Anda di halaman 1dari 28

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS.

Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

BAB I PENDAHULUAN

Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat, tetapi kesemuanya berakhir pada satu hasil akhir yaitu kegagalan oksigenasi sel terutama otak dan jantung. Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan hidup pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (Life Support). Bila bantuan hidup ini tanpa memakai cairan intra vena, obat, maupun kejut listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support), sebaliknya dikenal dengan Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support). Yang dikenal sebagai bantuan hidup lanjut adalah ATLS (Advanced Trauma Life Support), ACLS (Advanced Cardiac Life Support) dan PALS (Pediatric Advanced Life Support). Pelaksanaan advanced life support pada tingkat pra rumah sakit dikenal sebagai PHTLS dan PHCLS (Pre Hospital Trauma and Cardiac Life Support). Kematian akan timbul jika sel tidak mendapatkan oksigen, jaringan vital yang akan rusak terlebih dahulu baru kemudian akan mengakibatkan kematian otak. Harus dibedakan antara mati klinis dan mati biologis : Mati klinis : penderita dinyatakan mati apabila berhenti bernapas dan jantung berhenti berdenyut, kematian ini masih reversibel bila dilakukan BHD. Mati biologis : kerusakan sel otak dimulai 4-6 menit setelah berhenti pernapasan dan sirkulasi, setelah 10 menit sudah dinyatakan kematian biologis. Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat dihindari seperti tambak pada tabel tersebut ini.

Page

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Keterlambatan 1 menit 4 menit 10 menit

Kemungkinan berhasil 98 % 50 % 1%

Catatan : bila ada tanda kematian pasti seperti kaku mayat atau lebam mayat, sudah sia-sia untuk melakukan BHD

Yang harus diperhatikan pada Bantuan Hidup Dasar adalah : Airway (jalan napas) Breathing (pernapasan) Circulation (jantung dan pembuluh darah)

Page

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

BAB II AIRWAY
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada trauma. Pencegahan hipoksia membutuhkan suatu jalan napas yang bebas serta ventilasi yang cukup yang merupakan prioritas di atas segala perlukaan lainnya. Airway harus diamankan, oksigenasi tambahan diberikan dan bantuan ventilasi dimana diperlukan. Tambahan oksigenasi harus diberikan pada semua kasus trauma.

Kematian karena masalah airway pada trauma disebabkan oleh : Kegagalan dalam mengenal airway yang tersumbat sebagian dan atau ketidakmampuan penderita untuk berventilasi dengan cukup. Gabungan obstruksi jalan napas dengan ketidakcukupan ventilasi dapat menyebabkan hipoksia yang mengancam jiwa. Kombinasi ini mungkin terlupakan bila ditemukan perlukaan yang tampaknya serius ; Ingat airway dan ventilasi tetap merupakan prioritas yang pertama. Terlambatnya menjaga jalan napas Keterlambatan dalam menjaga ventilasi Adanya kesulitan teknis dalam menjaga jalan napas dan atau membantu ventilasi ; intubasi yang salah dan masuk ke esofagus akan memperburuk ventilasi dan dengan cepat dapat mengakibatkan kematian bila tidak dikenali secara dini Aspirasi isi gaster

Oleh karena sistem pernafasan sangat dititikberatkan dalam melakukan bantuan hidup dasar, komponen-komponen dalam sistem pernafasan perlu dikuasai. Komponen yang penting

Page

paru.

dari sistem pernapasan adalah hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Anatomi sistem pernapasan


Hidung dan mulut Normalnya, manusia akan berusaha bernapas melalui hidung, dan pada keadaan tertentu akan bernapas melalui mulut. Udara yang masuk akan mengalami proses penghangatan dan pelembapan. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan terjatuh kebelakang rongga mulut. hal ini dapat menyebabkan gangguan pada airway. Lidah pada bayi lebih besar secara relatif sehingga lebih mudah menyumbat airway.

Faring Kalau kita membuka mulut lebar-lebar, maka akan terlihat suatu ruangan pada dinding belakang, yang dikenal sebagai f aring. Udara dari hidung dan mulut, serta makanan dari mulut harus melalui faring ini. Udara dari mulut masuk melalui lubang mulut ke faring yang dikenal sebagai orofaring. Udara yang masuk melalui hidung akan ke bagian faring yang dinamakan nasofaring. Pada bagian bawah, faring terbagi menjadi dua s aluran. Saluran pertama disebut sebagai esofagus (kerongkongan) yang merupakan jalur masuk makanan ke lambung. Saluran kedua disebut sebagai laring (tenggorokan), yang merupakan jalur pernapasan dan akan bersambungan dengan paru.

