Anda di halaman 1dari 76

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang paling sering disebabkan oleh

virus atau bakteri. Infeksi ini umumnya disebarkan melalui kontak langsung

dengan orang yang terinfeksi (WHO 2019). Bronkopneumonia merupakan jenis

pneumonia yang menimbulkan flek atau bercak pada kedua paru-paru, termasuk

juga saluran udara dan kantung udara (Samuel,2014). Bronkopneumonia terjadi

pada anak usia dibawah 2 tahun atau pada orang dewasa usia 65 tahun keatas,

dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak serta komplikasi yang

serius apabila tidak ditangani bahkan bisa menyebabkan kematian (Martel, J. &

Nall 2018). Pneumonia pada balita dan bayi masih tinggi angka kesakitan dan

angka kematian, menurut RISKESDAS mulai tahun 2013-2018 terjadi

peningkatan angka pneumonia. Kenyataannya di Marwah Dua RSU Haji

Surabaya didapatkan peningkatan bronkopneumonia pada anak tahun 2017-2018.

Bronkopneumonia pada anak bisa disebabkan salah satunya merokok. Adanya

anggota keluarga yang merokok dapat memperbesar risiko untuk gangguan

pernapasan, juga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan paru

pada anak-anak dan remaja(Alnur, Ismail, and Padmawati 2017). Kebiasaan

merokok dewasa ini seolah menjadi trend yang terjadi pada kalangan remaja

maupun dewasa di Indonesia. Anak-anak hidup dalam rumah tangga merokok

dua kali lebih mungkin untuk menderita pneumonia dari pada rumah tangga non-

merokok (saleh muhammad, gafur abdul 2017).

1
2

Berdasarkan UNICEF dan IDAI pada tahun 2015 terdapat sekitar 20.000

anak balita di Indonesia meninggal karena pneumonia. Pneumonia menyumbang

sekitar 16% dari 5,6 juta kematian balita, memakan korban sekitar 880.000 anak

pada tahun 2016 (UNICEF, 2016). Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan

pneumonia di atas 50%, terlepas dari fakta itu belum mencapai target nasional

yang telah diputuskan. Target cakupan pneumonia tahun 2016 ditetapkan 70%

dengan rujukan pneumonia sebesar 79,61% (Dinkesprov Jawa Timur, 2017).

Berdasarkan data RISKESDAS 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan (nakes) sekitar 2,0%, sedangkan tahun 2013 sekitar

1,8%.Dari hasil kejadian bronkopenumonia di Ruang Marwah 2 RSU Haji

Surabaya mulai tahun 2017 9%, tahun 2018 10% dan sampai bulan September

2019 11%. Pada bulan Agustus sampai Oktober 2019 kasus bronkopneumonia ada

dari hasil wawancara dengan 10 orang tua (anggota keluarga) yang mempunyai

riwayat merokok, ditemukan ada 8 orang anggota keluarga yang merokok dan 2

tidak merokok.

Faktor-faktor risiko bronkopneumonia lainnya, termasuk : usia (anak

berusia dibawah 2 tahun atau lansia 65 tahun keatas), kondisi medis lain yang

diderita (HIV/AIDS, kanker, lupus, atau penyakit kronis seperti penyakit jantung

dan diabetes), gaya hidup (merokok, dan asupan nutrisi yang tidak baik turut

menjadi faktor risiko bronkopneumonia), infeksi nosokomial (Nastiti N, Bambang

Supriyatno 2018). Gejala bronkopneumonia mungkin seperti jenis pneumonia

lainnya, Gejalanya meliputi : demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare,

batuk, sesak napas, adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal,

pernapasan cepat dan pernapasan cuping hidung, pada auskultasi ditemukan


3

ronchi basah halus nyaring, pada pemeriksaan darah ditemukan lekositosis, pada

rontgen thorax adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta gambaran BP

(Samuel 2014). Paparan asap rokok bisa merusak kerja daya tahan tubuh di

saluran pernapasan. Sehingga kuman yang menyebabkan pneumonia akan lebih

mudah masuk, melalui gangguan fungsi silia dan kerja sel makrofag

alveolus.Masuknya mikroorganisme kedalam jaringan paru-paru dengan

mengeluarkan toksin sehingga agen infeksius masuk melalui saluran pernafasan

atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk kedalam alveolus ke alveolus

lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus

atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu

dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh

lobus (Nabiel 2017). Sesuai dengan teori Lawrence Green yaitu Promosi

kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka

kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut.

Perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama diantaranya faktor pendorong

(predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat

(reinforcing factors) (Ahmad 2014).

Kesadaran hidup sehat harus dimulai dari diri sendiri. Salah satunya

dengan tidak merokok. Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus bebas dari

asap rokok. Solusi anggota keluarga yang merokok diantaranya : menciptakan

promosi kesehatan setinggi-tingginya agar masyarakat hidup sehat dan bahagia,

Pemerintah harus menciptakan lingkungan sehat dan terhindar dari aktivitas

merokok. Bukan berarti merokok tak boleh, tapi harus manusiawi bagi perokok,

tempatkan perokok di suatu tempat, masyarakat bukan mengobati tetapi


4

melakukan preventif dengan memberi slogan-slogan kata bijak stop merokok di

tempat stategis yang mudah dilihat, mencari bantuan profesional seperti psikiater,

karena kecanduan rokok biasanya adalah kecanduan psikologis,mengingatkan

manfaat berhenti merokok bahwa berhenti merokok berarti memberi diri

kesempatan untuk hidup lebih sehat dan lebih lama. Salah satu langkah

pencegahan bronkopneumonia yang mudah dilakukan adalah dengan

membiasakan cuci tangan dengan benar. Gaya hidup sehat juga dapat membantu

mencegah pneumonia. Misalnya menghindari merokok, menyarankan orang tua

agar anak beristirahat total dan menjauhi anak dari paparan asap rokok, karena

merusak paru-paru dan meningkatkan kemungkinan infeksi. Vaksinasi dapat juga

diberikan sedini mungkin pada bayi dan balita, semakin cepat ditangani, risiko

terjadinya komplikasi akibatbronkopneumonia pada anak akan semakin kecil

(Ni’am 2017).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan

kejadian bronkopneumonia pada balita di Ruang Marwah 2 RSU Haji Surabaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisa hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan

kejadian bronkopneumonia pada balita di Ruang Marwah 2 RSU Haji Surabaya.


5

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi perilaku merokok anggota keluarga di Ruang Marwah 2

RSU Haji Surabaya.

2. Mengidentifikasi kejadian bronkopneumonia pada balita di Ruang

Marwah 2 RSU Haji Surabaya.

3. Menganalisa hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan

kejadian bronkopneumonia pada balita di Ruang Marwah 2 RSU Haji

Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi kajian pustaka bagi peneliti lain

mengenai pengembangan keilmuan di Ruang Marwah 2 pada kejadian

bronkopneumonia terutama pada anggota keluarga yang merokok.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini dapat menjadi masukan kepada mahasiswa dan dapat

mengembangkan penelitian mengenai faktor risiko yang lain penyebab terjadinya

bronkopneumonia pada anak balita.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi petugas kesehatan dalam

menetapkan prosedur tetap penatalaksanaan pada pasien bronkopneumonia.


6

3. Bagi Pemegang Kebijakan

Penelitian ini dapat menjadi masukan kepada pemegang kebijakan

khususnya dalam hal ini adalah pemerintah daerah supaya lebih agresif dan giat

dalam memberikan edukasi atau promosi kesehatan kepada masyarakat untuk

mencegah terjadinya bronkopneumonia.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan landasan teoritis yang mendasari masalah yang

akan di teliti, meliputi : 1) Konsep Bronkopneumonia, 2) Konsep Merokok

Hubungannya Dengan Bronkopneumonia, 3) Konsep Tumbuh Kembang Anak

Balita, 4) Konsep Model Keperawatan.

2.1 Konsep Bronkopneumonia

2.1.1 Pengertian

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Ini terjadi ketika virus, bakteri, atau jamur menyebabkan peradangan

dan infeksi pada alveoli (kantung udara kecil) di paru-paru.Terjadinya pneumonia

pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus, biasa

disebut bronkopneumonia (Clinic 2018). Pneumonia adalah suatu inflamasi pada

parenkim paru. Pada umumnya pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai

bronkopneumonia yang mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran

pneumonia lobular atau adanya infiltrat pada sebagian area pada kedua lapangan

atau bidang paru dan sekitar bronkhi (Inap, Moeloek, and Lampung 2019).

Bronkopneumonia merupakan peradangan paru, biasanya dimulai di bronkiolus

terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen

membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini

seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam

pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh.

7
8

Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi

primer (Samuel 2014).

2.1.2 Penyebab

Pneumonia umumnya disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,

jamur, aspirasi, inhalasi) mikoplasma dan infeksi. Bakteri penyebab paling sering

adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza tipe b (Hib) dan

Staphylococcus aureus (S aureus) (Nastiti N, Bambang Supriyatno 2018). Ada

beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena bronkopneumonia. Ini

termasuk : umur (orang yang berusia 65 tahun atau lebih, dan anak-anak 2 tahun

atau lebih muda dan komplikasi dari kondisinya), lingkungan(orang yang bekerja

di atau sering mengunjungi, fasilitas rumah sakit atau panti jompo), gaya hidup

(merokok, gizi buruk, dan riwayat penggunaan alkohol berat), keberadaan anggota

keluarga yang merokok juga menjadi faktor penyebab gangguan pernafasan dan

meningkatkan ISPA (bronkopneumonia) khususnya pada balita, kondisi medis

(penyakit paru-paru kronis, seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK), HIV / AIDS, kekebalan yang melemah, jantung, diabetes dan yang

lainnya). Penyakit BP memiliki bermacam-macam penyebab sehingga perlu

mencermati gejala, tanda dan laboratorium (Samuel 2014).

Penyebab pasti pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu

beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati. Sehingga penegakkan diagnosa

berdasarkan gejala klinis dan penatalaksanaan awal pneumonia diberikan

antibiotika secara empiris. Penyakit bronkopneumonia memiliki bermacam-

macam penyebab sehingga perlu mencermati gejala, tanda, dan temuan


9

laboratorium untuk mengetahui derajad keparahan penyakit dan prognosis

perjalanan penyakit (Samuel 2014).

2.1.3 Tanda dan Gejala

Keluhan pada balita meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala,

anoreksia, dan kadang-kadang keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare.

Secara klinis ditemukan gejala respiratorik seperti takipnea, retraksi subkosta

(chestindrawing), napas cuping hidung, ronki dan sianosis. Penyakit ini sering

ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis

(Nastiti N, Bambang Supriyatno 2018).

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran

nafas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh

meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk

dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada

sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu

makan dan sakit kepala, mual muntah. Tanda dan gejala lainnya antara lain : batuk

non produktif, ingus (nasal discharge), suara napas lemah, retraksi intercosta,

penggunaan otot bantu napas, demam, ronchi, cyanosis, sakit kepala, reukositosis,

pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan

infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia, pada pemeriksaan darah tepi

ditemukan adanya leukositosis, kekakuan dan nyeri otot, sesak nafas, menggigil,

berkeringat dan lelah (Samuel 2014). WHO mengajukan pedoman diagnosa dan

tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut

bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :

1. Bronkopneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak
10

sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotik.

2. Bronkopneumonia berat : bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih

sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotik.

3. Bronkopneumonia : bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang

cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan, harus

dirawat dan diberikan antibiotik; >50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1

tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun, tidak perlu dirawat dan

diberikan antibiotik oral.

4. Bukan bronkopneumonia : hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda

seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.(Samuel 2014).

