Anda di halaman 1dari 15

Asma Bronkiale pada Anak

Kelompok F5
Abdul Azis (102012401)
Canty Gracella Lamandasa (102012456)
Marisa Theana Tabaleku (102013333)

Elmon Patadungan (102014009)

Aba Madonna Sallao (102014013)

Theresia Cesa Puteri Wongkar (102014027)

Julio Atlanta Chandra (102014089)

Deshielanny Nair Narayanan (102014241)

Alamat Korespondesi :Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Jl. Arjuna Utara No.6,
Jakarta 11510.Telephone : ( 021 ) 5694-2061 .Fax : (021) 563-17321.

Skenario 9
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ibunya ke poliklinik RS karena sering
batuk sejak 3 bulan yang lalu.

Pendahuluan
Asma adalah suatu penyakit yang dapat menyerang segala usia termasuk anak-anak.
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh
berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran napas bagian
bawah. Penyakit ini hilangtimbul, dengan waktu serangan yang pendek. Serangan dari asma
sendiri ada yang bersifat ringan, sedang, maupun berat.1 Meskipun asma bukan penyakit yang
ditakuti karena tidak menimbulkan banyak kasus kematian, namun tetap harus dilakukan
terapi dan pencegahan yang sesuai agar tidak terjadi gagal napas.

1
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya
memungkinkan, namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau orang yang
mengantar pasien ke dokter. Sesuai dengan kasus, pertanyaan yang diajukan dapat meliputi
identitas diri, keluhan utama, sejak kapan keluhan utama muncul, keluhan lain yang mungkin
dirasakan, riwayat penyakit yang diderita saat ini, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, pengobatan yang sudah dilakukan dan kondisi sosial ekonomi pasien.
Pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan kepada pasien yang menderita asma, antara
lain: ditanyakan apakah wheezing (mengi) hilang timbul (jika hilang timbul, ditanyakan
timbulnya saat apa), apakah disertai dengan sesak napas maupun batuk (jika pasien
mengelukan adanya batuk, tanyakan juga frekuensi, warna dahak yang dikeluarkan, dan juga
apakah disertai darah), apakah pasien memiliki riwayat alergi, adakah riwayat infeksi saluran
napas, adakah kegiatan jasmani yang dilakukan sebelum terjadi wheezing, riwayat
pengobatan asma, riwayat PPOK (penyakit paru obstruktif kronik); riwayat penyakit jantung;
maupun penyakit kanker.1
Sesuai dengan kasus didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:
Usia : 6 tahun
Keluhan Utama : Batuk sejak 3 bulan yang lalu, terutama
pada malam hari. Seminggu terakhir
menjadi semakin sering.
Keluhan Lain : (-) demam
Riwayat Pengobatan : Berobat ke puskesmas, tapi tidak
banyak perubahan

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kesadaran,
pemeriksaan tanda-tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan tanda-
tanda vital meliputi: tekanan darah, nadi, frekuensi napas, dan suhu badan. Pada inspeksi
dilihat apakah bentuk dada simetris, tertinggal pada gerakan napas, dan apakah trakea terletak
di tengah. Hidung, rongga mulut, hendaknya diperiksa bila ada sumbatan. Jika diperlukan
sputum dapat diperiksa untuk mencari adanya sel radang terutam eosinofil dan bakteri.
Perhatikan apakah ada massa tumor, edema, peninggian tekanan vena jugularis, dan
pembesaran kelenjar getah bening.
Pada palpasi dilakukan perabaan untuk melihat adanya rasa nyeri, tumor atau
benjolan, penyempitan atau pelebaran sela iga, dan pergerakan thoraks. Pada pemeriksaan
auskultasi, didengarkan apakah ada bunyi patologis. Pada penderita asma akan didapatkan

