Anda di halaman 1dari 42

Case report

TUBERKULOSIS PARU

Oleh:
Asmia Djunishap, S.Ked
Npm. 19360045

Preseptor :
dr. Silman Hadori, Sp.Rad.,MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Dipresentasikan laporan kasus yang berjudul :

TUBERKULOSIS PARU

Bandar Lampung,

Penyaji, Preseptor,

Asmia Djunishap, S.Ked dr. Silman Hadori, Sp.Rad.,MH.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi
yang berjudul ”TUBERKULOSIS PARU”.

Saya menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini tidak akan selesai
tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada dr. Silman Hadori,
Sp.Rad.,MH.Kes selaku pembimbing saya dan kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyusunan laporan kasus ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih banyak terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun tentunya sangat saya
harapkan. Semoga segala bantuan berupa nasehat, motivasi, masukan dan budi
baik semua pihak akan mendapat rahmat, karunia dan pahala yang diridhoi oleh
Allah SWT. Dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk semua pihak,
khususnya di bagian Ilmu Radiologi.
Aamiin.

Bandar Lampung, Maret 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien...........................................................................2
2.2 Anamnesa...................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................3
2.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium......................................6
2.5 Pemeriksaan Radiologi...............................................................7
2.6 Resume.......................................................................................9
2.7 Diagnosis Kerja..........................................................................10
2.8 Diagnosis Banding.....................................................................10
2.9 Penatalaksanaan.........................................................................10
2.10 Prognosis..................................................................................10
2.11Follow UP.................................................................................11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tuberkulosis..............................................................................13
BAB IV ANALISA KASUS............................................................................41
BAB V KESIMPULAN....................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULU

AN

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Jalan masuk untuk
organisme MTB adalah saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Sebagian
besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang
berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru.1
WHO dalam Annual Report on Global TB Control (2003) menyatakan
terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countries terhadap
tuberkulosis paru, termasuk Indonesia. Pada tahun 2004 diperkirakan 2 juta orang
meninggal di seluruh dunia karena penyakit tuberkulosis paru dari total 9 juta
kasus. Dilaporkan angka prevalensi kasus penyakit tuberkulosis paru di Indonesia
130/100.000, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar
101.000 pertahun, angka insidensi kasus Tuberkulosis paru BTA (+) sekitar
110/100.000 penduduk. Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan bakteriologis. Hanya 5% penderita TB fase awal yang memberikan
gejala klinis, sehingga sulit mendapatkan sputum untuk pemeriksaan
bakteriologis.2

1
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. P
 Usia : 37 Tahun
 Jenis Kelamin : laki-laki
 Alamat : Sinar Jati, Hajimena, Natar
 Agama : Kristen
 Status Pernikahan : Menikah
 Kebangsaan : Indonesia
 No. Rekam Medis : 15.64.16
 Masuk Rumah Sakit : 02 Maret 2021

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS.
B. Keluhan Tambahan
- Batuk berdahak sejak 8 bulan yang lalu

- Keringat Malam sejak 2 minggu yang lalu

- Penurunan berat badan

- Lemas
C. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Os mengeluhkan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Os juga
merasakan batuk berdahak, darah (-), nafsu makan berkurang (+),
berat badan menurun (+), lemas, demam disangkal, os sering
terbangun dan berkeringat pada malam hari. BAB dan BAK tidak
ada keluhan.

2
3

a. Riwayat Penyakit Dahulu


. Os sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit bermakna
c. Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak ada riwayat alergi.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. STATUS GENERALISASI
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis
 GCS : E4 M6 V5
 Tanda Vital : - TD : 120/80 mmHg
- HR : 104 x/menit
- RR : 22 x/menit
- T : 36°C

b. STATUS LOKALISASI
1. Pemeriksaan Kepala
 Mata : Konjungtiva anemis(+/+), sklera ikterik(-/-), RCL
-/- RCTL -/- pupil isokor 3mm/3mm.
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi(-),
deviasi septum (-), sekret (-/-).
4

 Telinga : Normotia (+/+),

 nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-) sekret (-/-)


 Mulut : kering (-), sianosis (-),
 Tenggorokan : Trismus (-), arkus faring simetris, hiperemis(-),
uvula di tengah

2. Pemeriksaan leher
 Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
 Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar
tiroid, tidak terdapat deviasa trachea. JVP 5-2
mmH2O.