Klasifikasi pneumonia munurut kelompok umur 2 bulan-5 tahun yaitu pneumonia

berat, yaitu adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai penarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) serta harus dirawat dan diberikan

antibiotik. Pneumonia yaitu batuk, bila tidak ada sesak napas atau kesukaran

bernafas disertai nafas cepat dengan batas napas cepat pada anak usia 2 bulan

sampai 1 tahun adalah 50 kali atau lebih permenit dan 40 kali atau lebih permenit

pada anak > 1-5 tahun, tidak perlu dirawat dan diberikan antibiotik oral, dan

Batuk bukan pneumonia yaitu penderita batuk yang tidak disertai napas cepat,

sesak napas dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak

perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis

seperti penurun panas. Pada bayi dibawah 2 bulan perjalanan penyakitnya lebih
11

bervariasi, mudah terjadi komplikasi dan sering menyebabkan kematian.

Klasifikasinya adalah pneumonia bila ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak

napas, harus dirawat dan diberikan antibiotik. Bukan pneumonia tidak ada napas

cepat atau sesak napas, tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan

simptomatis. (Wardani 2016) (Nastiti N, Bambang Supriyatno 2018).

2.1.4 Patofisiologi

Kuman penyebab BP masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran

pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus le

alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding

bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini

selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai

seluruh lobus (Nabiel 2017). Atau masuknya mikroorganisme ke dalam saluran

nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari

udara; aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring, perluasan

langsung dari tempat lain dan penyebaran secara hematogen. Dalam keadaan

sehat, pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini

disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Mekanisme daya tahan

traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan

terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung, Jaringan limfoid di naso-oro-

faring, Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan

sekret liat yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut, Refleks batuk, Refleks

epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi, Drainase

sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional, Fagositosis, aksi

enzimatik, dan respon immuno-humoral terutama dari immunoglobilin A (IgA).


12

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru

perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bronkhopneumonia dalam

perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa stadium, yaitu :

1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama).

Mengacu pada peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru

yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan dari sel

mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan prostagladin. Degranulasi sel

mast juga mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan histamin dan

prostagladin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan

permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

dan alveolus, yang meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya).

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung udara,

warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus

didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali eritrosit dan

kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari).

Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat kelabu

terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
13

Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan

leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.

4. Stadium resolusi (7-11 hari).

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan eksudasi lisis. Eksudat berkurang.

Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan

degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Proses kerusakan yang

terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem

bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan (Samuel 2014).

Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia.

Identifikasi kuman penyebab dapat dilakukan melalui :

a. Kultur sputum/bilasan cairan lambung.

b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus.

c. Deteksi antigen bakteri.

Rokok menjadi salah satu faktor risiko pneumonia karena rokok

mengganggu fungsi pertahanan paru, melalui gangguan fungsi silia dan kerja sel

makrofag alveolus. Kedua mekanisme tersebut menyebabkan mikroorganisme

yang masuk ke dalam saluran napas dengan mudah masuk mencapai paru-paru

lalu merusak jaringan paru dengan mengeluarkan toksin sehingga agen infeksius

masuk ke dalam saluran pernapasan, kemudian melakukan adhesi pada dinding

bronkus dan bronkiolus, lalu bermultiplikasi, dan timbul pemicu untuk terjadi

inflamasi dalam tubuh. Pada saat timbul reaksi inflamasi, kantung udara alveoli

akan terisi dengan cairan eksudat yang banyak mengandung protein, sel inflamasi

seperti neutrofil fase akut, kemudian makrofag dan limfosit pada fase kronik.
14

Akibat kantung udara alveoli yang terisi eksudat, maka proses difusi oksigen dan

karbondioksida menjadi terganggu, sehingga pasien yang mengidap penyakit ini

akan mengalami hipoksemia, dan hiperkapnia (Aprilioza, Argadireja, and Feriandi

2015) (Anam Faisol, Sakhatmo Tri 2019).

2.1.5 Penatalaksanaan

Pasien yang tidak terlalu berat bisa diberikan antibiotik per oral dan tetap

tinggal di rumah. Penderita anak yang lebih besar dan penderita sesak napas atau

dengan penyakit jantung/ paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik

diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan

intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita membaik dalam

waktu 2 minggu. Penatalaksanaan bergantung pada penyebab, sesuai yang

ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup : O2 1-2 l/menit, IVFD : jenis

cairan adalah 2A-K Cl (1-2 mek/kgbb/24 jam atau KCl 6 mek/500 ml, apabila ada

kenaikan suhu maka setiap kenaikan suhu 1℃ kebutuhan cairan ditambahi 12%,

tetesan dibagi rata dalam 24 jam, jumlah cairan sesuai berat badan, dan status

hidrasi, jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap

melalui selang nasogastrik dengan feeding drip, jika sekresi lendir berlebihan

diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki

transport mukosilier, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa dan

elektrolit, antibiotik dan kortikosteroid (Nabiel 2017).Sebagian besar pneumonia

pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat

ringannya penyakit, misalnya distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau

ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia

pasien. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
15

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

pemberian cairan IV, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan

asam basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam diberikan

analgetik/antipiretik (Nastiti N, Bambang Supriyatno 2018). Pemberian

antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pada

kasus ini, dipilih antibiotik ceftriaxone yang merupakan antibiotik sefalopsorin

generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas terhadap bakteri gram negatif.

Dosis ceftriaxone yaitu 50-100 mg/kgbb/hari, dalam dua dosis pemberian.

Antibiotik ceftriaxone diberikan sebanyak 350 mg dua kali sehari secara intra

vena (Samuel 2014).

Upaya pencegahan dalam pemberantasan pneumonia pada anak yang

menderita bronkopneumonia telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui

upaya pencegahan imunisasi dan non imunisasi. Program pengembangan

imunisasi (PPI) yang meliputi pemberian imunisasi difteri, pertusis, tetanus (DPT)

dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan

proporsi kematian balita akibat bronkopneumonia. Hal ini dapat dimengerti

karena campak, pertusis dan difteri menyebabkan bronkopneumonia atau

merupakan penyakit penyerta pada bronkopneumonia balita. Upaya pencegahan

non imunisasi meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik,

penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur, perbaikan lingkungan hidup serta

sikap hidup yang sehat (Inap et al. 2019).


16

2.2 Konsep Merokok Hubungannya Dengan Bronkopneumonia

2.2.1 Pengertian Rokok

Setiap saat kita membutuhkan udara untuk bernapas, udara yang kita hirup

akan mempengaruhi kesehatan tubuh kita. Jika tubuh mendapatkan asupan udara

bersih, pertumbuhan sel dan organ tubuh akan berkembang dengan baik.

Sebaliknya jika tubuh selalu menghirup udara tercemar, kesehatan organ-organ

tubuh akan terganggu. Salah satu contoh yang menyebabkan udara bersih

menjadu tercemar adalah asap rokok (Anam Faisol, Sakhatmo Tri 2019).

Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung /

dibungkus dengan kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar  kelingking dengan

panjang 8-10 cm, biasanya dihisap seseorang setelah dibakar ujungnya. Rokok

merupakan pabrik bahan kimia berbahaya. Hanya dengan membakar dan

menghisap sebatang rokok saja, dapat diproduksi lebih dari 4000 jenis bahan

kimia. 400 diantaranya beracun dan 40 diantaranya bisa berakumulasi dalam

tubuh dan dapat menyebabkan kanker. Rokok juga termasuk zat adiktif karena

dapat menyebabkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan) bagi

orang yang menghisapnya. Dengan kata lain, rokok termasuk golongan NAPZA

(Narkotika, Psikotropika, Alkohol, dan Zat Adiktif). Sebagian besar bahan atau

senyawa-senyawa tersebut bersifat toksik bagi berbagai macam sel dalam tubuh

kita. Substansi toksik dalam bentuk gas, yaitu berupa karbon monoksida (CO),

hidrogen sianida (HCN), dan oksida nitrogen. Sedangkan substansi toksik dalam

bentuk zat kimia yang volatil seperti nitrosamin, formaldehid banyak terdapat

dalam asap rokok. Zat-zat ini dapat memberikan efek toksiknya dengan

mekanisme spesifik dan pada sel-sel atau unit-unit makromolekuler sel tertentu
17

terutama pada sistem pernapasan. Merokok adalah aktivitas menghisap gulungan

tembakau yang dibungkus dengan kertas. (Kuschner dan Blanc, 2007). (Fitria

2013).

2.2.2 Alasan Merokok

Alasan pertama kali merokok dari berbagai hasil penelitian antara lain :

Coba-coba, ikut-ikutan, sekedar ingin merasakan, kesepian, agar terlihat gaya

(gengsi), meniru orang tua, iseng, menghilangkan ketegangan, biar tidak

dikatakan  banci, lambang kedewasaan, mencari inspirasi, sebagai penghilang

stres, penghilang jenuh, menghormati teman/tamu yang merokok. Rokok adalah

awal dari terjerumusnya seseorang kepada obat-obatan terlarang. Merokok adalah

suatu kebiasaan yang sering kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup

atau life style ini menarik, dan tanpa kita sadari sebagai suatu masalah kesehatan,

minimal dianggap sebagai suatu faktor resiko dari berbagai macam penyakit

termasuk infeksi saluran pernafasan (Fitria 2013). Merokok membuat rasa percaya

diri dan bisa konsentrasi, nafsu makan menurun dan tenang (RI 2014).

2.2.3 Jenis Rokok

Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan

atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan

rokok, penggunaan filter pada rokok, komposisinya dan cara pembakarannya.

Rokok berdasarkan bahan pembungkus.

1. Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kulit jagung.

2. Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.

3. Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.

4. Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.


18

5. Rokok daun nipah.

Rokok berdasarkan bahan baku atau isi.

1. Rokok putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya

daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma

tertentu.

2. Rokok kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau

dan cengkih yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma

tertentu.

3. Rokok klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun

tembakau, cengkih, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan

efek rasa dan aroma tertentu.

Rokok berdasarkan proses pembuatannya.

1. Sigaret Kretek Tangan (SKT) : rokok yang proses pembuatannya dengan

cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat

bantu sederhana.

2. Sigaret Kretek Mesin (SKM ): rokok yang proses pembuatannya

menggunakan mesin. Ada 2 bagian :

a. Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses

pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: Gudang

Garam International, Djarum Super dan lain-lain.

b. Sigaret Kretek Mesin Light Mild (SKM LM): rokok mesin yang

menggunakan kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini

jarang menggunakan aroma yang khas. Contoh: A Mild, Clas Mild, Star

Mild, U Mild, L.A. Lights, Surya Slims dan lain-lain.


19

Rokok berdasarkan penggunaan filter.

1. Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.

2. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak

terdapat gabus.

Rokok dilihat dari komposisinya.

1. Bidis : Tembakau yang digulung dengan daun temburni kering dan diikat

dengan benang. Tar dan karbon monoksidanya lebih tinggi daripada rokok

buatan pabrik. Biasanya ditemukan di Asia Tenggara dan India.

2. Cigar : Dari fermentasi tembakau yang diasapi, digulung dengan daun

tembakau. Adaberbagai jenis yang berbeda di tiap negara. Yang terkenal

dari Havana, Kuba.

3. Kretek : Campuran tembakau dengan cengkih atau aroma cengkih berefek

mati rasa dan sakit saluran pernapasan. Jenis ini paling berkembang dan

banyak di Indonesia.

4. Tembakau langsung ke mulut atau tembakau kunyah juga biasa digunakan

di AsiaTenggara dan India. Bahkan 56 persen perempuan India

menggunakan jenis kunyah. Adalagi jenis yang diletakkan antara pipi dan

gusi, dan tembakau kering yang diisap dengan hidung atau mulut.

5. Shisha atau hubbly bubbly : Jenis tembakau dari buah-buahan atau rasa

buah-buahan yang disedot dengan pipa dari tabung. Biasanya digunakan di Afrika

Utara, Timur Tengah, dan beberapa tempat di Asia. Di Indonesia, shisha sedang

menjamur seperti dikafe-kafe.


20

Rokok berdasarkan cara pembakarannya.

1. Rokok elektronik atau vape : rokok yang berbahan cairan yang diuapkan

menggunakan baterai.

2. Rokok konvesional : rokok yang berbahan tembakau dibakar dengan api.

Kedua jenis rokok ini sama bahayanya bagi kesehatan manusia (Anam Faisol,

Sakhatmo Tri 2019).