Epiglotis Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran kecil yang inamakan epiglotis. Normalnya, epiglotis menutup laring pada saat makanan atau minuman masuk melalui mulut, sehingga akan diteruskan ke esofagus. Tetapi, pada keadaan tertentu seperti trauma atau penyakit, refleks ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga dapat terjadi masuknya benda padat atau cair ke laring yang dapat mengakibatkan tersedak.

Page

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Laring dan trakea Laring adalah bagian paling pertama dari saluran pernapasan. Pada bagian ini terletak pita suara. Setelah melalui laring, udara akan melalui trakea. Pada bayi, trakea berukuran lebih kecil, sehingga tindakan mendongakkan kepala secara berlebihan (hiperekstensi) akan menyebabkan sumbatan pada airway.

Bronkus dan paru Ujung bawah trakea akan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Setiap bronkus akan terbagi-bagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut bronkiolus. Dapat dibayangkan seperti ranting-ranting dan cabang-cabangnya pada sebuah pohon. Pada ujung terakhir, ada yang disebut alveolus. Pada alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbon dioksida.

OBSTRUKSI JALAN NAPAS


Obstruksi jalan napas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan breathing dan circulation. Lagi pula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak airway yang paten. Obstruksi jalan napas dapat total dan parsial :

Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akaut biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal larink. Bila obstruksi total timbul perlahan (insidious) maka akan berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total. Bila penderita masih sadar, penderita akan memegang leher. Dalam keadaan sangat Page gelisah. Sianosis mungkin ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernapas (walaupun tidak ada ventilasi). Dalam keadaan ini harus dilakukan Heimlich manuver (abdominal thrust). Kontra

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

indikasi dari Heimlich manuver adalah kehamilan tua (harus dilakukan sterna thrust) dan bayi (dilakukan abdominal thrust dan back thrust).

Bila penderita ditemukan tidak sadar, tidak ada gejala apa pun, mungkin hanya sianosis saja. Pada saat melakukan pernapasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadap ventilasi. Dalam keadaan ini harus ditentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari (finger sweep) ke dalam faring sampai di belakang epiglotis. Apabila tidak berhasilmengeluarkan dengan finger sweep dan tidak ada perlengkapan sesuai (faringoskop atau forseps) maka terpaksa dilakukan abdominal thrust dalam keadaan penderita berbaring.

Abdominal thrust

Sternal thrust

Finger sweep

Back thrust

Abdominal thrust Page

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Obstruks parsial
Obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderita masih dapat bernapas sehingga timbul beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya. Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung, dsb) : timbul suara gurgling suara bernapas bercampur suara cairan. Dalam keadaan ini harus dilakukan penghisapan (suksion) Lidah yang jatuh ke belakang : keadaan ini dapat karena keadaan tidak sadar (koma) atau patah tulang rahang bilateral. Timbul suara mengorok (snoring) yang harus diatasi dengan perbaikan airway manual atau dengan alat. Penyempitan di laring atau trakhea : dapat disebabkan edema karena berbagai hal (luka bakar, radang, dll) ataupun desakan neoplasma. Timbul suara crowing atau stridor respiratoir. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan airway distal dari sumbatan misalnya dengan trakheostomi.

PENGELOLAAN JALAN NAPAS


Bila ada sumbatan jalan napas, sudah jelas bahwa sumbatan tersebut harus diatasi. Walaupun demikian dalam keadaan tertentu misalnya penderita dengan koma, tetap dilakukan pemasangan alat jalan napas, karena sumbatan dalam keadaan ini adalah mengancam (impending).

