Anda di halaman 1dari 39

REFERAT ILMU PENYAKIT MATA GLAUKOMA

Disusun oleh: Oktavia Mardiani Soba (11-20011-079) Dokter Pembimbing: Dr. Sri Harto, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MATA RSAU Dr.Esnawan Antariksa 21 JANUARI 2013 23 FEBRUARI 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nyalah maka referat ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing dr. Sri Harto Sp.M serta teman-teman sejawat kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata. Referat ini mengangkat tema tentang glaukoma. Penulis mengharapkan agar referat ini dapat membantu penatalaksanaan glaukoma secara holistik dengan menilai seluruh unsur di dalamnya. Semoga referat ini dapat berguna bagi pembaca untuk menambah pengetahuan mengenai glaukoma. Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan referat ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas kesediaannya untuk membaca referat ini.

Jakarta, Februari 2013

Penyusun

BAB 1 PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih. Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan sesudah katarak (prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian; glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuler glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 ANATOMI

Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork. Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus siliaris yang membentuk aqueous humor. Prosesus siliaris memiliki dua lapis epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi aqueous humor. Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran aqueous humor. Struktur ini terdiri dari Schwalbes line, trabecular meshwork dan scleral spur. Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik. Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu uvea meshwork (bagian paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan terbesar) dan juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Juxtacanalicular meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis Schlemm.

Gambar 1. Struktur trabecular meshwork.

Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan tipis jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola berukuran besar, yang diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan gradien tekanan intraokuli. Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena episklera untuk selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmikus superior. Selain itu, aqueous humor juga akan dialirkan ke vena konjungtival, kemudian ke vena palpebralis dan vena angularis yang akhirnya menuju ke vena ophtalmikus superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, aqueous humor akan bermuara ke sinus kavernosus.

2.2. FISIOLOGI HUMOR AQUEOS Aqueous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 L/menit dan mengisi bilik anterior sebanyak 250 L serta bilik posterior sebanyak 60 L (Solomon,2002). Aqueous humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan-jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga integritas struktur mata. Aqueous humor juga menjadi media transmisi cahaya ke jaras penglihatan

Tabel 1 Perbandingan Komposisi Aqueous Humor, Plasma dan Vitreous Humor

Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif, ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan penting dalam produksi aqueous humor dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan

di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan gradien elektron Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama, yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/ uveoscleral outflow. Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular. Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan.

Gambar 2. Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan).

Gambar 3: Normal outflow aqueous humor. (a) melalui trabekular; (b) melalui uveoskleral; (c) melalui iris

Gambar 4. Fisiologi aqueous humor, mengalir dari sel non pigmen dari epitel korpus siliaris (A) menuju ke arah konjungtiva (D), aqueous humor memiliki dua tahanan yaitu dari pupil (B) dan tahanan dari trabekular (C).

2.3

TEKANAN INTRAOKULI

Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan fluktuasi harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan penglihatan yang normal yang menjamin kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara kornea dengan lensa dan lensa dengan retina. Homeostasis tekanan intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya. Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Tekanan intraokuli kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal. Pada malam hari, karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi peningkatan resistensi vena episklera sehingga tekanan intraokuli meningkat. Kemudian kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga tekanan intraokuli kembali turun. Variasi nomal antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi aqueous humor, resistensi permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh, irama sirkadian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan.

2.4

DEFINISI Glaukoma merupakan kelompok penyakit yang biasanya memiliki satu gambaran berupa

kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif yang disebabkan karena peningkatan tekanan intraokular. Sebagai akibatnya akan terjadi gangguan lapang pandang dan kebutaan. Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang perifer pada tahap awal dan kemudian akan mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini dapat tidak bergejala karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma dapat diobati jika dapat terdeteksi secara dini. 2.5 EPIDEMIOLOGI Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orangorang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih

menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih. Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tinggi. Sekitar 2 % dari penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita. Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan sesudah katarak (prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia 2.6 FAKTOR RESIKO Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah : 1. Tekanan darah rendah atau tinggi 2. Fenomena autoimun 3. Degenerasi primer sel ganglion 4. Usia di atas 45 tahun 5. Keluarga mempunyai riwayat glaukoma 6. Miopia atau hipermetropia 7. Pasca bedah dengan hifema atau infeksi Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah : 1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat 2. Makin tua usia, makin berat 3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering 4. Kerja las, resiko 4 kali lebih sering 5. Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering 6. Tembakau, resiko 4 kali lebih sering 7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering 8. Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering

2.7

KLASIFIKASI GLAUKOMA

Tabel 2. Bentuk-bentuk dari glaukoma secara umum Sugar mengklasifikasikan glaukoma menjadi: 1. Glaukoma primer a. Dewasa - Glaukoma simpleks (glaukoma sudut terbuka, glaukoma kronis) - Glaukoma akut (sudut tertutup) b. Kongenital/juvenil 2. Glaukoma sekunder a. Sudut tertutup b. Sudut terbuka

