Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus

HIFEMA OCULUS DEXTRA GRADE III E.C TRAUMA TUMPUL

Oleh:

Firman Wahyuni
16014101024
Masa KKM 09 Oktober 04 November 2017

Residen Pembimbing:
dr. Ade John

Supervisor Pembimbing:
Prof. Dr. dr.J. S. M. Saerang, SpM(K).

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus dengan judulHIFEMA OCULUS DEXTRAGRADE III E.C

TRAUMATUMPULtelah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada tanggal, November 2017

di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUP. Prof. R.D. Kandou Manado

Residen Pembimbing.

dr. Ade John

Supervisor Pembimbing,

Prof. Dr. dr. J. S. M. Saerang, SpM(K).


BAB I

PENDAHULUAN

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata
terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa
segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi
benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.Meskipun demikian, mata dan struktur di
sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan
atau mata harus diangkat. Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan
menilai fungsi penglihatan.1
Prevalensi trauma okuli di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta pertahun dan sedikitnya
setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan. Di dunia, kira-kira terdapat 1,6 juta orang
yang mengalami kebutaan, 2,3 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19
juta mengalami penurunan fungsi penglihatan unilateral akibat trauma okuli.1,4 Berdasarkan
jenis kelamin, beberapa penelitian yang menggunakan data dasar rumah sakit maupun data
populasi, menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi. Wong mendapatkan
angka insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000 dibandingkan 5 per 100.000 pada
wanita. Trauma okuli terbanyak terjadi pada usia muda, di mana Vats mendapatkan rerata umur
kejadian trauma adalah 24,2 tahun ( 13,5).5,6

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah
trauma tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan
penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan
hilangnya penglihatan unilateral. Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang
sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sclera,
kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di
dalam Camera Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang
serius dan harus segera ditangani.2
Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan hifema,
80% hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian di Amerika utara adalah 17-
20/100.000 populasi pertahun. Sering pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahun dan
pertengahan 30 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1.Penelitian yang dilakukan
di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, menunjukan pada tahun 2002-2006 terdapat 50 kasus
hifema. Kasus terbanyak pada usia 1-12 tahun. Penyebab terbanyak akibat trauma benda
tumpul.3
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut
dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi
karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari
badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.4
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma dan hemosiderosis disamping komplikasi traumanya sendiri berupa
dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak, dan iridodialysis. Besarnya komplikasi tergantung
pada tingginya hifema.7,8
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.
Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik
karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema
yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma
tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai
1/60 atau lebih rendah maka prognosisnya penderita adalah buruk kerena dapat menyebabkan
kebutaan.7,8
Dikarenakan banyaknya kasus trauma tumpul yang mengakibatkan hifema dan dapat
mengakibatkan kebutaan maka dari itu pentingnya untuk mengetahui apa itu hifema, sehingga
pelaporan kasus ini dibuat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang
jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang.
Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar.2,3
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan pasien akan
sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata
depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis.2,3

II. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi2,3:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
Grade 3, darah mengisis 1/2 kurang dari seluruh bilik mata depan
Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,
blackball atau 8-ball hyphema

Klasifikasi grade hifema berdasarkan jumlah perdarahan pada bilik mata:

III. Penegakan Diagnosis


Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema.
Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan
flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari
conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda,
blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai
gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.5,6,7,8
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang
bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian
bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami
kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada
kornea, anisokor pupil.5,6,7,8
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan
tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi
akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera
anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan
kornea.5,6,7,8

IV. Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka
sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak
diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah 5,6:
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5)
Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Perawatan Konservatif
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas
bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya.
Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan
pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema
dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.5,6

2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para
ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan
bola mata yang sakit. 5,6

3. Pemakaian obat-obatan
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan. Pada hifema yang baru dan terisi darah
segar diberi obat anti fibrinolitik sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan
pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan
demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. 5,6
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri.
Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika
akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan
komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian
midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.5,6
Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.5,6
BAB III

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : T.M
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
Alamat : Tontalete. IV
Agama : Kristen Protestan
Tanggal MRS : 14 Oktober2017

2. ANAMNESIS
Keluhan utama
Mata kanan merah dan nyeri
Riwayat penyakitsekarang
Pasien datang ke UGD RSUP Kandou dengan keluhan Mata kanan merah, terasa nyeri,
dan tidak dapat melihat akibat terpukul batang pohon mangga sekitar 4 jam sebelum
masuk rumah sakit, pasien terkena batang pohon mangga saat pasien memotong ranting
pohon mangga tapi karena pasien kurang hati-hati saat memalingkan wajah mata pasien
terkena salah satu ranting pohon mangga tersebut, seketika itu juga pasien sulit melihat
dan juga terdapat rasa nyeri yang hebat, setelah itu pasien dibawa ke RS. Herman
Lembean dan mendapatkan penaganan awal berupa pemberian obat atrofin,
levofloxacin, asam tranexamat, dan cefixime, dan telah di irigasi dengan Nacl 0,9%
setelah itu di rujuk ke RSUP Kandou.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit
dibetes mellitus, hipertensi disangkal pasien.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang mengeluh seperti ini
Riwayat kebiasaan
Riwayat merokok (+), riwayat alkohol (-)

