Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

GLAUKOMA

Oleh:

Angelia Winoto

112018095

Pembimbing:

dr.Vanessa Maximiliane Tina, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT FMC BOGOR

PERIODE 19 APRIL – 22 MEI 2021

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan neuropati optik kronis ditandai dengan pencekungan diskus


optikus dan pengecilan lapang pandang, dapat disertai dengan peningkatan tekanan
intraokuler. Proses terjadinya peningkatan tekanan intraokuler disebabkan oleh adanya
masalah pada aliran keluar cairan aqueus humor karena adanya kelainan sistem drainase
sudut balik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau masalah pada aliran masuk cairan
aqueus humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Faktor risiko penyebab
glaukoma antara lain adalah usia diatas 40 tahun, memiliki riwayat penyakit diabetes militus
dan hipertensi, golongan ras kulit hitam, riwayat keluarga dengan glaukoma, riwayat trauma
pada mata, penggunaan kortikosteroid jangka panjang serta kelainan pada mata.1

Klasifikasi glaukoma salah satunya bergantung pada pemeriksaan klinis dengan


melihat sudut bilik mata depan dengan menggunakan gonioskopi 2. Glaukoma primer adalah
glaukoma yang tidak diketahui penyebab pastinya. Glaukoma primer sudut terbuka biasanya
merupakan glaukoma kronis, sedangkan glaukoma primer sudut tertutup bisa berupa
glaukoma sudut tertutup akut atau kronis.2 Glaukoma sudut terbuka primer biasanya terjadi
pada pasien dewasa yaitu di atas usia 40 tahun.3

Pada tahun 2013, prevalensi kebutaan di Indonesia pada usia 55-64 tahun sebesar
1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%. 3 Angka tersebut
menunjukkan glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak. Berbeda
dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau tidak dapat
diperbaiki (irreversible). Tingkat risiko penderita glaukoma mengalami peningkatan sekitar
10% pada umur 50 tahun. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa
mereka menderita penyakit tersebut. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya
pencegahan dan penanganan kasus glaukoma. Berdasarkan data World Health Organization
(WHO) tahun 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat
glaukoma.1

Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan” sebab gejala glaukoma itu sendiri
sering tidak dirasakan oleh penderita. Proses hingga terjadinya kebutaan berjalan lama.
Tetapi ketika penderita sudah merasakan penglihatannya sudah sangat menurun, penyakit ini
sudah terlanjur parah. Akhirnya penderita menjadi benar-benar buta. Kebutaan yang terjadi
pada glaukoma bersifat permanen, jadi tidak seperti katarak yang bisa dipulihkan dengan
pembedahan. Maka dari itu, kunci pada terapi glaukoma ini adalah deteksi dini dan
pencegahan supaya tidak berkembang menjadi lebih parah. Deteksi dini sangat penting
karena kerusakan saraf mata bersifat permanent. Terapi glaukoma ialah dengan menurunkan
TIO ke tingkat “aman”. Cara menurunkan TIO dengan cara menurunkan produksi dan/atau
menambah pembuangan humor aqueus. Mentaati anjuran dokter dan disiplin dengan
penggunaan obat seumur hidup dapat mencegah kebutaan.1,2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Glaukoma berassal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Glaukoma adalah
neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) yang (relatif) tinggi, yang
ditandai oleh kelainan lapangan pandang dan atrofi papil saraf optik. Peningkatan tekanan
intraocular (TIO) merupakan salah satu faktor risiko utama. Glaukoma ditegakkan apabila
terdapat kelaianan saraf optic berupa ekskavasio atau penggaungan yang progresif pada
diskus optikus (atrofi papil glaukomatosa) dan kelainan saraf optic ini berkorespondensi atau
bersesuaian dengan defek luas lapang pandang yang terjadi.4-6

Epidemiologi
Pada dekade terakhir, prevalensi glaukoma meningkat dengan cepat seiring dengan
pertumbuhan populasi penduduk dan pertambahan usia mereka. Sebanyak 2.78% gangguan
penglihatan di dunia disebabkan oleh glaucoma. Dalam kasus kebutaan merupakan penyebab
kedua terbesar setelah katarak di dunia dan bersifat ireversible. Glaukoma mempengaruhi
lebih dari 70 juta orang di seluruh dunia dengan sekitar 10% menjadi buta bilateral,
menjadikannya penyebab utama kebutaan permanen di dunia. Survei tingkat populasi
menunjukkan bahwa hanya 10% hingga 50% orang dengan glaukoma yang menyadari bahwa
mereka mengidap glaucoma.7,8
Gambar 1. Jumlah Penderita Glaucoma Berdasarkan Regional Benua Tahun
20157

Di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2007 prevalensi glaucoma sebesar 0,46%


artinya sebanyak 4 sampai 5 orang dari 1000 penduduk Indonesia menderita glaucoma.
Berdasarkan SIRS aplikasi rumah sakit online, jumlah kunjungan glaucoma pada pasiem
rawat jalan di RS selama tahun 2015-2017 mengalami peningkatan.Jumlah kasus baru paling
banyak wanita dan usia 44-64 tahun.7,8

Gambar 2. Jumlah Kunjungan Glaukoma pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit di
Indonesia Tahun 2015-20177

Gambar 3. Jumlah Kasus Baru Glaukoma pada Pasien Rawat Jalan di Rumah
Sakit di Indonesia Tahun 2015-20177
Gambar 4. Jumlah Penderita Glaukoma pada Pasien Rawat Jalan dan Rawat
Inap berdasarkan Kelompok Umur di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 20177

Anatomi dan Fisiologi Humor Aquous

Aquous terdiri dari cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan bilik mata
belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µl dan kecepatan produksinya adalah 2,9 µl/menit
pada dewasa muda dan 2,2 uL/menit pada orang usia diatas 80 tahun, dimana kecepatan
produksi ini dapat bervariasi berdasarkan variasi diurnal yaitu biasanya tekanan bola mata
tinggi pada pagi hari serta paling rendah pada pertengahan malam hari.Penurunan humor
aquous menurun 2,4% setiap decade usia. Aquous berperanan menentukan tekanan bola
mata. Tekanan intraokular yang normal adalah 10-20 mmHg. Komposisi akuos sama dengan
komposisi plasma kecuali lebih tingginya konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat, sedangkan
konsentrasi protein, urea, dan glukosa lebih rendah dari plasma. Tekanan osmotiknya pun
sedikit lebih tinggi dari plasma darah.4,9

Aqueous humor di produksi oleh corpus ciliare. Cairan akuos mengisi camera oculi
anterior (COA) dan camera oculi posterior (COP). Cairan akuos diproduksi oleh prosesus
siliaris dan kemudian dicurahkan ke COP. COP dibatasi oleh permukaan belakang iris,
korpus siliaris, badan kaca, dan lensa. Dari COP, cairan akuos dialirkan menuju ke COA
melalui pupil. COA dibatasi oleh permukaan depan iris, kapsul lensa, dan kornea. Pada tepi
COA terdapat sudut iridokorneal (sudut antara iris dan kornea), dan pada apeksnya terdapat
kanalis Schlemm. COA dihubungkan dengan kanalis Schlemm melalui anyaman trabekulum
(trabeculum meshwork). Adapun fungsi cairan akuos adalah memberikan nutrisi ke organ
avaskular yaitu kornea dan lensa, serta mempertahankan bentuk bola mata.4,9