2.2.4 Komposisi Rokok

Rokok sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Senyawa berbahaya

yang terkandung dalam sebatang rokok sangatlah banyak. Kandungan rokok yang

berbahaya tersebut bersifat racun dan berpotensi merusak sel-sel tubuh. Selain

merusak tubuh, senyawa yang terkandung dalam rokok juga bersifat karsinogenik

atau memicu terjadinya kanker. Dalam sebatang rokok erdapat lebih dari 250 jenis

zat beracun dan 70 jenis zat yang bersifat karsinogenik. Kandungan tersebut

berasal dari bahan baku utama rokok, yaitu tembakau. Selain itu, bahan pewarna

yang biasa dipakai untuk membuat tampilan rokok lebih menarik juga turut

menyumbang bahaya.Berikut adalah beberapa bahan kimia yang terkandung

dalam rokok :

1. Nikotin, kandungan yang menyebabkan perokok merasa rileks, zat ini juga

dapat membuat perokok menjadi kecanduan. Nikotin berasal dari daun

tembakau. Efeknya muntah, kejang dan penekanan sistem saraf pusat.

2. Tar, yang terdiri dari lebih dari 4.000 bahan kimia yang mana 60 bahan

kimia di antaranya bersifat karsinogenik.

3. Sianida, senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.


21

4. Benzene, juga dikenal sebagai bensol, senyawa kimia organik yang mudah

terbakar dan tidak berwarna. Merusak sel darah putih dalam darah.

5. Cadmium, sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif, dapat

menimbulkan gangguan sensorik, muntah, diare, kejang, kram otot, gagal

ginjal dan meningkatkan risiko kanker.

6. Metanol (alkohol kayu), alkohol yang paling sederhana yang juga dikenal

sebagai metil alkohol.

7. Asetilena, merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan

hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.

8. Amonia, dapat ditemukan di mana-mana, tetapi sangat beracun dalam

kombinasi dengan unsur-unsur tertentu, bisa mengakibatkan napas pendek,

sesak napas, iritasi mata, sakit tenggorokan, pneumonia dan kanker

tenggorokan.

9. Formaldehida, cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk

mengawetkan mayat.

10. Hidrogen sianida, racun yang digunakan sebagai fumigan untuk

membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan

pestisida. Efeknya dapat melemahkan paru-paru, kelelahan, sakit kepala,

dan mual.

11. Arsenik, bahan yang terdapat dalam racun tikus.

12. Karbon monoksida, bahan kimia beracun yang ditemukan dalam asap

buangan mobil dan motor ((RI 2014) ; (Fitria 2013)).

Meskipun demikian, hanya tar dan nikotin saja yang dicantumkan dalam

bungkus rokok. Asap rokok diperkirakan mengandung lebih dari 4000 senyawa
22

kimia yang secara farmakologis terbukti aktif dan beracun yang dapat

menyebabkan mutasi (mutagenic) dan kanker (carcinogenic). Di dalam Sugito

(2007) dijelaskan bahwa tiga racun utama dalam rokok yaitu nikotin, tar dan

karbon monoksida menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah apabila terpapar

dalam kurun waktu yang lama. Apabila pembuluh dara tersumbat, zat-zat yang

dibutuhkan tubuh pun terhambat sehingga tubuh akan rentang mengalami ketidak-

seimbangan. Ketidakseimbangan ini akan membuat tubuh lebih rentan terkena

penyakit. Oleh sebab itu, kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Atas anak pada

orang tua yang merokok lebih besar dari orang tua yang tidak merokok

(Rachmawati, Winarno, and Katmawanti 2017).

2.2.5 Bahaya Rokok

Produk tembakau apapun bentuknya berbahaya untuk kesehatan

perorangan dan kesehatan masyarakat. Bahaya terhadap kesehatan perorangan

dibedakan atas perokok aktif dan perokok pasif. Bahaya rokok bukan saja

menghantui mereka yang menjadi perokok pasif. Kemungkinan perokok pasif

untuk mengalami gangguan kesehatan akibat asap rokok yang dihirup mencapai

30 %. Pada perokok aktif, bahaya mengancam segenap organ tubuh dengan

gangguan fungsi hingga kanker, seperti pada jantung & pembuluh darah (penyakit

jantung koroner, hipertensi, diabetes dan stroke), saluran pernafasan (PPOK, asma

dan kanker paru ), saluran cerna (kanker mulut, kanker lidah dan kanker

nasofaring), dan gangguan sistem reproduksi dan kehamilan (kecacatan janin,

keguguran, infeksi panggul dan kanker serviks) serta organ lainnya (disfungsi

ereksi, iritasi kulit, penyakit mata). Perokok pasif terancam mengalami gangguan

fungsi hingga timbulnya kanker pada organ-organ tubuh perokok pasif dewasa
23

dan anak (RI 2014). Selain beberapa penyakit diatas, merokok juga menyebabkan

gejala beberapa penyakit, seperti asma, pilek, infeksi dada, TBC, bronkitis kronis,

hipertiroiddisme, multiple sclerosis, dan retinopati diabetes, amputasi organ tubuh

serta mengganggu sistem kekebalan tubuh. Merokok juga meningkatkan risiko

berbagai macam kondisi seperti demensia, katarak, degenerasi macula, fibrosis

paru, psiriasis, penyakit gusi, kehilangan gigi, osteoporosis, dan neuropati optik

(Ni’am 2017).

Kebiasaan merokok anggota keluarga menjadikan anggota keluarga lain

sebagai perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok dimana perokok pasiflah

yang mengalami resiko kesakitan lebih besar dari perokok aktif. Rumah yang

anggota keluarganya mempunyai kebiasaan merokok berpeluang meningkatkan

kejadian ISPA pada balita dibandingkan dengan rumah yang anggota keluarganya.

Menurut Ribka, dkk 2013, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar

bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar

sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang dihisap oleh perokok disebut asap

utama dan asap yang keluar dari ujung rokok (bagian yang terbakar) yang disebut

sidestream smoke atau asap samping inilah yang terbukti mengandung lebih

banyak hasil pembakaran tembakau dibanding asap utama (Masyarakat and Issn

2016).

Ada tiga jenis asap rokok yaitu : sidestream smoke (asap dari rokok yang tidak

diisap), mainstream smoke (asap yang diisap oleh perokok), exhaled mainstream

smoke (asap rokok yang dikeluarkan oleh si perokok). Ketiganya menimbulkan

gangguan kesehatan bagi perokok dan non perokok(Wardani 2016).


24

2.2.6 Cara Berhenti Merokok

Niat merupakan inti dari upaya berhenti merokok, harus berasal dari diri

sendiri. Dengan memiliki niat yang kuat dan serius maka lima puluh persen usaha

untuk berhenti merokok akan berhasil. Kalau niatnya main-main atau coba-coba

maka dipastikan upaya untuk berhenti merokok akan sia-sia. Memberitahu

kerabat, keluarga atau teman dekat dalam proses berhenti merokok adalah

tindakan yang tepat. Pada pendekatan berhenti merokok secara total maka

perokok akan berhenti seketiks dan langsung menjadi bukan perokok lagi (Anam

Faisol, Sakhatmo Tri 2019). Beberapa nasihat untuk berhenti merokok secara

bertahap : Jangan membawa rokok, jauhkan rokok dari jangkauan anda, ganti

jenis rokok yang anda utamakan, meminimalisir minuman kopi atau yang lain,

menunda merokok, berhentilah selekas mungkin, lakukan santai panjang

setelahmakan, tahan diri dari merokok secara bergantian antara pagi, siang dan

sore, tahan diri dari merokok pada waktu-waktu tertentu, ganti rokok dengan

permen atau yang lain, jauhkan asbak rokok dan korek api, berada ditempat yang

sehat, setelah makan malam bersihkan gigi, usahakan agar selalu berada pada

tempat-tempat yang tidak diperkenankan merokok, jangan merokok didalam

mobil, tinggalkan rokok-rokok di rumah, tahan diri dari merokok pada saat

membaca koran, usahakan agar anda tidak merokok lebih dari satu batang dalam

satu jam.Cara Berhenti Merokok Secara Alami : Cari hobi baru yang sesuai

dengan passion, hal ini akan membantu mengalihkan pikiran agar tak

tergoda rokok, cari kata-kata yang bisa jadi " sugesti otomatis" ketika akan

tergoda rokok, kurangi asupan kafein, seperti dari kopi, hindari orang-orang yang

merokok dan dengarkan nasihat orang-orang yang tidak suka merokok, mencari
25

bantuan profesional seperti psikiater, karena kecanduan rokok biasanya adalah

kecanduan psikologis, motivasi dan olah raga (F 2017).

Berhenti merokok bukan hal yang mudah, karena efek adiksi nikotin.

Reseptor opioid otak memegang peran penting dalam reward system untuk

berhenti merokok. Dipengaruhi oleh faktor psikologi, sosial, lingkungan, dan

genetik. Upaya berhenti merokok menunjukkan keberhasilan yang lebih tinggi

pada klien yang mempunyai motivasi tinggi dibanding klien dengan pemberian

farmakoterapi. Manfaat berheni merokok untuk kesehatan antara lain perbaikan

tekanan darah, denyut jantung, dan aliran darah tepi setelah 20 menit berhenti

merokok. Jika berhenti merokok selama 15 tahun, maka risiko serangan jantung

dan stroke turun ke tingkat yang sama dengan yang bukan perokok. Langkah-

langkah upaya berhenti merokok dengan pendekatan 4 T yaitu Tanyakan, Telaah,

Tolong dan nasihati serta Tindak lanjut dalam membantu kegiatan berhenti

merokok(RI 2014). Gejala perbaikan umum terjadi ketika berhenti merokok

diantaranya ketagihan (craving), sakit kepala kadang-kadang, batuk, perasaan

tertekan atau cemas, berat badan naik, bernapas dalam-dalam dan pelan-pelan,

santaikan tubuh dan jiwa kita, mintalah teman untuk memijat leher dan bahu.

(Anam Faisol, Sakhatmo Tri 2019).

2.3 Konsep Tumbuh Kembang Anak Balita

2.3.1 Pengertian

Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang

sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak

dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Anak menunjukkan ciri-ciri


26

pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya. Pertumbuhan

adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti

bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan,

sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah

bertambahnyastruktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan

gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.

Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda

dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan

susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan

sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi

tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.

2.3.2 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak.

Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling

berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

1. Perkembangan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi bersamaan

dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.

Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai

pertumbuhan otak dan serabut saraf.

2. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan

perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap

perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang

anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan

bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan
27

fungsi berdiri anak terhambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa

kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.

3. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda.

Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-

beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan

perkembangan pada masing-masing anak.

4. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat pertumbuhan

berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental,

memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur,

bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.

5. Perkembangan mempunyai pola yang tetap.

Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu :

a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke

arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal).

b. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu

berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan

gerak halus (pola proksimodistal).

6. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.

Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan

berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih

dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, anak

mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.

Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling

berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :


28

1. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.

Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya, sesuai

dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan perkembangan yang

berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan

menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi yang dimiliki anak.

2. Pola perkembangan dapat diramalkan. Terdapat persamaan pola

perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian perkembangan seorang anak

dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ke tahapan

spesifik, dan terjadi berkesinambungan.

2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang

Anak.

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan

normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

a. Ras/etnik atau bangsa. Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia

tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.

b. Keluarga. Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi,

pendek, gemuk atau kurus.

c. Umur. Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun

pertama kehidupan dan masa remaja.


29

d. Jenis kelamin. Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih

cepat daripada laki laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan

anak laki-laki akan lebih cepat.

e. Genetik. Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi

anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang

berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.

2. Faktor luar (ekstemal).

a. Faktor Prenatal

1) Gizi Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan

mempengaruhi pertumbuhan janin.

2) Mekanis Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan

kongenital seperti club foot.

3) Toksin/zat kimia Beberapa obat-obatan seperti Amlnopterin,

Thalldomid dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti

palatoskisis.

