Anda di halaman 1dari 16

Referat

Glaukoma Sekunder akibat Katarak Senilis

Pembimbing :
dr. Etty Budiasni, Sp.M
dr. AA Ayu Ratnawati, Sp.M
dr. Irma Andriany, Sp.M
dr. Agus Kusumoaji, Sp.M

Ditulis Oleh :
Henricho Hermawan 11.2017.226
Venny Debora Yolanda 11.2017.232
Muhammad Yusran Bin Yusoff 11.2016.007

Program Profesi Dokter Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
21 Mei 2018 – 23 Juni 2018
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma adalah penyakit saraf mata yang dapat terjadi sebagai akibat peningkatan
tekanan bola mata yang ditandai oleh tekanan intra okular di atas 21 mmHg, kerusakan serabut
nervus optikus, kehilangan lapang pandang secara progresif, dan dapat menyebabkan kebutaan
secara permanen. Gangguan penglihatan akibat glaukoma banyak terjadi pada Negara
berkembang, orang dewasa lebih banyak dibandingkan anak kecil dan wanita lebih banyak
daripada pria. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.
Klasifikasi glaukoma menurut Voughen terdapat beberapa macam antara lain yaitu,
glaukoma primer, glaukoma sekunder dan glaukoma congenital. Glaukoma primer sudut terbuka
adalah tipe yang paling umum dijumpai. Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga berisiko
tinggi jika didapat riwayat dalam keluarga. Sedangkan, glaukoma kongenital ditemukan pada saat
kelahiran atau segera setelah kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan
cairan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus
dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair dan berkabut dan peka
terhadap cahaya.
Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti katarak, diabetes, trauma,
arthritis maupun akbat dari suatu operasi mata. Obat tetes mata atau tablet yang mengandung
steroid juga dapat meningkatkan tekanan pada mata. Karena itu tekanan pada mata harus diukur
teratur bila sedang menggunakan obat-obatan tersebut. Pada glaukoma sekunder sudut terbuka
tekanan intraokular biasanya meningkat karena tersumbatnya jalinan trabekula. Jalinan trabekula
dapat tersumbat oleh darah setelah trauma tumpul, sel-sel radang, pigmen dari iris, deposisi bahan
yang dihasilkan oleh epitel lensa dan obat-obatan.1
Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis adalah salah satu bentuk glaukoma
sekunder yang dibangkitkan lensa. Glaukoma dan katarak yang ditemukan pada orang berusia
lanjut yaitu sekitar 40 tahun ke atas. Proses kekaburan lensa mata biasanya dimulai pada mata yang
satu kemudian diikuti mata sebelahnya. Terjadinya keadaan ini karena suatu perubahan degenerasi
dari pada lensa yang menyebabkan berkurangnya transparansi substansi lensa.2 Perubahan lensa
yang diakibatkan oleh katarak senilis melalui proses fakolitik atau fakomorfik akan menjadi
glaukoma sekunder.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu
manifestasi dari penyakit mata lain. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh
penyakit mata lain atau faktor-faktor seperti inflamasi, trauma, perdarahan, tumor, obat-obatan,
dan pengaruh fisik atau kimia.1

Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan 2 juta pengidap glaukoma. Glaukoma akut merupakan
10-15% kasus pada orang kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang asia, terutama diantara
orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara. Pada tahun 2020 jumlah ini diperkirakan meningkat
menjadi 79.600.000. Sebagian besar (74%) adalah glaukoma sudut terbuka.1
Insiden glaukoma pada berbagai bagian negeri ini berkisar dari 0.4% sampai 1.6%. Data
ini diambil dari Survei Nasional Mengenai Kebutaan dan Morbiditas Mata pada tahun 1996 yang
diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta, insiden glaukoma adalah 1,8% di antara orang-orang berusia 40 tahun
atau lebih tua.2
Pada penelitian tahun 2011 di RSUP Prof.DR.R.D.Kandou Manado terdapat 644 kasus
penderita katarak senilis. Pada periode ini, glaukoma akibat katarak senilis berjumlah 24 kasus,
dengan stadium imatur glaukoma fakomorfik 13 kasus (54,17%) dan glaukoma fakolitik 6 kasus
(25,00%). Kelompok umur yang paling banyak menderita Glaukoma Sekunder akibat katarak
senilis adalah 50- 59 tahun dengan jumlah kasus 10 (41,67%) dari 24 orang yang mengalami
glaukoma sekunder akibat katarak. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa perempuan yang
paling banyak menderita Glaukoma Sekunder akibat katarak senilis (54,17%) dibanding laki-laki
(45,83%).2
Anatomi & Fisiologi
a) Sudut Iridokorneal
Sudut iridokorneal merupakan sudut pada bilik depan mata yang dibentuk antara
kurvatura kornea dengan iris perifer. Pada orang yang sehat, sudut iridokorneal membentuk
sudut 30°. Pada sudut iridokorneal terdapat struktur trabekulum meshwork dan canalis
Schlemm.4

Gambar 1. Sudut iridokorneal.4

b) Jalinan Trabekular
Jalinan ini berada di atas kanal Schlemm dan terdiri dari serabut kolagen yang
ditutupi oleh sel-sel trabekula. Rongga serabut-serabut ini menjadi semakin kecil dengan
semakin dekatnya kanal Schlemm. Jalinan trabecular memberikan resistensi terbesar pada
aliran keluar akuos.4

Gambar 2. Jalinan trabekular.4


c) Saraf Optik
Dibentuk oleh akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglio retina yang
membentuk lapisan serabut saraf, lapisan retina terdalam. Berjalan keluar dari mata melalui
lempeng kribiformis sklera, suatu struktur yang menyerupai penyaring. Di orbita, saraf
optik dikelilingi oleh selubung yang dibentuk oleh dura, araknoid, dan piamater yang
berlanjut dengan lapisan yang mengelilingi otak. Saraf optik terendam dalam cairan
serebrospinalis. Arteri dan vena retinal sentral memasuki mata di pusat saraf optik. Serabut
saraf ekstraokular memiliki myelin; serabut yang berada dalam mata tidak bermielin.4

Gambar 3. Saraf optik.4

d) Humor Akuos
Humor akuos merupakan cairan jernih tak berwarna yang secara aktif disekresi oleh
prosesus siliaris. Humor akuos mengisi bilik mata depan dan belakang, dibentuk dari
plasma darah dan disekresi oleh epitel siliar tak berpigmen. Humor akuos merupakan
sumber makanan dari lensa dan kornea yang avaskuler dan sebagai sarana untuk
pembuangan.5
o Produksi humor akuos
Humor akuos diproduksi melalui dua tahap yaitu pembentukan filtrasi
plasma dalam stroma dari badan siliar dan pembentukan akuos dari hasil filtrasi
melalui blood-aquous barrier. Terdapat dua mekanismer yaitu, sekresi aktif dari
epitel tak berpigmen yang menghasilkan jumlah yang banyak dan sekresi pasif
melalui ultrafiltrasi dan difusi.5
o Pembuangan humor akuos (Akuos Outflow)
Humor akuos mengalir dari bilik mata belakang melalui pupil ke dalam bilik
mata depan, dan keluar dai mata melalui dua jalur yang berbeda. Jalur yang pertama
adalah jalur trabekula (konvensional) dengan jumlah hamper 90% dari
pembuangan akuos. Jalur kedua adalah jalur uveosklera (non konvensional) dengan
jumlah 10% sisa dari pembuangan akuos.5