Aliran Keluar dari Akuos

Dari COA, cairan akuos dibuang melalui trabekulum menuju kanalis Schlemm,
kemudian ke sistem vena episklera untuk kembali ke jantung. Trabekula terdiri dari jaringan
kolagen dan elastin yang dilapisi oleh sel trabekular yang membentuk filter dimana semakin
menuju kanalis schlemm maka akan semakin kecil ukurannya sewaktu mendekati kanal
Schlemm. Serat-serat longitudinal muskulus ciliaris menyisip ke dalam anyaman trabecula
untuk mempengaruhi besar porinya. Kontaksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam
anyaman trabecular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan
drainase aqueous humor juga meningkat. Ada dua jalur aliran keluar akuos. Pertama, akuos
keluar melalui jalur trabekula atau dikenal jalur konvensioanl yang bersifat pressure
dependent yaitu dipengaruhi tekanan intraocular. Hambatan aliran humor akuos pada jalur ini
disebabkan berkurangnya sel endotel pada anyaman jukstakanalikuli, penurunan tonus otot
siliar, serta penurunan fungsi sel trabecular. Aliran keluarnya humor akuqous ada;ah 0,1-
0,4uL/ menit/ mmHg, dan berkurang seiring bertambah usia. Tekanan vena episklera pada
manusia sehat 7-14mmHg. Tekanan berubah sesuai dengan posisi tubuh perubahan posisi
duduk menjari berbaring terlentang meningkatkan 1-9mmHg. Sebaliknya menurun pada
posisi berbaring menjadi duduk. Tekanan episklera umumnya psosisi tubuh. Perubahan
tekanan di episklera sebesar 0,8 mmHg akan mempengaruhi tekanan intraokular sebesar 1
mmHg. Jalur ini merupakan jalur utama dimana 90% aliran keluar akuos melalui jalur ini
melalui kanalis schlemm dan berlanjut ke sistem vena. Nsmun, penelitian terakhir
menghitung bahwa pada dewasa muda berusia 20-30 tahun 54% dari seluruh outflow humor
aquous ternyata berlangsung melalui uveoscleral. Jumlah outflow menurun signifikan pada
usia diatas 60 tahun, yaitu sebanyak 45%, tetapi tetap jauh lebih besar daripada perkiraan
terdahulu. Jalur kedua adalah jalur uveoscleral. Pada jalur ini, akuos melewati celah antara
otot siliaris menuju ke rongga suprakoroid kemudian menuju ke vena yang terdapat pada
badan siliaris, koroid dan sklera.Beberapa cairan aqueous juga keluar via iris. 4,9,10
Gambar 5. Aliran Keluar Humour Aqueous10

Klasifikasi Glaukoma

Glaukoma diklasifikasikan dari etiologi menjadi glaukoma primer, sekunder,


kongenital, dan absolut. Glaukoma primer adalah penyakit glaucoma yang tidak berhubungan
dengan kelainan mata lainnya atau sistemik sedangkan glaucoma sekunder berhubungan
dengan kelainan atau penyakit pada mata atau sistemik lain. Glaukoma primer adalah
glaucoma yang tidak diketahui penyebabnya dan merupakan jenis glaucoma terbanyak secara
global. Glaukoma primer dan sekunder terbagi glaucoma primer sudut terbuka (GPSta) dan
glaucoma primer sudut tertutup (GPSTp). GPSta memiliki ciri sudut bilik mata depan terbuka
atau tampak normal, tetapi terdapat penyumbatan pada aliran keluar cairan bola mata.
Penyumbatan ini terjadi secara perlahan dan mengakibatkan peningkatan tekanan pada bola
mata. Glaukoma jenis ini bersifat kronis dengan progresivitas lambat dan tanpa gejala
sehingga penderita tidak akan menyadari sampai terjadinya penyempitan lapangan pandangan
dan penglihatan yang menurun tajam. Pada fase ini glaukoma sudah memasuki tahap lanjut
dengan kerusakan saraf pusat yang progresif. Glaukoma jenis ini yang sering disebut dengan
silent blinding disease atau sneak thief of sight (pencuri penglihatan). Jenis kelainan pada
sudut tertutup primer terbagi menjadi Primary Angle Closure Suspect (PACS), Primary
Angle Closure (PAC), glaukoma primer sudut tertutup (GPSTP), dan Acute Angle Closure
Glaucoma (AACG). GPSTp memiliki ciri sudut bilik mata depan yang sempit sehingga
menghambat cairan keluar dari bola mata. Glaukoma jenis ini dapat bersifat akut dengan
gejala nyeri pada daerah mata, sakit kepala, mata merah, peningkatan tekanan bola mata
secara tiba-tiba, penurunan penglihatan secara tajam, dan terkadang disertai mual muntah.
Galucoma sekunder dapat akibat glaucoma pigmentasi, sindrom eksforliriasi, akibat kelainan
lensa, akibat kelainan tractus uvea, sindrom iridokorneoendotelial, trauma, pascaoperasi,
glaucoma neovascular, peningkatan tekanan episklera, Glaucoma absolut merupakan hasil
akhir dari semua glaucoma. Klasifikasi berdasarkan mekanisme peningkatan TIK di bagi
menjadi sudut terbuka dan tertutup.4,7

Patofisiologi

Terdapat tiga faktor penting yang menentukan peningkatan atau penurunan tekanan
bola mata yaitu:

1. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar


2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui system trabecular meshwork-kanalis
Schlem
3. Level dari tekanan vena episklera

Umumnya, peningkatan tekanan intaokular (TIO) disebabkan oleh peningkatan


tahanan aliran akuos humor. Akuos humor dibentuk oleh prosesus siliaris, dimana masing-
masing prosesus ini disusun oleh lapisan epitel ganda, dihasilkan 2-2,5 µL/menit mengalir
dari kamera okuli posterior, lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian
besar akan melalui system vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum, justakanalkuler, kanal
Schlem dan selanjutnya melalui saluran pengumpul (collecter channel). Aliran akuos humor
akan melewati jaringan trabekulum sekitar 90%. Sebagaian kecil akan melalui struktur lain
pada segmen anterior hingga mencapai ruangan supra koroid, untuk selanjutnya akan keluar
melalui sklera yang intak atau serabut saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya.
Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (10-15%).6

Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada banyak
kasus peningkatan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran akuos
humor. Beberapa faktor risiko dapat menyertai perkembangan suatu glaucoma termasuk
riwayat keluarga, usia jenis kelamin, ras, genetik, variasi diurnal, olahraga, obat-obatan.4

Proses kerusakan papil saraf (cupping) akibat tekanan intraokuli yang tinggi atau
gangguan vascular ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan
jaringan sehingga scotoma pada lapangan pandang makin bertambah luas. Pada akhirnya
terjadi penyempitan lapangan padang dari ringan sampai berat. Cairan akuos mengisi camera
oculi anterior (COA) dan cameraoculi posterior (COP). Cairan akuos diproduksi oleh
prosesus siliaris dan kemudian dicurahkan ke COP. COP dibatasi oleh permukaan belakang
iris, korpus siliaris, badan kaca, dan lensa. Dari COP, cairan akuos dialirkan menuju ke COA
melalui pupil. COA dibatasi oleh permukaan depan iris, kapsul lensa, dan kornea. Pada tepi
COA terdapat sudut iridokorneal (sudut antara iris dan kornea), dan pada apeksnya terdapat
kanalis Schlemm. COA dihubungkan dengan kanalis Schlemm melalui anyaman trabekulum
(trabeculum meshwork). Dari COA, cairan akuos dibuang melalui trabekulum menuju kanalis
Schlemm, kemudian ke sistem vena episklera untuk kembali ke jantung. Adapun fungsi
cairan akuos adalah memberikan nutrisi ke organ avaskular yaitu kornea dan lensa,
sertamempertahankan bentuk bola mata. Pada glaukoma, perjalanan cairan akuos tidak lancar
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan.4