Penghisapan (suksion)
Alat yang dipakai Suksion dapat dilakukan dengan kateter suksion (kateter lunak, soft/flexible tipped) atau alat suksion khusus seperti yang dipakai di kamar operasi (rigid tip, tonsil tip atau Yankauer tip). Untuk cairan (darah, sekret, dll) dapat dipakai soft tip, tetapi untuk materi yang kental (sisa Page makanan, dll) sebaiknya memakai tipe yang rigid. Soft tip kateter dapat dipakai untuk

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

melakukan suksion daerah hidung atau nasofaring serta dapat dimasukkan melalui tube endo tracheal (ETT). Rigid tip dapat menyebabkan timbulnya refleks muntah bila tersinggung dinding faring. atau bahkan dapat menimbulkan perdarahan. Walaupun demikian rigid tip lebih disukai karena manipulasi alat lebih mudah dan suksion lebih efisien. Cara melakukan suksion Bila memakai rigid tip maka ujung tip harus selalu terlihat (jangan suksion secara membabi buta), bila memakai soft tip boleh sampai masuk secara hati-hati ke belakang pangkal lidah. Bila memakai soft tip masuk ke arah nasofaring harus selalu diukur, jangan sampai terlalu jauh. Pada fraktur basis cranii alat yang dimasukkan lewat hidung ada kemungkinan masuk rongga tengkorak. Catatan : bila penderita muntah dan nampaknya suksion tidak akan menolong, maka kepala harus dimiringkan, bila penderita trauma maka jangan sekali-kali memiringkan kepala saja tetapi seluruh penderita harus dimiringkan dengan log roll. Lamanya suksion Prosedur suksion akan juga menghisap oksigen yang ada dalam jalan napas karena itu lamanya suksion maksimal 15 detik pada orang dewasa dan 5 detik pada anak kecil.

Menjaga jalan napas secara manual


Pada orang sadar biasanya jalan napas sudah terjaga oleh penderita sendiri, walaupun mungkin terganggu karena sebab lain seperti sumbatan karena neoplasma dll. Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh ke belakang dengan memakai :

Page

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Head tilt & chin lift maneuver Prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada kemungkinan patah tulang servikal. Tangan kanan diletakkan pada dahi penderita, sedangkan tangan kiri pada ujung dagu mengait dagu dan menarik mandibula ke depan. Mulut tidak boleh terkatup. Bila perlu ujung dagu dijepit dan ditarik ke depan. Jangan meletakkan ibu jari dalam mulut penderita bila tidak ingin terluka. Jaw thrust Petugas di belakang kepala penderita dan dengan kedua tangan di belakang sudut rahang bawah mendorong rahang bawah ke anterior.

Head tilt

Chin lift

Jaw thrust

Jalan napas sementara


Dengan alat dimasukkan lewat hidung (nasopharingeal airway) atau lewat mulut (oropharingeal airway). Oro pharingeal airway Alat ini lebih populer sebagai guedel walaupun ada tipe yang lain seperti misalnya tipe mayo atau williams. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa oropharingeal airway tidak boleh dipasang pada penderita sadar atau pada penderita setengah sadar yang berusaha menolak alat ini. Pemaksaan pemasangan alat ini akan menimbulkan gag refleks atau muntah yang mungkin menyebabkan aspirasi. Ukuran panjang oropharingeal airway dihitung dari sudut mulut Page ke angulus mandibulae (sudut rahang bawah). Pemasangan alat ini bisa dengan 2 cara : yang pertama, mulut dibuka lalu dimasukkan terbalik dan bila sudah mencapai palatum mole lalu

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

dilakukan rotasi. Yang kedua, mulut dibuka dengan tongue spatel lalu dengan hati-hati dimasukkan ke belakang. Pada anak kecil sebaiknya memakai cara kedua karena proses rotasi mungkin menyebabkan patahnya gigi atau kerusakan farings. Naso pharingeal airway Alat ini tidak boleh dipsang bila ada kemungkinan fraktur basis kranii anterior (keluar darah dari hidung atau mulut dan ada brill hematom), karena mungkin alat ini bisa masuk ke otak. Pada keadaan ini pemasangan hanya boleh dilakukan oleh dokter dengan memakai mandrin atau stylet. Panjang tube dapat dihitung dari pangkal cuping hidung sampai cuping telinga. Cara pemasangan : dengan selalu mengusahakan masuk melalui lubang hidung sebelah kanan walaupun yang kiri juga diperbolehkan, tube diberi pelumas terlebih dahulu lalu dimasukkan perlahan ke belakang, bila ada hambatan langsung ditarik keluar dan dicoba di sebelahnya. Tube akan terlalu panjang bila setelah pemasangan tidak ada hembusan udara melalui lumen dari tube berarti masuk ke dalam esophagus.