Gambar 4. Bilik anterior dan struktur terkait.6

Etiologi
Glaukoma sekunder disebabkan oleh penyakit mata lain atau faktor-faktor seperti
inflamasi, trauma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik atau kimia. Penyebab paling
sering seperti katarak, uveitis dan pengaruh obat-obatan.7
Glaukoma sekunder akibat katarak yang sering terjadi pada negara berkembang akibat
rendahnya tingkat pendidikan dan penundaan terhadap operasi katarak. Hal ini didasarkan pada
adanya kepercayaan yang menganggap katarak baru bisa dioperasi saat katarak telah matur untuk
menghindari komplikasi. Kurangnya keinginan untuk memiliki pandangan yang baik, usia tua dan
keadaan ekonomi rendah merupakan alasan lainnya penundaan operasi katarak.8
Patofisiologi Glaukoma
Pada keadaan glaukoma, terjadi gangguan pada perjalanan cairan akuos. Hal ini disebabkan
adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan. Volume cairan akuos akan
menentukan TIO, semakin banyak volume yang terhambat alirannya makan akan menyebabkan
TIO lebih tinggi. Sesuai dengan hukum Pascal, tekanan yang tinggi dalam ruang tertutup akan
diteruskan ke segala arah dengan besar yang sama, termasuk ke belakang. Saraf optik yang berada
di belakang akan terdesak dan lambat laun akan mengalami atrofia. Dampak peningkatan dari TIO
akan memburuk seiring berjalannya waktu.3

Gambar 1. Patogenesis glaukoma sekunder. (A) Obstruk pre-trabekula ; (B) Obstruksi trabekula ; (C) Sudut
tertutup dengan blok pupillary ; (D) Sudut tertutup tanpa blok pupillary.9
Gangguan dinamika cairan akuos akan mengakibatkan perubahan TIO. Produksi cairan
akuos yang meningkat tetapi aliran dan pembuangannya normal, atau produksi berlebih dan
pembuangan terganggu dapat menaikkan TIO.3,10 Hambatan pada aliran humor aqueus juga
meningkatkan TIO, misalnya blockade (hambatan) pada pupil, dengan faktor predisposisi yaitu
kontak iris dengan lensa luas sehingga terjadi blokade aliran dari COP ke COA (seperti pada
sinekia posterior), dan iris perifer terdesak ke arah sudut iridokorneal sehingga sudut tersebut
tertutup. Midriasis akan menyebabkan sudut iridokorneal tertutup.3
Klasifikasi Glaukoma
Glaukoma diklasifikasikan menurut etiologinya menjadi glaukoma primer, glaukoma
congenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut. Menurut mekanisme terjadinya
peningkatan tekanan intraokular yang terjadi, glaukoma primer dan glaukoma sekunder dibagi lagi
menjadi glaukoma sudut terbuka dan tertutup.3 Glaukoma sudut terbuka iris tidak menutupi
trabekulum sehingga peningkatan TIO terjadi akibat adanya gangguan aliran pada trabekulum itu
sendiri, sedangkan pada glaukoma sudut tertutup peningkatan terjadi akibat adanya iris yang
menutupi aliran akuos menuju ke trabekulum.10

Glaukoma Primer Sudut Terbuka


Keadaan ini disebut sebagai glaukoma primer karena sebabnya tidak jelas/idiopatik.
Kelainan biasanya bersifat genetik yang diturunkan secara multifaktorial atau bersifat poligenik.
Sedangkan yang dimaksud ‘sudut’ disini adalah sudut iridokorneal. Sekurang-kurangnya 90 %
dari kasus glaukoma primer adalah sudut terbuka. Jadi, pada glaukoma sudut terbuka iris tidak
menutupi trabekulum. Hambatan aliran cairan akuos terjadi pada trabekulum itu sendiri, yaitu pada
celah-celah trabekulum yang sempit sehingga cairan akuos tidak dapat keluar dari bola mata
dengan bebas.3
Secara lebih detil lagi, sempitnya celah-celah trabekulum itu disebabkan oleh timbunan-
timbunan matriks interseluler. Glaukoma primer sudut terbuka biasanya bersifat bilateral,
perjalanannya progresif dan sangat lambat, sifatnya tenang, dan sering tidak menimbulkan keluhan
sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis pada stadium dini. Kalau penderita sudah mulai
mengeluh dan datang ke dokter, biasanya penyakitnya sudah dalam keadaan lanjut dimana
lapangan pandangnya sudah sangat sempit.3