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaanumum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
Tekanandarah : 120/80 mmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 59x/menit
Temperature : 36.7OC
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 1/60 6/15
Tekanan Intraokuler n-1/ palpasi n/ palpasi
Segmen Anterior
Palpebra Edema (-) Hematom(-)
Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi siliar (-) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva
Perdarahan Injeksi siliar (-)
Sub.conjunctiva (+)
Kornea Edema (+) Jernih
COA Darah (+) 1/2 COA Dalam
Pupil: RAPD (-), bulat,
Iris/Pupil Sulit di evaluasi refleks cahaya (+)
Iris: sinekia (-)
Segmen Posterior
Refleks fundus Normal Sulit dievaluasi
Retina Normal Sulit dievaluasi
Papil N. II Normal Sulit dievaluasi
Makula Normal Sulit dievaluasi

4. Resume
Pasien datang dengan keluhan mata kanan nyeri akibat trauma tumpul terkena batang
pohon 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut diikuti dengan mata merah
dan pandangan kabur.
Pada keadaan umum didapatkan pasien tampak sakit sedang. Dari status
oftalmologi , pada mata kanan didapatkan visus 1/60. Pada subkonjungtiva tampak
perdarahan, konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar. Tampak
adanya darah pada lebih dari 1/2 COA, kornea tampak edema, iris tidak terdapat sinekia,
pupil tidak terdapat RAPD, Refleks cahaya (+).

5. Diagnosis
oculus dextrahifemagrade III ec trauma tumpul
oculus sinistra tidak ada kelainan

6. Terapi
Non Farmakologi
o Bed rest dengan elevasi kepala 300-450 (posisi semifowler)
Farmakologi
o As. Tranexamat tab 500 mg 3 dd 1
o Paracetamol 500 mg 3 dd 1
o Methylprednisolone tab 3 dd 1
o Timolol maleate 0,5% 2 dd gtt 1 OD
o Atropin 2 dd gtt 1 OD
o Cefixime 2 dd1
o Miotik dan Anti Glaukoma Miotik6dd gtt1 OD
- Levofloxacin 6 dd gtt 1OD
- Gentamycin salep mata 2 dd 1
BAB IV
PEMBAHASAN

