Anda di halaman 1dari 44

REFLEKSI KASUS

ODS Pseudofakia, ODS Presbiopia, Xanthelasma


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:

Muhammad Dhiya Rahadian

30101206667

Pembimbing:

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M.

dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017
LEMBAR PENGESAHAN

ODS Pseudofakia, ODS Presbiopia, Xanthelasma

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II

dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: Juli 2017

Disusun oleh:

Muhammad Dhiya Rahadian

30101206667

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M


BAB I
REFLEKSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SR
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Magelang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Periksa : 11 Juli 2017
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri gatal dan sepet
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata kanan dan kiri gatal
dan sepet. Keluhan dirasakan sejak 4 bulan lalu setelah operasi katarak pada
mata kiri. Riwayat kemasukan benda asing disangkal, riwayat trauma
disangkal. Riwayat mata kemeng, nrocos dan lengket disangkal. Dua setengah
tahun lalu pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri kabur seperti
melihat kabut, awalnya kabur sedikit dan semakin buram serta meluas hingga
satu tahun setelahnya mata kanan hanya dapat melihat jari dari jarak dekat.
Pasien mengatakan saat itu untuk melihat pada malam hari lebih jelas daripada
siang hari. Kondisi bisa membaca tanpa kacamata baca disangkal. Riwayat
trauma sebelumnya disangkal. Riwayat Diabetes Mellitus diakui. Pada Mei
2016 pasien menjalani operasi pada mata kanan di RST. Kemudian pada
Maret 2017 pasien menjalani operasi pada mata kiri di RST. Saat ini
penglihatan mata kanan dan kiri pasien sudah tidak terasa kabur.
Sejak usia 37 tahun, pasien merasa kesulitan untuk membaca dari jarak
dekat dan harus dijauhkan, namun untuk melihat jauh masih jelas, sehingga
pasien memutuskan untuk periksa dan dari dokter diberikan resep untuk
membuat kacamata. Riwayat berganti kacamata pasien yaitu tiga kali dan saat
ini menggunakan kacamata yang dibuat dua tahun lalu.
Pasien juga mengeluhkan pada kelopak mata atas dan bawah pada
mata kanan dan kiri pasien terdapat bercak kuning yang muncul sejak 8 tahun
lalu. Awalnya bercak kecil dan semakin lama semakin meluas. Pasien tidak
merasakan keluhan apapun pada bercak tersebut selain karena mengganggu
penampilan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat DM : diakui
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat DM : diakui
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Pengobatan :
Pasien mengkonsumsi obat-obatan untuk penyakit gula. Pasien
menyangkal pernah memakai obat-obatan seperti obat penenang, obat untuk
asam urat dan sangat jarang mengkonsusmsi obat penghilang nyeri, obat
pegal linu.
Pasien mengakui riwayat operasi mata dua kali yaitu Mei 2016 dan Maret
2017 di RST Magelang.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung oleh
BPJS, kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Umum

Kesadaran : Compos mentis


Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik

Vital Sign

Tekanan darah : 120/80 mmHg


Nadi : 74 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36C

Status Ophthalmicus

Skema Ilustrasi

Terdapat bercak kekuningan pada palpebra superior dan inferior

Pemeriksaan OD OS

Visus
6/20 S-1,25 6/9 NBC 6/12 NC

Add + 2,25 J6
Bulbus Oculi
Gerak bola mata Baik ke Segala arah Baik ke Segala arah
Strabismus - -
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -

Suprasilia Normal Normal

Palpebra Superior
Edema - -
Hematom - -
Hiperemi - -
Entropion - -
Ektropion - -
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Ptosis - -
Xanthelasma + +
Palpebra Inferior
Edema - -
Hematom - -
Hiperemi - -
Entropion - -
Ektropion - -
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Xanthelasma Tidak ditemukan +
Konjungtiva
Injeksi konjungtiva - -
Injeksi siliar - -
Sekret - -

Perdarahan - -

subkonjungtiva
Bangunan patologis - -

Semblefaron - -

Jaringan
- -
Fibrovaskuler

Kornea
Kejernihan
Jernih Jernih
Edema - -
Lakrimasi - -
Infiltrat - -
Keratic Precipitat - -
Ulkus - -
Sikatrik - -
Bangunan - -
patologis
COA
Kedalaman cukup cukup
Hipopion - -
Hifema - -
Iris
Kripta + +
Edema - -
Sinekia - -
Atrofi - -
Irish Shadow - -
Pupil
Bentuk Bulat Lonjong
Diameter 3 mm 5x3 mm
Reflek pupil + +
Sinekia - -
Lensa Pseudofakia Pseudofakia
Kejernihan Jernih Jernih
Iris shadow - -

Corpus Vitreum
Floaters - -
Hemoftalmia - -
Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlang
Funduskopi
Fokus 0 0
Papil N II Batas tegas, Orange, Batas tegas, Orange,
CDR 0,3 CDR 0,3

vasa
o AV Rasio 2:3 2:3
o Mikroaneurisma Tidak ditemukan Tidak ditemukan
o Neovaskularisasi Tidak ditemukan Tidak ditemukan
o Dilatasi vena Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Macula Fovea refleks (+) Fovea refleks (+)


o eksudat Tidak ditemukan Tidak ditemukan
o edema - -
Retina
o Ablasio Retina - -
o Edema - -
o Crossing sign - -
o Eksudat keras Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
o Cotton wool Tidak ditemukan Tidak ditemukan
o Copper wire -
-
appearance
o Perdarahan retina Tidak ditemukan
Tidak ditemukan