Volume cairan akuos sangat menentukan TIO, apabila produksinya berlebih atau
pembuangannya terganggu maka TIO akan meningkat. Sesuai dengan hukum Pascal, tekanan
yang tinggi dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah dengan besar yang sama,
termasuk ke belakang. Saraf optik yang berada di belakang akan terdesak dan lambat laun
akan mengalami atrofi. Gangguan dinamika cairan akuos akan mengakibatkan perubahan
TIO. Produksi cairan akuos yang meningkat tetapi aliran dan pembuangannya normal, atau
produksi berlebih dan pembuangan terganggu dapat menaikkan TIO. Hambatan pada aliran
humor aqueus juga meningkatkan TIO, misalnya blockade (hambatan) pada pupil, dengan
faktor predisposisi yaitu kontak iris dengan lensa luas sehingga terjadi blokade aliran dari
COP ke COA (seperti pada sinekia posterior), dan iris perifer terdesak ke arah sudut
iridokorneal sehingga sudut tersebut tertutup. Midriasis akan menyebabkan sudut
iridokorneal tertutup. Pada pemberian sulfas atropin yang menyebabkan midriasis, iris
menutup sudut bilik mata depan sehingga aliran cairan akuos terganggu. Selain itu, pada
orang tua yang tenderita katarak imatur/insipien yang menyebabkan intumesensi lensa (lensa
membengkak karena cairan meresap ke dalamnya), bilik mata dipersempit ke depan dan
mengakibatkan glaukoma sudut tertutup. Pembuangan cairan akuos terdiri dari 2 aliran yaitu
aliran trabekular (80 – 89%) dan aliran uveoskleral (5 – 15%). Kenaikan TIO dapat juga
terjadi karena adanya hambatan pada pembuangan cairan akuos. Hambatan ini dapat terjadi
sebelum anyaman trabekulum, pada anyaman trabekulum, kanalis Schlemm (83-89%),
saluran kolektor, dan vena episklera TIO tinggi akan menekan seluruh jaringan mata
menyebabkan kerusakan mekanik terutama bagian retina yang paling lemah yaitu lamina
kribrosa papil saraf optic. Terdapat kerusakan iskemik akibat kompresi pembuluh darah yang
mensupply papil optic. Semakin banyak kematian sel ganglion serabut saraf retina, maka
semakin banyak terjadi kehilangan serabut saraf yang sejalan dan berkorespodensi dengan
bantuk defek lapang pandang permanen yang terjadi. Atropi papil optic galukomatiosa
merupakan kerusakan papil optic CD ratio >0,5, nasalisasi, penggaungan/ekskavasio, dan
menipisnya rima neuroretina disertai warna papil yang pucat. 4,5

Manifestasi Klinis

Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaucoma yang disertai peningkatan tio di atas
21 mm Hg, dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Kondisi ini mengenai kedua mata
bilateral tanpa disertai kelainan mata lain, dan umumnya terjadi di atas usia 40 tahun serta
terkait erat dengan faktor genetic. Biasa asimptomatik dan bersifat kronis progresif. Dapat
terjadi defek lapang pandang beruma hemifield superior atau inferior, atau bahkan hilangnya
seluruh kemampuan penglihatan kecuali sisa pulau penglihatan/tunnel vision dimana
penderita seolah-olah melihat melalui lubang kunci atau tabung. Penglihatan sentral dapat
tetap 6/6, tetapi penderita berjalan menabrak-nabrak serta kurang dapat melihat benda di
sampingnya yang berada dalam lapang pandang perifer.4,5

Glaukoma Primer sudut tertutup umumnya TIO berada diatas 30 mmHg, terutama
pada wanita usia 40 tahun. Gejala-gejala yang dialami pasien antara lain mata merah,
penglihatan menurun, seperti melihat pelangi di sekitar lampu, rasa sakit pada mata yang
berdenyut, sakit kepala sebelah, dan mual serta muntah. Sedangkan tanda-tanda yang
mungkin ditemukan adalah spasme palpebra, hiperemia konjungtiva, dan edema kornea
(keruh seperti kaes). Pada tahap awal, penurunan visus bukan karena kerusakan saraf optik
melainkan karena kekeruhan kornea. Selain itu bilik depan dangkal dan pupil luas karena
kelumpuhan m. sphincter pupillae. Pada serangan yang sudah terjadi berulang-ulang, lensa
menjadi keruh/katarak yang tampak di atas permukaan kapsula lensa depan sebagi bercak
putih (disebut glaucoma flecken). Oftalmoskopi mengungkap gambaran papil yang tidak khas
(edema,pucat). Tonomoteri menunjukkan TIO > 21 mmHg, bisa mencapai 50-60 mmHg.
Manisfestasi klinis akut adalah 2 dari gejala berikut nyeri ocular, mual/muntah, penglihatan
buram dengan halo dan setidaknya 3 dari tanda berikut: TIO lebh dari 21 mmHg, injeksi
konjungtiva, edema epitel kornea, pupil nonreaktif dan mid dilatasi, bilik mata depan
dangkal. Serangan akut sering terjadi pada malam hari, pasien biasanya berusia tua tanpa
riwayat glaucoma dengan nyeri hebat di sekitar mata, merah, dan pandangan mendadak
kabur. Keluhan lain berupa halo disekitar objek. Nyeri terasa seperti di bor disertai sakit
kepala ipsilateral, dan pada kasus berat bisa disertai nual/muntah. TIO meningkat tajam dan
pada kasus akut dapat mencapai 45 mmHg. Mata tampak hiperemis, dan pupil terlihat
mididlatasi (4-6mm) tidak responsive terhadap cahaya. Kekeruhan kornea terjadi karena
edema dan bilik mata depan tampak dangkal dengan pemeriksaan penlight. Dalam keadaan
lebih tenang, pemeriksaan fundus diperlukan untuk mengetahui gambaran papil optic.4,5

Manifestasi klinis glaucoma primer sudut tertutup bermacam-macam, tergantung dar


stadium klinisnya. European Glaucoma Society membagikan glaukoma primer sudut tertutup
menjadi lima stadium yaitu: Primary Angle-Closure Suspect (PACS), Acute Angle-Closure
(AAC), Intermittent Angle-Close (IAC), Chronic Angle-Closure Glaucoma (CACG) dan
Status Post-Acute Angle-Closure.9

Pada stadium PACS akan timbul tanda dan gejala berikut:9

 Tekanan intraokular (TIO) normal


 Terdapat kontak iridotrabekular pada 2 kuandran atau lebih
 Tidak ada sinekia anterior perifer
 Tidak ada gejala tunnel vision
 Tidak ada tanda glaukoma berupa neuropati optic

Pada stadium AAC akan timbul tanda dan gejala berikut:8

 Tekanan intraokular (TIO) >21 mmHg, sering mencapai 50-80 mmHg


 Tajam penglihatan menurun
 Edema kornea disertai Camera Okuli Anterior (COA) yang dangkal
 Kontak iridokorneal 360°
 Kongesti vena dan injeksi siliaris
 Pupil setengah midriasis disetai refleks pupil menurun atau tidak ada
 Papilledema diskus nervus optikus (N.II)
 Bradikardi atau aritmia
 Penglihatan kabur, terkadang ada “halo” di sekitar cahaya yang dilihat
 Nyeri
 Sakit kepala bagian frontal pada sisi mata yang terkena serangan
 Terkadang disertai mual dan muntah
 Terkadang disertai palpitasi dan kram perut

Pada stadium IAC akan timbul tanda dan gejala berikut:9

 Tanda bervariasi tergantung banyaknua kontak iridotrabekular, bisa menyerupai


gejala AAC dengan gejala yang lebih ringan
 Bisa terdapat atrofi diskus nervus optikus (N.II) dengan defek pada refleks pupil

Pada stadium CACG akan timbul tanda dan gejala berikut:9

 Sinekia anterior perifer pada berbagai sudut saat pemeriksaan gonioskopi


 Tekana intraokular (TIO) >21 mmHg, meningkat tergantung banyaknya kontak
iriotrabekular
 Tajam visus sesuai status fungsional (bisa normal)
 Terdapat kerusakan pada papil nervus optikus
 Terdapat tunnel vision
 Gangguan penglihatan sesuai status fungsional
 Biasanya tidak nyeri, hanya tidak nyaman

Pada stadium Status Post-Acute Angle-Closure akan timbul tanda dan gejala berikut:9

 Terdapat sinekia anterior perifer


 Atrofi iris sebagian
 Refleks pupil menurun atau tidak ada
 Terdapat glaukomfecken (kekeruhan pada korteks lensa anterior yang terdiri dari
jaringan epitel lensa yang nekrosis dan korteks subepitel yang terdegenerasi) pada
permukaan lensa anterior

Faktor Risiko

Faktor-faktor yang mempengaruhi glaukoma antara lain adalah:7,11,12

- Usia

Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan yang umumnya menyerang orang
bemsia dialas 40 tahun. Risiko terkena glaukoma akan meningkat pada umur 40 - 64 tahun
sebesar 1% dan pada umur 65 tahun keatas sebesar 5%. Disebabkan oleh proses degenerasi
yang abnormal, menyebabkan pengendapan bahan ekstrasel didalam anyaman dan dibawah
lapisan endotel canalis schlemm, sehingga menyebabkan penimbunan dan pembendungan
terhadap aliran keluar aqueous humor.

- Jenis Kelamin

Glaukoma sudut tertutup dengan hambatan pupil pada orang kulit putih ditemukan bahwa
pria 3 kali berisiko danpada wanita, sedangkan pada orang kulit hitam, penderita pria sama
resikonya dengan wanita.

- Ras

Resiko terserang glaukoma sangat tinggi pada ras Afrika. Berdasarkan ras, orang kulit
hitam mempunyai resiko 7 kali lebih besar terserang glaukoma dibandingkan orang kulit
putih. Pada orang kulit putih ditemukan bahwa glaukoma primer sudut terbuka, berisiko 4
kali lebih besar daripada glaukoma primer sudut tertutup, sedangkan pada orang Indonesia
glaukoma primer sudut tertutup berisiko lebih besar daripada glaukoma sudut terbuka.

- Riwayat Keluarga

Apabila dalam keluarga ada yang terkena glaukoma, disarankan agar anggota keluarga
yang lain sebaiknya memeriksakan mata secara rutin apabila umur telah lebih dari 40 tahun.
Mereka yang memiliki riwayat glaukoma pada anggota keluarga berisiko 4-8 kali lebih besar
untuk terserang glaukoma. Resiko terbesar terdapat pada hubungan kakak-beradik kemudian
hubungan orang tua dengan anak-anak. Faktor keturunan juga berperan terjadinya keadaan ini
karena TIO, cara pengeluaran akueous dan ukuran diskus optikus dipengaruhi oleh genetik.
Secara umum risiko terjadinya glaukoma pada saudara kandung sekitar 10% sedangkan pada
keturunannya sekitar 4%.

- Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dipercaya meningkatkan teijadinya resiko terkena


glaukoma. Penderita Diabetes Mellitus (DM), beresiko 2 kali lebih sering terkena glaukoma.
Sebesar 50% dari penderita diabetes mengalami penyakit mata dengan resiko kebutaan 25
kali lebih. Kondisi hiperglikemi dapat meningkatkan viskositas darah. Peningkatan viskositas
akan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah di vena episklera. Akibatnya, aliran
keluar aqueous humor akan mengalami rintangan sehingga terjadi penumpukan aqueous
humor. Hal ini dapat memicu peningkatan tekanan intraokuli. Hiperglikemi juga memilki
efek terhadap komea. Pada pasien, hiperglikemi didapati pertambahan ketebalan komea.
Penebalan komea dapat menyebabkan penyempitan hambatan aliran aqueous humor.
Hambatan tersebut akan memicu peningkatan tekanan intraokuli.

- Hipertensi

Penderita hipertensi pun berisiko lebih tinggi terserang glaukoma daripada yang tidak
mengidap penyakit hipertensi. Penderita hipertensi, beresiko 6 kali lebih sering terkena
glaukoma. Tekanan darah yang meningkat ini juga terjadi pada arteri-arteri yang
memperdarahi bola mata. Hal ini dapat pula memicu peningkatan tekanan intraokuli.

- Trauma

Kelainan mata seperti kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan katarak atau
radang mata dan lain-lain, dapat menyebabkan terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder
adalah glaukoma yang dapat disebabkan atau dihubungkan dengan kelainan mata yang telah
diderita sebelumnya atau pada saat itu.

- Miopi

Bentuk anatomi dari mata merupakan faktor kunci untuk berkembangnya glaukoma.
Bentuk anatomi mata orang yang dengan miop (berkaca mata minus) biasanya yang lebih
sering terkena glaucoma.

- Obat-obatan

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya glaukoma adalah pemakaian obat-obatan
yang mengandung steroid secara rutin dalam jangka waktu yang lama misalnya pemakaian
obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid
secara rutin lainnya. Pemakai obat-obatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan untuk
memeriksakan diri ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma.

Pencegahan Glaukoma

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah glaukoma adalah dengan deteksi dini

melalui skrining. Pemeriksaan skrining biasanya dilakukan setiap 2-4 tahun pada kelompok
usia di bawah 40 tahun, setiap 2 tahun pada kelompok usia di atas 40 tahun, dan setiap 1
tahun pada kelompok dengan riwayat keluarga menderita glaucoma.. Selain itu gaya hidup
sehat perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya glaukoma. Diet gizi seimbang, istirahat
yang cukup, dan pengelolaan stress yang baik adalah beberapa cara untuk menghindari
glaukoma. Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap glaukoma, penting
dilakukan edukasi. Setiap tahun diadakan pekan peringatan glaukoma atau World Glaucoma
Week pada pekan kedua bulan Maret. Pada tahun 2019, World Glaucoma Week diadakan
pada 10-16 Maret 2019. Kegiatan yang dilakukan dalam pekan tersebut adalah seminar,
webinar, poster, dan edukasi melalui media sosial. Kegiatan World Glaucoma Week
didukung oleh World Glaucoma Association, World Glaucoma Patient Association,
organisasi kesehatan dunia, organisasi profesi dokter spesialis mata (Persatuan Dokter
Spesialis Mata Indonesia atau Perdami di Indonesia), dan komunitas yang peduli terhadap
glaukoma lainnya.7

Pemeriksaan Glaukoma

- Iluminasi Oblik dari COA


COA diiluminasi dengan sinar dari lampu tangensial menuju bidang iris. Pada mata
dengan kedalaman COA yang normal, iris tampak seragam saat diiluminasi. Pada mata
dengan COA yang dangkal dan sudut yang tertutup baik sebagian ataupun seluruhnya, iris
menonjol ke anterior dan tidak seragam saat diiluminasi.13

Gambar 6. Pemeriksaan oblik dari COA13

- Slit Lamp
Kedalaman sentral dan perifer dari COA harus dievaluasi dengan ketebalan dari kornea.
COA yang memiliki kedalaman kurang dari 3 kali ketebalan kornea pada bagian sentral
disertai kedalam bagian perifer kurang dari ketebalan kornea memberikan kesan sudut yang
sempit. Gonioskopi penting dilakukan untuk evaluasi selanjutnya. Untuk evaluasi kedalaman
dari COA dengan pemeriksaan slit lamp biomiocroscop, pengaturan cahaya yang sempit
dipilih. Cahaya harus mengenai mata pada sudut penglihatan yang sempit dari garis cahaya
pemeriksa. Alat untuk imaging dari segmen anterior telah tersedia (Visante OCT, Zeiss)
menyediakan gambaran tomografi dari COA dan ukurannya.13

Gambar 7. Slit lamp5

- Tonometry

Tonometri adalah alat untuk mengukur tekanan intraokuler. Dikenal beberapa alat tonometer
seperti tonometer schiotz dan tonometer aplanasi goldman.

o Tonometry Digital

Tonometer digital bersifat subjektif dalam pemeriksaan tekanan bola mata. Dasar
pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi kelenturan bola mata (balotement)
pada saat melakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan. Tekanan bola
mata dinyatakan dengan nilai N, N+1, N+2, N+3, dan sebaliknya N-1 sampai
seterusnya.13
Gambar 8. Pemeriksaan tonometry digital5

o Tonometri schiotz

Tonometer schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran tekanan


bola mata dinilai secar tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat
pada komea karena itu dinamakan juga tonometri indentasi schiotz.13

Gambar 9. Pemeriksaan tonometry schiotz13

Dengan tonometer schiotz dilakukan indentasi (penekanan) terhadap


permukaan komea. Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan komea maka
akan terlihat perubahan pada skala schiotz. Makin rendah tekanan bola mata makin
mudah bola mata ditekan, yang pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar.
Hal ini juga berlaku sebaliknya. Angka skala yang ditunjuk dapat dilihat nilainya
didalam tabel untuk mengetahui kesamaan tekanan dalam mmHg. Transformasi
pembacaan skala tonometer kedalam tabel akan menunjukkan tekanan bola mata
dalam mmHg. Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi
horizontal dan mata ditetesi dengan obat anastesi topikal atau pantokain 0,5%.
Tonometer schiotz kemudian diletakkan diatas permukaan komea, sedang mata yang
lainnya berfiksasi pada satu titik di langit-langit kamar pemeriksa.5

Gambar 10. Tekanan bola mata (mmHg) berdasarkan masing-masing beban13

Kelemahan alat ini mengabaikan faktor kekakuan sklera (sclera riginity) cara
yang paling sederhana untuk mengetahui derajat kekakuan sklera iaIah dengan
menggunakan dua macam beban 5.5 dan 10 gram. Bila hasil bacaan dengan beban 10
gram selalu lebih tinggi dibanding hasil bacaan dengan 5.5 gram maka mata tersebut
melakukan kekakuan sklera yang lebih tinggi dari normal dibanding hasil bacaan pada
saat tersebut; sebaliknya bila hasil bacaan lebih rendah dengan beban 10 gram maka
mata tersebut memiliki kekakuan sklera yang lebih rendah dari normal dan berarti
tekanan bola mata yang sebenarnya lebih tinggi daripada hasil bacaan pada saat itu.
Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometer schiotz sebaiknya dilakukan
dengan berhati-hati, karena dapat mengakibatkan lecetnya komea sehingga dapat
mengakibatkan keratitis dan erosi komea.5

o Tonometer aplanasi

Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan
membuat rata permukaaan komea dalam ukuran tertentu dan kecil. Alat ini sangat
baik karena membuat sedikit sekali perubahan pada permukaan komea atau bungkus
bola mata.

Gambar 11. Tonometry aplanasi Goldmann13

Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur


tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera. Dikenal draiger
dan goldman aplanasi tonometer. Dasar ilmu fisika alat ini adalah tekanan ^
daya/luas. Bila sebagian dari bola yang lentur (komea) dibuat mendatar oleh
permukaan yang rata (tonometer aplanasi), maka tekanan didalam bola akan melawan
tekanan pendataran ini dan sama dengan tekanan yang diberikan daya = tekanan x
luas. Pada saat ini diperkenalkan tonometer aplanasi dengan memakai jet udara yang
akan membuat permukaan komea rata.5

o Tonometri pneumatik non kontak

Tonometer elektronik menembakkan udara 3ms secara langsung ke kornea.


Tonometer merekam defleksi dari kornea dan mengkalkulasi tekanan intraokular.13

o Kurva Pengukuran Tekanan 24 jam

Pengukuran dilakukan untuk menganalisis fluktuasi dari tekanan sepanjang 24


jam pada pasien dengan suspek glaukoma. Pengukuran single dapat tidak
representatif. Hanya kurva 24 jam yang menyediakan informasi yang tepat mengenai
tingkat tekanan. Tekanan intaokular berfluktuasi pada gambaran ritmis. Anga
tertinggi seringnya timbul pada malam hari atau awal pagi hari. Pada pasien normal,
fluktuasi dari tekanan intraokular jarang melebihi 4-6 mmHg. Tekanan diukur pada
pukul 06.00 pagi hari dan pukul 06.00 sore hari, 09.00 malam hari dan tengah malam.
Kurva tekanan 24 jam dari pasien rawat jalan tanpa pengukuran waktu malam hari
dan awal pagi hari hasilnya kurang tepat.12,13

Gambar 12. Kurva tekanan 24 jam5


o Tonometric self-examination
Perkembangan terbaru memungkinkan pasien untuk mengukur tekanan intraocular
sendiri di rumah dimana serupa dengan pengukuran gula darah dan tekanan darah
sendiri. Tonometer pasien memungkinkan untuk memperoleh kurva tekanan 24 jam
dari beberapa kali pemeriksaan pada kondisi yang normal setiap hari. Tonometr
pasien dapat diresepkan untuk pasien yang sesuai (seperti pasien dengan
meningkatnya risiko glaukoma akut). Bagaimanapun juga pengggunaan alat
memerlukan kemampuan khusus. Pasien dengan gangguan pada pemakaian tetes mata
merupakan petimbangan yang tepat untuk tidak mencoba menggunakan tonometer
pasien. Pasien muda dan memiliki motivasi yang baik merupakan kandidat yang baik
untuk tonometric self-examination.13

Gambar 13. Tonometric self-examination5


- Gonioskopi

Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat menimbulkan
glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan pada setiap kasus yang dicurigai
adanya glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di
dataran depan komea setelah diberikan local anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan
untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutamya 360 derajat.13

Teknik gonioscopy terbagi menjadi 2 kategori: direk dan indirek. Direk gionoscopy
dilakukan dengan mikroskop binokular atau slit-pen light, dan sebuah goniolens seperti
Koeppe, Barkan, Wurst, Swan-Jacob, atau lensa Richardson. Direk gonioscopy mudah
dilakukan dengan pasien dalam posisi supinasi. Gonioscopy indirek juga menghilangkan
refleksi internal total pada permukaan kornea. Cahaya yang dipantulkan dari sudut bilik mata
melewati ke dalam lensa gonioscopy Indirek dan dipantulkan oleh cermin dalam lensa.
Gonioscopy indirek digunakan dengan pasien pada posisi tegak lurus, dengan pencahayaan
dari slit lamp.13

Sudut ruang anterior dibentuk oleh persimpangan komea perifer dan iris, yang terletak
antara trabekuiar meshwork. Susunan dari sudut ini, apakah itu lebar (terbuka), sempit, atau
tertutup-memiiiki hubungan yang penting pada ams keluar air. Lebar sudut bilik mata depan
dapat diperkirakan dengan pencahayaan miring dengan senter kecil atau dengan pengamatan
slit lamp dari kedalaman ruang anterior perifer, tapi yang terbaik adalah ditentukan oleh
gonioscopy, yang memungkinkan visualisasi langsung dari struktur sudut. Jika ada
kemungkinan untuk melihat secara penuh trabekuiar meshwork, scleral, dan iris, artinya
sudut terbuka. Jika hanya melihat garis Schwalbe atau sebagian kecil dari trabecular
meshwork berarti sudut sempit. Jika tidak bisa melihat garis Schwalbe berarti sudut tertutup.
Garis Schwalbe yang luas ditunjukkan oleh panah putih, di bawahnya adalah meshwork non-
pigmen, meshwork berpigmen, scleral spur dan badan siliaris 10,13
Gambar 14. Pemeriksaan gonioskopi