Glaukoma Primer Sudut Tertutup


Pada glaukoma primer sudut tertutup, trabekulum tertutup oleh iris, sehingga aliran cairan
akuos terhambat. Kenaikan TIO terjadi secara mendadak karena terhambatnya aliran cairan akuos
ke trabekulum. Perjalanannya akut dan menimbulkan gejala yang berat. Faktor predisposisi
keadaan ini antara lain bilik mata depan yang dangkal misalnya pada penderita hiperopia dan sudut
iridokorneal sempit. Selain itu iris yang mempunyai busur singgung yang luas dengan permukaan
depan lensa, sehingga akan menambah resistensi aliran cairan akuos dari COP ke COA. Tekanan
di COP akan meningkat dan mendorong iris ke depan (iris bombe).3

Hal ini menyebabkan bertambah sempitnya sudut iridokorneal dan mungkin terjadi
penutupan sudut secara tiba-tiba. Faktor predisposisi lainnya adalah lensa yang lebih tebal, terletak
lebih ke depan dibandingkan normal. Pada keadaan normal, lensa terus membesar sedikit demi
sedikit dengan penuaan. Faktor pencetus glaukoma tipe ini adalah peningkatan volume cairan
akuos yang mendadak di COP, yang mana akan mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik
mata yang memang sudah sempit akan mendadak tertutup. Selain itu, pada pemberian
midriatikum, mata dengan sudut iridokorneal yang sempit akan bertambah sempit atau menjadi
tertutup jika terjadi dilatasi pupil. Dilatasi ini menyebabkan iris bagian tepi menebal dan menutup
sudut tadi.3

Glaukoma Sekunder
Peningkatan TIO terjadi akibat suatu manifestasi dari penyakit lain. Penyakit yang dapat
menyebabkan glaukoma sekunder dapat berupa suatu penyakit local pada mata atau penyakit
sistemik.3,10 Contohnya adalah uveitis, pasca tukak perforasi, hifema dan glaukoma yang
dibangkitkan lensa. Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis adalah salah satu bentuk
glaukoma sekunde yang dibangkitkan lensa. Glaukoma dan katarak yang ditemukan pada orang
berusia lanjut yaitu sekitar usia 40 tahun ke atas.2
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering ditemukan (90%) dibandingkan
dengan katarak yang lain. secara klinis dikenal empat stadium katarak senilis, yaitu insipient,
imatur, matur dan hipermatur. Glaukoma sekunder yang terjadi akibat katarak senilis umumnya
disebabkan karena katarak imatur (intumesen) dan katarak hipermatur.2
Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sudut-tertutup akut sekunder yang terjadi akibat
adanya endapan oleh lensa katarak intumesen. Lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata
ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung.2 Perubahan lensa yang degenerative ini juga akan
mengendurkan ligamen suspensori dan memungkinkan lensa bergerak ke anterior.3,9 Akibat lensa
yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata akan menjadi dangkal dan sudut bilik mata akan
sempit atau tertutup.2,3 Pertumbuhan anteroposterior terkait menyebabkan peningkatan kontak
iridolentikular dan mempotensiasi blok pupil dan iris bombé.9 Glaukoma fakomorfik dapat
ditegakkan berdasarkan beberapa pemeriksaan berikut :9
 Keluhan mirip dengan Primary Angle Closed Glaukoma (PACG) akut dengan COA dan pupil
yang midriasis disertai katarak yang jelas (Gambar 4).
 Glaukoma Fakomorfik lebih mungkin pada mata dengan panjang aksial yang lebih pendek
dan COA lebih dangkal, tetapi mata yang sama juga dapat menunjukkan COA yang dalam
dan sudut terbuka.