TIO (Digital) N N
Lapang pandang Normal Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan GDS, Pemeriksaan Profil lipid darah

V. DIAGNOSIS BANDING
ODS Pseudofakia
Pseudofakia
Dipertahankan karena pada pemeriksaan slit lamp, tampak
pantulan cahaya dari IOL dan ada riwayat operasi katarak dengan
pemasangan Intra Ocular Lens.
Afakia
Disingkirkan karena tak ada keluhan khas pada keadaan afakia
seperti penglihatan kabur di bagian tepi (fenomena jack in the box)
dan tak ada keluhan benda-benda terlihat melengkung. Pada
pemeriksaan juga tidak didapatkan adanya iris tremulans, yang
dapat terjadi pada keadaan afakia.
ODS Presbiopi

ODS Presbiopi dipertahankan karena pasien berusia >40 tahun


dan mengalami kesulitan saat melihat jarak dekat seperti membaca
dan lebih baik bila dijauhkan.
ODS Hipermetropia disingkirkan karena pasien tidak mengalami
gejala kabur bila melihat jauh dan lebih kabur lagi saat melihat
dekat.
Xanthelasma

Tidak ada

VI. DIAGNOSIS KERJA


ODS Pseudofakia
ODS Presbiopia
Xanthelasma
VII. Penatalaksanaan
A. ODS Pseudofakia
Medikamentosa :
Oral : Vitamin mata B-caroten 6 mg, Vitamin C 50 mg,
Vitamin E 10 mg,, Seng 15 mg (Optalvit) tab S1dd tab 1
Topikal : Tetes NaCl 4.4 mg, Kalium chloride 0.8 mg
(C.lyteers) S3dd gtt 1 ODS
Parenteral : -
Operatif : -

Non Medikamentosa : -

B. ODS Xanthelasma
Medikamentosa
Oral :-
Topikal : Asam Trikloroasetat
Parenteral :-
Operatif : Cryotherapy, Eksisi xanthelasma

Non Medikamentosa : -

C. Presbiopi
Medikamentosa :
Oral / sistemik : -
Topikal : -
Parenteral : -
Operatif : -
Non Medikamentosa : dengan kacamata Sferis +2.25 Dioptri sesuai
dengan umur pasien 54 tahun

VIII. Komplikasi
ODS Pseudofakia
- Dry Eye Syndrome
- Posterior capsular opacification (Katarak Sekunder)
ODS Presbiopia
-
Xanthelasma
-
IX. Prognosis
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Ad Bonam Ad Bonam

Quo ad sanam Ad Bonam Ad Bonam

Quo ad functionam Ad Bonam Ad Bonam

Quo ad kosmetikan Ad Bonam Ad Bonam

Quo ad vitam Ad Bonam Ad Bonam


X. Rujukan
Dalam kasus inidilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran
lainnya karena dari pemeriksaan klinis ditemukan kelainan yang berkaitan
dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya yaitu Diabetes Mellitus.

XI. Edukasi
Pseudofakia
Kontrol rutin sesuai waktu yang telah ditentukan dokter
Jika keluhan melihat kabut muncul kembali, segera periksa ke dokter

Presbiopia
Menjelaskan pada pasien bahwa umurnya sudah > 40 th dan sudah
kesulitan membaca dari jarak dekat, sehingga untuk melihat dekat
sebaiknya menggunakan kacamata baca agar jelas dan mata tidak cepat
lelah dan pedas.

Diabetes Mellitus
Memberitahu pasien bahwa penyakit diabetes mellitus yang diderita
pasien dapat menimbulkan komplikasi pada mata, yang dapat
menyebabkan gangguan penglihatan
Jika pasien mengeluhkan pandangan kabur untuk melihat jauh ataupun
dekat, melihat jaring-jaring melayang-layang jika menghadap tembok,
segera periksa ke dokter mata. Jangan sampai pasien datang sudah
terlambat untuk diobati

Xanthelasma
Memberitahu pasien bahwa bercak kuning tersebut muncul karena
kadar gula darah pasien yang tinggi
Menyarankan pasien untuk rajin mengontrol kadar gula darah nya
Mengatakan bahwa untuk pengobatan bercak kuning tersebut dapat
diberikan obat-obatan oles sesuai anjuran dokter dan dapat pula
dioperasi. Namun dapat kambuh kembali, terutama jika kadar gula
darah pasien masih tinggi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pseudofakia

Pseudofakia adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam


setelah operasi katarak. Lensa ini akan memberikan penglihatan lebih baik.
Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap disana
untuk seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu
perawatan khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.
Gejala dan tanda pseudofakia :
- Penglihatan kabur
- Visus jauh dengan optotype Snellen
- Pasien dapat mengalami myopi atau hipermetropi tergantung visus
pasien sebelumnya
- Terdapat bekas insisi atau jahitan
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam macam, seperti :
- Pada bilik mata depan, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki
penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata
- Pada pupil dengan fiksasi pupil
- Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa
normal dibelakang iris. Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa
ekstra kapsular
- Pada kapsul lensa.

Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak di


dalam kapsul lensa. Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata
memerlukan perhatian khusus :
- Endotel kornea terlindung
- Melindungi iris terutama pigmen iris
- Melindungi kapsul posterior lensa
- Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada
zonula lensa.
Keuntungan pemasangan lensa ini :
- Penglihatan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang
ditempatkan pada tempat lensa asli yang diangkat.
- Lapang penglihatan sama dengan lapang pandangan normal
- Tidak terjadi pembesaran benda yang dilihat
- Psikologis, mobilisasi lebih cepat.
Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada :
1. Mata yang sering mengalami radang intra okuler (uveitis)
2. Anak dibawah 3 tahun
3. Uveitis menahun yang berat
4. Retinopati ultifoc ultifocale berat
5. Glaukoma neovaskuler

2.2 LENSA INTRAOKULER DAN IMPLAN

Lensa intraocular (IOL) umum digunakan untuk memperbaiki atau


menyembuhkan cacat visual. IOL dikategorikan dalam dua jenis: monofocal
atau ultifocal. Lensa ultifocal monofocal atau ultifocal dapat dimanfaatkan
dalam penggantian Lensa mata rusak.
IOL monofokal
IOL monofokal yang berarti mereka memberikan visi pada
satu jarak saja (jauh, menengah atau dekat) berarti bahwa pasien harus
memakai kacamata atau lensa kontak untuk membaca,
menggunakan komputer atau melihat pada jarak lengan.
IOL Multifocal
IOL multifokal menawarkan kemungkinan melihat dengan baik
pada lebih dari satu jarak, tanpa kacamata atau lensa kontak.
Toric IOL untuk Astigmatisma
IOL toric dirancang untuk
mengoreksi astigmatisme. Toric IOL datang dalam berbagai kekuatan visi
jarak, dalam 2 versi. Satu, mengoreksi hingga 2,00 dioptri (D)
dari Silindris dan yang lain mengoreksi hingga 3,50 D. Model yang
berbeda juga dapat menyaring UV yang berpotensi merusak atau
cahaya biru.
Kebanyakan ahli bedah yang merawat Silindris pada pasien katarak,
cenderung menggunakan astigmatik keratotomi (AK) atau limbal relaxation
incision, yang membuat sayatan di kornea. Selain
astigmatisme kornea, beberapa orang mungkin
memiliki astigmatisme lenticular, yang disebabkan
oleh ketidakteraturan dalam bentuk lensa alami di dalam mata. Hal ini bisa
diperbaiki dengan IOL toric namun dengan risiko penglihatan memburuk
karena lensa berputar dari posisi, sehingga butuh operasi lebih lanjut untuk
memposisikan atau mengganti IOL.
Monovision dengan Lensa Intraokuler
Jika operasi katarak melibatkan kedua mata bisa dipertimbangkan
menggunakan monovision. Hal ini dengan menanamkan sebuah IOL di satu
mata yang memberikan penglihatan dekat dan IOL di mata lain yang
menyediakan penglihatan jarak.
Biasanya orang dapat menyesuaikan diri. Tapi jika tidak
bisa, penglihatan mungkin menjadi kabur baik dekat dan jauh. Masalah lain
adalah bahwa persepsi kedalaman dapat menurun karena visus
binokuler kurang yang berarti, mata tidak bekerja sama.
Aspheric IOL
IOL berbentuk bola, yang berarti permukaan depan secara seragam
melengkung. IOL aspheric, pertama kali diluncurkan oleh Bausch + Lomb
pada tahun 2004, yang sedikit datar di pinggiran dan dirancang untuk
memberikan sensitivitas kontras yang lebih baik. Lensa ini memiliki
kemampuan untuk mengurangi penyimpangan visual.
Beberapa ahli bedah katarak memperdebatkan manfaat IOLs aspheric,
karena manfaat sensitivitas kontras tidak dapat berlangsung pada pasien
yang lebih tua karena sel-sel ganglion retina adalah penentu utama
sensitivitas kontras dan pada usia tua secara bertahap kehilangan sel-sel ini.
Namun, orang muda yang menjalani operasi katarak sekarang cenderung
memiliki sel ganglion lebih banyak dan lebih sehat. Jadi mereka akan dapat
menikmati sensitivitas kontras yang lebih baik untuk waktu yang lama.
Blue Light-Filtering IOLs
IOL ini memfilter baik ultraviolet (UV) dan energi tinggi sinar biru,
yang keduanya terkandung dalam cahaya alami maupun buatan. Sinar
UV telah lama dicurigai bisa menyebabkan katarak dan gangguan
penglihatan lain, dan IOL banyak menyaring mereka keluar seperti lensa
mata alami sebelum penghapusan dalam operasi katarak. Sinar biru, yang
berkisar 400-500 nanometer (nm) dalam spektrum cahaya, dapat
menyebabkan kerusakan retina dan berperan dalam timbulnya
degenerasi makula.
IOL ini berwarna kuning transparan untuk menyaring sinar biru. Sebenarnya
warna ini mirip dengan lensa kristal alami. Warna kuning ini tidak
mengubah warna lingkungan atau kualitas penglihatan. Namun, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa beberapa sensitivitas kontras mungkin
hilang dengan pemakaian IOL jenis ini. Dalam studi Austria, beberapa
orang yang menggunakan IOL ini melihat adanya penurunan
kualitas penglihatan ketika mereka diberi kuesioner.
Sebuah studi yang dilaporkan dalam edisi Desember 2010, Journal of
Cataract & Refractive Surgery menemukan bahwa pasien katarak dengan
IOL berwarna kuning memiliki kesulitan melihat dalam rentang warna biru
pada kondisi pencahayaan yang kurang.
Piggyback IOL
Bila pasien memiliki hasil yang kurang dari optimal dari
lensa intraokular asli yang digunakan dalam operasi katarak, ada pilihan
untuk memasukkan lensa tambahan dari yang dimiliki saat ini. Hal ini
dikenal sebagai lensa piggyback, mungkin dapat memperbaiki
penglihatan dan dianggap lebih aman daripada mengeluarkan dan
mengganti lensa yang ada.