- Oftalmoskop

Diskus optikus memiliki indentasi yang disebut optic cup. Pada keadaan peningkatan
tekanan intraokular yang persisten, optic cup menjadi membesar dan dapat dievaluasi dengan
oftalmoskop. Pemeriksaan stereoskopik dari diskus optikus melalui slit lamp biomicroscope
dicoba dengan lensa kontak memberikan gambaran 3 dimensi. Optic cup dapat diperiksa
stereoskop dengan pupil yang dilatasi. Nervus opticus memurapakan “glaucoma memory”.
Evaluasi struktur ini akan memberikan informasi pada pemeriksa keruasakan akibat
glaukoma terjadi dan berapa jauh kerusakan tersebut. Optic cup normal, anatomi normal
dapat berbeda jauh. Optic cup besar yang normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari optic
cup didapatkan pada mata dengan glaukoma. Pengukuran diskus optikus, area diskus optikus,
opticus cup dan pinggiran neuroretinal (jaringan vital diskus optikus) dapat diukur dengan
planimetri pada gambaran 2 dimensi dari nervus opticus.13
Perubahan glaukomatosa pada nervus opticus, glaukoma menimbulkan perubahan tipikal
pada bentuk dari opticus cup. Kerusakan progresiv dari serabut saraf, jaringan fibrosa dan
vaskular, serta jaringan glial akan diobservasi. Atrofi jaringan ini akan menyebabkan
peningkatan pada ukuran dari optic cup dan wrna diskus optikus menjadi pucat. Perubahan
progresiv dari diskus optikus pada glaukoma berhubungan dekat dengan peningkatan defek
dari lapang pandang.5

- Perimetri

Perimetri merupakan pemeriksaan yang penting pada glaukoma sudut terbuka.


Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa ada tidaknya defek lapang pandang baik sentral
maupun perifer. Batas normal lapang pandangan adalah 60o pada daerah superior, 75o pada
daerah inferior, 1100 pada ternporal, dan 60o pada daerah nasal.1 Pemeriksaan perimetri yang
paling sederhana adalah dengan menggunakan sebuah layar hitam yang disebut tangent
screen. Pasien diminta duduk dalam jarak dua meter di depan layar tersebut. Kemudian objek
digeser perlahan dari tepi ke titik tengah dan pasien diminta memberitahu saat titik sudah
terlihat. Prosedur ini diulangi hingga mengelilingi 360 derajat.13

Pemeriksaan lainnya adalah dengan menggunakan perimeter Goldmann. Pemeriksaan ini


merupakan pemeriksaan yang paling utama dalam mendeteksi defek lapang pandang pada
glaukoma. Perimeter Goldmann merupakan alat berbentuk setengah bola dengan radius 30
cm. Mata pasien difiksasi pada bagian sentral bola. Selanjutnya objek digeser perlahan dari
tepi ke arah titik sentral. Lalu dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat objek mulai
terlihat.5 Pemeriksaan perimetri lainnya yang lebih canggih adalah dengan menggunakan
automated perimeter. Bentuk perimeter ini mirip dengan perimeter Goldmann, hanya saja
hasil pemeriksaan dapat direkam oleh komputer. Selain itu, dengan alat ini, ukuran dan
terangnya cahaya dapat diatur, sehingga hasilnya menjadi lebih sensitif dan akurat.13
Gambar 16. Contoh hasil pemeriksaan perimetri10

Pada stadium awal glaukoma sudut terbuka, lapang pandang perifer biasanya belum
terpengaruh, namun lapang pandang sentral dapat mengalami berbagai skotoma. Pada
stadium lanjut, lapang pandang perifer akan terpengaruh mulai dari bagian nasal, kemudian
menyebar ke tengah hingga membentuk tunnel vision dan akan berakhir sebagai kebutaan.5

Lapisan serabut saraf retina (RNFL, retinal nerve fiber layer) yang menyusun lapang
pandangan dapat dibagi ke dalam 3 divisi, yaitu:5

 Serabut-serabut nasal: retina nasal - papil optik bagian nasal


 Maculopapillary bundle: makula - papil optik bagian temporal
 Serabut-serabut arkuata: makula perifer dan retina temporal di luar makula - papil
optik bagian superior dan inferior.

Tipe defek lapang pandangan tersering pada glaukoma akan bersesuaian dengan lokasi serta
distribusi kerusakan serabut sarafnya. Oleh karena serabut nasal dan maculopapular bundle
mengalami kerusakan paling akhir, pada glaukoma lanjut dapat masih ada island of vision
sentral atau temporal. Kerusakan serabut arkuata lebih sering terjadi dan defek yang terjadi
selalu terletak nasal dari bintik buta. Kerusakan serabut arkuata lebih lanjut akan
menghasilkan skotoma arkuata atau Bjerrum. Karena serabut arkuata tidak berjalan
menyeberangi garis tengah (midline) horizontal, kebanyakan defek lapang pandangan pada
glaukoma tidak menyeberangi midline horizontal pula.5
Optical Coherence Tomography

Adanya defek bidang visual yang khas dapat mengkonfirmasi diagnosis, tetapi sebanyak 30%
hingga 50% sel ganglion retinal dapat hilang sebelum defek dapat dideteksi dengan pengujian
lapang pandang standar. Evaluasi longitudinal dan dokumentasi kerusakan struktural pada
optik Oleh karena itu, saraf merupakan komponen penting dalam diagnosis penyakit.
Evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan mengamati kepala saraf optik menggunakan
oftalmoskop atau dengan mendapatkan foto kepala saraf optik. Namun, identifikasi subjektif
kerusakan cakram optik akibat glaukoma dapat menjadi tantangan, dengan ketidaksepakatan
besar dalam penilaian yang diamati bahkan di antara spesialis glaukoma.29 Beberapa teknik
pencitraan pemindaian laser yang dikembangkan baru-baru ini memberikan informasi yang
lebih obyektif dan kuantitatif tentang jumlah serat saraf optik (sel ganglion retina). akson)
kerugian. Teknik-teknik ini, termasuk optalmoskopi laser pemindaian confocal, pemindaian
polarimetri laser, dan tomografi koherensi optik, telah meningkatkan identifikasi penyakit
awal dan juga meningkatkan pengamatan hilangnya serat saraf optik progresif dari waktu ke
waktu.8
Gambar 17. OCT10

Pengobatan

Pemberian obat diberikan 1 macam terlebih dahulu, lini pertamanya beta adrenergic
antagonis. Bila tidak turun sebanyak 20 %, diganti dengan analog prostaglandin, akan tetapi
obat tersebut cukup mahal. Lini kedua adalah tetes mata penghambat anhydrase karbonat.
Bila dengan 1 macam obat TIO sudah turun sebanyak >20 % akan tetapi belum mencapai
target tekanan yang diahrapkan, maka dapat diberikan tambahan obat lain yang berbeda
seperti kombinasi. Terapi kombinasi di pasaran sudah banyak dan berguna untuk
meninhkatkan ketaatan pemakaian diabnding harus diberi dua atau lebih macam obat pada
waktu yang berbeda. ecara umum, target awal bertujuan untuk mengurangi tekanan sebesar
20% hingga 50%. Namun, tekanan target perlu dinilai kembali secara terus menerus selama
follow up pasien, tergantung pada evolusi penyakit. Misalnya, jika ada perkembangan
penyakit yang berlanjut (perubahan saraf optik atau kehilangan bidang visual) meskipun level
tekanan pada target awal nilai, target perlu diturunkan.5,8
Tabel 1. Obat Glaukoma8