4) Endokrin Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia,

kardiomegali, hiperplasia adrenal.

5) Radiasi Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan

pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan

deformitas anggota gerak, kelainan kongential mata, kelainan jantung.

6) lnfeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,

Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks) dapat menyebabkan kelainan

pada janin: katarak, bisu tuli, mikros efali, retardasi mental dan kelainan

jantung kongenital.
30

7) Kelainan imunologi Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan

golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi

terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam

peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya

mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kem icterus yang akan

menyebabkan kerusakan jaringan otak.

8) Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta

menyebabkan pertumbuhan terganggu.

9) Psikologi ibu Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan

mental pada ibu hamil dan lain-lain.

b. Faktor Persalinan, komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala,

asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.

c. Faktor Pasca Persalinan

1) Gizi Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang

adekuat.

2) Penyakit kronis/ kelainan kongenital, Tuberkulosis, anemia, kelainan

jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.

3) Lingkungan fisis dan kimia. Lingkungan sering disebut memieu adalah

tempat anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan

dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik,

kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu

(Mercuri, rokok, dll) mempunyai dampak yang negatif terhadap

pertumbuhan anak.
31

4) Psikologis Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak

yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu

merasa tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan

perkembangannya.

5) Endokrin Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan

menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.

6) Sosio-ekonomi, Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan

makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan

menghambat pertumbuhan anak. Lingkungan pengasuhan, Pada

lingkungan pengasuhan interaksi ibu anak sangat mempengaruhi

tumbuh kembang anak.

7) Stimulasi Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya

dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,

keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.

8) Obat-obatan Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat

pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang

terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi

hormon pertumbuhan.

3. Aspek-aspek perkembangan yang dipantau.

a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan

otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.

b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian


32

tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan

koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis,

dan sebagainya.

c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara,

berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.

d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai

bermain}, berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.

4. Periode Tumbuh Kembang Anak.

Tumbuh-Kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan

berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa.Tumbuh kembang

anak terbagi dalam beberapa periode. Berdasarkan beberapa kepustakaan, maka

periode tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut :

a. Masa prenatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan).

Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu :

1) Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2

minggu.

2) Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum

yang telah dlbuahi dengan cepat akan menjadi suatu organisme, terjadi

diferensiasi yang berlangsung dengan cepat, terbentuk sistem organ dalam

tubuh.
33

3) Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9-12 minggu sampai akhir

kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode yaitu :

a) Masa fetus dini yaitu sejak umur kehamilan 9 minggu sampai

trimester kedua kehidupan intra uterin. Pada masa ini terjadi

percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna.

Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi. Jika gas-gas

berbahaya dalam rokok dihirup oleh ibu hamil dan beredar ke

pembuluh darah dapat menyebabkan pertumbuhan janin di dalam

kandungan menjadi terganggu. Bahkan, hal ini dapat menyebabkan

terjadinya mutasi gen di dalam tubuh ibu hamil sehingga

menimbulkan kelainan kongenital pada bayi.

b) Masa fetus lanjut yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini

pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-

fungsi. Terjadi transfer lmunoglobin G (lg G) dari darah ibu

melalui plasenta. Akumulasi aasam lemak esensial seri Omega 3

(Docosa Hexanic Acid) dan Omega 6 (Arachldonlc Acid) pada

otak dan retina.

Periode yang paling penting dalam masa prenatal adalah trimester

pertama kehamilan. Pada periode ini pertumbuhan otak janin sangat peka

terhadap pengaruh lingkungan janin. Gizi kurang pada ibu hamil, infeksi,

merokok dan asap rokok, minuman beralkohol, obat-obat, bahan-bahan

toksik, pola asuh, depresi berat, faktor psikologis seperti kekerasan

terhadap ibu hamil, dapat menimbulkan pengaruh buruk bagi pertumbuhan

janin dan kehamilan. Pada setiap ibu hamil, dianjurkan untuk selalu
34

memperhatikan gerakan janin setelah kehamilan 5 bulan. Agar janin dalam

kandungan tumbuh dan berkembang menjadi anak sehat, maka selama

masa intra uterin, seorang ibu diharapkan : Menjaga kesehatannya dengan

baik, selalu berada dalam lingkungan yang menyenangkan, mendapat

nutrisi yang sehat untuk janin yang dikandungnya, memeriksa

kesehatannya secara teratur ke sarana kesehatan, memberi stimulasi dini

terhadap janin, tidak mengalami kekurangan kasih sayang dari suami dan

keluarganya, menghindari stres baik fisik maupun psikis, tidak bekerja

berat yang dapat membahayakan kondisi kehamilannya.

4) Masa bayi (infancy) umur 0 - 11 bulan.

Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan

sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ.

b. Masa neonatal dibagi menjadi 2 periode :

a) Masa neonatal dini, umur 0 - 7 hari.

b) Masa neonatal lanjut, umur 8 - 28 hari.

Hal yang paling penting agar bayi lahir tumbuh dan berkembang menjadi

anak sehat adalah : Bayi lahir ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih, di

sarana kesehatan yang memadai. Untuk mengantisipasi risiko buruk pada bayi

saat dilahirkan, jangan terlambat pergi kesarana kesehatan bila dirasakan sudah

saatnya untuk melahirkan. Saat melahirkan sebaiknya didampingi oleh keluarga

yang dapat menenangkan perasaan ibu. Sambutlah kelahiran anak dengan

perasaan penuh suka cita dan penuh rasa syukur. Lingkungan yang seperti ini

sangat membantu jiwa ibu dan bayi yang dilahirkannya. Berikan ASI sesegera
35

mungkin. Perhatikan refleks menghisap diperhatikan oleh karena berhubungan

dengan masalah pemberian ASI.

c. Masa post (pasca) neonatal, umur 29 hari sampai 11 bulan.

Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses

pematangan berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya

fungsi sistem saraf. Seorang bayi sangat bergantung pada orang tua dan

keluarga sebagai unit pertama yang dikenalnya. Beruntunglah bayi yang

mempunyai orang tua yang hidup rukun, bahagia dan memberikan yang terbaik

untuk anak. Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi,

mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada

makanan pendamping ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai

jadwal, mendapat pola asuh yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana

kontak erat antara ibu dan anak terjalin, sehingga dalam masa ini, pengaruh

ibu dalam mendidik anak sangat besar.

d. Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12-59 bulan).

Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat

kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta

fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah

pada masa balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan

mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Setelah lahir

terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan

sel-sel otak masih berlangsung dan t erjadi pertumbuhan serabut serabut syaraf

dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang

kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini


36

akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan

belajar berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi. Pada masa balita,

perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial,

emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan

perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian

anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap

kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi apalagi

tidak ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya

manusia dikemudian hari (Kemenkes RI, 2016).

Semakin banyak taman kota atau taman bermain dibangun untuk anak,

semakin baik untuk menunjang kebutuhan anak. Perlu diperhatikan bahwa proses

belajar pada masa ini adalah dengan cara bermain. Orang tua dan keluarga

diharapkan dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya, agar dapat

dllakukan intervensl dini bila anak mengalami kelainan atau gangguan (RI 2016).

2.4 Konsep Model Keperawatan

2.4.1 Teori Perilaku Kesehatan Lawrence W. Green

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor

pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor luar lingkungan

(nonbehavior causes). Untuk mewujudkan suatu perilaku kesehatan, diperlukan

pengelolaan manajemen program melalui tahap pengkajian, perencanaan,

intervensi sampai dengan penilaian dan evaluasi.


37

Proses pelaksanaanya Lawrence Green menggambarkan dalam bagan berikut ini :

Phase 5 Phase 4 Phase 3 Phase 2 Phase 1


Administrative and policy
Educational
diagnosis
and organization
Behavioral
diagnosis
and environmental diagnosis
Epidemological diagnosisSocial diagnosis

Predisposing
factors
HEALTH
PROMOTION
Health Behavior
Reinforcing
Education factors and lifestyle
Qualit
Health y of
Policy life
Regulation Enabling
factors Environment
Organization

Phase 6 Phase 7 Phase 8 Phase 9


Implementation Process evaluation Impact evaluation Outcome evaluation

Gambar 2.1 Precede proceed model (Green LW. & Kreuter, 1991)
(sumber: Nursalam, 2014)

Selanjutnya dalam program promosi kesehatan dikenal adanya model

pengkajian dan penindaklanjutan (precede proceed model) yang diadaptasi dari

konsep Lawrence Green. Model ini mengkaji masalah perilaku manusia dan

faktor-faktor yang memengaruhinya, serta cara menindaklanjutinya dengan

berusaha mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku tersebut kearah yang

lebih positif. Proses pengkajian atau pada tahap precede dan proses

penindaklanjutan pada tahap proceed. Dengan demikian suatu program untuk

memperbaiki perilaku kesehatan adalah penerapan keempat proses pada umumnya

ke dalam model pengkajian dan penindaklanjutan.


38

1. Kualitas adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang pembangunan

sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat kesejahteraan.

Diharapkan semakin sejahtera maka kualitas hidup semakin tinggi. Kualitas

hidup ini salah satunya dipengaruhi oleh derajat kesehatan. Semakin tinggi

derajat kesehatan seseorang maka kualitas hidup juga semakin tinggi.

2. Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang

kesehatan, dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan masalah

kesehatan yang sedang dihadapi. Pengaruh yang paling besar terhadap

derajat kesehatan seseorang adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan.

3. Faktor lingkungan adalah factor fisik, biologis dan sosial budaya yang

langsung/tidak mempengaruhi derajat kesehatan.

4. Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena

adanya aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap lingkungannya.

Faktor perilaku akan terjadi apabila ada rangsangan, sedangkan gaya hidup

merupakan pola kebiasaan seseorang sekelompok orang yang dilakukan

karena jenis pekerjaannya mengikuti trend yang berlaku dalam kelompok

sebayanya, ataupun hanya untuk meniru dari tokoh idolanya.

Dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau

perilaku tertentu. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3

faktor:

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan factor internal

yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang

mempermudah individu untuk berperilaku yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.


39

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedinya fasilitas-fasilitas atau sarana-

sarana kesehatan.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan factor yang

menguatkan perilaku, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan, teman sebaya, orang tua, yang merupakan kelompok referensi

dari perilaku masyarakat.

Ketiga faktor penyebab tersebut di atas dipengaruhi oleh faktor penyuluhan dan

faktor kebijakan, peraturan serta organisasi. Semua faktor-faktor tersebut

merupakan ruang lingkup promosi kesehatan. Faktor lingkungan adalah segala

faktor baik fisik, biologis maupun social budaya yang langsung atau tidak

langsung dapat mempengaruhi derajat kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa

perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh

pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau

masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku (Nursalam 2014).


40

Predisposisi factors:
Enabling factors: Reinforcing factors:
Knowledge
Availability of health resource Family
BeliefsAccesbility of health resources Peers
ValuesCommunity/government laws, priority, and commitment
Teachers
to health.
Attitudes
Health-related skill Employers
Confidence Health provider
Community leaders
Decision makers

Specific behavior by individuals or by organizations


Environment (conditions of living)

Health

Gambar 2.2 Faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan (Green LW. dan
Kreuter MW, 1991)(sumber: Nursalam, 2014)

2.4.2 Hubungan antar konsep

Faktor lingkungan adalah segala faktor baik fisik, biologis maupun social

budaya yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi derajat kesehatan.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari

orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas,

sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan

mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Nursalam 2014). Pendidikan

yang rendah, pengetahuan yang kurang akan dampak negativ merokok terhadap

anggota keluarga cenderung mengabaikan (apatis) dalam menerima informasi


41

tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Dimana mudahnya mendapatkan rokok

dan harga yang terjangkau juga ikut ambil bagian dalam perilaku merokok yang

tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya. Anggota keluarga yang merokok

sering dipengaruhi oleh lingkungan sosial/orang tua/teman sebaya/majikan.