2.3 Presbiopia

2.4.1. Definisi
Presbiopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang menyebabkan
punctum proksimum mata menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena telah
terjadi gangguan akomodasi yang terjadi pada usia lanjut. Presbiopia
merupakan suatu keadaan yang fisiologis, bukan suatu penyakit dan terjadi
pada setiap mata.
2.4.2. Etiologi
Gangguan daya akomodasi akibat kelelahan otot akomodasi yaitu
menurunnya daya kontraksi dari otot siliaris sehingga zonulla zinii tidak
dapat mengendur secara sempurna. Gangguan akomodasi juga terjadi
karena lensa mata elastisitasnya berkurang pada usia lanjut akibat proses
sklerosis yang terjadi pada lensa mata.
2.4.3. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara
elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung.
Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis)dan
kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.
2.4.4. Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien tahap awal perkembangan presbiopi, dari
anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat,
tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan
menolak preskripsi kaca mata baca

b. Presbiopi Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun


dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa

c. Presbiopi Absolut Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi


fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali

d. Presbiopi Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40


tahun dan biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau
obat-obatan

e. Presbiopi Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada


kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil

2.4.5. Gejala Klinik


Gejala yang timbul akibat gangguan akomodasi pada pasien berusia di
atas 40 tahun ini adalah keluhan saat membaca atau melihat dekat menjadi
kabur dan membaca harus dibantu dengan penerangan yang lebih kuat
(pupil mengecil), serta mata menjadi cepat lelah.
Keadaan ini bila tidak dikoreksi akan menimbulkan gejala astenopia
yaitu mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk. Pemeriksaan
presbiopia mempergunakan tes Jaeger.
2.4.6. Diagnosis Banding
Presbiopi oleh karena degenerasi lensa sehingga akomodasi
menjadi lambat dan perubahan pungtum proksimum

Hipermetropia oleh karena sinar sejajar jauh jatuh di belakang


retina dan sinar sejajar dekat jatuh lebih jauh di belakang retina.

2.4.7. Pemeriksaan Presbiopia


1. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen
2. Pasien diukur visus jauhnya dengan kartu snellen bila dengan mata
satu per satu, mulai dengan mata kanan dan menutup mata yang
tidak diperiksa.
3. Pasien diukur visus dekatnya menggunakan kartu jaeger dengan
menggunakan dioptri yang sesuai dengan umur pasien (1.0 D untuk
usia 40 tahun, +1.5 D untuk usia 45 tahun, +2.0 D untuk usia 50
tahun, +2.5 D untuk usia 55 tahun,+3.0 D untuk usia 60 tahun) dan
target yang bisa terbaca yaitu pada J6, pemeriksaaan dilakukan satu
per satu mulai dengan mata kanan dan menutup mata yang tidak
diperiksa.
2.4.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita presbiopia adalah dengan
menggunakan kacamata sferis positif (S+), yang kekuatannya sesuai
dengan umur pasien. Pada kacamata baca diperlukan koreksi atau
penambahan sesuai dengan bertambahnya usia pasien biasanya adalah :
+1.0 D untuk usia 40 tahun
+1.5 D untuk usia 45 tahun
+2.0 D untuk usia 50 tahun
+2.5 D untuk usia 55 tahun
+3.0 D untuk usia 60 tahun

2.4 XANTHELASMA

Xanthelasma adalah salah satu bentuk xantoma planum, merupakan jenis


yang paling sering dijumpai dari beberapa tipe klinik xantoma yang dikenal.
Selain itu Xanthelasma diartikan pula sebagai kumpulan kolesetrol di bawah
kulit dengan batas tegas berwarna kekuningan biasanya di sekitar mata,
sehingga sering disebut xanthelasma palpebra. 1,4
ETIOLOGI
Xanthelasma telah dihubungkan dengan keadaan hiperlipoproteinemia.
Semua tipe hiperliproteinemia termasuk bentuk sekunder telah dihubungkan
dengan xanthelasma, tetapi tipe II dan III, berkisar 30%-40% pada pasien
xanthelasma.7
Setengah pasien xanthelasma mempunyai kelainan lipid. Erupsi
Xanthomas dapat ditemui pada hiperlipidemia primer dan sekunder. Kelainan
genetik primer termasuk dislipoproteinemia, hipertrigliseridimia dan defisiensi
lipase lipoprotein yang diturunkan. Diabetes yang tidak terkontrol juga
menyebabkan hiperlipidemia sekunder. Xanthelasma juga bisa terjadi pada
pasien dengan lipid normal dalam darah yang mempunyai HDL kolesterol
rendah atau kelainan lain lipoprotein. 2
PATOFISIOLOGI