2.7.1 Glaukoma Sudut Terbuka Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Pada orang normal jalan keluar cairan mata seimbang, sedangkan pada glaukoma sudut terbuka terjadi pembendungan. Bila hal ini terjadi maka cairan akan tertimbun sehingga tekanan bola mata akan meningkat. Pada glaukoma sudut terbuka, cairan mata setelah melalui pupil masuk ke dalam bilik mata depan dan tidak dapat melalui anyaman trabekulum. Keadaan ini mengakibatkan tekanan bola mata naik yang akan merusak saraf optik. Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular yang disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka adalah proses degeneratif di jalinan trabekula, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokular mendahului kelainan-kelainan diskus optikus dan lapangan pandang. Terdapat hubungan yang jelas antara besarnya tekanan intraokular dengan keparahan penurunan penglihatan. Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan tingginya tekanan intraokular masih diperdebatkan. Teori utama memperkirakan adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tekanan intraokular di saraf optikus setinggi lamina kribrosa atau di pembuluh yang memperdarahi ujung saraf optikus. Glaukoma sudut terbuka dapat dalam bentuk primer dan sekunder. Pada glaukoma sekunder maka penyebabnya dapat diketahui, seperti trauma dan penyakit mata lainnya. Pada glaukoma sudut terbuka terjadi perubahan di dalam jaringan mata akibat tekanan yang tinggi merusak serabut penglihatan halus dalam mata yang berguna untuk penglihatan. Sering glaukoma ini tidak memberikan gejala. Biasanya penderita tidak menyadari menderita glaukoma sudut terbuka karena pada permulaannya tidak memberikan keluhan. Pada akhir darn penyakitnya biasanya baru disadari pasien yang mengeluh pada dokternya bahwa penglihatannya mulai kabur. Biasanya glaukoma sudut terbuka mulai timbul keluhan pada usia 40 tahun, walaupun bisa saja terjadi pada usia berapa saja. Penglihatan biasanya baik dan tidak terdapat rasa sakit pada mata. Akan tetapi bila proses berjalan lanjut maka pasien akan merasakan penglihatannya menurun. Benda yang terletak di bagian sentral masih terlihat jelas akan tetapi yang terletak di perifer tidak terlihat sama sekali. Pada keadaan ini lapang penglihatan secara perlahan-lahan menyempit. Bila keadaan ini berlanjut penglihatan akan terus berkurang sehingga dapat menjadi buta sama sekali.

Tekanan bola mata biasanya lebih dari 25 mmHg dan terus-menerus merusak saraf optik sehingga disebut sebagai maling penglihatan. Glaukoma sudut terbuka tidak memberikan keluhan dengan tekanan bola mata yang tinggi perlahan-lahan merusak serabut saraf optik, walaupun tekanan bola mata sudah teratasi penglihatan yang telah hilang tidak dapat diperbaiki lagi. Pada pemeriksaan gonioskopi pemeriksaan sudut bilik mata dengan goniolens dapat dilihat sudut bilik mata depan tempat mengalirnya cairan mata keluar terbuka lebar. Bila sudut ini terbuka lebar sedangkan tekanan bola mata tinggi maka dapat diduga pembendungan cairan mata keluar berada jauh di dalam atau di belakang sudut pengeluaran ini. Daerah penyaringan keluar cairan mata ini disebut anyaman trabekulum. Pada glaukoma sudut terbuka primer tidak terlihat kelainan pada anyaman trabekula akan tetapi mungkin terdapat kerusakan fungsi sel trabekula atau jumlahnya kurang akibat bertambahnya usia. Pendapat lain adanya gangguan dari enzim pada trabekula. Bila telah dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata dan papil saraf optik maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan gonioskopi. Pemeriksaan ini perlu untuk mengetahui apakah glaukoma adalah glaukoma primer sudut terbuka atau sekunder. Gambaran gonioskopi pada glaukoma sudut terbuka primer memberikan susunan anatomi yang normal. Pada glaukoma sudut terbuka primer bila telah terjadi kerusakan sel saraf maka akan berakibat terbentuk skotoma (bercak hitam) disertai penurunan fungsi penglihatan dan lapang pandangan. Bila telah terjadi gangguan penglihatan maka keadaan ini bersifat menetap. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan penyakit kronis yang tidak dapat diobati. Hanya dapat diperlambat dengan pengobatan. Biasanya pengobatan tidak dimengerti pasien karena pasien tidak merasa adanya kelainan pada matanya, apalagi bila harus memakai bermacam obat seumur hidup dengan efek sampingnya. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang efektif maka pengobatan harus dilakukan dini sesuai dengan yang diperlukan.

2.7.2 Glaukoma Sudut Tertutup Glaukoma sudut tertutup dapat terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik sudut kamera anterior (dijumpai terutama pada hipermetrop). Serangan akut biasanya terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan pembesaran lensa

kristalina yang berkaitan dengan penuaan. Terdapat 2 tipe glaukoma sudut tertutup yaitu : akut dan kronis Glaukoma Sudut Tertutup Akut Berbeda dengan glaukoma sudut terbuka primer pada glaukoma sudut tertutup akut tekanan bola mata naik dengan tiba-tiba. Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi penutupan pengaliran keluar cairan mata secara mendadak. Tekanan yang mendadak ini akan memberikan rasa sakit yang sangat, yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa muntah dan mual. Kepala seakan-akan dipukul dengan martil pada sisi mata yang dapat serangan akut. Mata menjadi merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan kabur disertai dengan adanya halo (pelangi disekitar lampu). Biasanya glaukoma sudut tertutup akut ditemukan dokter di ruang darurat rumah sakit. Pemeriksaan rutin gonioskopi dapat dilihat sudut tertutup atau memberikan dugaan seseorang akan mengalami glaukoma sudut tertutup. Pada pasien yang pada pemeriksaan gonioskopi sudut bilik matanya terlihat sempit sebaiknya diperingatkan tanda-tanda akut sehingga is dapat segera mencari pertolongan bila terjadi serangan glaukoma sudut tertutup: Bila telah di atasi tekanan bola mata yang tinggi maka dapat terlihat : Jaringan parut pada trabekula (sinekia) sehingga glaukoma lebih sukar dikontrol Katarak Kerusakan saraf optik sehingga tajam penglihatan akan tetap rusak Serangan glaukoma mudah terjadi pada keadaan Ruang gelap, (bioskop) yang memungkinkan pupil melebar Akibat beberapa obat tertentu (antidepresan, influenza, antihistamin, antimuntah) Obat yang melebarkan pupil Glaukoma akut merupakan suatu keadaan darurat, di mana penglihatan tidak akan kembali bila tekanan tidak clapat diatasi di dalam beberapa jam. Tekanan dapat diturunkan dengan miotika dan obat (asetazolamid) yang mengurangi produksi cairan mata. Bila tekanan bola mata telah turun maka pengobatan yang terbaik adalah tindakan pembedahan seperti iridektomi dengan laser atau pembedahan membuang sebagian iris. Iridektomi membuka aliran dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Iridektomi juga dilakukan pada mata yang belum mengalami serangan akut. Serangan glaukoma akut tidak selamanya berat, dapat ringan yang berulang-ulang. Pasien akan merasakan penglihatan kabur dengan halo (pelangi, cincin) berwarna di sekitar lampu. Tidak ada rasa sakit ataupun

