Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS BEDAH

COR ( CIDERA OTAK RINGAN)

Di susun Oleh :
Barlian Bey Belien,S.Ked
NPM : 03.70.0258
Kelompok C

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA


SURABAYA
TAHUN AJARAN
2015 – 2016
BAB I
LAPORAN KASUS DIARE AKUT

I. IDENTITAS PENDERITA
Identitas Penderita :
Nama penderita : Ny.f
Alamat :-
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 31 Januari 1923
Umur : 93 Tahun
Agama :-
Pendidikan terakhir :-
Status Marital : Kawin
Tanggal MRS :-
Tanggal pemeriksaan :-
Tanggal KRS :-
No.Rekam Medik : 17619963

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Nyeri pada kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien jatuh dan kepalanya terbentur saat jatuh pasien sadar muntah (-), nyeri
(+), batu (+) selama ± 2 minggu, dahak (+) warna kuning kehijauan, sumer –
sumer riwayat OAT (-)
c. Riwayat penyakit Dahulu :
Batuk ± 2 minggu
Post MR meningkat dengan GEA bulan desember 2015
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat seperti ini pada keluarga
e. Riwayat Pengobatan :
Belum di obati
Alergi obat (-)
f. Riwayat Psikososial/Kebiasaan/Sosiaekonomi :
-

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Cukup
b. Kesadaran : Komposmetis
c. GCS : 4-5-6
d. Vital Sign : Tekanan Darah (TD): 130/80 mmhg
Nadi : 82 kali/menit
Respirasi Rate(RR) : 18 kali/menit
Suhu : 36 C
e. Kepala :
Tidak di temukan kelainan yang berarti
f. Leher :
Teraba sebuah massa soliter, konsistensi kenyal, permukaan rata, nyeri
tekan ( - ), mobile, massa ikut bergerak saat menelan ( + ), menelan susah,
suara serak Tenggorok :
 Faring : Hiperemi (+)
 Tonsil : T1/T1
g. Thorax
Paru :
 Inspeksi : Pergerakan simetris
 Aukultasi : Fremitus raba sama pada kedua lapang paru
 Palpasi : Sonor pada kedua lapang paru
 Perkusi : Rhonki , Wheezing
Jantung :
 Inspeksi : Palpasi jantung tak tampak
 Aukultasi : Ictus cordis tidak teraba
 Palpasi : Batas jantung dalam batas normal
 Perkusi : S1S2 T2
h. Abdomen :
 Bising usus : normal
 Mateorismus :-
 Nyeri Tekan :-
 Distended :-
 Ascites :-
 Hepar : Tidak teraba
 Lien : Tidak teraba
i. Genitalis dan Anus :
 Genital eksterna : Hiperemi (-)
 Anus : Eritemanatum (-)
j. Ekstremitas :
 Akral hangat :
o Tangan kanan (+), kiri (+)
o Kaki kanan (+), kiri (+)
IV. RESUME
Pasien Ny.f umur 93 tahun datang ke poli bedah umum dengan kepala sakit karena
jatuh terbentur, yang di sertai batuk (+), berdahak (+) berwarna kuning kehijauan,
muntah (-).
 Keadaan umum : Cukup
 Kesadaran : Compos Mentis
 Nadi : 82 kali/menit
 Suhu : 36C
 Faring Hiperemi : (-)
 Bising usus : (-)
V. DAFTAR MASALAH
 Kepala sakit dan batuk
VI. DIAGNOSA
 Cor + batuk kronis
VII. DIAGNOSA BANDING
VIII. Obs TTV dan skala nyeri 2
IX. PLANING
 Diagnose : Gula darah, BUN,Creatin, SGOT, SGPT, T3,
T4, TSH, Foto Thorax, sub total labectomy (D)
 Terapi :
1. Farmakologis : PTU 100-200 mg  ( gol thiouracil)
Inj. Cefazoline 2x1
Inj. Ketokonale 3x30mg
Inf. RL 1000 cc
Inf. DS 500 cc
Inj.N.DS 2x1
2. Non Farmakologis : Tindakan pembedahan
 Monitoring : Vital Sign, Tanda – tanda pembengakan di leher
 Edukasi : Memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang pen-
yakit pasien serta komplikasi yang mungkin terjadi dan
menjaga kebersihan.
BAB II
PEMBAHASAN