Gambar 4. Katarak intumesen, dengan pendangkalan anterior chamber, dilatasi pupil dan edema kornea.9
Glaukoma fakolitik adalah glaukoma sudut terbuka sekunder yang terjadi dalam hubungan
dengan katarak hipermatur. Pada stadium ini terjdi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks
lensa, juga terjadi degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupu korteks lensa yang cair
akan keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan.2 Protein lensa yang keluar akan menyebabkan
terjadinya reaksi peradangan pada jaringan uvea berupa uveitis pada anterior chamber. Bahan
lensa yang keluar juga dapat menyebabkan terjadinya obstruksi jalan keluar cairan bilik mata. 2,3
Pada akhirnya kedua hal ini yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan TIO (Gambar 3A). 3
Glaukoma fakolitik dapat ditegakkan berdasarkan beberapa pemeriksaan berikut :9
 Keluhan dengan rasa sakit dan penglihatan menurun akibat katarak.
 Slit lamp biomikroskopi menunjukkan gambaran edema kornea, katarak hipermatur dan ruang
anterior yang dalam. Hal ini juga mungkin disertai adanya partikel putih yang mengambang
pada COA, terdiri dari protein lensa dan makrofag yang mengandung protein (Gambar 3B),
yang dapat memberikan tampilan seperti susu pada akuos jika sangat padat (Gambar 3C), dan
dapat membentuk suatu pseudohypopyon (Gambar 3D).
 Gonioskopi, jika lapang pandang yang masih baik dapat diperoleh, akan menunjukkan suatu
sudut terbuka dengan senyawa yang berasal dari lensa dan inflamasi sel-sel yang paling
substansial pada bagian inferior.
Gambar 3. Fakolitik glaukoma. (A) Protein lensa mengandung makrofag pada sudut iridokorneal ; (B) Karakat
hipermatur, lensa mengadung protein makrofag yang mengambang di akuos dan pseudohipopion ; (C) Peningkatan
densitas akuos pseudohypopion ; (D) Pseudohypopion mature. 9

Diagnosis

Glaukoma dapat diklasifikasikan kepada beberapa tipe. Perbedaan tipe ini menunjukkan,
salah satunya, mengapa ada pasien glaukoma tanpa gejala sedang yang lain timbul gejala nyeri
hebat dan inflamasi. Diagnosis dan penanganan glaukoma penting bagi mencegah terjadinya
kebutaan.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai glaukoma sekunder akibat katarak. Terdapat
dua keadaan di mana katarak dapat menyebabkan terjadinya glaukoma yaitu pada kondisi katarak
intumesen dan katarak hipermatur.3,9

Pada katarak intumesen yang terjadi adalah glaukoma fakomorfik. Glaukoma fakomorfik
merupakan suatu glaukoma sudut tertutup yang diakibatkan oleh lensa katarak intumesen.
Klinisnya mirip PACG dengan bilik mata depan dangkal dan pupil yang sedikit dilatasi (mid-
dilated) dan katarak jelas terlihat. Pada pasien PACG biasanya asimptomatik, dan pada
pemeriksaan ditemukan gejala ringan pandangan berkabut dan halo akibat edema epitel kornea.
Kadang didapatkan gejala nyeri dan penurunan visus, mata merah dan keluhan gastrointestinal. 3,9
Pada katarak hipermatur yang terjadi adalah glaukoma fakolitik. Ia merupakan suatu
glaukoma sekunder sudut terbuka. Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri dan visus yang
jelek akibat katarak. Pada pemeriksaan slitlamp dapat ditemukan edem kornea, katarak hipermatur
dan bilik mata depan dalam. Pada pemeriksaan gonioskopi telihat sudut terbuka. Selain itu dapat
juga ditemukan gumpalan protein di bilik mata depan. 3,9

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan visus, tekanan bola mata,
pemeriksaan sudut bilik mata, pemeriksaan diskus optikus, dan pemeriksaan lapang pandang. 3,9