merah. Keluhan ini hilang bila pasien masuk ruang terang atau tidur karena akan terjadi miosis yang mengakibatkan sudut bilik mata terbuka. Glaukoma Sudut Tertutup Kronis. Tidak semua orang dengan glaukoma tertutup akan mengalami serangan akut. Banyak yang mengalami glaukoma sudut tertutup kronis. Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala yang nyata. Pada keadaan ini perlahanlahan terbentuk jaringan parut antara iris dan jalur keluar cairan mata. Tekanan bola mata akan naik bila terjadi gangguan jumlah cairan keluar akibat bertambahnya jaringan parut. Dengan pengobatan pilokarpin maka serangan akut tidak akan terjadi dengan bentuk kronis yang tetap berjalan. Pengobatan hanya menghindarkan kebutaan yang dapat terjadi pada glaukoma. Glaukoma sudut tertutup kronis berjalan perlahan tanpa adanya peringatan. Perlahanlahan penglihatan samping atau perifer berkurang dengan penglihatan sentral masih dapat normal. Penglihatan dapat hilang pada keadaan glaukoma lanjut. Pada glaukoma sudut tertutup kronis keluhan sangat tidak jelas sehingga mereka terlambat untuk mendapatkan perawatan dokter. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter. Lebih sering terdapat pada pasien rabun dekat (hipermetropia). Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal. Makin dangkal bilik mata makin dekat hubungan iris dengan kornea tepi. Pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea. Bila tekanan mata cukup tinggi iris akan lebih terdorong ke depan sehingga makin tertutup jalan keluar cairan mata dan akibatnya dapat menimbulkan serangan glaukoma akut. Iris terletak dekat anyaman trabekula.

2.7.3 Glaukoma Usia Muda Glaukoma di usia muda dikenal dalam 2 bentuk, yaitu glaukoma kongenital dan glaukoma juvenil. 2.7.4 Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital atau infantil dapat tidak disertai kelainan mata lain (primer) dan dapat bergabung dengan suatu sindrom, pasca trauma, pasca operasi, dan radang. Glaukoma kongenital primer disebabkan oleh gagal atau pembentukan tidak normal dari anyaman trabekulum.

Glaukoma ini biasanya berjalan sporadik. Terdapat 10% dengan pola herediter dan diduga bersifat autosomal resesif. Prognosis buruk bila gejala telah terlihat sejak lahir. Biasanya glaukoma kongenital mengenai anak laki. Gejala mulai dilihat oleh ibu pasien dengan tanda-tanda : a. Bola mata membesar b. Edema atau kornea keruh akibat endotel kornea sobek c. Bayi tidak tahan sinar matahari d. Mata berair e. Silau f. Menjauhi sinar dengan menyembunyikan mata dengan bantal Pengobatan atau pembedahan sangat perlu segera dilakukan.

2.7.5 Glaukoma Juvenil Biasanya bersifat herediter yang terdapat pada lengan pendek kromosom 1. Terlihat sebagai glaukoma sudut terbuka pada usia antara 10 - 35 tahun. Biasanya 35% menderita miopia tinggi.

2.7.6 Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder merupakan glaukoma akibat keadaan kesehatan lainnya. Glaukoma sekunder dapat terjadi pada keadaan berikut : a. Katarak imatur ataupun hipermatur. Katarak imatur menimbulkan glaukoma bila terdapat kondisi lensa mencembung (katarak intumesen) akibat menyerap air sehingga mendorong selaput pelangi yang akan menutup sudut bilik mata. Katarak hipermatur mengakibatkan glaukoma akibat lensa yang terlalu matang bahan lensa yang degeneratif akan keluar dari kapsul (bungkusnya) dan menutup jalan keluar cairan mata pada sudut bilik mata (glaukoma fakolitik). b. Cedera mata dapat mengakibatkan perdarahan ke dalam bilik mata depan (hifema) ataupun hal lain yang menutup cairan mata keluar. c. Uveitis, radang di dalam bola mata akan mengakibatkan perlekatan antara iris dengan lensa (sinekia posterior) atau perlekatan antara pangkal iris dan tepi komea (goniosinekia). d. Tumor di dalam mata. e. Diabetes yang membangkitkan glaukoma neovaskular. f. Tetes mata steroid yang dipakai terlalu lama.