Obat-obat untuk menurunkan produksi humor akuos adalah:11

- Beta Adrenergic Antagonist

Beta Adrenergic antagonist topical menurunkan tekanan intraocular dengan menghambat


produksi siklus adenosine monophospate (cAMP) di epitel siliar, dengan demikian
menurunkan sekresi aqueous humor 20%-50% (2.5pL/min to 1.9pL/min). Kejadian
menunjukkan bahwa beta-blockers menurunkan produksi aqueous humor pada saat siang hari
tetapi efeknya berkurang ketika tidur. Betaxolol 0.25% and 0.5%, carteolol 1%, levobunolol
0.5%,metipranolol 0.3%, and timolol maleate 0.25% and 0.5% solutions sehari dua kali dan
timolol maleate 0.25% and 0.5% gel sehari sekali di pagi hari.9,12

- Carbonic Anhydrase Inhibitors (CAIs)

CAIs menurunkan pembentukan aqueous humor dengan aktivitas antagonis langsung


pada epitel siliar carbonic anhydrase. Lebih dari 90% dari enzim epitel siliar aktif untuk
menurunkan produksi cairan dan menurunkan tekanan intraokuler. Agen sistemik dapat
diberikan secara oral, intramuscular, dan intravena. Agen ini sangat berguna pada kondisi
yang gawat (contohnya pada glukoma sudut tertutup akut). Oral CAIs bereaksi dalam 1 jam,
maksimal efeknya terjadi dalam 2-4 jam. Pemberian acetazolamide dapat memberikan efek
dalam 3-6 jam. Pada pemberian acetazolamide intravena, efek terlihat dalam 2 menit setelah
pemberian obat, dan efek maksimumnya terjadi dalam 15 menit. Acetazolamid sistemik dan
methazolamid adalah CAIs oral yang paling sering digunakan; agen lain dalam kelompok
obat ini adalah dischlorpenamide. Obat ini mampu menekan pemebentukan humor aqueous
sebanyak 40-60%. Acetazolamide dapat diberikan oral dalam dosis 125-250mg sampai 4x
sehari. Dorzolamide hydrochloride 2% dan brizolamide 1% (dua atau tiga kali sehari) topikal
tidak seefektif sistemik. Efek samping nya adalah rasa pahit sementara dan
blefarokonjungtivitis alergi. 9,11,12

- Alfa Adrenergic Agonist

Tetes mata apraclonidine dan brimonidine. Menurunkan pembentukan humor aqueous


tanpa menimbulkan efek pada aliran keluar, berguna untuk mencegah peningkatan TIO
pascaterapi laser segmen anterior dan dapat diberikan terapi jangka pendek untuk kasus yang
sukar disembuhkan. Obat ini tidak sesuai untuk jangka Panjang karena bersifat takifilaksis
(hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya insiden reaksi alergi. Dapat
bekerja untuk menurunkan tekanan vena episkleral serta memperbaiki aliran keluar jalur
trabecular. Apraclonidine 0,5% 3x sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser.
Brominidine 0,2% 2x sehari. Epinephrine dan dipivefrin memiliki sejeumlah efek dalam
pembentukkan humor aquous tetapi belakangan ini jarang digunakan.9,12

1. Obat tetes mata yang digunakan untuk meningkatkan aliran keluar humor akuos adalah:
- Prostaglandin Analogs

Prostagalandin analog juga sering disebut sebagai penurun tekanan okuler. Istilah lain
yang digunakan untuk kategori kelompok ini adalah prostamide (bimatoprost) dan
decosanoid (unoprostone isopropyl).Diduga meningkatkan jarak fasia otot-otot di badan siliar
sehingga Meningkatkan uveoscleraloutflow dan trabecular. Sekarang, 4 prostaglandin analog
yang digunakan secara klinis adalah latanoprost, travoprost, bimatoprost, dan unoprostone
isopropyl. Semua kelompok obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran cairan
aqueous humor. Latanoprost dan travoprost dapat menurunkan tekanan intraokuler 25%-32%,
bimatoprost menurunkan tekanan intraokuler dengan 27%-33%; unoprostone kurang efektif,
menurunkan tekanan intraokuler 13%-18%. Travoprost 0,004%, latanoprost 0,005%, dan
bimatoprost 0,003% digunakan sekali dalam sehari, biasanya pada malam hari, dan kurang
efektif digunakan 2 kali sehari; unoprostone digunakan 2 kali sehari. Efek samping dari
golongan obat ini adalah kegelapan dari iris dan periokuler kulit sebagai hasil dari
peningkatan jumlah dari melanosomes dan melanosit.5,9

- Parasympathomimetic (Miotic) Agents

Menyebabkan kontraksi pada otot longitudinal badan siliar sehinngga mengencanhkan


anyaman trabecular dan meningkatkan pengeluaran humor akuous. Agen ini dapat
menurunkan tekanan intraokuler 15%-25%. Indikasi untuk terapi miotik termasuk dalam
pengobatan jangka panjang dari peningkatan tekanan intraokuler pada pasien dengan sudut
terbuka dan profilaksis untuk glaukoma sudut tertutup sebelum iridectomy. Pilokarpin 0,5-
6% ditetesi 4xsehari atau gel 4% sebelum tidur.4,5,9

- Hyperosmotic Agents

Hyperosmotic agen digunakan untuk mengontrol episode akut dalam peningkatan tekanan
intraokuler. Umunya hyperosmotic agent termasuk dalam glycerin oral dan mannitol
pemberian intravena. Ketika diberikan, hyperosmotic agen menurunkan tekanan intraokuler
dengan meningkatakan osmolaritas darah, yang membuat gradien osmotik antarah darah dan
humor vitreous, menahan air dari vitreous cavity dan menurunkan tekanan intraokuler.
Glycerin dapat di berikan pada pasien hiperglikemi atau ketoasidosis pada pasien dengan
diabetes, karena metabolism glycerin dalam gula dan keton. Gliserin diberikan peroral dalam
larutan 50% dengan air, jus jeruk, atau larutan garam-beraroma dengan es. Dosis 1-1,5g/kg
BB. Manitol 5-25% untuk suntikkan iv 1,5-2g/kg BB biasanya dengan kadar 20%. Obat
hiperosmotik hanya bisa diberikan di fasilitas Kesehatan yang dapat memantau kondisi
sitemik pasien, karena mengancam nyawa seperti edem cerebri, edem paru, gagal jantung dan
lain-lain 4,5,9

- Kombinasi Pengobatan

Pengobatan dengan kombinasi dan ditempatkan dalam satu botol mempunyai manfaat
potensial dan terbukti baik, lebih nyaman, lebih sesuai dan lebih murah. Kombinasi dari beta
blocker (timolol maleate 0.5%) and topical CAI (dorzolamide 2%), menunjukkan efek yang
lebih baik dengan pemberian 2 agen: timolol maleate 0.5% pemberian 2 kali. Latanoprost
0,005% dan timolol 0,5% sekali sehari di pagi hari.9,11

Terapi Bedah

Jika obat tetes tidak mampu menurunkan TIO, atau muncul efek samping bermakna
akibat obat, dapat dipertimbangkan laser trabeculoplasty untuk menurunkan TIO dengan cara
meningkatkan outflow. Penggunaan laser biasanya argon untuk menimbulkan bakaran
melalui suatu lensa gonio ke anyaman trabecular dan kanal sclemm dan adanya proses selular
yang meningkatkan fungsi anyaman trabecular. Laser trabekuloplasti biasa dilakukan
sebelum tindakan pembedahan lain. Tindakan bedah glaucoma dilakukan apabila terapi
medikamentosa maupun laser tidak dapat menurunkan TIO secara optimal. Tindakan bedah
glaukoma disebut trabekulektomi yang pada prinsipnya dilakukan dengan membuat saluran
baru yang mengalirkan humor aquous dari intraocular ke ruang
subkonjungtiva.Komplikasinya dapat terjadi fibrosis jaringan episklera yang menyebabkan
penutupan jalur drainase baru tersebut. Penanaman silicon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi aquous hummor adalah Tindakan alternatif untuk mata yang tidak berespon
terhadap trabekulektomi. Selain itu dapat dilakukan pemasangan implant selang drainase dan
glaucoma drainage device.5,9

Pengobatan medis untuk glaukoma sudut tertutup akut adalah mempersiapkan pasien
untuk laser iridotomi.Iridotomi perifer paling baik dilakukan dengan laser Yag:neodymium
walauoun laser argon mungkin diperlukan pada iris berwarna gelap. Tindakan bedah
iridektomi perifer dilakukan bila iridotomy laser yag tidak efektif. Tujuan dari pengobatan ini
adalah untuk menurunkan tekanan intraokuler secara cepat untuk mencegah kerusakan pada
saraf optik, membersihkan komea, menurunkan peradangan intravaskuler, memungkinkan
konstriksi pupil, dan untuk mencegah pembentukan dari posterior dan peripheral sinekia
anterior. Pengobatan untuk glaukoma sudut tertutup kronik sama seperti pengobatan
glaukoma sudut terbuka primer. Indikasi untuk iridectomy adalah terdapatnya blok dari pupil
dan menentukan adanya blok dari pupil. Laser iridectomy juga diindikasikan untuk mencegah
terjadinya blok pada pupil pada mata yang dianggap mempunyai risiko, ditentukan dengan
evaluasi gonioskopi atau karena serangan sudut tertutup pada mata yang sama. Mata dengan
rubeosis iridis aktif akan mengalami perdarahan dalam pembedahan iridectomy. Risiko
perdarahan ini meningkat pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan sistemik, termasuk
aspirin. Pada beberapa kasus penutupan sudut yang tekanan intra ocularnya tidak mungkin
dikendalikan dengan obat atau tidak dapat dilakukan iridotomy YAG dapat dilajukan ALPI
(iridoplasti perifer laser argon). Suatu cincin laser yang membakar iris perifer menyebabkan
kontraksi stroma iris dan secara mekanis, menarik sudut bilik mata depan hingga terbuka.
Terdapat resiko terjadi sinekia anterior perifer sebesar 30% dan peningkatan tekanan
intraocular secara kronis mencerminkan sulitnya kasus yang ditangani.5,911

Terapi Sudut Tertutup

Terapi awal menurunkan TIO. Asetazolamid iv dan oral (awal 500mg dilanjutkan
4x250mg setelah 1 jam, hingga TIO normal) bersama obat topikal, seperti beta blocker (2x
sehari) dan apraclonidine dan jika perlu berikan hiperosmotik (digunakan bila TIO
>50mmHg) dan jika asatazolamid tidak berefek. Lalu teteskan pilocarpin 2% satu setenggah
jam setelah terapi dimulai, saat iskemik iris berkurang dan tekanan TIO menurun sehingga
sfingter pupil berespon terhadap obat. Pilokarpin 2% diberikan 2x selang 15 menit,
selanjutnya diberikan 6x1tetes pada mata yang terkena, dan mata yang tidak terkena serangan
dapat diberikan profilaksis pilokarpin 1% 4x sehari, sampai laser iridotomi. Steroid topikal
(4xsehari) dapat diberikan untuk menurunkan peradangan intraocular sekunder. Bila pasien
merasakan nyeri dan sakit kepala hebat dapat diberikan analgesic oral. Setelah terkontrol
TIOnya dilakukan iridotomy perifer untuk membentuk hubungan permanen antara bilik mata
depan dan belakang sehingga kekambuhan iris bombe dapat dicegah. Ini paling sering
dilakukan dengan laser YAG:neodymium. Tindakan iini akan berhasil apabila sudut yang
tertutup oleh sinekia anterior perifer (PAS, peripheral anterior synechiae) permanen sebanyak
50%. Jika >50% sudut sudah tertutup permanen, diindikasikan untuk dilakukan
trabekulektomi. Dpaat dilakukan iridotomy dengan laser argon. Iridektomi perifer secara
bedah merupakan terapi konvensional bila terapi laser tidak berhasil, tetapi ALPI dapat
dilakukan. Mata sebelahnya harus menjalani iridotomy laser profilaktik.5,9

Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini.6
BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma merupakan neuropati optik kronis ditandai dengan pencekungan diskus


optikus dan pengecilan lapang pandang, dapat disertai dengan peningkatan tekanan
intraokuler. Proses terjadinya peningkatan tekanan intraokuler disebabkan oleh adanya
masalah pada aliran keluar cairan aqueus humor karena adanya kelainan sistem drainase
sudut balik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau masalah pada aliran masuk cairan
aqueus humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Glaukoma disebut sebagai
“pencuri penglihatan” sebab gejala glaukoma itu sendiri sering tidak dirasakan oleh
penderita. Proses hingga terjadinya kebutaan berjalan lama. Tetapi ketika penderita sudah
merasakan penglihatannya sudah sangat menurun, penyakit ini sudah terlanjur parah. Karena
itu penting untuk melakukan pemeriksaan skrining agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
Daftar Pustaka

1. Chaidir Q, Rahmi FL, Nugroho T, Obat KM. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita
Glaukoma Dengan Ketaatan Menggunakan Obat. Diponegoro Med J (Jurnal Kedokteran
Diponegoro). 2016;5(4):1517–25.
2. Sari YP. Penatalaksanaan Glaukoma Akut Primer Sudut Terbuka. J Kedokt Syiah Kuala.
2018;18(3):172–5.
3. Siswoyo, Susumaningrum LA, Rahayu S. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Upaya
Pencegahan Penyakit Glaukoma pada Klien Berisiko di Wilayah Kerja Puskesmas
Jenggawah Kabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehat. 2018;6(2):285–91
4. Prof dr.Suhardjo, SU, SP.M (K), dr. Angela Nurini Agni, Sp.M(K). Buku ilmu kesehatan
mata. Ed 3. Yogyakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Universitas Gadjah Mada,
2017.
5. Sitorus, dkk. Oftalmologi. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2017.
6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.
7. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Glaucoma di Indonesia. Jakarta: Infodatin;2019.
8. Weinreb RN, dkk. The pathophysiology and treatment of glaucoma. JAMA.
2014;311(18):1901–1911.
9. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 19th ed. Lange Mc
Graw Hill; 2018.
10. Bowling B. Kanski’s:Clinical ophthalmology.8th Ed. Elsevier;2016.
11. The Ophthalmic News and Education Network American Academy of Ophthalmology.
Primary Open-Angle Glaucoma-Asia Pacific. 2013. Diunduh dari:
http://one.aao.org/topic-detail/primary-openangle-glaucoma-asia-
pacific#GlobalInformation. 01 Mei 2021.
12. Filippopoulos T. Argon Laser Trabeculoplasty. 2012. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1844064-overview#a15. 01 Mei 2021.
13. Lang, GK. 2015. Glaucoma In Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 3 rd edition .
Germany. 239-277
14. Quigley HA. Glaucoma. Lancet 2011; 377(9774):1367-1377.

Anda mungkin juga menyukai