3. Pemeriksaan Thorax
a) Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi :
- Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra
dengan bunyi redup
- Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra
dengan bunyi redup
- Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis
midklavikula sinistra dengan
bunyi redup
- Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra
dengan bunyi redup
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-),
gallop(-)
5

b) Paru
 Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis
maupun dinamis, retraksi otot-
otot pernapasan (-)
 Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan
dan kiri
 Perkusi : Redup dibagian apeks sampai tengah paru
kanan dan kiri
 Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), ronkhi basah(+/+),
wheezing (-/-)

c) Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Darm kontur, Darm steifung disertai mual
dan muntah. massa (-), pulsasi abnormal(-)
 Auskultasi : Bising usus meningkat dan metallic sound
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

d) Pemeriksaan Ekstremitas
 Superior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan
sianosis (-/-), akral hangat (+/+), odem (-/-)
 Inferior : Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa,
dan sianosis (-/-), akral hangat (+/+), odem
(-/-)
 Alat kelamin : tidak diperiksa
6

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Hematologi

HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Hasil Normal Satua
n
1 Hemoglobin 13.7 Lk 14-18 Wn 12-16 gr/dl
2 Leukosit 16.800 4.500- 10.700 UI
3 Hit.jenis leukosit basofil 0 0-1 %
4 Hit.jenis leukosit 0 0-3 %
eosinofil
5 Hit.jenis leukosit batang 1 2-6 %
6 Hit.jenis leukosit segmen 88 50-70 %
7 Hit.jenis leukosit limfosit 9 20-40 %
8 Hit.jenis leukosit 2 2-8 %
monosit
9 Eritrosit 4,9 Lk 4,6-6,2 Wn 4,2-6,4 10ˆ6/
ul
10 Hematokrit 40 Lk 50-54 Wn 38- 47 %
11 Trombosit 308.00 159.000-400.000 Ul
0
12 MCV 82 80-96 Fl
13 MCH 28 27-31 Pg
14 MCHC 34 32-36 g/dl

b. Kimia Darah
KIMIA DARAH
No Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
1 Gula Darah Sewaktu 149 <200 mg/dl
4 Urea 31 10-50 mg/dl
5 Creatinin 0.7 Lk 0,6-1,1 Wn mg/dl
0,5-0,9
6 Natrium 132 135-145 nmol/I
7 Kalium 4,4 3,5-5,5 nmol/I
8 Chloride 76 96-106 mmol/l

c. Mikrobiologi
MIKROBIOLOGI

No. Pemeriksaan Hasil Normal Satuan


1 BTA P +1
7

d. Pemeriksaan Radiologi

Hasil Rontgen Thorax PA


 Posisi trakea agak ke kanan
 Mediastinum superior tidak melebar
 Jantung tidak membesar (CTR<50%)
 Aorta masih tampak normal
 Sinus costophrenicus bilateral normal
 Sinus cordiophrenicus bilateral normal
 Diafragma kanan tenting, kiri medatar
 Pulmo :
- Hilus kanan dan kiri kabur
- Corakan bronkovaskuler bertambah
- Tampak perbercakan lunak disertai garis-garis keras
disemua lapang paru kanan dan lapang apex sampai
tengah paru kiri
- Kranialisasi (-)
 Skletal : scoliosisi ringan vertebra thoracalis
8

KESAN :

 Radiografi Thorax PA saat ini menunjukkan adanya


KP lama duplex aktif perlu dipertimbangkan
(bagaimana klinis dan lab)
 Scoliosis ringan vertebre thoracalis
 Tidak tampak kardiomegali
9