42

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Faktor Ling
predisposisi: ku-
pengetahuan ngan
sikap terpa-
anggota par Mikroorga
keluarga, asap Gang nisme
keyakinan rokok guan (virus,bakte
merokok fungsi ri, jamur dll) Bronko
Perilaku merokok silia dan masuk pneumo
anggota keluarga kerja sel kedalam nia pada
makrofag saluran balita
alveolus napas
Faktor
pendukung :
fasilitas kesehatan
yang ada, rokok
bebas dan murah

Faktor penguat :
keluarga, teman
sebaya, pemberi
layanan kesehatan

Input Proses Output

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Ada pengaruh

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Perilaku Merokok Anggota


Keluarga Dengan Kejadian Bronkopneumonia Pada Balita Di Ruang
Marwah 2 RSU Haji Surabaya.

42
43 43

3.2 Hipotesis

Berdasarkan pengkajian dari uraian latar belakang, perumusan masalah,

kajian teoritis dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesa pada penelitian ini

adalah ada hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian

bronkopneumonia pada balita di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya.


44

BAB 4

METODE PENELITIAN

Bab metode penelitian ini akan menjelaskan mengenai : 1) Desain

Penelitian, 2) Kerangka Kerja, 3) Waktu dan Tempat Penelitian, 4) Populasi,

Sampel, dan Teknik Sampling, 5) Identifikasi Variabel, 6) Definisi Operasional,

7) Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data, dan 8) Etika Penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk meneliti variabel independen dan

dependen secara bersamaan tanpa melihat hubungan variabel berdasarkan

perjalanan waktu, yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel independen

(perilaku merokok anggota keluarga ) dengan variabel dependen (kejadian

bronkopneumonia pada balita) di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya adalah

dengan menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan Cross

Sectional. Jenis penelitian ini menekankan pengukuran atau observasi data

variabel independen dan dependen pada satu satuan waktu. Setelah kedua variabel

diukur dan diperoleh data, peneliti kemudian menganalisa hubungan kedua

variabel berdasarkan uji statistik.


Variabel
independen Deskripsi
Perilaku Perilaku
merokok Uji hubungan
merokok
anggota antara perilaku
anggota
keluarga merokok Interpretasi
keuarga
anggota keluarga makna/arti
dengan kejadian
Variabel
Deskripsi brokopneumonia
dependen
Bronkopneum pada balita
Bronkopneum
onia pada onia pada
balita balita

44
45

Gambar 4.1 Desain Penelitian Observasional Analitik dengan Pendekatan Cross


Sectional

4.2 Kerangka Kerja

Langkah kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


Populasi
Balita di Ruang Marwah Dua RSU Haji Surabaya yang berjumlah 50 responden
bulan November sampai Desember 2019

Teknik Sampling
Simple Random Sampling

Sampel
Balita yang berjumlah 44 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

Pengumpulan Data

Variabel independen Variabel independen


Perilaku merokok anggota keluarga Bronkopneumonia pada balita

Pengolahan data
Editing, Coding, Processing dan Cleaning

Analisis Data
Uji Chi Square

Hasil dan Pembahasan

Simpulan dan Saran

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Perilaku Merokok Anggota Keluarga


Dengan Kejadian Bronkopneumonia Pada Balita Di Marwah 2
RSU Haji Surabaya Pada Bulan November sampai Desember 2019
46

4.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12-31 Desember 2019 di Ruang

Marwah 2 RSU Haji Surabaya.

4.4 Populasi, Sampel dan Sampling Desain

4.4.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pada balita yang berjumlah 50

responden bulan November sampai Desember 2019.

4.4.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah pada balita di Ruang Marwah 2 RSU

Haji Surabaya yang memenuhi syarat sampel. Kriteria dalam penelitian ini adalah

1. Kriteria Inklusi

a. Balita yang rawat inap di ruang marwah dua terdiagnosa

bronkopneumonia.

b. Bersedia diteliti.

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak bersedia menjadi responden.

b. Pasien mengundurkan diri.

c. Pasien meninggal

4.4.3 Besar Sampel

Berdasarkan penghitungan besar sampel menggunakan rumus :

Rumus :

N
n= 2
1+ N ( d )
47

Keterangan :

n : besarnya sampel

N : besarnya populasi

d : tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

Jadi besar sampel adalah :

N
n=
1+ N ( d 2)
50
n =
1+ 50 ( 0,052 )

50
n =
1+ 50 ( 0,0025 )

50
n =
1+ 0,125

50
n = = 44,44 = 44
1,125

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 44 responden.

4.4.4 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini yaitu Simple Random Sampling.

Simple Random Sampling adalah metode pengambilan sampel secara acak

sederhana dengan asumsi bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki oleh

populasi tidak dipertimbangkan dalam penelitian (Dharma 2011).

4.5 Identifikasi Variabel

4.5.1 Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah perilaku

merokok anggota keluarga.


48

4.5.2 Variabel Tergantung (Dependent)

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah bronkopneumonia pada

balita.

4.6 Definisi Operasional

Perumusan definisi operasional pada penelitian ini diuraikan dalam tabel

sebagai berikut :

Tabel 4.1 Definisi Operasional Perilaku merokok anggota keluarga dengan


kejadian bronkopneumonia di Ruang Marwah 2 RSU Haji
Surabaya.

Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor


Operasional Ukur
Perilaku Riwayat perilaku Anggota keluarga Kuisi Nomi 1. Iya = 1
merokok merokok anggota yang merokok oner nal 2. Tidak =
anggota keluarga balita meliputi bapak, 0
keluarga dengan kejadian kakek pasien dan
bronkopneumonia keluarga pasien.
di ruang anak.
Bronkopneu Bronkopneumonia Pasien Obser Ordin 1.BP
monia pada yang dialami oleh bronkopneumonia vasi al 2.BP berat
balita balita di ruang yang berumur
marwah dua dibawah lima
tahun, apakah
balita pernah
menderita
bronkopneumonia

4.7 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data

4.7.1 Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan pada variabel

independentadalah kuesioner yang diberikan pada responden dengan pertanyaan 9


49

item yang terdiri dari positif (ya) terdapat pada pertanyaan nomer 6,7,8,9 berarti

nilainya 0, dan sebaliknya kalau negatif (tidak) terdapat pada pertanyaan 1,2,3,4,5

berarti nilainya 1, selanjutnya dikategorikan dalam bentuk skor yang dimasukkan

ke kriteria terpapar atau tidak terpapar. Variabel dependent adalah lembar

observasi pada bronkopneumonia, meliputi BP (1), BP berat (2).

2. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

a. Peneliti membuat permohonan surat izin dan persetujuan dari bagian

akademik program studi S1 Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya

yang telah disetujui oleh Ketua Stikes Hang Tuah Surabaya.Kemudian

surat izin tesebut disampaikan ke Diklat RSU Haji Surabaya.

b. Peneliti mengajukan permohonan uji etik di Stikes Hang Tuah Surabaya

untuk mendapatkan izin penelitian.

c. Peneliti melakukan uji etik di Stikes Hang Tuah Surabaya.

d. Peneliti menyerahkan surat izin ke ruang marwah dua RSU Haji Surabaya

untuk mendapatkan perizinan melakukan pengambilan data.

e. Langkah awal penelitian, pendekatan dilakukan kepada responden untuk

mendapatkan persetujuan untuk dijadikan objek penelitian atau sebagai

responden.

f. Peneliti memberikan lembar persetujuan Informed Consent, dan ditanda

tangani kalau setuju untuk mengikuti penelitian dan sebaliknya kalau tidak

setuju tidak memberikan tanda tangannya.

g. Peneliti melakukan pembagian kuisioner data demografi dan beberapa

pertanyaan, wawancara pada ibu pasien atau anggota keluarga yang

merokok. Pembagian kuisioner dan wawancara dilakukan secara langsung.


50

Wawancara sebaiknya dilakukan pada kondisi waktu yang cukup, suasana

santai, tidak terganggu oleh berbagai distraksi ( Misalnya mewancarai ibu

ketika sedang memberi makan anaknya akan mengurangi konsentrasi ibu

dalam menjawab pertanyaan), lingkungan yang tenang, bebas dari

keributan dan suasana emosi yang stabil, sehingga dapat berespon dan

menjawab pertanyaan dengan baik serta tidak terburu-buru untuk

menyelesaikan wawancara.

h. Respoden mengisi kuesioner yang berisi data demografi (identitas ibu,

identitas ayah, pendidikan terakhir, pekerjaan, anak diasuh siapa, identitas

anak, BB/TB, riwayat alergi, jenis kelamin, riwayat MRS, penyakit

penyerta/gangguan tumbang), dan peneliti membantu kalau tidak

mengerti/pasien rewel.

i. Peneliti mengisi lembar observasi mengenai kejadian bronkopneumonia

pada balita di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya.

j. Hasil dari kuesioner demografi dan lembar observasi kejadia

bronkopneumonia dijadikan dalam bentuk prosentase dan narasi.

4.7.2 Analisa Data

1. Pengolahan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner untuk data demografi

responden dan wawancara. Variabel data yang terkumpul dengan metode

pengumpulan data secara kuesioner dan wawancara yang telah

dikumpulkan kemudian diolah dengan tahap sebagai berikut :

a. Memeriksa data (editing)


51

Daftar pertanyaan yang telah selesai diisi kemudian diperiksa yaitu dengan

memeriksa kelengkapan jawaban.

b. Memberi tanda kode (coding)

Hasil jawaban yang telah diperoleh diklasifikasikan ke dalam kategori

yang telah ditentukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk

angka pada masing-masing variabel. Pemberian kode dilakukan pada

data demografi. Hasil wawancara dengan ibu dan anggota keluarga

yang merokok dimasukkan didalam catatan.

c. Pengolahan Data (processing)

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data

mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan

informasi yang diperlukan.

d. Cleaning

Data diteliti kembali agar pada pelaksanaan analisa data bebas dari

kesalahan.

2. Analisa Statistik

a. Analisa Univariat

Peneliti melakukan analisa unvariat dengan analisa descriptive yang

dilakukan untuk menggambarkan data demografi yang diteliti secara

terpisah dengan membuat tabel frekuensi dari masing-masing variabel.

b. Analisa Bivariat

Penelitian menggunakan Uji Chi Square dengan ketentuan bila uji

signifikan ρ> α=0,05 maka akan berdistribusi normal. Taraf signifikan


52

yang digunakan 0,05 yang artinya jika ρ< α=0,05 maka hipotesa diterima

yang berarti maka ada hubungan perilaku merokok anggota keluarga

dengan kejadian Bronkopneumonia pada balita di Ruang Marwah2 RSU

Haji Surabaya, jika ρ> α=0,05 berarti hipotesa ditolak yang artinya tidak

ada hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian

Bronkopneumonia pada balita di Ruang Marwah 2 RSU Haji Surabaya.

4.8 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari Stikes

Hang Tuah Surabaya dan izin dari Diklat RS Haji Surabaya. Penelitian dimulai

dengan melakukan prosedur yang berhubungan dengan etika penelitian meliputi :

4.8.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan

agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak

yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data. Responden yang

bersedia diteliti harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika

tidak peneliti harus menghormati hak-hak responden.

4.8.2 Tanpa Nama (Anonimity)

Peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan

data yang diisi oleh responden untuk menjaga kerahasiaan identitas responden.

Lembar tersebut akan diberi kode tertentu.

4.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)


53

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin

kerahasiaannya. Kelompok data tertentu saja yang hanya akan disajikan atau

dilaporkan pada hasil riset.

BAB 5
54

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan dari

pengumpulan data tentang perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian

bronkopneumonia pada balita di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya.

5.1 Hasil Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 12-31 Desember 2019, dan

didapatkan 50 responden. Pada bagian hasil diuraikan data tentang gambaran

umum tempat penelitian, data umum dan data khusus. Data umum adalah

penelitian ini meliputi identitas ayah, ibu (umur, pendidikan, pekerjaan), identitas

anak (umur, jenis kelamin, BB/TB, riwayat alergi, riwayat MRS, penyakit

penyerta, gangguan tumbuh kembang, anak diasuh siapa, anak keberapa).