Pemeriksaan visus sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen dan
pinhole. Biasanya pada glaukoma didapatkan penurunan visus yang tergantung perjalanan
penyakit dan gangguan lapang pandang atau skotoma yang tergantung dari lokasi kerusakan
nervus optikus. 3,9

Pemeriksaan tekanan bola mata dapat dilakukan menggunakan jari, tonometri aplanasi
Goldmann, tonometer Schiotz atau dengan tonometer non-kontak (pneumotonometer). Tekanan
bola mata normal adalah antara 11-21mmgHg, namun pada orang tua batas atasnya 24mmHg.
Peningkatan TIO tidak langsung indikatif glaukoma dan sebaliknya glaukoma juga tidak langsung
TIO nya pasti tinggi. Pemeriksaan paling sederhana adalah dengan menggunakan jari yaitu dengan
menekan bola mata menggunakan kedua jari telunjuk secara bergantian. Pemeriksaan dengan
tonometer Schiotz, karena adanya kontak dengan mata maka harus dilakukan sterilisasi alat dan
pemberian anestesi topikal seperti pantokain 2%. Pada pemeriksaan menggunakan tonometer
Schiotz, alat disetel supaya jarum berada di angka 0 dan selanjutnya diletakkan alat di kornea
dalam keadaan tegak lurus. Gerakan jarum pada alat adalah sesuai tekanan pada bola mata. Bacaan
pada jarum kemudian disesuaikan dengan petunjuk yang telah disediakan dan didapatkan bacaan
tekanan intraokuler. 3,9

Pemeriksaan menggunakan pneumotonometer tidak memerlukan sterilisasi atau anestesi


karena tidak ada kontak dengan mata. Pada pemeriksaan ini, tiupan angin dari alat mengenai
kornea dan angin tersebut rebound mengenai membran yang mengesan tekanan dari udara pada
alat. Pemeriksaan ini tidak seakurat menggunakan tonometer Goldmann, justru untuk lebih akurat
diambil rata-rata dari tiga kali pemeriksaan. Oleh karena pemeriksaan ini dapat dengan mudah
dilakukan oleh optometris maka ia lebih sesuai untuk skrining. Selanjutnya ada pemeriksaan
menggunakan tonometer Goldmann, suatu tonometri aplanasi. Prinsipnya adalah ia menghitung
daya yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea. Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien
diberi anestesi topikal dan diberi fluoresin. Saat kontak, ujung tonometer meratakan kornea dan
menghasilkan garisan fluoresin berbentuk sirkular. Prisma yang terletak di ujung tonometer
membagi bulatan kepada dua semisirkular yang tampak sebagai garis hijau melalui okular slitlamp.
Daya tonometer diatur supaya kedua semisirkuler saling tumpang tindih. Ini menunjukkan kornea
telah rata dari daya tonometer. Daya ini kemudiannya diterjemah menggunakan skala ke dalam
suatu bacaan dalam mmHg. Pada pemeriksaan ini tekanan bola mata dipengaruhi oleh ketebalan
kornea. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan tonometer Paskal. 3,9

Pemeriksaan sudut bilik mata dapat menggunakan gonioskop. Walaupun pemeriksaan


sudut bilik mata depan dapat dilakukan dengan penlight atau slitlamp namun paling bagus adalah
menggunakan gonioskopi. Menggunakan gonioskopi yang dinilai adalah struktur yang terlihat.
Sudut dikatakan terbuka apabila seluruh jaring trabekular, taji sklera, dan prosesus iris terlihat.
Jika hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil jaring trabekular terlihat, itu menunjukkan sudut
sempit, dan jika garis Schwalbe tidak terlihat bermakna sudutnya tertutup. 3,9

Pemeriksaan diskus optikus menilai apakah bentuknya normal atau tidak. Diskus optikus
normal mempunyai lekukan di tengahnya (cup) yang mana ukurannya tergantung dari serat-serat
yang membentuk nervus optikus yang relatif terhadap ukuran bukaan skleral yang harus nervus
optikus lewati. Rasio cup-disk normal adalah 0,3-0,5. Pada pasien glaukoma terjadi atrofi nervus
optik sehingga menimbulkan perubahan diskus spesifik ditandai oleh kehilangan substansi diskus.
Hal ini terlihat sebagai pelebaran cup diskus optikus dan dikaitkan dengan pucatnya diskus di
daerah lekukan. Sementara bentuk atrofi nervus optikus lainnya menyebabkan pucatnya diskus
tanpa peningkatan luas lekukan. Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan
oftalmoskop langsung. 3,9

Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan lapang pandang. Pada glaukoma, bukan


kehilangan lapang pandang yang diagnostik namun pola kehilangan lapang pandang, ciri
perjalanannya dan hubungan dengan perubahan pada diskus optikus. Daerah yang terlibat biasanya
30 derajat sentral dari lapang pandang. Pada perkembangan selanjutnya terjadi skotoma Bjerrum,
skotoma arkuata, skotoma Seidel, skotoma arkuata ganda. 3,9
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengurangi tekanan intraokuler (TIO), dan jika


memungkinkan, mengatasi penyebab. Pada kasus glaukoma dengan TIO normal, penurunan TIO
mungkin dapat bermanfaat. Penurunan TIO dapat dicapai dengan mengurangi produksi akuos atau
meningkatkan aliran keluarnya sama ada dengan obat, laser atau operasi. Pada glaukoma sekunder,
harus dipertimbangkan untuk merawat penyebab utamanya. Pada glaukoma akibat katarak, setelah
TIO terkontrol, dilakukan ekstraksi katarak. 3,9

Medikamentosa

Terapi medikamentosa untuk mengurangi produksi atau meningkatkan aliran keluar akuos
dapat diberi secara topikal. Tujuannya adalah untuk mengontrol TIO. Terapi awal yang dapat
diberi adalah penekan produksi akuos seperti timolol topikal dan asetazolamid. Timolol maleat
topikal 0,25 atau 0,5% dapat diberikan 2 kali sehari. Timolol topikal biasa dikombinasi dengan
asetazolamid, suatu penghambat karbonik anhidrase. Asetazolamid dalam bentuk tablet 125-
250mg dapat diminum sehingga 4 kali sehari. 3,9

Untuk memudahkan aliran keluar akuos dapat diberikan analog prostaglandin seperti
latanopros 0,005% bentuk solusio sekali sehari pada waktu malam. 3,9

Pada glaukoma fakomorfik dapat dimulakan dengan terapi seperti pada PACG akut. Selain
itu, mungkin juga diperlukan agen hiperosmotik. Agen hiperosmotik menyebabkan darah
hipertonik, sehingga air keluar dari badan kaca menyebabkannya mengecil. Hal ini terutama
penting pada penanganan cepat glaukoma akut sudut tertutup. 3,9

Non medikamentosa

Perbaikan akses akuos ke sudut bilik mata depan (KOA) pada glaukoma sudut tertutup
dapat dicapai sesuai penyebabnya. Pada kasus glaukoma akibat katarak, setelah TIO terkontrol,
dapat dilakukan trabekulektomi dan ekstraksi katarak ekstrakapsuler serta pemasangan lensa
buatan intraokuler (pseudofakia/IOL). 3,9
ECCE pada glaukoma fakomorfik membutuhkan insisi besar pada TIO tinggi yang akan
meningkatkan komplikasi terhadap kemampuan melihat pasca operasi. MSICS memiliki
keuntungan pada penanganan glaukoma fakomorfik dibandingkan dengan ECCE dan
phacoemulsification. Pengunaan phacoemulsification pada glaukoma fakomorfik sulit dilakukan
karena adanya resiko terjadinya peningkatan kedangkalan dari COA, prolapse iris, robekan
capsulorrhexis perifer.8