Hepar mensekresi lipoprotein, partikel yang terbuat dari kombinasi


cholesterol dan trigycerides. Partikel ini bersifat larut air untuk memfasilitasi
transport pada jaringan perifer. Oleh polar phospolipids dan 12 protein
spesifik yang berbeda yang dinamakan apolipoproteins. Apolipoproteins
berfungsi sebagai kofaktor untuk enzime plasma dan berinteraksi dengan
reseptor permukaan sel. Lipoprotein dibagi menjadi lima komponen, yaitu
chylomicrons, VLDL, intermediate-density lipoproteins (IDL), LDL, dan
HDL. Dyslipoproteinemia dikategorikan sebagai primer atau sekunder.
Kondisi primer ditentukan secara genetik dan dikelompokkan oleh
Fredrickson menjadi lima atau enam komponen berdasarkan peningkatan
lipoprotein spesifik. Hiperprotein sekunder muncul akibat penyakit lain yang
dapat memunculkan gejala, perubahan lipoprotein, dan xanthomas yang dapat
menyerupai sindrome primer.8

Meskipun telah diteliti mengenai hubungan antara xanthelasma dan


hyperlipoproteinemia, hanya sekitar setengah pasien yang memperlihatkan
adanya peningkatan lipid serum. Pada penelitian Gangopadhya didapatkan
hanya 52,5% pasien xanthelasma yang mempunyai profil lipid abnormal.8

Pada xanthelasma terjadinya akumulasi kolesterol yang berawal dari


darah, dimana jumlah kolesterol yang paling banyak berasal dari LDL yang
masuk melalui dinding vaskular. Dikatakan bahwa trauma dan inflamasi itu
dapat merubah permeabilitas vaskuler sehingga lipoprotein dapat masuk ke
dalam kulit dan kemudian difagositosis oleh sel dermal. Normalnya LDL
mempunyai nilai kebocoran kapiler yang lambat.8

Panas lokal meningkatkan nilai kebocoran. Dapat dilihat secara


eksperimen bahwa nilai kebocoran kapiler dari LDL itu dua kali lebih besar
pada daerah yang lebih sering terekspose oleh gerakan fisik atau gesekan,
dibandingkan daerah pada kulit yang immobilisasi. Kelopak mata lebih sering
mengalami pergerakan yang konstan dan gesekan, dan hal ini mungkin alasan
mengapa xanthelasma berkembang pada daerah ini.8
GEJALA KLINIS
Timbul plak irregular di kulit, warna kekuningan sering kali disekitar mata
Ukuran xanthelasma bervariasi berkisar antara 2 30 mm., adakalanya
simetris dan cenderung bersifat permanen.
Pasien tidak mengeluh gatal, biasanya mengeluh untuk alasan estetika.
Xanthelasma atau xanthelasma palpebra biasanya terdapat di sisi medial
kelopak mata atas. Lesi berwarna kekuningan dan lembut berupa plaque berisi
deposit lemak dengan batas tegas. Lesi akan bertambah besar dan bertambah
jumlahnya. Biasanya lesi-lesi ini tidak mempengaruhi fungsi kelopak mata,
tetapi ptosis harus diperiksa bila ditemukan. 2, 9
Gambar 2.4 (Gambar xanthelasma terdapat lesi berwarna kekuningan
dengan batas tegas di kelopak mata bagian dalam) 9

Gambar 2.5. (Gambaran Xanthelasma palpebra simetris di kedua kelopak


mata)9
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Karena 50% pasien dengan xanthelasma mempunyai gangguan lipid, maka
disarankan untuk pemeriksaan plasma lipid juga HDL dan LDL. Xanthelasma
biasanya dapat didiagnosa dengan jelas secara klinis dan jarang kelainan lain
memberi gambaran klinis sama. Jika ada keraguan, eksisi bedah dan analisis
patologi sebaiknya dilakukan. 2
PEMERIKSAAN HISTOLOGI
Xanthelasma tersusun atas sel-sel xanthoma. Sel-sel ini merupakan
histiosit dengan deposit lemak intraseluler terutama dalam retikuler dermis
atas. Lipid utama yang disimpan pada hiperlipidemia dan xanthelasma
normolipid adalah kolesterol. Kebanyakan kolesterol ini adalah yang
teresterifikasi. 2
Gambar 2.6 : Histologi dari xanthelasma2