Jalan napas definitive


Nasotracheal airway Orotracheal airway Crico-thyroidotomy Tracheostomy

Oro-tracheal airway

Naso-tracheal airway

Page

10

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

BAB III BREATHING


Bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Bila airway sudah baik, belum tentu pernapasan akan baik sehingga perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah pernapasan penderita sudah adekuat atau belum.

Pernapasan normal
Kecepatan bernapas manusia adalah : Dewasa Anak : 12-20 kali/menit : 15-30 kali/menit

Bayi baru lahir : 30-50 kali/menit Pada orang dewasa, abnormal bila pernapasan >30 kali/menit atau <10 kali/menit. Pernapasan umumnya thoraco abdominal, pada penderita trauma yang tidak sadar akan dijumpai pernapasan abdominal, selalu dipikirkan kemungkinan cedera tulang belakang. Pada anak-anak pernapasan abdominal lebih dominan.

Sesak napas
Sesak napas dapat dilihat atau mungkin juga tidak, bila terlihat mungkin akan ditemukan : Penderita mengeluh sesak Pernapasan cuping hidung Pemakaian otot bantu pernapasan : Retraksi supra sternal Retraksi inter costal Retraksi infra sterna Retraksi sternum Bernapas cepat (takipnea) Mungkin dijumpai sianosis

Page

11

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Pemeriksaan fisik
Inspeksi : rate, ritme dan bentuk pernapasan, juga diperiksa peranjakan paru apakah simetris atau tidak dan dilihat adanya tanda apnea Auskultasi : bising napas vesikuler tanpa ronkhi, tempat pemeriksaan dibawah klavikula dan pada garis aksilaris anterior, bising napas harus simetris kanan dan kiri Perkusi : pada daerah paru selalu sonor, pada daerah jantung menjadi pekak dan di atas lambung menjadi tympani, juga perkusi harus simetris kanan dan kiri.

OKSIGENASI
Oksigenasi sebaiknya diberikan melalui suatu masker yang terpasang dengan baik dengan flow 10-12 liter per menit. Cara pemberian oksigen lain adalah dengan nasal kateter, kanul dan sebagainya juga dapat memberikan oksigenasi. Karena perubahan kadar oksigen darah dapat berubah dengan cepat dan tidak mungkin dikenali secara klinis maka harus dipertimbangkan pemakaian pulse oksimetri bila diduga ada masalah intubasi atau ventilasi. Ini termasuk pada saat mentransport penderita luka parah.

Kanul nasal

Rebreathing mask

Non-rebreathing mask

Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernapasan seseorang terganggu:

Cek pernapasan dengan melihat dada pasien dan mendekatkan pipi dan telinga ke hidung dan mulut korban dengan mata memandang ke arah dada korban (max 10 detik) Page

12

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Bila korban masih bernapas namun tidak sadar maka posisikan korban ke posisi mantap (posisikan tubuh korban miring ke arah kiri) dan pastikan jalan napas tetap terbuka; segera minta bantuan dan pastikan secara berkala (tiap 2 menit) di cek pernapasannya apakah korban masih bernapas atau tidak

Gambar : Posisi mantap

Jika korban bernapas tidak efektif (bernapas satu-satu, ngap-ngap, atau tidak bernapas) :

Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta orang lain untuk mencari/menghubungi gawat darurat)

Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban dan menopang dagu korban (head tilt dan chin lift)

(i)

(ii)

(iii)

(iii) mulut ke stoma

Page

13

Gambar : (i) Buka jalan nafas; mendengar, melihat dan merasakan hembusan nafas, (ii)mulut ke mulut

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Pastikan tidak ada sumbatan dalam mulut korban; bila ada sumbatan dapat dibersihkan dengan sapuan jari-balut dua jari anda dengan kain dan usap dari sudut bibir sapu ke dalam dan ke arah luar

Berikan napas buatan dengan menarik napas biasa lalu tempelkan bibir anda ke bibir korban dengan perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield) lalu hembuskan perlahan >1 detik sambil jari tangan anda menutup hidung korban dan mata anda melihat ke arah dada korban untuk menilai pernapasan buatan yang anda berikan efektif atau tidak (dengan naiknya dada korban maka pernapasan buatan dikatakan efektif)

Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi korban (menggunakan jari telunjuk dan jari tengah raba bagian tengah jakun, lalu geser ke arah samping hingga teraba lekukan di pinggir jakun tersebut) didaerah leher seperti pada gambar; bila tidak ada denyut maka masuk ke langkah CPR

Gambar : Periksa denyut pembuluh darah arteri karotis

Bila ada denyut nadi maka berikan napas buatan dengan frekuensi 12x/ menit atau dengan kata lain tiap 5 detik sampai korban sadar dan bernapas kembali atau

masih ada atau tidak setiap dua menit.

Page

14

tenaga paramedis dating. Selain itu, selalu periksa denyut nadi korban apakah

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

BAB IV CIRCULATION

Sistem sirkulasi atau pompa darah pada tubuh manusia dilakukan oleh jantung. Jantung terdiri dari empat ruangan, yaitu atrium kanan, atrium kiri, bilik kanan dan bilik kiri. Jantung berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kepentingan sirkulasi adalah untuk

mempertahankan aliran darah bersamaan dengan tindakan untuk menghentikan perdarahan (control of hemorrarghic).

Frekwensi denyut jantung


Frekwensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80 kali per menit. Bila kurang dari 50 kali per menit disebut bradikardi dan bila lebih dari 100 kali per menit disebut takikardi. Bradikardi sering ditemukan pada atlit yang terlatih. Pada bayi frekwensi denyut jantung 85-200 kali per menit sedangkan pada anak-anak 2-10 th adalah 60-140 kali per menit. Pada syok bila ditemukan bradikardi merupakan tanda prognosa yang buruk.

Tekanan darah
Tekanan darah sistolik dewasa adalah 90-140 mmHg. Pada anak-anak dapat dipakai rumus : tekanan sistolik minimal = 70 + (2 x usia (th). Tekanan darah tidak dapat dipercaya sebagai indikator dini pada syok karena: tekanan darah sistolik bisa tidak turun sampai kehilangan darah lenih dari 30% volume darah (baru akan turun jika sudah melebihi ini) pada penderita hipertensi tekanan darah mungkin turun tetapi masih dapat dianggap

Page

15

normal.

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Penentuan denyut nadi


Pada orang dewasa dan anak anak denyut nadi diraba pada arteri karotis yaitu medial dari muskulus sterno kledomastoideus. Pada bayi meraba denyut nadi pada arteri brachialis yaitu pada sisi medial lengan atas. Dalam penilaian sirkulasi, nilai apakah ada tanda dan gejala syok dan henti jantung.

SYOK
Syok dapat disebabkan berbagai hal. Apapun penyebabnya penderita selalu dipasang infus. Gejala syok : Kulit pucat dan dingin (gangguan perfusi kulit) Takikardi Berkurangnya urin (oliguria sampai anuria karena gangguan perfusi ginjal) Gangguan kesadaran (gangguan perfusi otak) Turunnya tekanan darah (bukan merupakan gejala dini) Pengelolaan syok ditujukan pada penyebabnya, misalnya syok karena perdarahan maka perdarahannya harus dihentikan.

HENTI JANTUNG
Gejala henti jantung adalah gejala syok yang sangat berat. Penderita mungkin masih akan berusaha menarik napas satu atau dua kali setelah itu akan berhenti bernapas. Penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar. Pada saat perabaan nadi tidak ditemukan denyut arteri karotis. Bila ditemukan henti jantung maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian dari resusitasi jantung paru (RJP / CPR). RJP hanya menghasilkan 25-30% dari curah jantung (cardiac output) sehingga oksigen tambahan mutlak diperlukan.

Page

16

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)


Langkah yang harus diambil sebelum memulai RJP (American Heart Association) Tentukan tingkat kesadaran (respons penderita) Dilakukan dengan mengoyang penderita, bila penderita menjawab maka ABC dalam keadaan baik, bila tidak ada respon maka : Panggil bantuan (call for help) Bila petugas sendiri jangan mulai RJP sebelum memanggil bantuan. Posisi penderita Penderita harus dalam keadaan telentang. Bila telungkup penderita dibalikkan, pada keadaan trauma pembalikan dilakukan dengan log roll Periksa pernapasan Periksa dengan inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pemeriksaan ini paling lama 3-5 detik, bila penderita bernapas tidak memerlukan RJP Berikan pernapasan buatan 2 kali Bila pernapasan buatan 1 kali tidak berhasil maka posisi kepala diperbaiki atau mulut lebih dibuka. Bila pernapasan buatan kedua tidak berhasil (karena retensi/tahanan yang kuat) maka airway harus dibersihkan dari obstruksi (Heimlich maneuver, finger sweep, dll) Periksa pulsasi arteri karotis (5-10 detik) Bila ada pulsasi dan penderita bernapas, dihentikan napas buatan. Bila ada pulsasi dan penderita tidak bernapas, diteruskan napas buatan. Bila tidak ada pulsasi dilakukan RJP.