Kontrol terhadap TIO dan inflasmasi perlu dilakukan sebelum melakukan operasi ECCE
dan MSICS. Menjaga dekompresei ocular tetap rendah merupakan suatu kewajiban. Pupil yang
kecil terkadang memerlukan penggunaan sphinterotomy, peregangan pupil, kait iris dan dilator
pupil. Penggunaan viscoelastic viskositas tinggi digunakan untuk memperdalam COA dan
viskodepresif untuk melindungi endotel kornea agar visus pasca operasi baik. Pembersihan korteks
kornea harus dilakukan dengan teliti untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrinoid pasca
operasi bersamaan dengan penanganan minim pada iris.11

Phacoemulsification direkomendasikan pada keadaan TIO yang telah terkontrol dan


kornea temporal yang jernih serta pada bagian superior dapat dijadikan tempat untuk dilakukan
trabekulektomi jika diperukan.11

Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering dilakukan untuk bypass laluan drainase
normal membolehkan akses langsung dari KOA ke subkonjungtiva dan jaringan orbital.
Komplikasi utama akibat tindakan ini adalah fibrosis di jaringan episklera yang membawa kepada
tertutupnya jalan drainase baru ini. Keadaan ini biasa terjadi pada orang kulit hitam, pasien dengan
glaukoma sekunder dan pasien yang pernah menjalani drainase glaukoma atau operasi lainnya
melibatkan jaringan episklera. Perawatan adjunksi pasca operasi dengan antimetabolit seperti
mitomisin C dosis rendah mengurangi resiko kegagalan bleb. Trabekulektomi mempercepat
terjadinya pembentukan katarak. Jika tidak membaik dengan trabekulektomi, dapat dilakukan
implantasi pipa silikon sebagai jalan keluarnya akuos secara permanen. 3,9

Prognosis

Prognosis quo ad functionam ditentukan oleh lamanya perjalanan penyakit serta tingkat
kerusakan nervus optikus sesuai pemeriksaan visus dan lapang pandang pada pasca operasi. 3,9
Daftar Pustaka

1. Lang, G. K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd Edition. Thieme. Stuttgart-


New York. 2006.
2. Thayeb DA, Saerang JSM, Rares LM. Profil glaukoma sekunder akibat katarak senilis
pre operasi di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou manado periode januari 2011 – desember
2011. Jurnal eBiomedik. 2013 Mar;(1):1. h. 59-63.
3. Salmon JF. Glaukoma. Dalam : Riordan-Eva P, Cunningham ET. Vaughan & Asbury’s
general ophthalmology. Edisi 18. Singapore : McGraw-Hill ; 2011. p. 222-36.
4. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2005. h.11-7.
5. Riyanto H, Nurwasis, Rahardjo. Penggunaan brimonidin (agonis alfa-2 adrenergik) sebagai
terapi glaukoma. Jurnal oftalmologi Indonesia. Apr 2007; (1):5. h. 27-39.
6. Lens AI, Nemeth SC, Ledford JK. Ocular anatomy and physiology. SLACK
Incorporated. 2008. p. 73-7.
7. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2008.
8. Ramakrishanan R. Maheshwari D, Kader MA, Singh R, Pawar N, Bharathi MJ. Visual
prognosis, intraokular pressure control and complications in fakomorfik glaukoma
following manual small incision katarak surgery. Indian J Ophthalmol 2010. 58 (4). h. 303-
6.
9. Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. Edisi 8. Singapore :
Elsevier ; 2016. p. 360-84.
10. Ekantini R, Ghani TT. Glaukoma. Yogyakarta : UGM Press Publisher ; 2007. h. 145-55.
11. Bhartiya S, Kumar MK, Jain M. Fakomorfik glaukoma : evolving management strategies.
Journal of Current Glaukoma Practice 2009. 3 (2). h. 39-46.

Anda mungkin juga menyukai