DIAGNOSA BANDING
Penyakit lain yang perlu diperhatikan pada pasien dengan xanthelasma:2
Familial hypercholesterolemia types IIa and IIb
Familial dysbetalipoproteinemia type III
Familial hypertriglyceridemia type IV
Kelainan selain gangguan lipid:2
HDL rendah yang dibandingkan dengan LDL yang rendah
Diabetes yang tidak terkontrol yang dihubungkan dengan
hypertriglyceridemia
Necrobiotic xanthogranuloma
Tuberous xanthomata
Diffuse planar xanthoma
Orbital lipogranulomata
Juvenile xanthogranulomata
Erdheim-Chester disease
Wegener granulomatosis
Lipoid proteinosis
Primary systemic amyloidosis
Necrobiosis lipoidica
Sarcoid
Atypical lymphoid infiltrate
TERAPI
Tujuan utama terapi adalah untuk mengontrol kelainan yang mendasari
untuk mengurangi perkembangan xanthelasma dan xanthoma. Xanthelasma
dapat dibedah apabila mengganggu, tetapi mungkin bisa kambuh.4
Xanthelasma dapat dihilangkan dengan pengelupas trichloroacetic, bedah,
laser atau cryoterapi. Penghilangan xanthelasma dapat menyebabkan
timbulnya scar dan perubahan pigmen, tetapi tidak jika menggunakan
trichloroacetic.
o OBAT-OBATAN
Diet ketat dan obat-obatan yang menurunkan serum lipid, meskipun
penting pada pasien dengan lipid abnormal tetapi hanya memberikan
respon sedikit pada terapi xanthelasma. 2
o TERAPI BEDAH
Banyak pilihan untuk menghilangkan xanthelasma palpebra, termasuk
bedah eksisi, argon dan pengangkatan dengan laser karbondioksida,
kauterisasi kimia, elektrodesikasi dan cryoterapi. 2
o EKSISI BEDAH
Untuk lesi kecil yang linier eksisi direkomendasikan dimana scar akan
tercampur dalam jaringan kelopak. Lesi yang membengkak lebih kecil
dapat dihilangkan dan jaringan akan menyatu kembali. DOI
merekomendasikan menggunakan teknik bedah mikroskop, menggali
antara tumor dan okuli orbita dengan blade nomer 11, mengangkat atap
dan dengan hati-hati mengambil tumor sepotong demi sepotong dengan
gunting mikro dari sisi kebalikan dan menyatukan atap dengan benang
nylon 7 0. 2
Pada eksisi lebih tebal, kelopak mata bawah cenderung mudah terjadi scar
karena jaringan yang diambil juga lebih tebal. Eksisi sederhana pada lesi
yang lebih luas beresiko terjadi retraksi kelopak mata, ektropion sehingga
membutuhkan cara rekonstruksi lain. Pengangkatan xanthelasma sudah
menjadi bagian dari bedah kosmetik. 2
Pengangkatan dengan laser karbondioksida dan argon : menambah
hemostasis, memberi gambaran lebih baik, penutupan yang kurang dan
lebih cepat dalam menggunakan tehnik ini; scar dan perubahan pigmen
dapat terjadi. 2
Kauterisasi kimia: penggunaan chloracetic acid efektif untuk
menghilangkan xanthelasma. Agen ini mengendapkan dan
mengkoagulasikan protein dan lipid larut. Monochloroacetic acid,
dichloroacetic acid, dan trichloroacetic acid dilaporkan memberi hasil
yang baik. Haygood menggunakan kurang dari 0.01 ml dari 100%
2
dichloracetic acid dengan hasil yang sempurna dan scar minimal.
Elektrodesikasi dan cryoterapi dapat menghancurkan xanthelasma
superficial tetapi membutuhkan terapi berulang.10 Cryoterapi dapat
menyebabkan scar dan hipopigmentasi. 10
EDUKASI
Edukasi yang diberikan adalah untuk melakukan control terhadap
kolesterol juga trigliserid dan bagaimana cara untuk menurunkan
kolesterol juga membiasakan gaya hidup sehat untuk mengatur kolesterol.
PROGNOSIS
Kekambuhan sering terjadi. Pasien harus mengetahui bahwa dari penelitian
yang dilakukan pada eksisi bedah dapat terjadi kekambuhan pada 40% pasien.
2.5 ANATOMI RETINA

ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA

Gambar II. 1. Anatomi Bola Mata


Retina atau selaput jala adalah lapisan terdalam ketiga dari dinding bola
mata. Merupakan membran tipis, halus, tidak berwarna atau bening serta
tembus pandang dengan nilai metabolisme oksigen yang tinggi dan terdiri atas
saraf sensorik penglihatan dan serat saraf optik. Ketebalan retina kira-kira 0,5
mm.2

Retina membentang ke anterior dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang
dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada
sistem temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan
luar retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, koroid dan sklera.
Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis
makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang
disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), berdiameter 1,5 mm. Di tengah
makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang
secara klinis merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan bila
dilihat dengan opthlasmoskop.

Gambar Penampang histologis lapisan retina 4

Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari


sisi dalam adalah sebagai berikut:

1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan


badan kaca.
2. Lapisan serabut saraf, mengandung akson akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus. Di dalam lapisan lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada nervus
optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel
ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel
horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.
Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan
arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,
memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam.
Bagian bagian penting pada retina

a. UMBO umbo menggambarkan pusat dari macula suatu bagian retina


yang menghasilkan ketajaman penglihatan tertinggi. Fotoreseptor
utama dari foveola dan umbo adalah sel kerucut. Jumlah sel kerucut
terbanyak ditemukan dalam umbo yang mempunyai diameter 150-
200m dengan kepadatan sekitar 385.000 sel kerucut/mm2
b. FOVEOLA, rangkaian sel kerucut pada umbo dikelilingi oleh dasar
fovea atau foveola yang memiliki diameter 350m dan ketebalan
150m. Daerah avaskuler ini terdiri dari sel kerucut yang padat
yang dihubungkan oleh membrane limitan eksterna.
c. FOVEA, fovea yang avaskuler dikelilingi oleh atap pembuluh darah,
suatu sistem sirkuler dari kapiler pembuluh darah. Pembuluh darah
ini terletak pada permukaan lapisan nukleus dalam. Ketebalan
membran limitan interna dan kekuatan daya ikat vitreus tidak
proposional, sehingga ikatan terkuat terletak pada fovea.
d. PARAFOVEA,
e. PERIFOVEA
f. MAKULA, umbo, foveola, fovea, parafovea, dan perifovea bersama-
sama membentuk macula atau daerah pusat. Terletak dengan jarak
2,5 diameter papil di bagian temporal papil. Macula bebas pembuluh
darah dengan sedikit lebih berpigmen dibanding daerah retina
lainnya. Bagian sentral macula sedikit tergaung akibat lapisannya
yang kurang dan memberi refleks macula bila disinari.
Pada fundus normal, warna retina adalah oranye merah, bisa lebih muda
atau lebih gelap tergantung derajat pigmentasi melanin baik dalam koroid
maupun epitel pigmen retina. Sel sel batang dan kerucut di lapisan foto
reseptor mampu mengubah rangsang cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan pada
akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar
selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1
antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan
hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem
pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa
makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan
fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari
fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam.
2,3,5

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskular


pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rodopsin
adalah suatu glukolipid membran yang separuh tertanam di lempeng membran
lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak
pada rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak
di daerah biru hijau spektrum cahaya. Penglihatan skotopik seluruhnya
diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi
gelap ini, terlihat bermacammacam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat
dibedakan. Sewaktu retina telah berdapatasi sepenuhnya, sensitivitas spektrum
retina bergeser dari puncak dominasi rodopsi 500 nm ke sekitar 560 nm, dan
muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna bila benda tersebut
mengandung fotopigmen yang menyerap panjang gelombang tertentu dan
secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang gelombang tertentu di
dalam spektrum sinar tampak (400 700 nm). Penglihatan siang hari terutama
oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja diperantarai oleh kombinasi sel
batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. 2,3

2.6 RETINOPATI DIABETIK

DEFINISI
Retinopati Diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurismata,
melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua
kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati
diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala klinik
yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. 7,8,11

Gambar Normal Retina dibanding Retinopati Diabetic


PATOFISIOLOGI
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler:
Pembentukan microaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia retina,
sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
Edema macula atau nonperfusi kapiler
Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
Pembuluh darah batu yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus
Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya menebal
dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menebal, untuk
waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler,
maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah
kapiler vena sekitar macula, yang tampak sebagai titik-titik merah (dots) pada
oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada
keadaan lanjut mikroaneurisma didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun
arteri. Mikroaneurisma tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema,
eksudat, perdarahan (dots/ blots).14,16
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada daerah
macula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama dapat
menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada makula
(cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel. 18
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan bocornya
lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates), menyerupai lilin putih
kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan
peyumbatan yang dimulai dikapiler, ke arteriol, dan pembuluh darah besar. Akibat dari
penyumbatan dapat tumbul hipoksia diikuti dengan adanya iskemik kecil, dan timbulnya
kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan
mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton
wool spots/ patch yang merupakan bercak nekrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur.
Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan perdarahan
disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang
timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di papil
atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat timbul dimana saja. Bentuknya
dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile. Letaknya intraretina, menjalar menjadi
preretina, intravitreal. Neovaskularisasi preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia.
Dapat juga timbul arterio-venous shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah
arteri karena obstruksi arteriol. 20,21,22
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian diikuti
dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut dapat menimbulkan
perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat menyebabkan ablasi retina tipe
tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan penurunan ketajaman
penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan. Neovaskularisasi
dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang dapat menimbulkan
glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh pembuluh darah baru atau dapat
juga karena pecahnya rubeoisis iridis.

KLASIFIKASI
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi : 10,11,12
1. Retinopati diabetik non proliferatif. Merupakan stadium awal dari proses
penyakit ini.
Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan
Background Diabetic retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA
pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan 2 tanda pada derajat berat.

Gambar II.7 Retinopati diabetik non proliferatif . 15

1. Retinopati diabetik proliferative. Retinopati nonproliferatif dapat


berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat
pada penyakit retinopati diabetic
Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara
permanen sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau
kebutaan. Retinopati Diabetik Proliferatif ditandai dengan
neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus

15
Gambar Retinopati diabetik proliferatif

Gambar Stadium Retinopati Diabetik


Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:13,14
Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan macula
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena
didaerah nuclear luar
Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (circinair/ rosette) yang secara histologist terletak
didaerah lapisan plexiform luar
Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
retinopati hipertensif atau arteriosklerose.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan
sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada
semua lapisan retina, dapat juga preretina.
Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.
Klasifikasi menurut FKUI
Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli
Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli
Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.

PATOGENESIS
Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya
retinopati diabetik yaitu jalur poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukan
protein kinase C dan pembentukan reactive oxygen speciasi (ROS).

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan


bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ.
Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang
adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina
itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang
diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:18,19

1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose
reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus,
dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol
merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak
dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat
hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik. Selain
itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga
menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai
prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase
yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.