2
bunyi wheezing. Bunyi wheezing dapat dikalsifikasikan menjadi dua yaitu lokal dan merata.
Wheezing yang terjadi lokal atau setempat mungkin disebabkan oleh obstruksi seperti pada
karsinoma bronkus dan benda asing atau stenosis yang menetap, sifat wheezingnya
monotonal. Sedangkan wheezing yang tersebar luas dapat disebabkan oleh bronKitis kronik,
emfisema, atau penyakit paru obstruktif kronik. Wheezing yang sifatnya intermiten (misalnya
hanya pada malam hari atau dini hari) mengarah ke asma, sedangkan bila terjadi pada waku
berbaring mungkin edema paru atau aspirasi. Wheezing yang terjadi tiba-tiba dan lokal
mungkin disebabkan oleh benda asing atau edema paru.1
Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
Tanda-tanda vital : Normal
Inspeksi : Takipnea (pernapasan abnormal cepat dan dangkal)
Auskultasi : Wheezing

Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Faal Paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi
bronkus, menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit. Pemeriksaan faal paru
yang penting pada asma ialah PEFR (peak expiratory flow rate), FEV1 (forced expiratory
volume 1 second), FVC (forced vital capasity), FEV1/FVC. Uji faal paru tidak selalu mudah
dilakukan terutama pada anak dibawah umur 5-6 tahun. Sebaiknya tiap anak dengan asma di
uji faal parunya pada tiap kunjungan. Peak flow meter adalah yang paling sederhana,
sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih lengkap.2
FVC, PEFR, dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya.
Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC
hanya berkurang sedikit. Inflasi berlebihan yang biasanya terlihat secara klinis akan
digambarkan sebagai meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi
residu. Di luar serangan, faal paru tersebut umumnya akan kembali normal kecuali pada asma
yang berat.

3
Gambar 1. Gambaran Tes Fungsi Faal Paru pada Penderita Asma.2

2. Foto Rontgen Toraks


Pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakan paru yang
meningkat. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Atelektasis juga
sering ditemukan.2 Setiap anak penderita asma yang berkunjung pertama kalinya perlu dibuat
foto rontgen parunya. Foto ini dibuat terutama untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit lain. Foto perlu diulang bila ada indikasi misalnya dugaan adanya pneumonia atau
pneumotoraks. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit terkontrol.

Gambar 2. Reversible Hyperinflation dengan Asma.2

3. Pemeriksaan Darah, Eosiinofil, dan Uji Tuberculin


Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung, dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma. Eosinofil dapat ditemukan dalam darah tepi, sekret hidung dan sputum.
Dalam sputum dapat ditemukan Kristal Charcot-Leyden dan spiral Crushman. Bila ada

4
infeksi mungkin akan didapatkan pula lekositosis polimorfonukleus.2 Uji tuberculin penting
bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberkulosis, tetapi juga karena kalau ada
tuberculosis dan tidak diobati, asmanya pun mungkin sukar dikontrol.

4. Uji Kulit Alergi dan Imunologi


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Masing-masing cara
mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Allergen yang digunakan adalah allergen yang
banyak didapat di daerahnya. Hasil positif harus dicocokkan dengan keadaan penderita
sehari-hari. Bila ada hubungan yang jelas baru uji kulit tersebut berarti. Kedua cara uji kulit
alergi tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dalam presentase kecil dan mempunyai
korelasi yang baik dengan IgE yang beredar. Perlu diingat bahwa reaksi ini dapat ditekan
dengan pemberian antihistamin.
Pemeriksaan IgE atau kalau mungkin IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan
menentukan pengelolaannya. Tetapi bila tidak dapat ditemukan kelainan ini diagnosis asma
belum dapat disingkirkan. Uji alergi kulit berguna untuk menunjukkan allergen yang
potensial sebagai pencetus. Hasil uji alergi kulit harus dihubungkan dengan keadaan klinis,
dan bila cocok itulah allergen pencetus yang sesuai.

Diagnosis Kerja
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan
bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran
napas bagian bawah. Asma sendiri sebenarnya merupakan penyakit yang hilangtimbul,
dengan waktu serangan yang pendek.

