraf optik pun
dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma. Pada
glaukoma kongenital biasanya serat optik abnormal. Variasi cup bisa
diperlihatkan, biasnya bentuk anular. Visualisasi dari optik disk dapat difasilitasi
dengan menggunakan optalmoskop direk dan gonioskop direk atau fundus lensa
pada kornea.
Papil nervus optikus pada bayi berwarna pink dengan cup kecil yang fisiolgis.
Cupping glaukoma pada masa kanak-kanak menyerupai cupping pada dewasa,
dengan hilangnya jaringan neural pada kutub anterior dan posterior. Pada masa
kanak-kanak, kanal sclera membesar sebagai respon kenaikan IOP, menyebabkan
pembesaran dari cup. Cupping dapat reversibel bila IOP rendah, dan cupping yang
progresif menunjukkan kontrol yang jelek terhadap IOP. Perlu dilakukan
fotografik pada disc optik.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat terlihat:
• Kelainan papil saraf optik
• Saraf optik pucat atau atrofi
• Sarafoptik bergaung
• Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna
hijau
• Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar

6. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat berguna dalam pemantauan progresivitas glaukoma
dengan merekam peningkatan panjang axial. Peningkatan panjang axial dapat
reversibel seiring penurunan IOP, tapi pembesaran kornea tidak dapat menurun
seiring penurunan IOP.

7. Pemeriksaan Lapang Pandang


Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan
tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri
tidak spesifik, karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang
dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan
pandang, sifat progresifitasnya, dan hubungannya dengan kelinan-kelainan diskus
optikus adalah khas untuk penyakit ini.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya
bintik buta. Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma
adalah layar singgung, perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan
perimeter otomatis.

8. Tes Provokasi
Tes provokasi : dilakukan pada keadaan yang meragukan.
1) Tes minum air : penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.
Kemudian disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokuler
diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikkan tensi 8 mmHg atau lebih,
dianggap mengidap glaukoma.
2) Pressure congestion test : pasang tensimeter pada ketinggian 50 – 60 mmHg,
selama 1 menit. Kemudian ukur tensi intraokulernya. Kenaian 9 mmHg atau
lebih mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
3) Kombinasi tes air minum dengan pressure congestion test : setengah jam
setelah tes minum air dilakukan pressure congestion test. Kenaikan 11 mmHg
mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg atau lebih pasti patologis.
4) Tes steroid : diteteskan larutan dexamethasone 3 – 4 dd gtt 1, selama 2
minggu.
5) Kenaikan tensi intraoluler 8 mmHg menunjukkan glaukoma.

XI. DIAGNOSIS BANDING


Dibawah ini terdapat beberapa diagnosIS banding menurut tanda dan
gejala glaukoma infantile :
1. Air mata yang banyak
a. Obstruksi duktus nasolacrimal
b. Defek epitel kornea
c. Konjungtivitis
2. Pembesaran kornea
a. X-linked megalokornea
b. Myopia tinggi
c. Eksoftalmos
3. Kekeruhan kornea
a. Trauma waktu lahir
b. Penyakit inflamasi kornea
c. Distrofi herediter kornea kongenital
d. Malformasi kornea (tumor dermoid, sklerokornea, peter anomaly)
e. Keratomalasia
f. Gangguan metabolik yang dihubungkan dengan abnormalitas
kornea (mucopolisakaridosis, liposis kornea, cystinosis, penyakit
von Glerke)
g. Gangguan kulit yang mempengaruhi kornea (ichtyosis kongenital
dan diskeratosis congenital)
4. Abnormalitas nervus optikus
a. Fistula pada nervus optikus
b. Coloboma nervus optikus
c. Hypoplasia nervus optikus
d. Malformasi nervus optikus

XII. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan tajam penglihatan.

Peninggian tekanan bola mata yang menetap akan memberikan prognosis kearah

rusaknya N. Optikus dan perubahan-perubahan permanen dari kornea yang akan

mengganggu penglihatan. Pengontrolan tekanan bola mata adalah tujuan utama dari

pengobatan. Bayi atau anak yang dicurigai mempunyai glaukoma kongenital harus

dilakukan pemeriksaan sesegera mungkin dengan nakrose, terhadap besarnya kornea,

tekanan bola mata, cup/disk ratio dari N>Optikus, dan sudut COA dengan gonioskopi

Pengobatan glaukoma kongenital primer yang essensial adalah pembedahan.

goniotomi direkomendasikan pada anak lebih kecil dari 2-3 tahun dengan kornea
jernih. Trabekulektomi direkomendasikan anak lebih dari 2-3 tahun dan pada semua

umur dengan kornea berkabut yang menghalangi visualisasi adekuat. Jika kedua cara

ini gagal, kombinasikan trabekulektomi dengan trabekulektomi dan antimetabolik,

atau dapat dicoba glaucoma valve-shunt. Jika cara ini juga gagal, dapat dilakukan

cyclodestruktif dengan laser. Hal ini dianjurkan secepat mungkin setelah diagnosis

ditegakkan dan sering dilakukan pada hari kedua atau ketiga pada pasien baru lahir

dengan glaukoma.

Pembedahan lebih dipilih karena masalah pada penggunaan obat, kurangnya

pengetahuan tentang kumulatif dan efek sistemik obat pada bayi, respon yang jelek

dari obat- obat seperti antagonis beda adrenergic atau carbonic anhydrase inhibitor

dapat digunakan dahulu sebelum pembedahan untuk mengontrol IOP dan

menjernihkan kornea yang berkabut. Obat-obat ini harus digunakan dengan hati-hati

dan dosis menurut berat badan anak untuk mencegah efek samping obat seperti apneu

dan hipotensi. Pembedahan mempunyai angka kesuksesan yang tinggi dan rendahnya

insiden komplikasi. Operasi yang pertama mempunyai peluang sukses yang besar.

Jika terjadi komplikasi, seperti hemoragi dan bilik sempit, kesempatan untuk

mengobati anak dapat hilang.

XIII. KOMPLIKASI

Komplikasi dari penyakit glaukoma kongenital dan gejala sisa yang


ditimbulkan antara lain seperti: kebutaan yang berat, fotophobia, hiperlakrimasi,
tekanan intraokular yang meningkat, blefarospasme, ambliopia (mata malas), ablatio
retina, astigmatisme (kornea yang iregular) dan dislokasi lensa.
Komplikasi serius akibat intervensi operasi meliputi hifema, infeksi,
kerusakan lensa dan uveitis. Bahkan setelah tekanan intraokular dapat dikontrol,
kurang lebih 50% anak tidak mencapai visus lebih dari 20/50. Pengurangan tajam
penglihatan bisa dihasilkan dari edema kornea yang menetap, nistagmus, ambliopia
atau kelainan refraksi yang luas.
XIV. PROGNOSIS DAN FOLLOW UP

Prognosis glaukoma kongenital adalah baik dalam 80%-90% pada pasien yang
ditangani lebih awal. Prognosis paling baik terlihat pada bayi dengan operasi
trabekulodisgenesis antara umur dua bulan sampai delapan bulan. Prognosis buruk
terjadi pada bayi dengan peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir. Pada
kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul dini. Mata mengalami peregangan hebat
dan bahkan dapat rupture hanya akibat trauma ringan. Pencekungan diskus optikus
khas glaukoma relatif cepat, yang menekankan perlunya terapi segera.
Prognosis glaukoma kongenital dipengaruhi lama berlangsungnya (durasi)
glaukoma kongenital, kemungkinan komplikasi glaukoma kongenital, kemungkinan
hasil, prospek untuk pemulihan, periode pemulihan untuk glaukoma kongenital,
tingkat kelangsungan hidup, angka kematian, dan kemungkinan hasil lain dalam
pronosis keseluruhan glaukoma kongenital.
Prognosis jangka panjang mengalami peningkatan yang besar seiring dengan
perkembangan teknik operasi yang efektif, terutama pada pasien yang asimptomatik
pada saat lahir dan memperlihatkan onset gejala sebelu usia 24 bulan. Jika gejala
terlihat saat lahir atau jika penyakit didiagnosis sesudah usia 24 bulan, harapan
operasi untuk mengontrol IOP nya selalu terkontrol, kemungkinan bisa terjadi
komplikasi lambat seperti ambliopia, strabismus, anisometropia, katarak dan
glaukoma rekuren pada mata affected dan unaffected beberapa tahun kemudian.
BAB III
KESIMPULAN