2) Pembentukan protein kinase C (PKC)


Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC
diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas
vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC
secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu
permeabilitas dan aliran darah vaskular retina. Peningkatan
permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi
plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai
dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi
menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor
akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan
matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan
terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-
1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin
menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga
akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)


Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non
enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu
senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC
dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth
factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide
oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko
terjadinya oklusi vaskular retina. AGE terdapat di dalam dan di luar sel,
berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului
terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM
daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja
kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup
banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)


Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif
yang menambah kerusakan sel. Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil
proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan
saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan
konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan
fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat
penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan
penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa
pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema
makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai
dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi
karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor,
lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF).
Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit
intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular.
Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular
karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak
sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat
pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat
dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya
dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang
pada penglihatan.
GAMBARAN KLINIS
Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua
lapisan retina. 17,18,19
Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah:
Penglihatan kabur
Kesulitan membaca
Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya
adalah:
Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena,
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak
terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata .

Gambar Mikroaneurisma dan Perdarahan Intraretina . 17


Gambar II.11 Blot hemorrhages dan microaneurysms . 17
Dilatasi pembuluh darah balik
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelok-kelok.
Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan
eksudasi plasma.6,8,15

17
Gambar II.12 Dilatasi pembuluh darah balik
Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis
penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. 6,8,13,20
Gambar II.13 Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif 17
Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa
6,8,13
pungtata, kemudian membesar dan bergabung.

Gambar II.14 Edema makula dan hard eksudat di fovea .


Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah
makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina
yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat
berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar
kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina. 16,17,22
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular oedema
(CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:6,8,13
Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
Hard eksudat jaraknya 500 mdari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk. 13
Funduskopi makula normal. Funduskopi edema makula

DIAGNOSIS
Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan :
- Anamnesis
Adanya riwayat diabetes mellitus, penurunan ketajaman penglihatan
yang terjadi secara perlahan- lahan tergantung dari lokasi, luas dan beratnya
kelainan.
- Pemeriksaan Fisis
Tes ketajaman penglihatan
Dilatasi pupil
- Pemeriksaan Penunjang
Fundal flourescein angiography
Pemotretan dengan memakai film berwarna
Oftalmoskopi
Slit lamp biomicroscopy
Ocular Coherence Tomography (OCT); suatu pemeriksaan yang
menyerupai ultrasound yang digunakan untuk mengukur tekanan
intraocular. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina
dan ada atau tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan
vitreomakular. Tes ini juga digunakan untuk diagnosis dan
penatalaksanaan edema makular diabetik atau edema makular yang
signifikan secara klinis.
Gambar II.17 Abnormalitas Ketebalan Retina (Optical Coherence
Tomography)

Digital retinal screening programs, sebuah program sistematik


untuk deteksi dini penyakit mata termasuk retinopati diabetik.
PENATALAKSANAAN 10,13,14
Perawatan Medis
Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien dengan
DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi retinopathy
DM. Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan DM tidak
tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk mengasumsikan bahwa prinsip
yang sama bisa diterapkan. Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua diabetes
(NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi
kurang dari 7% untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi
jangka panjang dari DM termasuk retinopathy DM. 19
Terapi Bedah
Metodenya adalah dengan mengarahkan energi cahaya dengan
fokus tinggi untuk menghasilkan respon koagulasi pada jaringan target.
Pada nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR),
Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik,
pembuluh darah yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi
laser fokal.
Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser
diterapkan.
Terapi lainnya yang potensial untuk diabetic macular edema (DME) meliputi
intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) dan bevacizumab (Avastin).
Kedua medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi macular edema.
Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa
edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik
lainnya. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko
penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya
hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.

Gambar Laser Fotokoagulasi


Diet
Aktivitas
Medikamentosa
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi
retinopati diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui
injeksi intravitreus. Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi
edema makular diabetik.
PROGNOSIS
Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui
pangaplikasian metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi
fluorescein, indirek oftalmoskopi secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus
berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap penting. Pendidikan pada pasien
sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam prognosis pengobatan untuk
pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien diabetic dengan
PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi
retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan
iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau
tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.19
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:
Faktor prognostik yang menguntungkan
o Eksudat yang sirkuler.
o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.
o Perfusi sekitar fovea yang baik.
Faktor prognostik yang tidak menguntungkan
o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.
o Deposisi lipid pada fovea.
o Iskemia macular.
o Edema macular kistoid.
o Visus preoperatif kurang dari 20/200.
o Hipertensi
TINJAUAN PUSTAKA

Bhavsar AR., Drouilhet JH. Background Retinopathy Diabetic.


Downloaded from: www.e-medicine.com. 2009.
Bhavsar AR., Drouilhet JH. Proliferative Retinopathy Diabetic. e-
medicine. 2009.
Ehlers JP., Shah CP. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency Room
Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.2008.
Eva PR., Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.17th
Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.2008.
Ilyas S, Yulianti SR. Mata merah dengan penglihatan normal. Dalam Ilmu
Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Badan penerbit FKUI;
2011.p:116-117
Khirana AK. Comprehensive ophthalmology. Fourth edition. New Delhi:
New international publisher; 2007. p:51-54, 80-82
Fransisco J, Verter G, Ivan R. Konjungtivitis. Dalam Buku Vaugan dan
Asburys General ophthalmology. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2014. p:119-
120

Anda mungkin juga menyukai