Page

17

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Teknik Resusitasi Jantung Paru


RJP dapat dilakukan satu atau dua orang. Posisi penderita Penderita dalam keadaan telentang pada dasar keras (lantai, back board, short spine board). Jangan menunda RJP untuk mencari alas keras, bila perlu penderita dipindah ke lantai. Bila penderita terjepit dalam kendaraan, prinsip ekstrikasi dapat diabaikan kecuali proteksi servikal dengan segera menariknya keluar. Posisi petugas Posisi petugas setinggi bahu penderita bila yang akan melakukan RJP satu orang maka penderita diletakkan di lantai, petugas berlutut setinggi bahu di sisi kanan penderita. Posisi paling ideal adalah jika petugas menunggangi penderita tetapi sering tidak dilakukan karena tidak dapat diterima oleh keluarga penderita. Tempat kompresi Tepatnya 2 inchi di atas prosesus xyphoideus pada tengah sternum. Jari tengah kanan diletakkan pada prosesus xyphoideus dan jari telunjuk mengikuti. Telapak tangan kiri diletakkan di sisi tangan kanan dengan tetap mengarah ke depan. Jari-jari kedua tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada penderita. Pada anak < 8 tahun cukup satu telapak tangan, satu jari di atas prosesus xyphoideus, pada bayi dengan 2 atau 3 jari pada garis yang menghubungkan kedua papila mammae. Kompresi Dilakukan dengan meluruskan siku, beban pada bahu bukan pada siku. Kompresi dilakukan sedalam 2-5 cm. Cara lain untuk memeriksa efisiensi kompresi adalah dengan petugas lain memeriksa pulsasi arteri carotis yang seharusnya ada pada tiap kompresi. Dalamnya kompresi pada bayi dan anak adalah 1/3-1/2 dalamnya dada (1-2 cm pada bayi, 2-3

Baik saat kompresi maupun amengangkat waktunya harus sama (50-50 rule). Pada saat akan dilakukan ventilasi, kompresi berhenti sejenak (1-1,5 detik).

Page

18

cm pada anak < 8 tahun). Kompresi dilakukan secara ritmik bukan dengan penekanan tiba-tiba.

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Perbandingan kompresi-ventilasi Baik pada dewasa (2 maupun 1 petugas), anak maupun bayi perbandingan kompresi adalah 30:2, dengan 4 siklus selama 1 menit sehingga frekwensi resusitasi paru adalah 100x/menit. Memeriksa pulsasi dan pernapasan Pada RJP dengan 1 orang, pemeriksaan dilakukan setiap 4 siklus (per menit). Pada RJP dengan 2 orang, petugas yang melakukan ventilasi dapat sekaligus melakukan pemeriksaan pulsasi karotis. Setiap beberapa menit dapat dihentikan RJP untuk memeriksa apakah denyut jantung sudah kembali. Menghentikan RJP Bila RJP dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda. Saat menghentikan RJP merupakan keputusan yang sulit tergantung dari : Lamanya kematian klinis Prognosis penderita (ditinjau dari sebab henti jantung) Penyebab henti jantung (pada henti jantung karena listrik minimal 1 jam) Sebaiknya keputusan menghentikan RJP diserahkan kepada dokter. Komplikasi RJP Fraktur iga, sering terjadi pada orang tua, RJP diteruskan meskipun ada fraktur iga, fraktur iga mungkin terjadi bila posisi tangan salah. Perdarahan intra abdominal, posisi tangan yang terlalu rendah akan menekan prosesus xyphoideus ke arah hepar atau limpa. Distensi lambung krena pernafasan buatan

Page

Gambar: Teknik melakukan RJP

100x dalam 1 menit

19

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Gambar : Teknik melakukan resusitasi jantung paru (RJP)

Page

20

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

BAB V DRUGS AND FLUIDS INTRAVENOUS INFUSION


Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu, Penting, yaitu :

Adrenalin Natrium bikarbonat Sulfat Atropin Lidokain

Berguna, yaitu :

Isoproterenol Propanolol Kortikosteroid. Natrium bikarbonat

Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama. Page

21

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Adrenalin Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 1 mg iv diulang setelah 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel. Lidokain Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml). Sulfat Atropin Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah arrest pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar. Isoproterenol Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam

Page

22

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine. Propranolol Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat. Kortikosteroid Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

Page

23

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

BAB V ELEKTROKARDIOGRAM (EKG)


Monitoring EKG dilakukan untuk meliht bentuk henti jantung apakah asistol ventricular, fibrilasi ventricular atau kompleks aneh yang lain seperti disosiasi elektromekanis.