V. RESUME
Os datang ke RSPBA diantarkan oleh keluarganya dengan keluhan
sesak sejak 1 hari SMRS. Os juga mengeluhkan batuk berdahak namun
sulit untuk dikeluarkan dahaknya sejak 8 bulan yang lalu, nafsu makan
berkurang (+), lemas, berat badan menurun (+), os sering terbangun dan
berkeringat pada malam hari, demam disangkal. BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital DBN, pada
pemeriksaan fisik paru ditemukan adanya perkusi yang redup di kedua
lapang paru disertai bunyi nafas vesikuler disertai ronkhi basah.
Pada pemeriksaan penunjang , Lab rutin ditemukan adanya
Leukosit : 16.800 ul. Pada pemeriksaan mikrobiologi BTA P didapatkan
hasil +1. pemeriksaan radiologi thorax PA didapatkan Hilus kanan dan kiri
kabur, corakan bronkovaskuler bertambah dan perbercakan lunak disertai
garis-garis keras disemua lapang paru kanan dan lapang apex sampai
tengah paru kiri. Pada radiologi menunjukan adanya KP lama duplex aktif
dan scoliosis ringan vertebre torachalis.
10

VI. Diagnosis Kerja


Tuberculosis Paru

VII. Diagnosa Banding


 Bronkitis Kronis
 Pneumonia

VIII. TATALAKSANA
 Ivfd RL XV gtt/mnt
 Codein 3x1 tab
 Levofloxacine 1 x 750 mg
 Azitromicin 1x1 tab
 NaC 3 x 1 caps
 Racik Batuk 2 3x1
 Ranitidine 2x1 amp

IX. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : ad bonam
 Quo ad fungsionam : ad bonam
 Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
11

X. FOLLOW UP

Tanggal S O A P
2/03/2021 Sesak, batuk, TD: 110/80 mmHg TB Paru
- Ivfd RL XV gtt/mnt
Nafsu makan menurun Hr: 104 x/menit
dan lemas. Rr: 22 x/menit - Codein 3x1 tab
T: 36,8°C
Thoraks : - Levofloxacine 1 x 750 mg
I : statis simetris - Azitromicin 1x1 tab
P : vocal fremitus
- NaC 3 x 1 caps
P : redup
A : ronkhi basah , - Racik Batuk 2 3x1
suara vesikuler - Ranitidine 2x1 amp

3/03/2021 Sesak, batuk, badan TD : 110/80mmHg TB Paru


lemas, nafsu makan - Ivfd RL XV gtt/mnt
masih menurun - Codein 3x1 tab
RR : 20 x/menit
HR : 88 x/menit - Levofloxacine 1 x 750 mg
T: 35,8°C - Azitromicin 1x1 tab
Thoraks :
I : statis simetris - NaC 3 x 1 caps
P : vocal fremitus - Racik Batuk 2 3x1
P : redup - Ranitidine 2x1 amp
A : ronkhi basah ,
suara vesikuler

4/03/2021 Sesak berkurang, TD : 120/80mmHg TB Paru


Batuk, berkurang, - Ivfd RL XV gtt/mnt
nafsu makan sudah - Codein 3x1 tab
membaik, lemas.
RR : 22 x/menit - Levofloxacine 1 x 750 mg
HR : 89 x/menit - Azitromicin 1x1 tab
T: 36,7°C
Thoraks : - NaC 3 x 1 caps
I : statis simetris - Racik Batuk 2 3x1
P : vocal fremitus - Ranitidine 2x1
P : redup amp
A : ronkhi basah ,
suara vesikuler
12

5/03/2021 Sesak membaik, TD : 110/70mmHg TB Paru


Batuk, nafsu makan RR : 20 x/menit HR : - Ivfd RL XV gtt/mnt
sudah membaik. 90 x/menit - Codein 3x1 tab
T: 36,4°C
Thoraks : - Levofloxacine 1 x 750 mg
I : statis simetris - Azitromicin 1x1 tab
P : vocal fremitus
- NaC 3 x 1 caps
P : redup
A : ronkhi basah - Racik Batuk 2 3x1
- Ranitidine 2x1 amp
13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh,
dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer1,4.

B. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di
Indonesia, dan sebagian besar negara-negara di dunia4. Laporan TB dunia oleh
WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai
penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000
pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995,
menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu
terbesar dalam kelompok penyakit infeksi3. Baik di Indonesia maupun di
dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama.
Walaupun sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh
ilmuwan Jerman, Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas
bahkan terus berkembang 2. Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat
pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang
tidak tepat, (2) pengobatan yang tidak adekuat, (3) program penanggulangan
tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik human immuno-
deficiency virus (HIV), (5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri (self
treatment), (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang
kurang memadai4,6
14

C. ETIOLOGI

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis,


Mycobacterium bovis, sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium.
Mycobacterium merupakan kuman batang tahan asam, yang dapat hidup
selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi mati dengan suhu 60°C
dalam cairan suspensi selama 15- 20 menit. Mycobacterium memiliki ukuran
panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.1
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak ( Lipid ). Lipid
inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehinnga disebut
bakteri tahan asam (BTA) . Kuman dapat tahan hidup pada keadaan kering
maupun dingin, karena kuman berada dlam keadaan dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi aktif kembali. Sifat lain
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyukai
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apikal paru-paru merupakan tempat predileksi tuberkulosis.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang
pertama dapat terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB
dan telah sembuh sempurna. Ketika kesehatannya menurun karena penyakit
lain seperti AIDS atau diabetes, atau karena penyalahgunaan alkohol maupun
kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi tuna wisma, infeksi
TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi sakit
beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman
TB2. Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang
pertama kali menghirup kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri
terhadap penyakit ini. Kuman tersebut kemudian berkembang menjadi
penyakit TB aktif dalam beberapa minggu. Seseorang dengan TB aktif akan
menjadi sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain2.
15

Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai


alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB di
mana sebagian besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman
TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di
jaringan paru disebut fokus primer Ghon1,2.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju


kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.
Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang
terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak
di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis)1,2.

Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk


kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB
biasanya berlangsung antara 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas
seluler1. Pada minggu- minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada
saat terbentuknya kompleks primer ini, infeksi TB primer dinyatakan telah
terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk.
16

Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik,
ketika sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas
seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan1,2.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru


biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB
dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun- tahun dalam kelenjar ini1,2.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang


terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional.
Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan
pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi
akan mencair dan keluar melalui brokus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya
berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi
yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus
akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru.
Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami
inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering
disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi1,2.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat


terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.
Sedangkan

pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan


menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik1,2.
17

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk


penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang memiliki
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya1,2.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi


pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini pada umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi
berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai
fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain1,2.

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen


generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis penyakit TB secara akut,
yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi
kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB, misalnya pada balita1,2.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic


spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologik merupakan granuloma1,2.
18

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic


spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke
saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat
terjadi secara berulang1,2.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),


biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar TB
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier
atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam
lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada
anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda1,2.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang


terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB
ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer1.

E. DIAGNOSA
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
tuberculin tes, pemenksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB
paru ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobacterium
tuberkulosis.
19

I. Gejala Klinis

1. Demam
2. Batuk / batuk darah
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise
6. Keringat malam
7. Penurunan berat badan

II. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan


konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat
badan menurun. Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun.
Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicuragai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup dan
auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan
berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan
klinis, TB sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya
kelainan radiologis dada.
20

III. Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru

Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama pada
TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB paru
pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan tanpa menunjukkan
gejala.8

1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan
pada foto roentgen.
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto
roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan
tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada
tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang -
kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis yang
terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit tersebut
aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan tentang
aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui
kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi, proses
dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan perbandingan dengan
foto-foto terdahulu.
8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti
Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan
tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah
suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-
21

proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan
tekhnik-tekhnik khusus lainnya.

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB,
yaitu :

1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)


Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi
berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan
pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang
kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir
inspirasi dalam.

3. Proyeksi Top Lordotik


Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini
hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan
dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan
pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah
caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.

Gambaran Radiologis TB

Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :

1. Tuberkulosis Primer
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling
sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi
22

bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan
TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak
ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto
toraks.8

Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih
sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen
anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah
limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa
dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah
Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran
hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena
perforasi kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-
anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.
23

Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA
dan lateral

Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB


24

2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul
reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer,
tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari
tuberculosis sekunder7

Tuberculosis dengan cavitas


25

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen
apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya
disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang
dijumpai.

Klasifikasi tuberkulosis sekunder

Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association


( ATA ).

1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah


yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter
dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang -
sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan bila
ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut
26

berupa awan - awan menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen,


luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru .
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang
dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka
diameter semua lubang melebihi 4 cm.

Pemeriksaan BTA Dahak


Berdasarkan pemeriksaan BTA dahak, TB paru dibagi atas:
1. Tuberkulosis paru BTA positif, apabila memenuhi minimal 1 kriteria:
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
b. Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis positif

Berdasarkan tipe pasien, dengan memperhatikan riwayat pengobatan sebelumnya,


terbagi menjadi:
1. Kasus baru, yaitu pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan obat
anti TB (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
2. Kasus kambuh (relaps), adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus
dipikirkan beberapa kemungkinan:
27

- Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu
antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
- Infeksi jamur
- TB paru kambuh
3. Kasus defaulted atau drop out. Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
4. Kasus gagal, yaitu:
a. Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
b. Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
5. Kasus kronik / persisten adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
6. Kasus Bekas TB, yaitu:
a. Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung
b. Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologik

Pemeriksaan Laboratorium
Tuberkulosis dapat menyebabkan bertambah hanya jumlah leukosit
berkaitan dengan fungsinya sebagai pertahanan tubuh, sehingga pengendapan
darah melaju lebih cepat karena bertambahnya jumlah sel darah. Hal ini
menyebabkan volume plasma menjadi semakin tinggi. Laju endap darah jam
pertama dibutuhkan karena data ini dapat dipakai sebagai indikator tingkat
kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologi penderita sehingga dapat digunakan
untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
28

predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Laju endap darah sering meningkat


pada proses aktif. Peninggian LED biasanya terjadi akibat peningkatan kadar
globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal maupun sistemis tetapi Laju
endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.7
Pada pemeriksaan fisik terhadap kondisi umum pasien tuberkulosis
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia. Anemia pada
tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada proses eritropoesis oleh
mediator inflamasi, pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi,
adanya malabsorbsi dan ketidakcukupan zat gizi. Baik anemia penyakit kronik
maupun anemia defisiensi besi dapat terjadi pada penderita tuberkulosis. Sebuah
penelitian yang dilakukan di Korea pada tahun 2006 menunjukan dari 202 pasien
tuberkulosis yang mengalami anemia, terdapat 71,9% memiliki gambaran
normositik normokromik yang merupakan salah satu ciri dari anemia penyakit
kronik.6

Perburukan ( perluasan ) penyakit8

1. Pleuritis dan efusi pleura


Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui
penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15
ml. Efusi pleura bisa terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus
sign/ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura
sudah bisa dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal. Penebalan
pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas TB paru. Pleuritis TB bias
terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna dalam memperlihatkan
aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dirongga
pleura. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
29

Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.

Menurut jenis cairan yang terakumulasi etiologi efusi pleura dapat dibedakan
menjadi :

1. Transudat ( filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang


utuh).

Penyakit yang menyertai transudat :

- Gagal jantung kiri. - Asites pada serosis hati.

- Sindrom nefrotik.

- Sindrom meig’s (asites dengan tumor ovarium).

- Obstruksi vena kava superior.

2. Eksudat ( ekstravasasi cairan kedalam jaringan ).

Cairan ini dapat terjadi karena adanya :

- Infeksi - Infark paru

- Neoplasma/tumor

2. Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau sebesar
kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto
toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut’ (Snow storm
apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi,
Selaput otak /meningen, dsb.

3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
30

4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan,
yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat
tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa
(residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.

5. Pemeriksaan laboratorium

Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah
limfosit masih di bawah normal, laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi. Anemia ringan, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun

Komplikasi

 Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis


 Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa,
meningitis TB

PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan. Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini I) yang digunakan adalah :


o INH
o Rifampisin
o Pirazinamid
o Streptomisin
o Etambutol
31

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


o Kanamisin
o Amikasin
o Kuinolon
o Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
o Beberapa obat berikut ini masih tersedia di Indonesia antara lain:
Kapreomisin, Sikloserin, PAS (dulu tersedia), Derivat rifampisin dan INH,
Thiomides.

Panduan Pengobatan :

I. TB paru BTA + atau BTA -, lesi luas


2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE

II. Kambuh : RHZES/ IRHZE sesuai hasil uji resistensi atau 2 RHZES/ 1 RHZE/ 5
RHE
- Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid, sikloserin/ 15-18
ofloksasin, etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1 RHZE/ 5 RHE

III. TB paru putus obat


Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan
klinis, baketeriologi, dan radiologi saat ini atau 2 RHZES/ IRHZE/ 5R3H3E3

IV. TB paru BTA -, lesi minimal


2 RHZE/ 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4 R3H3

V. TB paru kronik
RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18 bulan)

VI. MDR TB
Sesuai uji reistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.
32

BAB IV
ANALISA KASUS

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang sudah


sangat lama dikenal , hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya
tetapi yang paling banyak adalah organ paru . Os mengeluhkan sesak sejak 1
hari SMRS. Os juga mengeluhkan batuk berdahak namun sulit untuk
dikeluarkan dahaknya sejak 8 bulan yang lalu, nafsu makan berkurang (+),
berat badan menurun (+), os sering terbangun dan berkeringat pada malam
hari, demam disangkal. Os sebelumnya tidak memiliki sakit seperti ini.
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam bahkan
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa ada keluhan sama sekali.
Pada pemeriksaan fisik paru, ditemukan adanya perkusi yang redup di
kedua lapang paru dengan suara napas vesikuler dan didapatkan suara
tambahan berupa ronkhi basah kasar di kedua lapang paru. Hal ini sulit
dibedakan dengan pneumonia biasa, oleh karena itu dilakukan rontgen thorak
guna melihat dan membaca bagian paru serta dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dan sputum.
33

Pada pemeriksaan darah, terjadi leukositosis, Pemeriksaan sputum


adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis TB sudah
dapat dipastikan . Hasil yang didapat pada Os BTA P (+1). Ini menunjukkan
bahwa kuman dalam tubuh Os sudah banyak bahkan sudah dapat menularkan
lingkungan melalui bronkogen/droplet.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks , hasil baca rontgen ditemukan
adanya Hilus kanan dan kiri kabur, corakan bronkovaskuler bertambah dan
perbercakan lunak disertai garis-garis keras disemua lapang paru kanan dan
lapang apex sampai tengah paru kiri. Pada radiologi menunjukan adanya KP
lama duplex aktif dan scoliosis ringan vertebre torachalis. Hal ini berarti
masuk kedalam tipe Tuberkulosis dimana luas daerah yang dihinggapi sarang-
sarang lebih dari 1 paru. Os belum pernah berobat berarti os masuk dalam
kategori Kasus baru, yaitu yaitu pasien yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan obat anti TB (OAT) atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka
harus dipikirkan beberapa kemungkinan.
Kepada penderita baru TBC paru BTA positif. Obat yang diberikan
yaitu TB kategori I yaitu INH , Rifampisin , Pirazinamid , Etambutol secara
34