2.7.7 Glaukoma tekanan-normal Sebagian kecil pasien dengan kelainan glaukomatosa pada diskus optikus atau lapangan pandang memiliki tekanan intraokular yang tetap di bawah 22 mm Hg. Para pasien ini mengidap glaukoma tekanan normal atau rendah. Patogenesisnya adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kepala saraf optikus. Perdarahan diskus lebih sering dijumpai pada tekanan normal dibandingkan pada glaukoma sudut terbuka primer dan sering menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang. Sebelum diagnosis glaukoma tekanan rendah dapat ditegakkan, sejumlah entitas harus disingkirkan: (1) Episode peningkatan tekanan intraokular sebelumnya, seperti yang disebabkan oleh iridosiklitis, trauma, atau terapi steroid topikal. (2) Variasi diurnal yang besar pada tekanan intraokular dengan peningkatan mencolok, biasanya pada pagi hari. (3) Kelainan postural pada tekanan intraokular dengan peningkatan mencolok saat pasien berbaring datar. (4) Peningkatan tekanan intraokular intermiten seperti pada penutupan sudut subakut. (5) Penyebab kelainan diskus optikus dan lapangan pandang yang lain, termasuk kelainan diskus kongenital dan atrofi didapat akibat tumor atau penyakit vaskular.

2.7.8 Hipertensi Okular Hipertensi okular adalah peningkatan tekanan intraokular tanpa kelainan diskus optikus atau lapangan pandang dan lebih sering dijumpai daripada glaukoma sudut terbuka primer. Angka terbentuknya glaukoma pada para pengidap hipertensi okular adalah sekitar 510 per 1000 per tahun. Risiko meningkat seiring dengan peningkatan tekanan intraokular, bertambahnya usia, riwayat glaukoma dalam keluarga, miopia, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular. Risiko itu juga meningkat pada orang berkulit hitam. Timbulnya perdarahan diskus pada pasien dengan hipertensi okular juga mengindikasikan peningkatan risiko terjadinya glaukoma. Pasien hipertensi okular dianggap tersangka mengidap glaukoma dan harus menjalani pemantauan teratur (satu sampai tiga kali setahun) diskus optikus, tekanan intraokular, dan lapangan pandang.

2.7.9 Glaukoma Absolut Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup) dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.1 Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering dengan mata buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

2.8

GEJALA KLINIS GLAUKOMA Gejala klinis glaukoma dibagi berdasarkan kelainan anatominya, glaukoma sudut

tertutup dan glaukoma sudut terbuka. Tiga kelainan yang terjadi pada glukoma adalah : 1. Peningkatan TIO 2. Kematian serabut saraf optik dan kerusakan diskus optikus 3. Defek lapang pandang yang progresif (mula-mula defek di perifer dulu, seperti melihat lubang kunci)

A. Glaukoma sudut terbuka Penyakit ini merupakan penyakit maling penglihatan yang berjalan perlahan tanpa rasa sakit. Perjalanan penyakit berlangsung tanpa dirasakan dan tanpa teramati akan memberikan kerusakan yang berat pada saraf optik. Penderita pada awalnya tidak menyadari menderita glaukoma karena tidak adanya keluhan, pada akhirnya diketahui penglihatan mulai kabur. Penglihatan kabur ini baru terjadi setelah 3050% saraf pada nervus optikus rusak. Glaukoma ini timbul setelah usia 40 tahun walaupun bisa terjadi pada usia berapa saja. Kerusakan sel saraf juga memberikan gambaran skotoma, disertai penurunan fungsi penglihatan dan lapang pandangan. Hilangnya penglihatan awalnya baru terlihat di perifer kemudian penglihatan terus berkurang hingga buta sama sekali. Tekanan bola mata biasanya > 25 mmHg. Gambaran gonioskopi pada glaukoma sudut terbuka primer memberikan susunan anatomi normal.

B. Glaukoma Sudut Tertutup a) Glaukoma sudut tertutup akut Glaukoma ini merupakan kegawatdaruratan pada mata. Glaukoma akut akan datang mendadak dengan penglihatan sangat kabur, mata merah, disertai rasa sakit hebat sekeliling mata, pelangi di sekitar lampu, mual, dan kadang-kadang muntah. Temuantemuan lain adalah peningkatan mencolok TIO, kamera okuli dangkal, kornea berkabut, pupil terfiksasi berdilatasi sedang, dan injeksi silier. Perhatikan gambar berikut:6

Gambar 5. Mata merah akibat glaukoma akut dengan blok pupil b) Glaukoma Sudut Tertutup Subakut Kunci untuk diagnosa terdapat pada riwayat. Akan dijumpai riwayat serangan nyeri unilateral berulang kemerahan, dan kekaburan penglihatan yang disertai oleh halo disekitar cahaya. Serangan ini sering terjadi pada malam hari dan sembuh dalam semalam. Pemeriksaan diantara serangan hanya memperlihatkan penyempitan sudut kamera anterior. Uji provokatif kamar gelap dapat membantu mengidentifikasi pasien penyempitan sudut mana yang beresiko mengalami sudut tertutup. Pada kasus yang lanjut, akan terdapat sinekia anterior perifer bebercak dan peningkatan tekanan intraokular kronik. c) Glaukoma Sudut Tertutup Kronik Pada glaukoma ini iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar humor akueus tanpa gejala yang nyata. TIO akan meningkat bila terjadi gangguan jumlah cairan mata. Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan TIO, sudut kamera anterior yang sempit disertai sinekia anterior dengan tingkatan yang bervariasi, serta kelainan diskus optikus dan lapangan pandang.

2.9

PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.9.1 Pemeriksaan Bilik Mata Depan Pemeriksaan bilik mata depan adalah dengan cara memberikan sinar secara oblique menuju ke arah iris. Pada mata dengan bilik mata depan yang memiliki kedalaman normal, maka iris teriluminasi secara seragam. Hal tersebut merupakan ciri dari sudut yang terbuka. Pada mata dengan bilik mata depan yang dangkal maka sudutnya sebagian atau keseluruhan akan tertutup, iris menutupi iris sisi lainnya sehingga tidak semua teriluminasi. Perhatikan gambar berikut ini:6

Gambar 6. Evaluasi kedalaman bilik mata depan menggunakan cahaya tangensial. (a.) kedalaman bilik mata depan normal, sehingga iris dapat disinari cahaya dari lateral. (b.) bilik mata depan yang dangkal, sehingga bayangan medial terlihat di iris.