Hifema merupakan suatu keadaan dimana di dalam bilik mata depan ditemukan darah
yang biasanya berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah, dapat terjadi akibat
trauma tumpul, dapat juga pendarahan ini terjadi spontan. Darah dalam bilik mata depan ini
dapat mengisi seluruh bilik mata depan atau hanya mengisi bagian bawah bilik mata depan.8
Pada kasus ini pasien mengaalami trauma tumpul akibat batang pohon, pada mata pasien
terdapat perdarahan yang hampir memenuhi seluruh bilik mata kanan.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis
didapatkan Mata kanan terasa nyeri dan tidak bisa melihat sejak kejadian sekitar kurang lebih 4
jam yang lalu. Awalnya pasien sedang memotong pohon, namun karena tidak hati-hati saat
pasien memalingkan wajah cabang pohon tersebut mengenai mata kanan pasien. Lalu pasien
merasa matanya nyeri dan secara tiba-tiba dan pasien tidak dapat melihat, menurut Balatay A4
berdasarkan medical journal pasien yang mengalami hifema akan mengeluh sakit, disertai
dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan pasien akan sangat menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan 1/60, adanya injeksi konjungtiva,
perdarahan subkonjungtiva, serta terdapat hifema di lebih dari 1/2 camera okuli
anterior.8Menurut Sheppard10 beratnya hifema dinilai dari banyak nya darah dalam bilik mata
depan.
Jadi Pada kasus dikategorikan sebagai hifema grade 3 hal ini dikarenakan banyaknya
darah pada mata kanan pasien lebih dari setengah COA
pada pasien ini penaganan yang dilakukan adalah dengan membatasi aktivitas pasien,
melakukan penutupan mata pasien dengan eye patch atau eye over, melakukan elevasi kepala 30-
40 yang bertujuan membuat darah mengumpul di bagian inferior dari COA dan tidak
mengalami tajam penglihatan juga mempermudah dalam evaluasi harian COA.9,10
Menurut Vaughan DG dan kawan-kawan12, tatalaksana hifema pada awal lebih
menitikberatkan kepada elevasi kepala,bed rest total agar mempercepat absorpsi dari hifema
sehingga mengurangi timbulnya resiko perdarahan sekunder, patching, dan monitoring
peningkatan TIO serta adanya perdarahan sekunder.Penatalaksanaan farmakologi pada pasien
yang diberikan Asam Tranexamat 500 mg, diberikan untuk mengurangi resiko perdarahan ulang
pada pasien dengan cara menghentikan perdarah dan menghambat pecahnya gumpalan darah14
dimana fungsinya sebagai obat anti fibrinolitik, Paracetamol 500 mg pemberian paracetamol
diberikan untuk mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan pasien dikarenakan parasetamol
termasuk dalam kategori analgesik, Methylprednisolone, pemberian methylprednisoslone
diberikan untuk mengurangi pembengkakan pada mata dan juga berguna untuk mengurangi nyeri
pada pasien,
Timolol maleate 0,5% diberikan untuk menurunkan tekanan pada bola mata dengan
mengeluarkan cairan yang menumpuk pada bagian COA pada kasus ini cairan berupa darah15
Atropin, diberikan pada pasien untuk mencegah terjadinya sinekia posterior dengan cara
melemaskan otot-otot pada mata, selain itu juga berfungsi mengurangi nyeri pada mata16
Cefixime 100mg,serta Gentamycin salep, diberikan untuk menangani bakteri yang muncul
akibat bersentuhan dengan dunia luar, dan pemberian Levofloxacin obat mata juga berfungsi
untuk mencegah pertumbuhan bakteri akibat trauma, Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pemeriksaan TIO pada mata kanan n-1/palpasi dikarenakan pada perabaaan dirasakan mata
pasien lebih lunak daripada mata normal, serta terdapat komplikasi lain berupa perdarahan
subkonjungtivitis, menurut sheppard JD10 Komplikasi yang mungkin terjadi adalah peningkatan
tekanan intraocular yakni suatu trauma traumatic, atrofi optic, pendarahan sekunder, sinekia
anterior dan posteriordan, glaucoma.10
Prognosis hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam penglihatan pasien. Fungsi
penglihatan harus menjadi goal dalam penalatalaksanaan pasien dengan hifema. Dalam
menentukan kasus hifema perlu dipertimbangkan yaitu kerusakan struktur mata lain, dan
perdarahan sekunder .9,10
Pada pasien ini prognosisnya
Ad Vitam: ad bonam, hal ini dikarenakan sakit yang diderita pasien tidak terlalu berpengaruh
pada kehidupan pasien walaupun adanya adanya penurunan visus pada mata kanan, tetapi pasien
masih dapat menjalani kehidupannya seperti biasa, karena menurut Sheppard10 besarnya hifema
tidak mempengaruhi prognosis hifema. 10
Ad Fungsionam : dubia ad bonam, hal ini dikarenakan fungsi organ mata pasien terutama
sebelah kanan mengalami penurunan visus, tetapi pasien masih dapat melakukan tugasnya
Ad Sanationam : malam, hal ini dikarenakan fungsi penglihatan pasien tidak dapat kembali
normal seperti biasa. Karena menurut Sheppard10 Lebihdari 75% pasien dengan hifema memiliki
visus akhir>20/40. 10
BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini didiagnosa Hifema grade III e.c. trauma tumpul yang ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status oftamlikus.
Demikianlah telah dilaporkan suatu kasus dengan judul Hifema grade III e.c. trauma
tumpul pada penderita laki-laki, usia 54 tahun yang datang ke Unit Gawat Darurat Mata RSUP.
Prof. R. D. Kandou, Malalayang, Manado.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.Accessed22


oktober 2017
2. Ilyas, S. Hifema, Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, 2005.Jakarta; Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal.268-269
3. Ilyas, S. Hifema, Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, 2005.Jakarta; Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal.270-272
4. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available at
URL:www.uod.acAccessed22 oktober 2017
5. Wong TY, Klein BEK, Klein R. The Prevalence and 5-year Incidence of Ocular
Trauma. Ophthalmology 2000; 107: 21962
6. Macewen CJ, Ocular injuries JR. Coll. Surg. Edinb., 4 Oktober 1999, 31723
7. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber: Ocular trauma
principles and practice. New York:Thieme.2002; 122-23
8. Kuhn F. Anterior Chamber, Ocular Traumatology USA:Springer.2008; 278-81
9. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi Journal og
Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006
10. Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com Accessed22
oktober 2017
11. Sumarsono,ContusioOculi.Availableat:http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.ht
ml.Accessed22 oktober 2017
12. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophtalmology. 17th ed. USA :
McGraw-Hill. [e-book]
13. I Sidarta et al. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Ed.2.
2012. Jakarta : Sagung Seto. Hal. 266.
14. Definisi Asam Tranexamat. Available at URLL://.alodokter.com/asam-traneksamat
Accessed 31 oktober 2017
15. Timolol Maleata. Available at URLL://.alodokter.com/Timolol Maleata Accessed 31
oktober 2017
16. Definisi Atropin. Available at URLL://.alodokter.com/Atropin Accessed 31 oktober
2017
17.

Anda mungkin juga menyukai