intensif selama 2 bulan diteruskan dengan pemberian 4 bulan selanjutnya


minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Dari analisa klinis di atas , diagnosa TB diambil dari status klinis,
status radiologis dan status bakteriologis. Tidaklah mudah menegakkan
diagnosa TB pada prakteknya , tidak semua pasien termasuk Os memberikan
biakan sputum yang positif karena berbagai faktor. Pada pasien ini BTA
positif 1 kali pemeriksaan sputum sudah menandakan bahwa Os terkena TB
karena gold standard dari TB adalah sputum BTA . Akan tetapi, pada kasus
ini Os masuk dalam kriteria WHO satu sediaan BTA positif disertai kelainan
radiologis yang sesuai dengan gambaran KP duplex aktif.
Lemas pada Os kemungkinan merupakan salah satu akibat dari nafsu
makan menurun sehingga asupan yang dibutuhkan tubuh berkurang dan
menjadikan Os merasa lemas. Maka dalam terpai dianjurkan agar Os makan
sedikit tapi sering.
35

BAB V
Kesimpulan

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang sudah


sangat lama dikenal , hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya
tetapi yang paling banyak adalah organ paru . Os mengeluhkan batuk sejak 2
hari SMRS. Batuk disertai darah (+). nafsu makan berkurang (+), berat badan
menurun. Sesak (-), demam disangkal, os berkeringat pada malam hari. BAB
dan BAK tidak ada keluhan. Os sebelumnya tidak memiliki Riwayat penyakit
seperti ini sebelumnya. Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat
bermacam-macam bahkan banyak pasien ditemukan TB paru tanpa ada
keluhan sama sekali.
Pada pemeriksaan fisik paru , ditemukan adanya perkusi yang redup di
kedua lapang paru kanan dengan suara napas vesikuler dan didapatkan suara
tambahan berupa ronkhi basah kasar di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan
fisik usus, ditemukan adanya darm kontur dan darm steifung yang disertai
bising usus meningkat dan metallic sound. Pada pemeriksaan darah, terjadi
anemia ringan dengan hemoglobin yang agak menurun.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks , hasil baca rontgen ditemukansinus
costophrenicus kiri tumpul dengan corakan bronkovaskuler bertambah dan
perbercakan lunak di lapang apex sampai tengah paru dan semua lapang paru
kiri, dan adanya KP duplex aktif disertai suspek effuse pleura kiri minimal.
Hal ini berarti masuk kedalam tipe Tuberkulosis dimana luas daerah yang
dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru.
Kepada penderita paru TBC paru BTA positif. Obat yang diberikan
yaitu TB kategori I yaitu INH , Rifampisin , Pirazinamid , Etambutol secara
intensif selama waktu berhenti putus obat.
Pada pasien ini BTA positif 1 kali pemeriksaan sputum sudah
menandakan bahwa Os terkena TB, pada kasus ini Os masuk dalam kriteria
WHO satu sediaan BTA positif disertai kelainan radiologis yang sesuai
dengan gambaran KP lama duplex aktif.
Lemas pada Os kemungkinan merupakan salah satu akibat dari nafsu
makan menurun sehingga asupan yang dibutuhkan tubuh berkurang dan
36

menjadikan Os merasa lemas. Maka dalam terpai dianjurkan agar Os makan


sedikit tapi sering.
37

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi


I , Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi
IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006:
998-1005, 1045-9.
2. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 852-64
3. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009. Diunduh
dari http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
4. Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. 2007. Buku Pedoman Nasional
Penanggulangan TB. edisi 2. cetakan pertama. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta.
6. Anonym. 2003. Prevalence and Incidence of Tuberculosis, (Cureresearch),
Available: http://www.Cureresearch.com/Tuberculosis/Prevalence.htm
(Akses: 18 Mei 2009)
7. Joshua Burrill, FRCR ● Christopher J. Williams, FRCR ● Gillian Bain,
FRCR et all . Tuberculosis ; Radiological Review . Radiographics Vol 27
No.5 Pg.1255-1265 . September-October 2007
8. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2005

Anda mungkin juga menyukai