Sedangkan data khusus meliputi perilaku merokok, kejadian bronkopneumonia

dan hubungan perilaku merokok dengan kejadian bronkopneumonia.

5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya, berlokasi

di jalan Manyar Kertoadi Kecamatan Sukolilo Surabaya Surabaya Propinsi Jawa

Timur Indonesia 60177. Mempunyai luas tanah 24.300 m persegi dengan luas

bangunan keseluruhan 15.464 m persegi dan jalan paving serta halaman parkir

seluas 6.741 m persegi.

RSU Haji Surabaya adalah rumah sakit umum yang melayani semua

golongan masyarakat, semua agama dan semua tingkat sosio ekonomi. Dengan

motto menebar salam dan senyum dalam pelayanan, kami senantiasa


54
55

mengutamakan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Tersedia jenis pelayanan dan

fasilitas rumah sakit yang kami miliki, seperti tenaga medis, alat medis,

akomodasi dan lain sebagainya. Dengan sejumlah dokter yang profesional

dibidangnya serta peralatan yang memadai, maka kami siap memberikan

pelayanan semaksimal mungkin sesuai kebutuhan pelanggan. RSU Haji Surabaya

ini memiliki 293 tempat tidur perawatan, ditunjang dengan alat medis canggih dan

dokter spesialis senior di kota Surabaya. Dengan fasilitas yang tersedia, RSU Haji

Surabay telah ikut mendidik mahasiswa kedokteran dan menyelenggarakan

postgraduate training untuk dokter dari RS se-JawaTimur.

Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Surabaya adalah rumah sakit milik

pemerintah Provinsi JawaTimur yang didirikan berkenaan peristiwa yang

menimpa para jamaah Haji Indonesia di terowongan Mina pada tahun 1990.

Dengan adanya bantuan dana dan Pemerintah Arab Saudi dan dilanjutkan

dengan biaya dari Pemerintahan Provinsi JawaTimur, berhasil dibangun gedung

beserta fasilitasnya dan resmi dibuka 17 April 1993, sebagi RSU Tipe C dengan

Surat Keputusan Gubernur nomor 136 tahun 1997. Pada tahun 1998 berkembang

menjadi RSU tipe B Non Pendidikan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan

nomor 1006/Menkes/SK/IX/1998 pada tanggal 21 September 1998. Dan pada

tanggal 30 Oktober 2008 sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor

1003/Menkes/SK/X/2008, RSU Haji berubah status menjadi RSU Tipe B

Pendidikan dan pada tahun 2008 juga berdasarkan Surat Keputusan Gubernur

Jawa Timur tanggal 30 Desember 2008 nomor 118/441/KPTS/013/2008 Rumah

SakitUmum Haji Surabaya ditetapkan sebagai rumah sakit dengan status Badan

Layanan Umum Daerah (BLUD).


56

Visi RSU Haji Surabaya adalah Rumah Sakit pilihan masyarakat, prima

dan islami dalam pelayanan yang berstandar internasional, didukung pendidikan

dan penelitian yang berkualitas. Misinya adalah meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan menuju standar internasional didukung pendidikan dan penelitian yang

berkualitas, menyediakan SDM yang profesional, jujur, amanah dan

mengutamakan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEKDOK,

meningkatkan kemandirian Rumah Sakit dan kesejahteraan karyawan.

5.1.2 Gambaran Umum Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pasien Bronkopneumonia pada balita di ruang

marwah 2 RSU Haji Surabaya, jumlah keseluruhan subyek penelitian adalah 50

responden. Data demografi diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh orang tua

responden bronkopneumonia atau bila orang tua tidak bisa, peneliti membantu

mengisinya dan menjelaskannya.

5.1.3 Data Umum Hasil Penelitian

Data umum hasil penelitian merupakan gambaran tentang karakteristik

responden yang meliputi data umum hasil penelitian merupakan gambaran tentang

karakteristik responden yang meliputi data orang tua (umur, pendidikan dan

pekerjaan), data anak (umur, jenis kelamin, BB/TB, riwayat alergi, riwayat MRS,

penyakit penyerta, gangguan tumbuh kembang, anak diasuh siapa, anak

keberapa).

1. Karakteristik responden orang tua berdasarkan usia.

Tabel 5.1 Karakteristik responden orang tua berdasarkan usia pasien BP di


ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember
2019.

Ibu Bapak
57

Usia 29 31
Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan rata-rata usia ayah adalah 31

tahun dan rata-rata usia ibu adalah 29 tahun.

2. Karakteristik responden orang tua berdasarkan pendidikan

Tabel 5.2 Karakteristik responden ayah berdasarkan pendidikan pasien BP di


ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember 2019
Pendidikan Ayah Frekuensi(f) Prosentase(%)
SD 2 4%
SMP 11 22%
SMA 35 70%
Perguruan Tinggi 2 4%
Total 50 100%
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan pendidikan ayah pasien BP SD

sebanyak 2 orang (4%), SMP sebanyak 11 orang (22%), SMA sebanyak

35 orang (70%), perguruan tinggi sebanyak 2 orang (4%).

Tabel 5.3 Karakteristik responden ibu berdasarkan pendidikan pasien BP di


ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember2019
Pendidikan Ibu Frekuensi(f) Prosentase(%)

SD 6 12%
SMP 14 28%
SMA 24 48%
Perguruan Tinggi 6 12%
Total 50 100%
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan pendidikan ibu pasien BP SD

sebanyak 6 orang (12%), SMP sebanyak 14 orang (28%), SMA sebanyak

24 orang (48%), perguruan tinggi sebanyak 6 orang (12).

4. Karakteristik responden orang tua berdasarkan pekerjaan.

Tabel 5.4 Karakteristik responden ayah berdasarkan pekerjaan pasien BP di


ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember 2019

Pekerjaan Ayah Frekuensi(f) Prosentase(%)

PNS 0 0%
58

Wiraswasta 46 92%
Lain-lain 4 8%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan pekerjaan ayah pasien BP PNS

sebanyak 0 orang (0%), wiraswasta sebanyak 46 orang (92%), lain-lain

sebanyak 4 orang (8%).

Tabel 5.5 Karakteristik respoden ibu berdasarkan pekerjaan pasien BP di


ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember 2019
Pekerjaan Ibu Frekuensi(f) Prosentase(%)

PNS 0 0%
Wiraswasta 6 12%
IRT 40 80%
Lain-lain 4 8%
Total 50 100.%

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan pekerjaan ibu pasien BP PNS

sebanyak 0 orang (0%), wiraswasta sebanyak 6 orang (12%), IRT

sebanyak 40 orang (80%), lain-lain sebanyak 4 orang (8%).

5. Karakteristik responden anak berdasarkan usia, BB dan TB

Tabel 5.6 Karakteristik responden anak berdasarkan usia, BB/TB pasien BP


di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember
2019.

Anak

Usia 22 bulan
BB 9,5 kg
TB 85 cm
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan rata-rata usia anak pasien BP

adalah 22 bulan, Rata-rata BB anak pasien BP adalah 9,5 kg, rata-rata TB

anak pasien BP adalah rata-rata TB anak 85 cm.

6. Karakteristik responden anak berdasarkan jenis kelamin.


59

Tabel 5.7 Karakteristik responden anak berdasarkan jenis kelamin pasien BP


di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember
2019.

Jenis kelamin Frekuensi(f) Prosentase(%)

Laki-laki 28 56%
Perempuan 22 44%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan jenis kelamin pasien BP laki-laki

sebanyak 28 anak (56%), perempuan 22 anak (44%).

7. Karakteristik responden anak berdasarkan riwayat alergi.

Tabel 5.8 Karakteristik responden anak berdasarkan riwayat alergi pasien


BP di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31
Desember 2019.
Riwayat alergi Frekuensi(f) Prosentase(%)
Ada 12 24%
Tidak ada 38 76%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan riwayat alergi pasien BP yang

ada alergi

sebanyak 12 anak (24%), tidak ada alergi sebanyak 38 anak (76%).

8. Karakteristik responden anak berdasarkan riwayat MRS.

Tabel 5.9 Karakteristik responden anak berdasarkan riwayat MRS pasien BP


di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember
2019.

Riwayat MRS Frekuensi(f) Prosentase(%)


Ya 8 16%
Tidak 42 84%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan riwayat MRS pasien BP yang

pernah MRS sebanyak 8 anak (16%), yang tidak pernah MRS sebanyak 42

anak (84%).
60

9. Karakteristik responden anak berdasarkan penyakit penyerta.

Tabel 5.10 Karakteristik responden anak berdasarkan penyakit penyerta pasien


BP di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31
Desember 2019.
Penyakit penyerta Frekuensi(f) Prosentase(%)
Ada 17 34%
Tidak 33 66%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.10 didapatkan penyakit penyerta pasien BP

sebanyak 17 anak (34%), yang tidak sebanyak 33 anak (66%).

10. Karakteristik responden anak berdasarkan gangguan tumbuh kembang.

Tabel 5.11 Karakteristik responden anak berdasarkan gangguan tumbuh


kembang pasien BP di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal
12-31 Desember 2019
Gangguan tumbang Frekuensi(f) Prosentase(%)
Ada 5 10%
Tidak 45 90%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan gangguan tumbang pasien BP

yang ada Sebanyak 5 anak (10%), yang tidak ada gangguan tumbuh

kembang sebanyak 45 Anak (90).

11. Karakteristik responden anak berdasarkan anak diasuh siapa.

Tabel 5.12 Karakteristik responden anak berdasarkan anak diasuh siapa


pasien BP di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31
Desember 2019

Anak diasuh Frekuensi(f) Prosentase(%)


Orang tua 29 58%
Campuran 21 42%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan anak diasuh orang tua sebanyak

29 anak (58%), yang diasuh campuran sebanyak 21 anak (42%),

12. Karakteristik responden anak berdasarkan anak keberapa.


61

Tabel 5.13 Karakteristik responden anak berdasarkan anak keberapa pasien BP


di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember
2019.
Anak keberapa Frekuensi(f) Prosentase(%)
Pertama 25 50%
Kedua 21 42%
Ketiga 3 6%
Keempat 1 2%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.13 didapatkan anak keberapa pasien BP

pertama sebanyak 25 anak (50%), kedua sebanyak 21 anak (42%), ketiga

sebanyak 3 anak (6%), keempat sebanyak 1 anak (2%).

13. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga yang Merokok


Tabel 5.14 Karakteristik Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Pasien BP di
Ruang Marwah 2 RSU Haji Surabaya yang Merokok (n = 50)
Jumlah Anggota Keluarga yang Frekuensi(f) Prosentase(%)
Merokok
> 1 orang 29 58.0
< 1 orang 21 42.0
Total 50 100.0
Berdasarkan tabel 5.14 didapatkan bahwa responden yang

memiliki jumlah anggota keluarga yang merokok dirumah lebih dari 1

orang sebanyak 29 orang (58%) dan responden yang memiliki jumlah

anggota keluarga yang merokok dirumah kurang dari 1 orang sebanyak 21

orang (42%).

14. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Rokok yang Dihabiskan per Hari

Tabel 5.15 Karakteristik Berdasarkan Jumlah Rokok yang Dihabiskan per


Hari oleh anggota keluarga pasien BP di Ruang Marwah 2 RSU
Haji Surabaya (n = 50)
Jumlah Rokok yang Dihabiskan Frekuensi(f) Prosentase(%)
per Hari
≥ 20 batang/hari 42 84.0
≤ 20 batang/hari 8 16.0
Total 50 100.0
Berdasarkan tabel 5.15 didapatkan bahwa keluarga responden yang

merokok dengan menghabiskan rokok sebanyak ≥ 20 batang rokok/hari


62

sebanyak 42 orang (84%) dan keluarga responden yang merokok dengan

menghabiskan rokok sebanyak ≤ 20 batang rokok/hari sebanyak 8 orang

(16%).

15. Karakteristik Berdasarkan Waktu Paparan Asap Rokok per Hari

Tabel 5.16 Karakteristik Berdasarkan Waktu Paparan Asap Rokok di Ruang


Marwah 2 RSU Haji Surabaya (n = 50)
Waktu Paparan Asap Rokok Frekuensi(f) Prosentase(%)
< 30 menit 45 90.0
> 30 menit 5 10.0
Total 50 100.0
Berdasarkan tabel 5.16 didapatkan bahwa waktu paparan asap

rokok kurang dari 30 menit sebanyak 45 orang (90%) dan waktu paparan

asap rokok lebih dari 30 menit sebanyak 5 orang (10%).

5.1.4 Data Khusus Hasil Penelitian

1. Perilaku merokok

Tabel 5.17 Karakteristik responden berdasarkan perilaku merokok pada pasien


BP di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31
Desember 2019.
Perilaku merokok Frekuensi(f) Prosentase(%)
Perokok 47 94%
Tidak perokok 3 6%
Total 50 100.%
Berdasarkan tabel 5.17 mempelihatkan bahwa pasien BP perilaku

merokok sebanyak 47 orang (94%) dan tidak perokok sebanyak 3 orang

(6%).

2. Kejadian Bronkopneumonia

Tabel 5.18 Karakteristik responden berdasarkan kejadian bronkopneumonia


di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal 12-31 Desember
2019
Penyakit Frekuensi (f) Prosentase(%)
BP berat 44 88%
BP 6 12%
Total 50 100.%
63

Berdasarkan tabel 5.18 memperlihatkan bahwa pasien BP yang

mengalami BP berat sebanyak 44 anak (88%) dan yang BP sebanyak 6

anak (12%).

3. Hubungan antara perilaku merokok dan kejadian bronkopneumonia.

Tabel 5.19 Hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian


bronkopneumonia di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya tanggal
12-31 Desember 2019

Bronkopneumonia Berat
Perilaku Merokok p
Ya Tidak
Terpapar 43 (91,5%) 4 (8,5%) 0,035*
Tidak terpapar 1 (33,3%) 2 (66,7%)
Keterangan : * Signifikan (p < 0,05); ¥ Chi square

Pada tabel 5.19 memperlihatkan bahwa hubungan perilaku

merokok anggota keluarga dengan kejadian bronkopneumonia pada pasien

BP di ruang marwah RSU Haji Surabaya dan didapatkan data bahwa dari

50 responden yang termasuk perilaku merokok anggota keluarga dengan

bronkopneumonia berat sebanyak 43 anak (91.5%), perilaku merokok

anggota keluarga dengan bronkopneumonia sebanyak 4 anak (8.5%), p =

0,035. Berdasarkan hasil uji Chi Square, bila nilai signifikan p < 0,05

maka H0 ditolak artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara satu

variabel independent terhadap variabel dependen. Apabila nilai signifikan

p > 0,05, maka H0 diterima artinya tidak ada pengaruh yang signifikan

antara satu variabel independen terhadap variabel dependen. Karena hasil

p = 0,035 maka disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan

demikian dapat diartikan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok

anggota keluarga dengan kejadian bronkopneumonia.


64

5.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran interpretasi

dan mengungkap hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga

pasien Bronkopneumonia dengan kejadian Bronkopneumonia pada balita.

Sesuai dengan

tujuan penelitian, maka akan dibahas mengenai beberapa hal sebagai berikut :

5.2.1 Perilaku perokok anggota keluarga pasien BP di ruang marwah 2

RSU Haji Surabaya

Secara umum hasil penelitian di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya

pasien yang menderita BP perilaku merokok sebanyak 45 orang (90%),

yang tidak merokok sebanyak 5 orang (10%).

Berdasarkan data penelitian yang didapat faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku merokok diantaranya usia, pendidikan, pekerjaan,

jumlah anggota keluarga yang merokok, jumlah rokok yang dihabiskan

perhari, waktu paparan asap rokok perhari.

Perilaku merokok anggota keluarga pada pasien BP dilihat dari

usia anggota keluarga (ayah) rata-rata usianya 31 tahun dilihat dari 50

responden. Menurut Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan

Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi perokok untuk

semua kategori umur mengalami kenaikan. Hampir 80% perokok memulai

merokok ketika usianya menginjak remaja, belum genap 19 tahun.

Kebanyakan orang mulai merokok ketika usianya masih muda dan tidak

mengetahui bahaya adiktif dari merokok. Perbandingan perokok laki-laki

dan perempuan adalah 5:1 prevalesi perokok usia 15 tahun keatas 24%,
65

kurang 15 tahun 9,5%, sisanya lebih dari 15 tahun (WHO 2008). Rokok

menjadi salah satu faktor risiko pneumonia, karena rokok mengganggu

fungsi pertahanan paru, melalui gangguan silia dan kerja sel makrofage

alveolus. Disamping pneumonia juga menimbulkan kanker, penyakit

jantung, kandungan dan lain-lain. Berdasarkan data diatas peneliti

berpendapat bahwa usia sangat mempengaruhi bronkopneumonia pada

pasien balita.

Berdasarkan data penelitian perilaku merokok jika dilihat dari

pendidikan orang tua/ayah SD sebanyak 2 orang (4%), SMP sebanyak 11

orang (22%), SMA sebanyak 35 orang (70%) dan perguruan tinggi

sebanyak 2 orang (4%) dan data ibu lulusan SD sebanyak 6 orang (12%),

SMP sebanyak 14 orang (28%), SMA sebanyak 24 orang (48%) dan PT

sebanyak 6 orang (12%) . Dilihat dari data diatas perilaku merokok

anggota keluarga pasien BP pada balita, tingkat pendidikan SMA

sebanyak 35 orang (70%) lebih tinggi dari PT sebanyak 2 orang (4 %).

Dengan demikian tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi

pengetahuan, sikap dan praktek kesehatan dalam menjaga kesehatan

balitanya. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik berupaya

untuk mengakses berbagai informasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak

seseorang secara aktif mencari berbagai informasi yang ada, terutama

berkaitan dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh rokok bagi

kesehatan. Berdasarkan data diatas peneliti berpendapat orang yang

memiliki pendidikan yang tinggi akan mudah untuk menyesuaikan diri


66

terhadap dampak yang disebabkan oleh rokok, sehingga ada niatan untuk

berhenti merokok.

Berdasarkan data penelitian perilaku merokok yang berhubungan

dengan pekerjaan, rata-rata ayah bekerja sebagai wiraswasta/swasta

sebanyak 46 orang (92%), lain-lain/ guru, tidak bekerja sebanyak 4 orang

(8%). Ibu bekerja sebagai IRT sebanyak 40 orang (80%), swasta sebanyak

6 orang (12%), lain-lain/guru, perawat gigi blud sebanyak 4 orang (8%).

Berdasarkan data diatas pekerjaan ayah lebih banyak wiraswasta

dibanding lain-lain, kalau pekerjaan ibu lebih banyak IRT dibanding

wiraswasta dan lain-lain. Menurut Banid (2008 dalam nurlaila : 2010),

orang tua yang berperan aktif mempunyai peluang 1,55 kali untuk

membuat anggota keluarga berpersepsi positif, Pekerjaan mempengaruhi

persepsi karena pada umumnya orang yang bekerja mempunyai

pengetahuan yang luas. Bila respon dalam bekerja di bidang kesehatan

diharapkan mempunyai pengetahuan yang tinggi dan memahami dampak

buruk perilaku merokok, sehingga mampu berperan dalam penanaman

nilai kesehatan mengenai perilaku merokok.

Berdasarkan data penelitian perilaku merokok dengan jumlah

anggota keluarga yang merokok. Keluarga yang merokok menunjukkan

bahwa responden jumlah anggota keluarga yang merokok lebih dari 1

orang sebanyak 21 orang (42%), jumlah anggota keluarga yang merokok

kurang dari 1 orang sebanyak 29 orang (58%). Kebiasaan orang tua

merokok didalam rumah menjadikan anggota keluarga yang lain selalu


67

terpapar asap rokok (Rahmayatul, 2013). Dampak rokok tidak langsung

mengancam si perokok tetapi juga orang disekitarnya/perokok pasif.

Berdasarkan data penelitian perilaku merokok didapatkan bahwa

jumlah perokok yang menghabiskan rokok perhari. Menunjukkan bahwa

responden yang menghabiskan rokok lebih dari 20 batang / hari sebanyak

8 orang (16%), dan responden yang jumlah rokoknya dihabiskan kurang

dari 20 batang/hari sebanyak 42 orang (84%). Dari data diatas biarpun

menghabiskan lebih/kurang dari 20 batang/hari, tetep menyebabkan

pengaruh/penyakit bagi tubuh kita atau orang lain disekitar perokok.

Diantaranya gangguan pernapasan (PPOK, asma, BP dan lain-lain),

gangguan kardiovaskuler, kanker, gangguan reproduksi dan gangguan

tubuh yang lainnya. Bukan hanya dari biaya pengobatan tetapi juga biaya

hilangnya hari/waktu produktifitas.

Berdasarkan data hasil penelitian perilaku merokok anggota

keluarga yang terpapar asap rokok tiap hari. Data didapatkan bahwa waktu

paparan asap rokok kurang dari 30 menit sebanyak 45 orang (90%) dan

waktu paparan asap rokok lebih dari 30 menit sebanyak 5 orang (10%).

Dari data diatas bisa diketahui bahwa anggota keluarga tetap terpapar oleh

asap rokok biarpun papara asap rokok kurang atau lebih 30 menit tiap hari.

Kita ketahui bahwa rokok dikonsumsi manusia umumnya marupakan daun

tanaman yang dibakar, dihisap, dihirup/dikunyah. Terdapat 2550 bahan

kimia dalam daun tembakau olahan. Beberapa bahan kimia cepat

menimbulkan gangguan kesehatan, kerusakan par u dan melemahnya

stamina. Bila dibakar, asap rokok mengandung sekitar 4000 zat kimia, 43
68

diantaranya beracun seperti nikotin (peptisida), CO(gas beracun), tar

(pelapis aspal), arsen (racun semut), DDT(insektisida), HCN (gas

beracun), formalin (pengawet mayat), ammonia (pembersih lantai),

cadmium (batu baterai) dan sejumlah bahan radioaktif. Produk tembakau

apapun bentuknya berbahaya untuk kesehatan perorangan dan kesehatan

masyarakat. Bahaya terhadap kesehatan perorangan dibedakan atas

perokok aktif dan perokok pasif.

Perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian

bronkopneumonia pada balita akan sangat dipengaruhi oleh usia,

pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga yang merokok, jumlah

rokok yang dihabiskan per hari, waktu paparan asap rokok tiap hari.

5.2.2 Kejadian Bronkopneumonia pada pasien balita di Ruang Marwah

2 RSU Haji Surabaya.

Tabel 5.18 menunjukkan kejadian bronkopneumonia yang

berjumlah 50 responden. Didapatkan bahwa pasien yang menderita BP

sebanyak 6 anak (12%), dan pasien yang menderita BP berat sebanyak 44

anak (88%), Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan

sesuai dengan usia pasien. Usia pasien rata-rata berumur 22 bulan, anak

umur balita merupakan rawan penyakit bahkan dapat menimbulkan

kematian. Salah satu penyebab kematian tertinggi adalah penyakit infeksi

pada anak balita adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut

(pneumonia), khususnya bronkopneumonia. Disamping itu balita respon

imunitas masih belum berkembang dengan baik, dapat menyerang siapa


69

saja. Oleh karena itu memerlukan imunisasi dipteri, DPT, pertusis dan

campak, selain imunisasi diperlukan ASI eksklusif, nutrisi yang baik,

penghindaran pajanan asap rokok, perbaikan lingkungan hidup dan sikap

hidup yang sehat. Dan imunisasi pneumonia juga dibutuhkan, dengan

situasi yang lembab keadaannya. Vaksin ini bias melawan segala jenis

penyakit yang dipicu bakteri pnumokokkus. Pencegahan, deteksi dini dan

pengobatan yang tepat dapat menurunkan kematian akibat pneumonia.

Hasil penelitian kejadian BP didapatkan sesuai dengan jenis

kelamin. Jenis kelamin pada kejadian BP rata-rata laki-laki sebanyak 28

anak (56%), perempuan sebanyak 22 anak (44%). Dari data diatas

ditemukan bahwa kejadian BP lebih banyak jenis kelamin laki-laki

daripada perempuan. Dikarenakan oleh faktor hormonal dan faktor

keturunan.

Berdasarkan hasil penelitian kejadian BP didapatkan BB/TB pasien

BP berat sebagian besar BB anak rata-rata 9,5 kg dan TB anak rata-rata 85

cm. Peneliti berasumsi bahwa pasien BP dengan mempunyai berat badan

kurang atau status gizi yang kurang akan merusak sistem kekebalan tubuh

terhadap mikroorganisme sehingga akan mudah menderita penyakit

infeksi seperti pneumonia. Anak yang mengalami BP memiliki gejala sulit

bernapas sehingga anak tidak memiliki nafsu makan atau sulit untuk

makan sehingga dapat mempengaruhi status gizi anak dan menyebabkan

malnutrisi. Malnutrisi akan menghambat pembentukan antibodi yang

spesifik dan mengganggu pertahanan tubuh.


70

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan pasien BP

berat sebagian besar penyakit penyerta pada pasien BP sebanyak 17 anak

(34%), yang tidak sebanyak 33 anak (66%). Penyakit penyerta diantaranya

diare, tuberculosis, kejang demam, anemia, infeksi saluran kencing, dan

bronkopneumonia. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara balita pneumonia yang memiliki penyakit

penyerta dengan kekambuhan pneumonia. Karena hampir semua

pneumonia berulang disebabkan oleh keadaan atau penyakit yang

mendasari.

5.2.3 Hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian BP pada pasien

balita di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya.

Hasil penelitian yang dilakukan dari sampel 50 responden didapatkan hasil

perilaku merokok yang menderita BP berat sebanyak 44 anak (88%), perilaku

merokok yang menderita BP sebanyak 1 anak (2%). Perilaku yang tidak merokok

yang menderita BP berat sebanyak 0 anak (0%), perilaku yang tidak merokok

yang menderita BP sebanyak 5 anak (10%). Perilaku merokok yang menderita BP

berat sebanyak 44 anak (88%) lebih dominan dari perilaku merokok yang

menderita BP sebanyak 1 anak (2%). Dari hasil ini didapatkan bahwa kebiasaan

merokok adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya bronkopneumonia

pada balita.

Rokok menjadi salah satu faktor resiko Bronkopneumonia, karena

rokok mengganggu fungsi pertahanan paru, melalui gangguan fungsi silia

dan kerja sel makrofag alveolus. Kedua mekanisme tersebut menyebabkan

mikroorganisme yang masuk kedalam saluran napas dengan mudah


71

masuk mencapai paru-paru lalu merusak jaringan paru dengan

mengeluarkan toksin sehingga agen infeksius masuk ke dalam saluran

pernapasan, kemudian melakukan adhesi pada dinding bronkus dan

bronkiolus, lalu bermutiplikasi, dan timbul pemicu untuk terjadi inflamasi

dalam tubuh. Pada saat timbul reaksi inflamasi, kantung udara alveoli akan

terisi dengan cairan eksudat yang banyak mengandung protein, sel

inflamasi seperti neutrofil fase akut, kemudian makrofag dan limfosit pada

fase kronik. Akibat kantung udara alveoli yang terisi eksudat, maka proses

difusi oksigen dqan karbondioksida menjadi terganggu, sehingga pasien

mengidap pen yakit ini akan mengalami hipoksemia dan hiperkapnia.

Anak-anak (balita) rentan terhadap penyakit, misalnya batuk atau pilek,

kenapa demikian dikarenakan sistem imun anak belum sempurna, apalagi

mereka belum mengerti dan belum begitu peduli dengan kebersihan

sekitar. Akibatnya lebih rentan terpapar bibit penyakit, oleh karena itu

orang tua harus berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh

supaya tidak mudah sakit. Caranya menjauhkan balita dari asap rokok,

karena dapat mengiritasi organ pernapasan anak. Kebiasaan merokok

anggota keluarga sebagian besar kepala keluarga dengan perokok aktif, hal

ini dapat mengganggu perokok pasif yaitu anggota keluarga yang tidak

merokok namun terkena asap rokok, terutama balita yang sering terkena

dampaknya. Karena perokok pasif lebih sering berada di dekat keluarga

yang mempunyai kebiasaan merokok sehingga udara yang dihirupnya

sudah terkontaminasi oleh asap rokok yang mengakibatkan penyakit pada

pernafasan lainnya atau penyakit yang lain. Resiko lain lebih besar tertular
72

dari pada tidaknya, meskipun dilihat dari penyebabnya (tingkah laku

merokok) dan akibatnya (bronkopneumonia).

Setiap saat kita membutuhkan udara untuk bernafas, udara yang

kita hirup akan mempengaruhi kesehatan tubuh kita. Jika tubuh

mendapatkan asupan udara bersih, pertumbuhan sel dan organ tubuh akan

berkembang dengan baik. Sebaliknya jika tubuh selalu menghirup udara

tercemar, kesehatan organ-organ tubuh akan terganggu. Salah satunya

contoh yang menyebabkan udara bersih menjadi tercemar adalah asap

rokok. Kita ketahui bahwa rokok sangat berbahaya bagi kesehatan

manusia, senyawa berbahaya yang terkandung dalam sebatang rokok

sangatlah banyak. Kandungan rokok yang berbahaya tersebut bersifat

racun dan berpotensi merusak sel-sel tubuh. Selain merusak tubuh,

senyawa yang terkandung dalam rokok juga bersifat karsinogenik atau

memicu terjadinya kanker. Dalam sebatang rokok terdapat lebih dari 250

jenis zat beracun dan 70 jenis zat yang bersifat karsinogenik.

Pedoman atau dasar pengambilan keputusan dalam uji chi square

dapat dilakukan dengan cara melihat nilai tabel output Chi Square Test

dari hasil olah data SPSS. Dalam pengambilan keputusan untuk uji chi

square ini berpedoman pada dua hal, yakni membandingkan antara nilai

Asymp. Sig. Dengan batas kritis yakni 0,05. Maka artinya H0 ditolak H1

diterima dan sebaliknya kalau >0,05 maka artinya H0 diterima H1 ditolak.

Karena nilai Chi Square hitung p = 0,035 maka sebagaimana dasar

pengambilan keputusan diatas dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan

H1 diterima. Maka dapat disimpulkan karena uji Pearson Chi-Square


73

adalah sebesar 0,000, karena nilai Asymp.Sig 0,000<0,05, dengan

demikian dapat diartikan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok

anggota keluarga dengan kejadian BP pada balita di Ruang Marwah 2

RSU Haji Surabaya.

5.3 Keterbatasan

Keterbatasan merupakan kelemahan dan hambatan dalam penelitian. Pada

penelitian beberapa keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah :

1. Pengambilan data dengan kuesioner, memungkinkan responden menjawab

pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti dengan pertanyaan yang

dimaksud, sehingga hasilnya tidak sesuai yang peneliti inginkan.

2. Pada pengisian kuesioner, banyak orangtua yang kesulitan untuk mengisi

kuesioner karena anaknya rewel atau tidak bisa, sehingga peneliti

membantu mengisi kuesioner dan membacakannya.

BAB 6

P E N U T UP

Pada bab ini berisi simpulan dan saran berdasarkan dari hasil pembahasan

penelitian.

6.1 Simpulan
74

Hasil temuan penelitian dan hasil pengujian pada pembahasan yang

dilaksanakan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perilaku merokok anggota keluarga di Ruang Marwah 2 RSU Haji

Surabaya sebagian besar perokok.

2. Kejadian Bronkopneumonia pada balita di Ruang Marwah 2 RSU Haji

Surabaya sebagian besar menderita Bronkopneumonia berat.

3. Perilaku merokok anggota keluarga memiliki hubungan yang signifikan

dengan kejadian bronkopneumonia pada balita di Ruang Marwah 2 RSU

Haji Surabaya.

6.2 Saran

Berdasarkan temuan hasil penelitian, beberapa saran yang disampaikan

pada pihak terkait sebagai berikut :

1. Bagi Keluarga

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai motivasi

anggota keluarga untuk tidak merokok didekat anak balita atau ganti baju

dan membersihkan badan sebelum mendekati balita. Dan bisa lebih

meningkatkan pola hidup sehat sesuai dengan PHBS serta dapat

mengurangi atau berhenti merokok.

2. Bagi Instansi (Rumah Sakit)

Diharapkan dari hasil penelitian ini72dapat menambah referensi dan dapat

sebagai pedoman dalam menyusun langkah dan strategi untuk

meningkatkan kerjasama antara rumah sakit dan keluarga/orang tua guna

membimbing orang tua/keluarga untuk menjalankan PHBS terutama


75

tentang merokok, terutama di ruang marwah 2 RSU Haji Surabaya.

Sehingga kejadian bronkopneumonia tidak bertambah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan penelitian tentang “Perilaku

Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian Pada Balita”.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kholid. 2014. Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku,


Media Dan Aplikasinya. Jakarta.
Alnur, Rony Darmawansyah, Djauhar Ismail, and Retna Siwi Padmawati. 2017.
“Kebiasaan Merokok Keluarga Serumah Dan Pneumonia Pada Balita.”
Berita Kedokteran Masyarakat 33(3):119.
Anam Faisol, Sakhatmo Tri, Hartanto. 2019. Remaja Indonesia, Jauhi Rokok!
Hidup Sehat, Masa Depan Bersahabat. edited by Hariyadi. Solo.
Aprilioza, Almer, Dadi S. Argadireja, and Yudi Feriandi. 2015. “Hubungan
Kebiasaan Merokok Pada Orangtua Di Rumah Dengan Kejadian Pneumonia
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Plered.” Prosiding Pendidikan
Dokter (581):325–28.
Clinic, Mayo. 2018. “Disease & Conditions. Pneumonia.” Retrieved
(https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pneumonia/symptoms-
causes/syc-20354204).
Dharma, Kelana Kusuma. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta:
EGC.
F, Wetherall C. 2017. 5 Langkah Jitu Cara Berhenti Merokok. Jakarta.
Fitria, Triandhini. 2013. “Merokok Dan Oksidasi DNA.” Sains Medika 5(2):120–
27.
Inap, Rawat, H. Abdoel Moeloek, and Provinsi Lampung. 2019. “Faktor Risiko
Bronkopneumonia Pada Usia Di Bawah Lima Tahun Yang Di Risk Factors
for Bronchopneumonia at Under Five Years That Hospitalized at Dr . H .
Hospital Abdoel Moeloek Lampung Province in 2015.” 3:92–98.
Martel, J. & Nall, R. Healthline. 2018. “Bronchopneumonia: Symptoms, Risk
Factors, and Treatment.”
Masyarakat, Jurnal Kesehatan and Lingkungan Hidup Issn. 2016. “Jurnal
Kesehatan Masyarakat Dan Lingkungan Hidup ISSN: 2528-4002 (Media
Online) ISSN: 2355-892X (Print) Online: Http://E-Journal.Sari-
Mutiara.Ac.Id/Index.Php/Kesehatan_Masyarakat.” 4002:63–69.
Nabiel, Ridha. 2017. Buku Ajar Keperawatan Anak. edited by R. Sujono.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar(Anggota IKAPI).
Nastiti N, Bambang Supriyatno, Darmawan Budi Setyanto. 2018. Buku Ajar
Respirologi Anak. Jakarta.
Ni’am, Sholeh asrorun. 2017. Panduan Anti Merokok Untuk Pelajar, Guru &
Orang Tua.
Nursalam. 2014. Metodolagi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis
Edisi 4. edisi 4. Jakarta.
Rachmawati, Aisyah, M. E. Winarno, and Septa Katmawanti. 2017. “Hubungan
Antara Perilaku Merokok Pada Orang Tua Dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (Ispa) Pada Anak Sekolah Dasar Usia 7-12 Tahun Di
Puskesmas Porong.” 1–13.
RI, Kemenkes. 2014. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok Pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.

Anda mungkin juga menyukai