Gambar : Asistol ventrikular

Gambar : Fibrilasi Ventrikular

Gambar : Disosiasi elektromekanis

Page

24

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

BAB VI FIBRILLATION TREATMENT


Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri puting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas. Defibrilasi dilakukan pada penderita ventrikel takikardi tanpa nadi, atau ventrikel fibrilasi. Defibrilasi dilakukan dengan menggunakan defibrilator. Defibrilator adalah alat yang digunakan untuk : Pemantauan irama jantung (dengan menggunakan Paddle atau elektroda) Defibrilasi Kardioversi Pacu Jantung Transkutan (TCP) Syarat-syarat untuk melakukan defibrilasi: Dinding dada harus terbuka Letak elektroda tidak mengganggu penempatan paddle Gelombng EKG harus jelas, umumnya di Lead I Prosedur defibrilasi : Hidupkan defibrilasi Piilih energi yang diperlukan ; 200, 200-300, 360 J Pilih paddle (Lead I, II atau III) Oleskan jeli pada paddle Letakkan paddle pada apeks dan sternum Tekan tombol pengisi energi (charge) Nilai kembli irama jantung VF atau VT tanpa nadi

Page

25

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Setelah energi tercapai, berikan aba-aba dengan suara keras, agar orang lain tidak menyentuh pasien, tempat tidur dan peralatan lain. Berikan tekanan 10-12 Kg pada kedua paddle Nilai kembali irama pada monitor VF-VT tanpa nadi, tekan tombol discharge pada kedua paddle Nilai kembali irama pada monitor apakah masih VF-VT tanpa nadi, periksa nadi dan elektroda Bila irama masih tetap, energi dinaikkan sampai 360J, bila tidak berubah ACLS berikutnya

Lokasi defibrillator

Paddle

KARDIOVERSI

Kardioversi adalah suatu pengobatan dengan aliran listrik sinkron. Tindakan kardioversi ini adalah untuk pasien SVT, VT dengan nadi teraba, dan atrial flutter. Untuk VT dengan nadi teraba, energi awal yang dibutuhkan adalah 100J sementara SVT dan atrial flutter dimulai dengan 50J.

Prosedur kardioversi: Bila pasien sadar berikan sedasi dengan/ tanpa analgetik

Page

26

Siapkan alat-alat resusitasi

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

Selanjutnya seperti prosedur defibrilasi, pilih energi 50 J untuk SVT dan 100J untuk VT dengan nadi teraba Paddle tidak boleh segera diangkat setelah pelepasan energi

Page

27

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT Kepaniteran Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA RS. Efarina Etaham, Purwakarta Mimi Safinas Bt. Mohamad Yusof 11-2009-095

DAFTAR PUSTAKA

Barash, P.G., Cullen, B.F., Stoelting, R.K. 1993 Management of the airway dalam Handbook of clinical anesthesia 2nd ed. J.B. Lippincott Company Philadelphia.

Said A.Latief, Kartini, M.Ruswan, 2001, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi Kedua, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

Arif, Suprohaita, Wahyu, Wiwiek, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua, Media Aesculapius.

Gaiser, R. 1993 Airway evaluation and management dalam Clinical anesthesia procedures of the Massachusetts general hospital 4th ed. Little Brown and Company Boston.

Hanindito, Elizeus 1992 Gangguan pernafasan selama anestesi dalam Diktat kuliah ilmu anestesi vol. 1 Sie. Bursa Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Airlangga Surabaya.

Morgan, Edward G. 1996 Airway management dalam Clinical anaesthesiology International Anesthesia Research Society Cleveland Ohio.

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006 Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan dalam Patofisiologi vol. 2 ed. 6 Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.

http://nursecerdas.wordpress.com/2009/10/23/resusitasi-jantung-paru http://blog.asuhankeperawatan.com/files/2009 http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.learntheheart.com

Page

28

Anda mungkin juga menyukai