 Definisi
Cedera otak adalah merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagin besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.Menurut,
Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu:
 Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak
atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan
oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi
jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan
melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/
tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki abses langsung ke otak.
 Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar,
dan laserasi.
Cedera Otak dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
 Cedera Otak Ringan (COR)
Adalah cidera otak yang ditandai dengan tidak adanya kehilangan kesadaran,
pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, dan pasien dapat menderita
laserasi dan hematoma kulit kepala.
 GCS = 13 – 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral
 Cedera Otak Sedang (COS)
Adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien sempat kehilangan kesadarannya,
muntah,
 GCS = 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Cedera Otak Berat (COB)
Adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien kehilangan kesadaran dalam
waktu yang lama,mengalami penurunan tingkat kesadaran secara progresif,
(Masjoer Arif :2000)
 GCS = 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

 Etiologi
 Spasme pembuluh darah intrakranial.
 Kecelakaan otomotif/tabrakan, terjatuh, olah raga, kecelakaan industri.
 Gejala depresi
 Gangguan pada jaringan saraf yang sudah terganggu
 Tertimpa benda keras
(Masjoer Arif:2000)

 Patofisiologi
Cidera otak dapat disebabkan karena benturan kepala seperti tertimpa benda keras,
kecelakaan atau tabrakan sehingga tengkorak mengalami pergeseran dan otak mengalami
benturan atau guncangan yang menyebabkan terjadi perubahan intrasel maupun ekstrasel.
Perubahan pada intrasel akan menyebabkan terjadinya kelemahan otak kemudian disertai
dengan iskemik pada jaringan yang bisa ditandai dengan nyeri dan kejang. Sedangkan
perubahan pada ekstrasel akan menimbulkan peningkatan intrakranial sehingga kesadaran
seseorang mengalami penurunan ditandai dengan pusing yang akan mengakibatkan terjadinya
gangguan pada aktifitas seseorang. Selain itu juga dapat ditandai dengan mual dan muntah
sehingga akan menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan. (Lynda Juall
Carpenito :2000)
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala.
Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala
yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul.
Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif
tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak. Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam
cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita
lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami
proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan,
mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan
terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder
merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer
dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera
kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai
pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus – menerus dapat menyebabkan
hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler,
serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).
 Manifestasi klinis
 Nyeri kepala
 Tidak ada kehilangan kesadaran
 Pusing
 Tengkuk kaku dalam sikap kepala mengadah/hiperekstensi
 Keletihan
 Ketidak Mampuan Berkonsentrasi
 Terdapat laserasi dan hematoma pada kulit kepala.
(Masjoer Arif :2002)
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
 Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
 Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
 Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
 Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
 Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
 Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
hahkan koma.
 Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba – tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, dis-
fungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
 Cedera kepala berat, Diane C (2002)
 Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
 Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
 Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
 Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

 Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala
addalah;
 Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal
dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema
paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan
tekanan perfusi dalam keadaan konstan.
Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk
memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis,
denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan
darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk
keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke
paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida
dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
 Peningkatan TIK
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan
herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir
dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan komplikasi
serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta
kematian.
 Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan
spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien,
juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam
merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan
secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama
pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
 Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan
klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
 Infeksi

 Penatalaksanaan
Pada pasien dengan cedera otak ringan umumnya dapat dipulangkan kerumah tanpa perlu
dilakukan pemeriksaan CT scan bila:
 Hasil pemeriksaan neurologis (terutama setatus mini mental dan gaya
berjalan) dalam batas normal.
 Foto servikal jelas normal
 Adanya orng yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien
 Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
 Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
 Pemberian analgetik.
 Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
 Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
 Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
 Pembedahan.
a. Kriteria perawatan :
 adanya darah intra kranial atau praktur yang tampak pada CT scen
 konfusi, agitasi, atau kesadaran menuru
 adanya tanda atau gejala neurologis fokal
 intoksikasi obat atau alkohol
b. Penilaian awal :
 Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari sekret dan muntahan
 Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak
 Menilai sirkulasi tubuh : otak yang rusak tidak mentolelir hipotensi
 Menilai tingkat keparahan
DAFTAR PUSTAKA

 http://www.academia.edu/9093136/Makalah_Cedera_Kepala_Newss

 http://www.academia.edu/9093136/Makalah_Cedera_Kepala_Newssv

 http://mekejangabout-we.blogspot.co.id/2012/01/cedera-otak-ringan-cor.html

 Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI
– Traumatologi ,Surabaya.

 DoengesM.E.(2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC.Jakarta.

 Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
EGC,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai