Anda di halaman 1dari 36

Case Report

Tetanus

Preseptor : dr. Caisar Riana, M.Ked


(Neu), Sp.S
Present By :
Putri
Melisa/19174003
Laporan Kasus
I
D
E Nama : Ridwan Effendy
Jenis Kelamin : Laki-laki
N Umur : 55 tahun
T Pekerjaan : Wiraswasta

I Alamat : Baiturrahman, Banda Aceh


Agama : Islam
T Tanggal Masuk : 29 Agustus 2021

A
S
A. Keluhan Utama : Kejang

B. Riwayat Penyakit Sekarang


A Pasien datang dengan keluhan kejang >5 kali dalam 1 hari. Kejang ekstremitas atas
dan saat kejang pasien dalam keadaan sadar. Kejang sejak 3 hari SMRS, awalnya hanya di
N satu sisi ekstremitas atas <5 kali. Sulit buka mulut (-). Pasien dengan riwayat tertusuk paku ±
3 minggu yang lalu di kaki kiri, lalu luka, menghitam dan bernanah. Nyeri (+), mual (+),
A muntah (-), demam naik turun (+), lemas (+), batuk (-), sesak (-), riwayat vaksin (-). Riwayat
kejang sebelumnya disangkal, BAB dan BAK dalam batas normal.
M
C. Riwayat Penyakit Sebelumnya
N • Riwayat penyakit : DM tidak terkontrol.
• Riwayat perawatan : Disangkal
E • Riwayat pembedahan : Disangkal
• Riwayat pengobatan : insulin (Novomix) 30-0-30, namun sudah lama tidak suntik.
S • Riwayat alergi : disangkal

I D. Riwayat Keluarga : Disangkal

S E. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok dan pasien tidak memiliki riwayat konsumsi
alkohol ataupun NAPZA lainnya.
A. Status Generalis

• Keadaan Umum : Sedang


Px •

Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 60 kg
• Status Gizi : Baik • Mata : Reflek cahaya +/+
• Tanda Vital : : Konjungtiva anemis -/-
: Sklera ikterik -/-
F Suhu Tubuh : 37,5 oC (per axilla)
Tekanan Darah : 98/70 mmhg : Pupil isokor, 3mm/3mm
• Telinga/hidung : Deformitas (-), nyeri
I Nadi
Laju Nafas
: 107 x/menit, reguler
: 21 x/menit, regular (-), sekret (-)
: Septum nasi ditengah
S SpO2 : 94 %
• Mulut/faring : Mukosa tidak pucat,
hiperemis (-)
I : Tonsil T1/T1
B. Status Internus : Uvula ditengah
K
• Kepala/leher : Normosefali, deformitas (-),
bengkak (-)
: Pembesaran KGB -/-
: Pembesaran kelenjar tiroid -/-
• Thorax
a. Paru :
Px Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris,
retraksi (-) • Abdomen
Palpasi : Tactile fremitus simetris, sama • Inspeksi : Soepel, bekas luka (-)
kuat • Auskultasi : Bising usus normal
F Perkusi : Bunyi sonor pada semua lapang
paru
• Perkusi : Timpani
• Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (+),
I Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing
(-/-), ronki (-/-)
Hepatomegali (-),
splenomegali (-)
S b. Jantung : • Punggung : Nyeri punggung bawah (-)
I Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba • Ekstremitas : Akral hangat, edema (-),
K Perkusi : Pekak, batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 normal, (-) murmur, (-)
CRT <2 detik

gallop
Px C. Status Neurologis

Kesadaran : Compos Mentis


GCS : E4 M6 V5
F
I
S
I
K
• