Anda di halaman 1dari 10

Sindrom Steven Johnson pada Anak Laki-laki

Venny Debora Yolanda

102014125

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email: venny.2014fk125@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan

Sindrom Stevens Johnson merupakan kelainan yang termasuk eritema multiforme mayor
yang mengenai kulit, selaput lendir atau mukosa di orifisium dan mata serta organ-organ tubuh
lain. Penyakit ini disertai dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Sindrom
Stevens Johnson tersebut mengancam kondisi kulit yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit
sehingga epidermis mengelupas. Sindrom ini dianggap sebagai hipersensitivitas kompleks yang
mempengaruhi kulit dan selaput lendir. Pada umumnya kasus sindrom Stevens Johnson tidak
diketahui penyebabnya (idiopatik), biasanya penyebab utama yang paling sering dijumpai adalah
akibat dari alergi obat-obatan tertentu, infeksi virus dan atau keduanya, pada kasus tertentu yang
sangat jarang ditemukan sindrom ini berhubungan dengan kanker. Bentuk yang berat dapat
menyebabkan kematian, oleh karena itu perlu pentalaksanaan yang tepat dan cepat sehingga jiwa
pasien dapat ditolong.1

Anamnesis

Jenis anamnesis yang dapat dilakukan ialah autoanamnesis dan alloanamnesis.


Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila
pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya
yang mengikuti perjalanan penyakitnya.2
Pada setiap anamnesis selalu ditanyakan identitas pasien terlebih dahulu. Indentitas pasien
meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan. Setelah itu

1
dapat ditanyakan pada pasien apa keluhan utama dia datang. Kemungkinan arah working diagnosis
pada demam berdarah ditinjau bila pasien manyatakan ia demam yang disertai dengan salah satu
gejala demam dengue seperti perdarahan intradermal (petikie dan ekimosis) ataupun nyeri pada
otot. Untuk menguatkan kemungkinan ke arah diagnosis terhadap penyakit demam berdarah maka
ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan pada pasien.2

1. Identitas pasien
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data identitas ini sangat pwnting, karena data tersebut sering
berkaitan dengan masalah klinik maupun gangguan system atau organ tertentu. Misalnya
penyakit tertentu, berkaitan dengan umur, jenis pekerjaan, jenis kelamin, dan suku bangsa
yang tertentu pula.
2. Keluhan utama dan Riwayat penyakit sekarang (benjolan dileher sebelah kiri)
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta
pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya dituliskan
secara singkat beserta lamanya. Keluhan utama biasanya dituliskan secara singkat beserta
lamaanya, seperti menuliskan judul utama berita surat kabar. Riwayat penyakit sekarang
adalah riayat mengenai penyakit pasien saat ini, yang dimulai dari akhir masa sehat.
Riwayat penyakit sekarang ditulis secara kronologis sesuai urutan waktu, dicatat
perkembangan dan perjalanan penyakitnya. Jangan lupa dicatat deskripsi atau analisis
terhadap setiap keluhan atau gejala terpenting.
- tanyakan sejak kapan benjolan muncul?
- Muncul benjolan,dari kecil atau langsung besar?
- Benjolannya sakit atau tidak?
- Sakitnya apakah memakai waktu?
- Benjolannya keras, atau lunak?
- Ketika menelan makanan apakah,ada merasakan sakit?
3. Keluhan riwayat Penyakit Penyerta.
Gejala yang menyertai, berhubungan, atau gejala tambahan.
- Selain benjolan,apakah ada demam?
- Sakit kepala,mual atau muntah?

2
4. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pasien beserta waktunya dicatat.
- Pernah tidak mempunyai penyakit ini sebelumnya?
- Apakah mempunyai sakit lain dulu??seperti riwayat TB?
5. Riwayat penyakit keluarga.
Anggota keluarga meliputi kakek, nenek, ayah, ibu, saudara laki-laki atau
perempuan .
- Dikeluarga apakah ada yang pernah mengalami penyakit seperti ini?
6. Riwayat Penyakit social.
Dimulai dengan keterangan kelahiran (tempat, cara partus, bila diketahui),
diteruskan dengan peristiwa penting semasa kanak-kanak dan sikap pasien terhadap
keluarga dekat.
- Apakah pasien pola makannya teratur?
- Apakah pasien menggomsumsi alcohol?
- Apakah pasien perokok?
- Apakah tinggal dilingkungan yang bersih?