Diagnosa Pembanding
1. Bronkitis Kronik atau Batuk Kronik Berulang (BKB)
Bronkitis kronik adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab
dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu berturut-turut dan atau
berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa gejala respiratorik lainnya.
Etiologinya dapat disebabkan oleh Rhinovirus, Parainfluenza, Influenza, Adenovirus,
Enterovirus, maupun bakteri (H.influenza, Strep.pneumonia, Staf.aureus).
Gejala utama yang terlihat pada pederita bronkitis kronis adalah batuk baik yang
produktif maupun yang kering. Selain itu, kadangkala ditemukan wheezing, rasa nyeri di
dada, dan memburuk saat malam hari. Karena itulah, pada anak yang datang dengan gejala

5
seperti bronkitis kronis, harus dipikirkan pula kemungkinan terjadinya asma. Williams dan
McNicol pada tahun 1969 telah menemukan kesamaan klinis, patologi, dan epidemologi
antara bronkitis kronik dan asma. Pengobatan yang dapat dilakukan antara lain dengan
pemberian bronkodilator bila berhubungan dengan asma dan antibiotik seperti ampisilin
maupun eritromisin bila diperlukan.2

Gambar 3. Gambaran Bronkiolus Penderita Bronkitis.2

2. Bronkiolitis Akut
Penyakit ini merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering di derita bayi
dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata
ditemukan pada usia 6 bulan. Penyebabnya sebagian besar (50%) dikarenakan Respiratory
syncytial virus. Sebagian lagi disebabkan oleh parainfluenza virus, Eaton agent (Mycoplasma
pneumonia), adenovirus dan beberapa virus lain.
Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas, disertai
dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan suhu. Anak mulai
mengalami sesak napas, makin lama makin hebat, pernafasan dangkal dan cepat disertai
dengan serangan batuk. Pada pemeriksaan terdengar ekspirium memamjam disertai dengan
mengi (wheezing). Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga
timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respon terhadap pengobatan
dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak.3

6
Gambar 4. Bronkiolus pada Penderita Bronkiolitis.3

Etiologi
Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma dapat dikelompokkan dalam tujuh
kategori besar: alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan dengan
olahraga, dan emosional. Alergen pada asma alergik bergantung pada respon IgE yang
dikontrol oleh limfosit T dan B dan diaktivasi oleh interaksi antigen dengan ikatan sel mast
IgE. Sebagian besar alergen asma tersebar oleh udara, dan untuk menghasilkan status
sensitivitas membutuhkan waktu yang cukup lama. Setelah terjadi sensitisasi, pasien dapat
menampakkan respon yang hebat, bahkan kontak dalam hitungan menit dapat menghasilkan
eksaserbasi signifikan pada penyakit ini. Asma alergik biasanya musiman, paling banyak
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan yang bukan musiman dapat
ditimbulkan dari alergi terhadap bulu, serpihan kulit binatang, kutu debu, jamur, dan antigen
lingkungan lain yang ada secara kontinyu.

7
Gambar 5. Beberapa Faktor Penyebab Asma.3

Rangsangan farmakologis juga dapat menyebabkan asma. Obat yang paling sering
berhubungan dengan fase akut asma adalah aspirin (NSAID), zat warna seperti tartazin,
antagonis -adrenergik, dan senyawa sulfit. Tipe yang sensitif aspirin terutama pada orang
dewasa, walaupun terdapat juga pada anak-anak. Terdapat reaktivitas silang antara aspirin
dengan NSAID yang menginhibisi prostaglandin G/H sintase 1. Pasien dengan sensitivitas
terhadap aspirin dapat didesensitisasi dengan pemberian aspirin harian, sehingga terjadi
toleransi silang dengan NSAID lainnya.
Antagonis -adrenergik pada individu dengan asma dapat menghambat saluran napas
dengan meningkatkan reaktivitas saluran napas dan harus dihindari. Bahkan antagonis -
adrenergik selektif beta 1 memiliki kecenderungan tersebut dalam dosis yang lebih tinggi.
Terdapat fakta bahwa penggunaan lokal penghambat beta 1 pada mata untuk mengobati
glaukoma berhubungan dengan memburuknya asma. Senyawa sulfit, yang digunakan secara
luas pada makanan dan industri farmasi sebagai zat untuk sanitasi dan pengawet, dapat
menimbulkan penyumbatan saluran napas bagi orang yang sensitif. Paparan terjadi karena
memakan makanan dan obat-obatan yang mengandung zat-zat tersebut.
Faktor lingkungan juga diketahui dapat menimbulkan asma. Penyebab asma dari
lingkungan biasanya berkaitan dengan kondisi iklim yang meningkatkan konsentrasi polutan
dan antigen atmosfir. Kondisi ini terdapat pada wilayah indutri berat dan perkotaan padat dan
seringkali nerhubungan dengan perubahan suhu atau siluasi lain yang menimbulkan udara
tidak mengalir. Dalam keadaan ini, walaupun populasi secara umum dapat mengalami
gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan penyakit pernapasan yang lain dapat
terpengaruh lebih buruk.
Pekerjaan seseorang bisa dihubungkan pula dengan terjadinya asma, sebab dari hasil
laporan diketahui bahwa obstruksi saluran parnapasan akut dan kronis berkaitan dengan
paparan sejumlah besar senyawa yang digunakan dalam berbagai macam industri (umumnya
senyawa dengan berat molekul tinggi). Senyawa dengan berat molekul tinggi menimbulkan
asma dengan menghasilkan reaksi imunologis, sedangkan senyawa dengan berat molekul
rendah merupakan senyawa yang memiliki efek konstriktor bronkus.
Infeksi saluran napas merupakan rangsangan yang paling sering menimbulkan
eksaserbasi akut pada asma. Virus saluran napas dan bukan bakteri atau alergi terhadap
mikroorganisme adalah faktor etiologi yang paling utama. Pada anak yang masih kecil,
penyebab infeksi yang paling penting adalah virus pernapasan sinsisial dan virus