1.

Pemeriksaan dengan Slit Lamp Kedalaman sentral dan perifer dari bilik mata depat harus dievaluasi berdasarkan ketebalan kornea. Bilik mata depan lebih kecil dari tiga kali ketebalan kornea sentral dengan kedalaman perifer kurang dari ketebalan kornea menunjukkan sudut sempit. Pemeriksaan gonioskopi dilakukan untuk memeriksa lebih lanjut. Perhatikan gambar berikut ini: 6

Gambar 7. Pemeriksaan kedalaman bilik mata. Kedalaman bilik mata depan kurang dari ketebalan kornea perifer. Refleks kornea dan pantulan iris menyentuh satu sama lain (busur panah), mengindikasikan bilik mata depan yang dangkal. Indikasi pemeriksaan gonioskopi.6

2.

Gonioskopi Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik

mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing.1,13 Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.1 Pemeriksaan gonioskopi ini dapat mengevaluasi: Sudut terbuka: glaukoma sudut terbuka. Sudut tertutup: glaukoma sudut tertutup. Sudut sempit: faktor risiko untuk glaukoma sudut tertutup. Sudut tertutup; glaukoma sudut tertutup sekunder, misalnya pada neovaskularisasi pada rubeosis iridis. Sudut terbuka, namun dengan deposit sel radang, eritrosit, atau pigmen pada trabekular; menyebabkan glaukoma sudut terbuka sekunder.

Gambar 8. Pemeriksaan gonioskopi dalam menentukan morfologi dan sudut bilik mata depan. 2.9.2 Pemeriksaan Tekanan Bola Mata 1. Palpasi (Tonometri Digitalis) Palpasi membandingkan kedua mata pemeriksa dengan penderita dapat mendeteksi adanya peningkatan tekanan intraokuler. Jika pemeriksa dapat menemukan fluktuasi atau undulasi pada pemeriksan palpasi, maka tekanannya kurang dari 20 mmHg. Namun jika bola mata keras memberikan tanda bahwa tekanan intraokuler meningkat sampai dengan 60-70 mmHg. Perhatikan gambar berikut ini:6

Gambar 9. Pemeriksaan Tonometri Digitalis 2. Pemeriksaan Tonometri Schiotz Pemeriksaan ini mengukur derajat kornea dengan posisi pasien terlentang. Semakin rendah tekanan intraokuler, maka semakin dalam tonometer masuk dan semakin besar pula jarak jarum bergerak. Tonometri ini sering kali menunjukkan angka yang tidak tepat. Sebagai contoh, kekakuan sklera yang berkurang pada pasien miopia menyebabkan tonometri masuk lebih ke dalam. Karena alasan ini, maka tonometri ini digantikan fungsinya dengan tonometri aplanasi. Penggunaan tonometri ini dengan cara memberikan anestesi pada kornea. pemeriksa membuka palpebra dan pasien fokus kepada ibu jari yang ada depan mata. Perhatikan gambar berikut ini:

Gambar 10. Pemeriksaan tonometri Schiotz. Semakin keras bola mata, semakin dangkal indentasi dan semakin kecil pergerakan dari jarum indikator. 3. Pemeriksaan Tonometri Aplanasi Metode ini adalah metode yang paling biasa digunakan dalam mengukur tekanan intraokuler. Pengukuran ini memperbolehkan pemeriksa memeriksa pasien dengan posisi duduk (Metode Goldmann), atau posisi terlentang (Metode Draeger) dalam beberapa detik saja. Dengan metode ini, kekakuan sklera dapat mempengaruhi hasil. Perhatikan gambar berikut ini:

Gambar 11. Tonometri Aplanasi Goldmann

4. Pemeriksaan Tonometri Non-Contact Tonometri elektronik ini langsung menembakkan udara sebesar 3 ms ke arah kornea. Tonometri ini kemudian mencatat pantulan dari kornea dan menghitung tekanan intraokuler berdasarkan deformasi tersebut. Keuntungan dari tonometri ini adalah: Tidak memerlukan anestesi topikal. Pengukuran yang non-kontak menghindari risiko infeksi (mengurangi risiko konjungtivitis). Namun tonometri ini juga memiliki kerugian, yaitu: Kalibrasinya sulit. Pengukuran presisi hanya dimungkinkan dalam range tekanan yang menengah. Tidak dapat digunakan pada sikatriks kornea. Pemeriksaannya tidak nyaman untuk pasien. Udara yang ditembakkan intensitasnya besar. Alat ini lebih mahal daripada tonometer aplanasi.

5. Pengukuran Tekanan Intraokuler Selama 24 Jam Pemeriksaan ini dilakukan untuk menganalisa fluktuasi dari tingkat tekanan intraokuler selama 24 jam terhadap pasien yang dicurigai memiliki glaukoma. Pengukuran satu kali mungkin saja tidak representatif. Nilai dari pengukuran ini dapat dijadikan informasi yang cukup dapat diandalkan.6 Fluktuasi dari tekanan ini mengikuti irama sikardian dari pasien. Nilai tertinggi terjadi pada saat malam atau pagi hari. Pada pasien normal, fluktuasi yang terjadi jarang melebihi 4-6 mmHg. Tekanan intraokuler ini diukur pada pukul 6.00, 12.00, 18.00, 21.00, dan tengah malam. Pengukuran tanpa nilai tengah malam dan pagi hari tidak dapat dijadikan acuan.6

Pada pasien dengan glaukoma yang diterapi dengan tetes mata, perlu diberikan perhatian khusus. Pengukuran sebaiknya dilakukan saat efek obat paling lemah. Perhatikan gambar grafik berikut ini:

Gambar 12. Grafik pengukuran tekanan intraokuler selama 24 jam. Titik berwarna merupakan waktu pengukuran. Waktu pemberian eye drop ditandai dengan tanda panah.

6. Pengukuran Tekanan Intraokuler Mandiri Perkembangan saat ini telah memungkinkan pasien memeriksa tekanan intraokulernya sendiri di rumah seperti pemeriksaan tekanan darah atau gula darah. Dengan tonometer jenis ini memungkinkan pula untuk mendapatkan nilai grafik tekanan intraokuler selama 24 jam pada kasus-kasus risiko tinggi glaukoma akut. Namun pada kasus ini, pasien harus memiliki keterampilan khusus. Sebaiknya pengguna tonometer ini adalah pasien muda yang mudah diedukasi dan dimotivasi.

Gambar 13. Pemeriksaan Tonometri Mandiri 2.9.3 Oftalmoskopi Diskus Optik (Cakram Optik) Cakram optik memiliki fisiologi dengan indensitas yang dikenal sebagai optic cup. Pada peningkatan tekanan intraokuler, optic cup akan membesar dan dapat dievaluasi menggunakan oftalmoskopi. Pemeriksaan stereoskopik dari cakram optik melalui biomikroskop lampu slit yang disesuaian dengan lensa kontak akan memberikan gambaran tiga dimensi. Pemeriksaan cakram optic ini hanya dapat dilakukan jika pupil berdilatasi. Nervus optikus adalah pertanda dari apakah sesorang pernah mengalami glaukoma (glaucoma memory). Mengevaluasi struktur dari nervus ini akan melihat seberapa besar glaukoma yang sudah terjadi dan sudah berapa jauh tingkat kerusakannya. Anatomi normal dari cakram optik ini bervariasi. Namun sebagian besar cakram optik ini memiliki batas bulat tegas yang dapat dibedakan dengan glaukoma. Perhatikan gambar berikut:

Gambar 14. Cakram optik yang berbatas tegas. Sentral dari optic cup berwarna lebih cerah. Dengan mencatat perubahan dari cakram optik ini sebagai pemeriksaan rutin, maka dapat diketahui perjalanan penyakit ini secara jelas. Pada pasien dengan glaukoma akan memberikan gambaran dari destruksi serat nervus, jaringan fibrosa dan jaringan vaskular serta jaringan glial. Atrofi dari bagian tersebut akan meningkatkan ukuran cup dari cakram optik yang dikenal dengan istilah C/D ratio. Perhatikan gambar berikut ini:

Gambar 15. Cakram optik masih berbatas tegas namun tampak pucat (tanda atrofi). Pembesaran optic cup dan hampir menutupi seluruh cakram. Pembuluh darah masuk ke dalam cup akibat peningkatan tekanan intraokuler. 2.9.4 Pemeriksaan Lapang Pandang Deteksi dini dari glaukoma memerlukan juga pemeriksaan lapang pandang, sebaiknya yang dimulai dari stadium awal. Lapang pandang glaukoma biasanya cenderung menurun pada sisi parasentral bagian nasal dan jarang pada lapang pandang inferior yang berhubungan dengan skotoma yang di kemudian hari akan menjadi skotoma absolut. Perhatikan gambar berikut ini:

2.10 1.

PENATALAKSANAAN Terapi Medikamentosa Tujuan pengobatan medis adalah untuk memperoleh TIO terkontrol selama 24 jam

dengan konsentrasi minimum dan jumlah obat dengan efek samping lokal dan sistemik yang minimal. Seleksi awal obat tergantung pada target TIO. Setelah dimulai, terapi glaukoma biasanya untuk seumur hidup. Oleh karena itu, kita harus yakin dengan diagnosis dan terapi yang diberikan.

Tabel 4. Golongan obat penurun tekanan intraokuler beserta mekanismenya.

a.

Agen Osmotik Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intraokuler, pemberiannya

dianjurkan kepada pasien yang tidak mengalami muntah. Pemberian antiemetik dapat membantu mencegah muntah. Agen osmotik oral pada penggunaannya tidak boleh diencerkan dengan cairan atau es, agar osmolaritas dan efisiensinya tidak menurun. Gliserin, dosis efektif 1 - 1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan. Dapat menurunkan tekanan intraokuler dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan dipastikan agen ini bekerja selama 5 - 6 jam. Selama penggunaannya, gliserin dapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap pasien diabetes dan lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskular. Karena agen ini sendiri dapat menyebabkan mual dan muntah. Manitol, merupakan oral osmotik diuretik kuat yang dapat memberikan keuntungan dan aman digunakan pada pasien diabetes karena tidak dimetabolisme. Dosis yang dianjurkan adalah 1 - 2 gram/kgBB dalam 50% cairan. Puncak efek hipotensif okuler terlihat dalam 1 - 3 jam dan berakhir dalam 3-5 jam. Bila intoleransi gastrik dan mual menghalangi penggunaan agen oral, maka manitol dapat diberikan secara intravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit. Manitol dengan berat molekul yang tinggi, akan lebih lambat berpenetrasi pada mata sehingga lebih efektif menurunkan tekanan intraokuler. Maksimal penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian manitol intravena. Ureum intravena, merupakan agen osmotik yang dahulu sering digunakan, mempunyai berat melekul yang rendah. Urea lebih cepat berpenetrasi pada mata, sehingga tidak seefektif manitol dalam menurunkan tekanan intraokuler. Karena agen ini merupakan salah satu alternatif, maka penggunaan urea harus dengan pengawasan yang ketat untuk menghindari komplikasi kardiovaskular.

b.