Pemeriksaan Fisik

a. Lokalisasi : biasanya generalisata, kecuali pada kepala yang


berambut.3

b. Efloresensi : eritema berbentuk cincin (pinggir eritema, tengah relative


hiperpigmentasi), yang berkembang menjadi urtikaria
atau lesi popular berbentuk target dengan pusat ungu, atau
lesi sejenis vesikel kecil. Purpura (petekie), vesikel dan
bula, nummular sampai dengan plakat. Erosi, eskoriasi,
perdarahan dan krustanberwarna merah hitam.3

3
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah untuk menilai penyebabnya apakah alergi atau infeksi.3


2. Imunofluoresensi banyak membantu sindrom Steven-Johnson dengan penyakit kulit
dengan lepuh subepidermal lainnya.3

Gambaran Histopatologi

Peradangan pada bagian atas kulit dan dilatasi pembuluh darah, infiltrasi perivascular,
ekstravasasi eritrosit serta edema pada stratum korneum. Epidermis mengalami perubahan sedang
sampai berat, terjadi spongiosis dan edema intraselular, pembentukan vesikel dan bula yang
mengandung serum dan sel polimorfonuklear, sebagian eosinophil.3

Diagnosis Kerja

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang maka anak laki-laki ini didiagnosa terkena
sindrom Steven Johnson. Sindrom Steven Johnson merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta
mata disertai gejala umum berat.4

Diagnosis Banding

a. TEN
Toksik Epidermal Nekrolisis adalah suatu penyakit kulit akut yang ditandai oleh
epidermolisis menyeluruh. Penyebab penyakit ini tidak diketahui hanya diduga ada
hubungannya dengan alergi obat. Sering terkena pada orang dewasa dengan frekuensi yang
sama antara pria dan wanita. Penderita tampak sakit berat disertai demam tinggi dengan
kesadaran mnurun. Lesi kulit berupa eritema menyeluruh yang diikuti vesikel dan bula
dalam jumlah banyak. Pada wajah timbul erosi dan eksoriasi. Lokalisasinya seluruh tubuh
(generalisata). Efloresensinya eritema, vesikel, dan bula generalisata. Erosi dan eksoriasi

4
mukosa. Epidermolisis nummular sampai plakat, dan purpura yang tersebar di seluruh
tubuh. Pada stadium dini, tampak vakuolisasi dan nekrosis sel-sel stratum basalis
sepanjang perbatasan dermis-epidermis. Pada lesi lanjut tampak nekrosis eosinofilik sel-
sel epidermis dengan pembentukan vesikel subepidermal. Untuk menegakkan diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan kimia darah untuk melihat keseimbangan cairan tubuh.3

b. SSSS
Staphylococcal scaled skin syndrome adalah suatu penyakit berbula superfisial
yang terjadi akibat reaksi kulit terhadap toksin dalam darah. Beberapa infeksi stafilokokus
menghasilkan toksin (eksfoliatin) yang menyebabkan pemisahan di epidermis bagian atas,
dengan pembentukan lepuh superfisial dan terkelupasnya kulit. Gambaran klasiknya
terdapat distribusi pada wajah, leher, aksila, dan sela paha merupakan tempat yang pertama
kali terkena, biasanya tidak mengenai membran mukosa. Eloresensi primernya bula
superfisial. Efloresensi sekunder ada skuama, deskuamasi, eritema. Temuan kulit yang
khas meliputi eritema generalisata yang nyeri, sering disertai perabaan seperi kertas
amplas, dan deskuamasi pascainflamasi. Untuk mendiagnosis penyakit ini lakukan biakan
stafilokokus dari daerah yang dicurigai (mis; hidung, mata, telinga, tenggorokan, vagina).
Biakan dari bula kulit biasanya negative.5
Penyebab SSSS adalah staphylococcus aureus group 2 tipe faga 52, 53 dan 71.
Penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan bayi, tetapi dapat juga menyerang orang
dewasa. Perbandingan antara pria dan wanita 5:1. Diagnosis segera dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan sediaan irisan beku; pada baguian atas/atap bula tidak terdapat proses
nekrosis.3

Etiologi

SSJ merupakan pola reaksi polyetiologic , tetapi obat jelas faktor penyebab terkemuka.
SSJ 50 % berhubungan dengan paparan obat ; etiologi sering tidak jelas.6 Ada beberapa factor
pencetus yang dapat menyebabkan SSJ, seperti:3

5
Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksinia
koksidioido mikosis, histoplasma streptokokus,
Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium tuberculosis,
Infeksi salmonelamalaria

salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,


kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin,
Obat analgetik/antipiretik

Makanan Coklat

Fisik udara dingin, sinar matahari, sinar X

Lain-lain penyakit kolagen, keganasan, kehamilan

Epidemiologi

SSJ merupakan penyakit yang jarang, secara umum insidens SSJ adalah 1-6 kasus/juta
penduduk/tahun. Angka kematian SSJ adalah 5%-12%. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia,
terjadi peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun. Perempuan lebih sering terkena disbanding
laki-laki dengan perbandingan 1,5:1. Data dari ruang inap RSCM menunjukan bahwa selama tahun
2010-2013 terdapat 57 kasus dengan rincian SSJ 47,55 dan overlap SSJ-Ten 19,3%.7

Patogenesis

Patogenesis SSJ hanya sebagian dipahami. Itu dipandang sebagai reaksi imun sitotoksik
yang bertujuan untuk menghancurkan keratinosit mengekspresikan asing ( terkait obat ) antigen.
Cedera epidermis didasarkan pada induksi apoptosis. Aktivasi obat - spesifik sel T telah
ditunjukkan in vitro pada sel mononuklear darah perifer pasien dengan erupsi obat. Sifat antigen
yang mendorong sitotoksik seluler reaksi kekebalan tubuh tidak dipahami dengan baik. Obat atau
metabolitnya bertindak sebagai haptens dan membuat keratinosit antigenik dengan mengikat
permukaan. Erupsi obat kulit telah dikaitkan dengan cacat dari sistem detoksifikasi hati dan kulit,

6
yang mengakibatkan toksisitas langsung atau perubahan sifat antigenik dari keratinosit mungkin
berkontribusi terhadap kematian lokal sel, demam , dan malaise.6

Gejala klinis

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : didahului panas
tinggi dan nyeri kontinu. Erupsi timbul mendadak. Gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi
bulosa atau erosi, eritema, disusul mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk trias: stomatitis,
konjungtivitis dan urethritis. Gejala prodromal tidak spesifik dapat berlangsung hingga 2 minggu.
Keadaan ini dapat menyebuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, tetapi beberapa penderita mengalami
kerusakan mata permanen. Kelainan di sekitar lubang badan (mulut, alat genital, anus) berupa
erosi, eskoriasi, dan perdarahan. Kelainan pada selaput lender, mulut dan bibir selalu ditemukan,
dapat meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat, penderita tidak dapat makan dan minum.
Pada bibir, sering dijumpai krusta hemoragik.3,7

Penatalaksaan dan Terapi

Umum : 1. Mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan pemberian


cairan intravena.3
2. Jika penderita koma, lakukan tindakan darurat terhadap keseimbamngan
O2 dan CO2.3
Sistemik : 1. Kortikosteroid dosis tinggi, prednisone 80-200 mg secara parenteral/ per
oral, kemudian diturunkan perlahan-lahan.3
2. Pada kasus berat, diberi deksametason IV, dosis 4 x 5 mg selama 3-10
hari. Jika keadaan umum membaik gantikan dengan prednisone. Pada
kasus ringan diberikan prednisone 4 x 5 mg – 4 x 20 mg/hari, dosis
diturunkan secara bertahap jika telah terjadi penyembuhan.3
3. Obat lain seperti ACTH 1 mg, obat anabolic, KCl 3 x 500 mg, antibiotic,
obat hemostatic (adona), dan antihistamin.3

7
Topical : 1. Vesikel dan bula yang belum pecah diberi bedak salisil 2%.3
2. Kelainan basah dikomp[res dengan asam salisil 1%.3
3. Kelainan mulut yang berat diberikan kompres asam borat 3%.
4. Konjungtivitis diberi salep mata yang mengandung antibiotic dan
kortikosteroid.3

Komplikasi

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, yang didapati sekitar 16% di antara seluruh
kasus yang datang berobat di bagian kami. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan/darah,
gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan
lakrimasi.8

Prognosis

Umumnya baik, dapat sembuh sempurna bergantung pada perawatan dan cepatnya
mendapat terapi yang tepat. Jika terdapat purpura, prognosis lebih buruk. Angka kematian ± 5-
15%.3

Pencegahan

Pasien harus menyadari obat menyinggung kemungkinan dan obat lain dari kelas yang
sama dapat terjadi reaksi silang. obat ini tidak boleh lagi seumur. pasien harus memakai sebuah
gelang tanda medis.6

Kesimpulan

Steven Johnson sindrom merupakan penyakit kulit akut dan berat, terdiri dari erupsi kulit,
kelainan mukosa dan pada mata. Dapat terjadi akibat alergi obat, infeksi, dan faktor fisik. Banyak

8
terjadi pada orang dewasa. Komplikasi seperti bronkopneumonia, gangguan keseimbangan
elektrolit, dan syok. Pengobatannya dengan kortikostreoid atau deksametazon.

Daftar pustaka

1. Scholarly Paper. Steven Johnson Syndrome: New insights for the healthcare professional.
Atlanta, Georgia: Scholarly Editions; 2011.p.1-2.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
3. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed ke-3. Jakarta: EGC; 2014. h. 143-
8
4. McKenna JK, Leiferman KM. Dermatologic drug reactions. Immunolo and Allergy Clin
North Am 2004;24:399-423.
5. Brown RG, Burns Tony. Dermatology. Ed ke-8. Jakarta: EGC; 2005. h.88-89
6. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K. Color atlas and synopsis of clinical dermatology.
5th Ed. p. 144
7. Effendi EH. Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksik. Dalam: Menaldi
SLSW, Bramono K, Indriatmi, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.h.199-200.
8. Hamzah M, Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th Ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h.163-7.

9
10

Anda mungkin juga menyukai