8
parainfluenza. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, Rhinovirus dan virus influenza
merupakan patogen yang dominan.
Kegiatan olahraga dapat pula menimbulkan asma. Biasanya serangan timbul
setelahnya, dan tidak timbul selama olahraga. Semakin tinggi tingkat ventilasi dan semakin
dingin udara menentukan parahnya obstruksi saluran napas. Mekanisme yang ditimbulkan
oleh olahraga dalam menimbulkan obstruksi berhubungan dengan hiperemia yang
dipengaruhi suhu dan kebocoran kapiler pada dinding saluran napas. Faktor psikologis yang
dapat memperburuk atau meringankan asma. Perubahan pada diameter saluran napas
berhubungan dengan aktivitas eferen n.vagus, tetapi mungkin juga endorfin memiliki peran.
Peran faktor psikologis mungkin bervariasi antara satu pasien dengan yang lain dan antara
satu serangan dengan serangan yang lain.3,4

Epidemiologi

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4
5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi
pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul
sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia
kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki:perempuan = 2:1 yang kemudian menjadi sama
pada usia 30 tahun.

Kira-kira 220% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada
penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia, namun
diperkirakan berkisar antara 510%. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma
meningkat, misalnya di Jepang, Australia, dan Taiwan. Woolcock dan Konthen pada tahun
1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak dengan hiperreaktivitas bronkus 2,4%
dan hiperreaktivitas bronkus serta gangguan faal paru adalah 0,7%.4

Patofisiologi
Seperti telah dikemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya asma,
sehingga belum ada patogenesis yang dapat menerangkan semua penemuan pada penyakit
asma. Tampilan fisiologis dan klinis asma berasal dari interaksi antara jaringan dengan sel
radang yang berinfiltrasi pada epitel permukaan saluran napas, mediator radang, dan sitokin.
Sel yang memiliki peranan yang penting dalam respon radang adalah sel mast, eosinofil,

9
limfosit, dan sel epitel saluran napas. Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetusan
misalnya alergen, infeksi, exercise, dan lain-lain.
Setiap jenis sel tersebut dapat mengeluarkan mediator dan sitokin untuk menginisiasi
dan mengamplifikasi inflamasi akut dan juga perubahan patologis dalam jangka panjang.
Mediator yang dilepaskan menghasilkan reaksi radang yang cepat dan hebat dan
menimbulkan konstriksi bronkus, kongesti vaskular, pembentukan edema, meningkatkan
produksi mukus, dan menghambat transport mukosiliaris. Reaksi cepat tersebut dapat diikuti
dengan reaksi yang kronis.
Eosinofil memiliki peran yang penting dalam komponen infiltratif. Interleukin (IL) 5
menstimulasi pelepasan sel-sel ini ke dalam sirkulasi dan bertahan. Jika telah teraktivasi, sel-
sel ini menjadi sumber kaya leukotrien, dan melepaskan protein granuler dan radikal bebas
derivat oksigen mampu merusak epitel saluran napas, kemudian masuk ke lumen bronkial
dalam bentuk badan Creola. Disamping menghilangkan fungsi sawar dan sekretori, kerusakan
tersebut merangsang pengeluaranan sitokin kemotaktik, yang menimbulkan peradangan lebih
lanjut.

Gambar 6. Patofisiologi Asma.4

Gejala Klinik
Secara klinis asma dibagi dalam tiga stadium, yaitu Stadium I, II, dan III. Stadium I
adalah saat dimana terjadinya edema dinding bronkus dan batuk paroksismal karena iritasi
dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang

10
merangsang batuk tersebut. Pada Stadium II, sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk
dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak napas
berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirium memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak
otot napas tambahan turut bekerja.2
Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium, dan mungkin juga sela iga. Anak lebih
senang duduk dengan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak
tampak gelisah, pucat, dan sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk kedepan dan lebih
bulat serta bergerak lambat pada pernafasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi
pernapasan abdominal, retraksi suprasternal dan intercostal.2
Stadium III, obstruksi atau spasme lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga
suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada
perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur, dan frekuensi napas
mendadak meninggi.2
Pada anak, gambaran klinis asma dibagi menjadi 3 yaitu: asma episodik jarang, asma
episodik sering, dan asma kronik/presisten. Asma episodik jarang biasanya terdapat pada
anak umur 3-6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian
atas. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama beberapa
hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih
menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 3-4 hari. Sedangkan batuk-
batuknya dapat berlangsung 10-14 hari. Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang
didapatkan pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya baik. di luar derangan tidak
ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-minggi sampai berbulan-bulan. Golongan ini
merupakan 70-75% dari populasi asma anak.5
Asma episodik sering, 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum
3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan denga infeksi saluran napas akut. Pada umur
5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orangtua menghubungkan
dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik, dan stres. Banyak kasus yang tidak
jelas pencetusnya. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan
beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling tinggi pada umur 8-13
tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik
atau persisten. Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi
yang dapat mengganggu tidur. Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan.5
Pada 25% anak golongan asma persisten/kronik, serangan pertama terjadi sebelum
umur 6 tahun, 75% sebelum umur 3 tahun. Lima puluh persen anak terdapat mengi yang lama

11
pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya serangannya episodik. Pada umur 5-6 tahun akan
lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi
tiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik sering
menyebabkan mengi. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan sering
memerlukan perawatan rumah sakit.5

Penatalaksanaan
Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk meredakan penyempitan
jalan napas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke
keadaan normal secepatnya, dan untuk mencegah kekambuhan. Penanganan awal terhadap
pasien adalah pemberian -agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat ditambahkan
dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali lagi dalam selang 20 menit.
Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Beberapa peneliti
menganjurkan pemberian obat antikolinergik bersama-sama dengan -agonis pada saat
serangan sedang dan berat.

Serangan Ringan
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik (complete response),
berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut
bertahan (klinis tetap baik), pasien dapat dipulangkan. Yang harus diingat adalah, pasien
harus dibekali obat bronkodilator (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam. Pada
keadaan tertentu seperti jika pencetus serangannya adalah virus, dan ada riwayat serangan
asma sedang/berat, maka dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek atau shortcourse (3-5
hari). Pada anak asma episodik sering dan asma persisten, obat controller (pengendali) harus
tetap diberikan pada saat pasien pulang.5,6

Serangan Sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali, pasien hanya menunjukkan
respon parsial (incomplete respons), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu
perlu dinilai ulang derajatnya sesuai pedoman di atas. Jika serangannya memang termasuk
serangan sedang, berikan oksigen 2 L/menit, kemudian pasien diobservasi dan ditangani di