Karbonik Anhidrase Inhibitor Digunakan untuk menurunkan tekanan intraokuler yang tinggi, dengan

menggunakan dosis maksimal dalam bentuk intravena, oral atau topikal. Asetazolamid, merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat pada glaukoma akut. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan menghambat produksi aqueous humor, sehingga sangat berguna untuk menurunkan tekanan intraokuler secara

cepat, yang digunakan secara oral dan intravena. Asetazolamid dengan dosis inisial 2x250 mg oral, dapat diberikan kepada pasien yang tidak mempunyai komplikasi lambung. Dosis alternatif intravena 500 mg bolus, efektif terhadap pasien dengan gejala mual. Penambahan dosis maksimal asetazolamid dapat diberikan setelah 4-6 jam untuk menurunkan tekanan intraokuler yang lebih rendah. Karbonik anhidrase inhibitor topikal dapat digunakan sebagai terapi awal pada pasien dengan gejala mual muntah. Sekarang diketahui bahwa, karbonik anhidrase inhibitor oral sedikit atau tidak ada sama sekali efek samping sistemik. Menurut pengalaman penulis pemberian karbonik anhidrase inhibitor oral sangat diperlukan dalam pengobatan gloukoma akut. c. Miotik Kuat Pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai terapi awal, diindikasikan untuk mencoba menghambat serangan awal glaukoma akut.

Penggunaannya ternyata tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Hal ini terjadi karena muskulus sfingter pupil sudah iskemik sehingga tidak dapat merespon terhadap pilokarpin. Pilokarpin diberikan satu tetes setiap 30 menit selama 1-2 jam. Pada umumnya respon pupil negatif terhadap serangan yang telah berlangsung lama sehingga menyebabkan atrofi otot sfingter akibat iskemia. d. Beta Blocker Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut tertutup. Beta blocker dapat menurunkan tekanan intraokuler dengan cara mengurangi produksi humor akuos. Timolol merupakan beta blocker nonselektif dengan aktifitas dan konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30 60 menit setelah pemberian topikal. Beta blocker tetes mata nonselektif sebagai inisial terapi dapat diberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian. e. Apraklonidin Merupakan agen alfa2-agonis yang efektif untuk hipertensi okuler, apraklonidin bekerja dengan cara menurunkan produksi aqueous humor dan tidak memberikan efek pada outflow aqueous humor. Apraklonidin 0,5% dan 1%, keduanya telah menunjukkan efektifitas yang sama dan rata-rata dapat menurunkan tekanan intraokuler 34% setelah 5

jam pemakaian topikal. Apraklonidin dapat digunakan pada pengobatan glaukoma akut yang dikombinasikan dengan terapi medis lainnya. Setelah tekanan intraokuler menurun dan miosis pupil telah dicapai, terapi topikal dengan pilokarpin, beta blocker, karbonik anhidrase inhibitor dan apraklonidin dapat diteruskan sampai tindakan operasi dilakukan atau reopening sudut bilik mata. Pemeriksaan ulang gonioskopi harus dilakukan, jika perlu gliserin tetes mata dapat digunakan untuk menjernihkan kornea. Sekarang ini, dilakukan gonioskopi indentasi untuk mendorong akuos dari sentral ke perifer agar sudut yang telah tertutup dapat terbuka kembali. Teknik ini telah diuji sebagai terapi untuk serangan sudut tertutup akut. Meskipun sudut telah sukses membuka kembali dengan gonioskopi indentasi, namun tetap saja tidak dapat menggantikan terapi definitif, yaitu iridektomi perifer.

Gambar 16. Algoritma Penatalaksanaan Glaukoma

2.

Observasi Respon Terapi Merupakan periode penting untuk melihat respon terapi yang dapat menyelamatkan visus penderita, sehingga keputusan harus segera dibuat (paling kurang dalam 2 jam setelah mendapat terapi medikamentosa intensif), untuk tindakan selanjutnya, observasinya meliputi: 1. 2. Monitor ketajaman visus, edema kornea dan ukuran pupil. Ukur tekanan intraokuler setiap 15 menit (yang terbaik dengan tonometer aplanasi). 3. Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama apabila tekanan intraokulernya sudah turun dan kornea sudah mulai jernih. Pada masa observasi ini yang dilihat adalah respon terapi. Respon terapi bisa baik, buruk, ataupun sedang. Bila respon terapi baik, maka akan terjadi perbaikan visus, kornea menjadi jernih, pupil kontriksi, tekanan intraokuler menurun, dan sudutnya terbuka kembali. Pada keadaan ini dapat dilakukan tindakan selanjutnya dengan laser iridektomi. Jika respon terapinya buruk, akan didapatkan visus yang tetap buruk, kornea tetap edema, pupil dilatasi dan terfiksir, tekanan intraokuler tinggi dan sudutnya tetap tertutup. Pada kondisi ini dapat dilakukan tindakan selanjutnya dengan laser iridoplasti. Jika respon terapinya sedang, dimana didapatkan visus sedikit membaik, kornea agak jernih, pupilnya tetap dilatasi, tekanan intraokuler tetap tinggi (sekitar 30 mmHg), sudut sedikit terbuka, pada keadaan seperti ini penanganannya menjadi sulit. Pengulangan indentasi gonioskopi dapat dicoba untuk membuka sudut yang telah tertutup. Bila respon terhadap tindakan tersebut berhasil, dapat dilanjutkan dengan laser iridektomi atau alternatif lainnya seperti laser iridoplasti. Sebelumnya diberikan dahulu tetesan gliserin untuk mengurangi edema kornea supaya visualisasinya jelas. Pada keadaan edema kornea sulit untuk melakukan tindakan laser, karena power laser terhambat oleh edema kornea sehingga penetrasi laser ke iris tidak efektif pada keadaan ini dan laser iridektomi dapat mengalami kegagalan. Jika penetrasi laser tidak berhasil maka pembukaan sudut yang baik tidak tercapai.