KESIMPULAN
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokuler (TIO)
yang (relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan
atrofi papil saraf optik. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang paling sering
terjadi pada anak dan merupakan penyebab penting kebutaan pada anak. Glaukoma
kongenital terjadi karena saluran pembuangan yang tidak terbentuk dengan baik atau
bahkan tidak terbentuk sama sekali, glaukoma kongenital dibagi menjadi dua :
1. Tipe infantile
2. Tipe yang berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya.

Tanda dan gejala linis glaukoma kongenital ini mencakup 3 tanda klasik berupa :
1. Epifora
2. Fotofobia
3. Blefarospasme

Pemeriksaan klinis pada kongenital akut sebaiknya dilakukan dalam anasthesi


umum. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mata luar, tajam penglihatan,
tonometry, gonioskopi, oftalmoskopi, ultrasonografi, pemeriksaan lapang pandang,
dan test provokasi.
Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan
sepanjang hidup. Komplikasi serius akibat intervensi operasi meliputi hifema,
infeksi, kerusakan lensa, dan uveitis. Komplikasi dari penyakit glaukoma kongenital
dan gejala sisa yang ditimbulkan antara lain seperti :
1. Kebutaan yang berat
2. Fotofobia
3. Hiperlakrimasi
4. Tekanan intraokuler yang meningkat
5. Blefarospasme
6. Amblyopia (mata malas )
7. Ablasio retina
8. Astigmatisme dan dislokasi lensa.
Prognosis glaukoma kongenital adalah baik bila ditangani lebih awal. Prognosis
paing baik terlihat pada bayi dengan operasi trabekulodisgenesis antara umur 2-8
bulan. Prognosis buruk terjadi pada bayi dengan peningkatan TIO dan kekeruhan
kornea saat lahir. Pada kasus yang tidak diobati timbul kebutaan dini.
DAFTAR PUSTAKA

a) Ilyas S. Glaukoma, dalam : Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi II. Penerbit FK-
UI, Jakarta, 2001.
b) Glaucoma. In : Basic and Clinical Science Course. Last Major Revision 200-2001.
Section 10. American Academy of Ophthalmology, The Eye M.D Association.
United States of America.
c) Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan III. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 1983.
d) Vaughan DG, Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Penerbit Widya Medika,
Jakarta, 2000.
e) http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=59087&pf
=3&page=1
f) http://www.glaucoma-association.com/nqcontent.cfm?
a_id=1706&lang=am&tt=article
g) http://emedicine.medscape.com/article/1206081-overview
h) http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=gene&part=glc
i) http://www.rcophth.ac.uk/docs/publications/paed-patient-
information/CongenitalGlaucomaLeaflet.pdf
j) http://www.webmd.com/parenting/baby/primary-congenital-glaucoma
k) http://www.cipladoc.com/html/ophthalmology/publications/quickcards/QC 5.pdf
l) http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/cases/42-Primary-Congenital-
Glaucoma-Infantile-Glaucoma.htm
m) http://www.childrensglaucoma.com/_articles/Pri_Cong_Glau.pdf
n) http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/glaucoma
o) GlaucomaHereditary-FRenPro3563.pdf
p) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6399/1/10E00177.pdf
q) http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/patients/pi/416
r) http://www.formulamedical.com/topics/Head&Neck/glaucoma%20congenit
al.htm
s) http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3038500/?report=article

Anda mungkin juga menyukai