12
ruang rawat sehari. Pada keadaan serangan sedang sebaiknya dipasang jalur parenteral untuk
persiapan darurat. Pada keadaan alat nebulizer tidak tersedia, maka sebagai alternative lain
dapat digunakan inhaler (MDI= Metered Dose Inhaler) yang dihubungkan dengan spacer.5,6

Serangan Berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respons (poor
response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada, maka pasien harus diruang rawat inap.
Oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral
dan lakukan foto toraks, jika sejak penilaian awal pasin mengalami serangan berat, nebulisasi
cukup diberikan sekali langsung dengan -agonis dan antikolinergik.
Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus
langsung dirawat di ruang rawat intensif. Untuk pasien dengan serangan berat dan ancaman
hnti napas, langsung dibuat foto rontgen toraks guna mendeteksi komplikasi pneumotoraks
dan/atau pneumomediastinum.
Pada tatalaksana di atas, terlihat bahwa peran nebulisasi sangat penting perannya pada
saat serangan asma. Namun sampai saat ini belum semua dokter memiliki alat nebulisasi di
tempat praktek maupun di klinik/rumah sakitnya, maka penggunaan obat adrenalin sebagai
alternative dapat digunakan. Adrenalin diberikan secara subkutan, dengan dosis 0,01
ml/kgBB/kali, dengan dosis maksimalnya 0,3 ml/kali. Sesuai dengan panduan tatalaksana di
IGD, adrenalin dapat diberikan 3 kali berturut-turut dengan selangan 20 menit.5,6

Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan
dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung
menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Bentuk dada brung dapat dinilai dari
perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada
burung dara dan tampak sulkus Harrison.6

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat
terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat
berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma
yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

13
disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal
pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.3

Prognosis
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma anak
hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang sudah
menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21
tahun. Dua puluh persen asma episodik sering sudah tidak timbul pada masa akil baliq, 60%
tetap sebagai asma episodik sering dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari
asma kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma
episodik jarang. Secara keseluruhan dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai
dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.6

Pencegahan
Serangan eksaserbasi akut asma dapat dicegah dengan menghindari faktor pencetus
asma yang tergantung pada penyebab asma masing-masing pasien. Identifikasi dan
penghindaran alergen di rumah dan tempat kerja harus sebisa mungkin dilakukan.
Penghindaran yang benar-benar terhadap paparan tungau debu rumah, hewan-hewan
peliharaan, dan faktor pekerjaan berhubungan dengan perbaikan nyata pada gejala-gejala
pernapasan, fungsi paru-paru dan hiperresponsivitas saluran napas. Membuang hewan
peliharaan, terutama kucing, dari dalam rumah akan sangat efektif bila disertai pembersihan
dan pencucian rumah untuk menghilangkan alergen yang mungkin tertinggal yang bisa tetap
berada pada konsentrasi yang cukup untuk merangsang asma dalam waktu yang lama.

Kesimpulan
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan
bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran
napas bagian bawah. Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma antara lain: alergenik,
farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan dengan olahraga, dan emosional.
Patofisiologi asma terkait dengan terjadinya proses radang yang kemudian dengan cepat
menimbulkan konstriksi bronkus, kongesti vaskular, pembentukan edema, meningkatkan
produksi mukus, dan menghambat transport mukosiliaris. Pada anak, gambaran klinis asma
dibagi menjadi: asma episodic jarang, asma episodic sering, dan asma kronik/presisten.

14
Penatalaksanaan asma ditujukan untuk meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin,
mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya, dan
untuk mencegah kekambuhan.

Daftar pustaka
1. Setiati S, Purnamasari D, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah
kesehatan di bidang ilmu penyakit dalam. Edisi 1. Jakarta; FKUI; 2008.h.202-5.
2. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Ilmu kesehatan anak. Edisi 11. Jakarta;
Infomedika; 2007.h.1198-228.
3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor
Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2000.
4. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 15. Jakarta; EGC;
1999.h.775-90.
5. Supriyanto B. Tatalaksana serangan asma pada anak. Dalam: Departemen ilmu kesehatan
anak FKUI. Edisi 1. Jakarta; Balai penerbit FKUI; 2004.h.60-9.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI: Jakarta, 2004.

15

Anda mungkin juga menyukai