3.

Parasintesis Parasentesis dilakukan apabila pemakaian terapi medikamentosa secara intensif masih dianggap lambat dalam menurunkan tekanan intraokuler ke tingkat yang aman, dan kadang-kadang justru setelah pemberian 2 atau 4 jam masih tetap tinggi. Sekarang ini mulai diperkenalkan cara menurunkan tekanan intraokuler yang cepat dengan teknik parasintesis, seperti yang dilaporkan oleh Lamb DS dkk, tahun 2002, yang merupakan penelitian pendahuluan (pilot study). Pada 10 mata dari 8 pasien dengan glaukoma akut, yang rata-rata tekanan intraokuler 66,6 mmHg sebelum tindakan parasintesis. Setelah dilakukan parasintesis dengan mengeluarkan cairan aqueous humor sebanyak 0,05 ml, didapatkan penurunan tekanan intraokuler secara cepat yaitu pada 15 menit setelah parasintesis tekanan intraokuler menjadi sekitar 17,1 mmHg, setelah 30 menit menjadi 21,7 mmHg, setelah 1 jam 22,7 mmHg, setelah 2 jam atau lebih 20,1 mmHg. Cara ini juga dapat menghilangkan rasa nyeri dengan segera pada pasien. 4. Bedah laser dan insisi Trabekuloplasti laser

Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jaringan trabekular dapat mempermudah aliran ke luar humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk berbagai macam bentuk glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran trabekuloplasti laser untuk terapi awal glaukoma sudut terbuka primer. Trabekulektomi

Mengingat komplikasi yang terjadi pada saat dan sesudah operasi trabekulektomi, tidak baik dilakukan pada keadaan glaukoma akut. Namun kadang-kadang, karena suatu kondisi misalnya serangan glaukoma akut yang akan terjadi keterlantaran penyakitnya atau penderita berasal dari tempat yang jauh maka dapat dilakukan tindakan ini, jika mungkin akan dikombinasikan dengan ektraksi lensa (katarak),

sebab jika lensanya diangkat akan melebarkan sudut filtrasi sehingga dapat menurunkan tekanan intraokuler yang efektif. Indikasi tindakan trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat, atau setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer, glaukoma primer sudut tertutup kreeping, juga pada penderita dengan iris berwarna coklat gelap (ras Asia atau China), yang kemungkinan terjadi serangannya lebih berat serta tidak respon dengan tindakan iridektomi perifer.

Gambar 17. Kondisi pasien dengan trabekulektomi dan Gambar 18. Pasien dengan implant drain 5. Tindakan Profilaksis Tindakan profilaksis terhadap mata normal kontra-lateral dilakukan iridektomi laser profilaksis, ini lebih disukai dari pada perifer iridektomi bedah, yang dilakukan pada mata kontra-lateral, yang tidak memiliki gejala.

2.11

PROGNOSIS Prognosa baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi yang sesegera mungkin. Sering diagnosa dibuat pada stadium lanjut, dimana lapangan pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi atrofi dan midriasis pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang terlambat akan menyebabkan sinekia sudut tertutup permanen dan bahkan menyebabkan kebutaan permanen dalam 2-3 hari.

BAB III KESIMPULAN


Glaukoma adalah kelainan di mana terjadinya peningkatan tekanan intraokuler dan menyebabkan kerusakan pada nervus optikus. Hal ini menyebabkan kebutaan dalam pengaruhnya pada mata. Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aqueous humor oleh korpus siliaris dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aqueous humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera. Tujuan pengobatan medis adalah untuk memperoleh 24-h TIO terkontrol dengan konsentrasi minimum dan jumlah obat dengan efek samping lokal dan sistemik yang minimal. Seleksi awal obat tergantung pada target TIO. Setelah dimulai, terapi glaukoma biasanya untuk seumur hidup. Oleh karena itu, kita harus yakin dengan diagnosis dan terapi yang diberikan. Prognosa baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi yang sesegera mungkin. Sering diagnosa dibuat pada stadium lanjut, dimana lapangan pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi atrofi dan midriasis pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang terlambat akan menyebabkan sinekia sudut tertutup permanen dan bahkan menyebabkan kebutaan permanen dalam 2-3 hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta. Glaukoma. Edisi ke 3. Jakarta : Sagung Seto, 2005. 2. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006 3. Vaughan D.G., Eva R.P., Asbury T; Glaukoma, dalam : Oftalmologi Umum. Edisi ke17. Jakarta : McGraw-Hill Penerbit buku kedokteran EGC;2008 4. Fraser Scott, Manvikar Sridhar. Glaucoma-The pathophysiology and Diagnosis. 2005. Available at : http://www.pharmj.com/pdf/hp/200507/hp_200507_diagnosis.pdf 5. Lang G.K; Glaucoma, dalam : Ophthalmology a short text book. New York : Georg Thieme Verlag;2000. hlm. 233-278. 6. A.Lee David; Diagnosis and Management of Glaucoma, dalam : Clinical Guide to Comprehensive Ophthalmology. Mosby;2000 7. Glaukoma. februari 2013 http://www.scribd.com/doc/29935195/Glaukoma#download. Diunduh

Anda mungkin juga menyukai