Anda di halaman 1dari 13

Laporan Kasus

HIFEMA OCULUS SINISTRA GRADE I E.C TRAUMA TUMPUL

Disusun Oleh:

Alya Namira
Tien Ayu Oktariyani

Pembimbing:
dr. Helmi Moechtar, Sp.M

BAGIAN SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata
terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera
menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang
ringan tanpa mengalami kerusakan.Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa
mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus
diangkat. Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi
penglihatan.1
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah trauma
tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama
dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan
unilateral. Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan
merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sclera, kornea dan lensa) dan
struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di dalam Camera Oculi Anterior
(COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang serius dan harus segera ditangani.2
Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan hifema,
80% hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian di Amerika utara adalah 17-20/100.000
populasi pertahun. Sering pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahun dan pertengahan 30
tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1. Penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru, menunjukan pada tahun 2002-2006 terdapat 50 kasus hifema. Kasus
terbanyak pada usia 1-12 tahun. Penyebab terbanyak akibat trauma benda tumpul.3
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut
dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena
adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan
siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.4
Pada gejala klinik pasien akan mengeluh nyeri pada mata, disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Pengelihatan pasien kabur dan akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah
yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
bilik mata depan. 4,5
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas dua yaitu hifema primer: terjadi langsung
setelah trauma, dapat sedikit dapat pula banyak. Hifema sekunder: biasanya timbul pada hari ke 5
setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat dari pada yang primer. Penderita sebaiknya di
rawat di rumah sakit, karena ditakutkan terjadi perdarahan sekunder yang lebih hebat dari pada
perdarahan primer. Perdarahan ulang dapat terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari.6
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma dan hemosiderosis disamping komplikasi traumanya sendiri berupa dislokasi
dari lensa, ablatio retina, katarak, dan iridodialysis. Besarnya komplikasi tergantung pada
tingginya hifema.7,8
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.
Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik karena
darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang
telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut
menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau
lebih rendah maka prognosisnya penderita adalah buruk kerena dapat menyebabkan kebutaan.7,8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah
di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah
iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang
terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang
terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar.2,3
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan pasien akan
sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata
depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis.2,3

II. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi2,3:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
 Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
 Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
 Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
 Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema, blackball
atau 8-ball hyphema

III. Penegakan Diagnosis


Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema.
Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan
flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari
conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda,
blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai
gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.5,6,7,8
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang
bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah
COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami
kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada
kornea, anisokor pupil.5,6,7,8
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan
tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat
massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous
yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan
mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.5,6,7,8

IV. Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka
sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak
diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah 5,6:
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5)
Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Perawatan Konservatif
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas
bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada
banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama
yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat
mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.5,6

2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para
ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan
bola mata yang sakit. 5,6

3. Pemakaian obat-obatan
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral, berguna
untuk menekan/menghentikan perdarahan. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi
obat anti fibrinolitik sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah
diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian
diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. 5,6
 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri.
Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan
mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi
iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi
perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.5,6
 Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.5,6
BAB III

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. X
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Lampung/Indonesia
Alamat : Bukit kemiling permai
Agama : Islam
Tanggal MRS : 25 Oktober 2021

2. ANAMNESIS
 Keluhan utama
Pasien mengeluh mata kiri nyeri
 Riwayat penyakit sekarang
Mata kiri pasien terasa nyeri dirasakan pasien sejak ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan disertai kabur dan mata merah. 5 hari yang lalu, pasien mengalami kecelakaan.
Menurut pasien, mata pasien terbentur benda yang tumpul namun pasien tidak tahu
terbentur benda apa. Lalu pasien merasa mata nya nyeri dan mata terasa kabur secara tiba-
tiba dan pasien tidak dapat melihat benda-benda yang jauh.
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit
diabetes mellitus, hipertensi disangkal pasien.
 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang mengeluh seperti ini
 Riwayat kebiasaan
Riwayat merokok (-), riwayat alkohol (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Respirasi : 24x/menit
Nadi : 80x/menit
Temperature : 36.7OC
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 6/6 6/20
Tekanan Intraokuler 17,3 mmHg 17,3 mmHg
Segmen Anterior
Palpebra Hiperemis (-),Edema (-) Hematom(+)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (+)
Konjungtiva
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (+)
Kornea Jernih Edema (+)
COA Dalam Darah (+) 1/3 COA
Pupil: RAPD (-), bulat, Pupil: RAPD (-), bulat,
Iris/Pupil refleks cahaya (+) refleks cahaya (+)
Iris: sinekia (-) Iris: sinekia (-)
Segmen Posterior
Refleks fundus Normal Sulit dievaluasi
Retina Normal Sulit dievaluasi
Papil N. II Normal Sulit dievaluasi
Makula Normal Sulit dievaluasi
4. Resume
Pasien datang dengan keluhan mata kiri nyeri akibat trauma tumpul ± 5 hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan tersebut diikuti dengan mata merah dan pandangan kabur.
Pada keadaan umum didapatkan pasien tampak sakit sedang. Dari status oftalmologi,
pada mata kiri didapatkan visus 6/20. Pada konjungtiva palpebra tampak hiperemis,
konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar. Tampak adanya darah
pada 1/3 COA, kornea tampak edema, iris tidak terdapat sinekia, pupil tidak terdapat RAPD,
Refleks cahaya (+).

5. Diagnosis
Hifema oculus sinistra grade I ec trauma tumpul

6. Terapi
- Bed rest dengan elevasi kepala 300-450 (posisi semifowler)
- As. Tranexamat tab 500 mg 3 dd 1
- Paracetamol 500 mg 3 dd 1
- Prednison tab 3 dd 1
- Timolol maleate 0,25% 2 dd gtt 1
- Tropin 3 dd gtt 1

7. Edukasi
- Mengurangi aktivitas berat dan istirahat total
BAB IV
PEMBAHASAN

Hifema merupakan suatu keadaan dimana di dalam bilik mata depan ditemukan darah yang
biasanya berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah, dapat terjadi akibat trauma
tumpul, dapat juga pendarahan ini terjadi spontan. Darah dalam bilik mata depan ini dapat mengisi
seluruh bilik mata depan atau hanya mengisi bagian bawah bilik mata depan.8
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis
didapatkan Mata kiri terasa nyeri dan kabur dirasakan pasien sejak ± 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan disertai kabur dan mata merah. 5 hari yang lalu, pasien mengalami kecelakaan.
Menurut pasien, mata pasien terbentur benda yang tumpul namun pasien tidak tahu terbentur benda
apa. Lalu pasien merasa mata nya nyeri dan mata terasa kabur secara tiba-tiba dan pasien tidak
dapat melihat benda-benda yang jauh.
Pada keadaan umum didapatkan pasien tampak sakit sedang. Dari status oftalmologi, pada
mata kiri didapatkan visus 6/20. Pada konjungtiva palpebra tampak hiperemis, konjungtiva bulbi
terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar serta terdapat hifema di 1/3 bilik mata depan Tampak
adanya darah pada 1/3 COA, kornea tampak edema, iris tidak terdapat sinekia, pupil tidak terdapat
RAPD, Refleks cahaya (+). Beratnya hifema dinilai dari banyak nya darah dalam bilik mata depan.
Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) :
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA
Hifema mempunyai 2 jenis, yaitu :
- Hifema primer, yaitu hifema yang langsung terjadi setelah trauma
- Hifema sekunder, yaitu hifema yang biasanya muncul pada hari kelima setelah terjadinya
trauma. Pendarahan yang terja dibiasanya lebih hebat dari pada hifema primer.
Pada pasien ini dikategorikan sebagai hifema grade 1 karena pendarahan hanya mengenai
¼ bilik mata depan.
Penanganan pada pasien ini adalah dengan membatasi aktivitas pasien, melakukan
penutupan mata pasien dengan eye patch atau eye over, melakukan elevasi kepala 30-40° yang
bertujuan membuat darah mengumpul di bagian inferior dari COA dan tidak mengalami tajam
penglihatan juga mempermudah dalam evaluasi harian COA.9,10

Asam tranexamat diberikan sebagai anti perdarahan terutama untuk kasus hifema dimana
terjadi perdarahan pada pembuluh darah iris dan badan siliar. Glaucon diberikan untuk mencegah
terjadinya peningkatan intraokular pada mata. Aspar K diberikan untuk membantu meningkatkan
kadar ion kalium dalam darah yang kurang / hipokalemia. Seperti yang diketahui, kalium
merupakan mineral yang memiliki peran penting dalam tubuh. Ion ini bekerja pada beberapa
fungsi tubuh seperti transmisi saraf, keseimbangan cairan, pergerakan otot – otot, dan berbagai
reaksi kimia dalam tubuh lainnya. Paracetamol diberikan sebagai antibiotik dan sebagai anti nyeri
pada pasien dengan hifema. Pada pasien hifema terjadi perdarahan pada pembuluh darah iris dan
badan siliar sehingga diperlukan tropin untuk dilatasi pupil sehingga iris dapat berhenti
berkontraksi dan beristirahat sehingga tidak memperparah perdarahan. Pada pasien juga diberika
timolol maleate untuk menurunkan tekanan intraokular pada mata.9,10

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah peningkatan tekanan intraocular yakni suatu
trauma traumatic, atrofi optic, pendarahan sekunder, sinekia anterior dan posterior. Prognosis
hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam penglihatan pasien. Fungsi penglihatan harus
menjadi goal dalam penalatalaksanaan pasien dengan hifema. Dalam menentukan kasus hifema
perlu dipertimbangkan yaitu kerusakan struktur mata lain, perdarahan sekunder, dan komplikasi
lain : glaucoma, corneal blood staining, serta atrofi optic.9,10
BAB V
PENUTUP

Pada kasus ini didiagnosa Hifema grade I e.c. trauma tumpul ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status oftamlikus.
Demikianlah telah dilaporkan suatu kasus dengan judul “Hifema grade I oculi sinistra e.c.
trauma tumpul” pada penderita laki-laki, usia 57 tahun yang datang ke Poliklinik Mata RS
Pertamina Bintang Amin, Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai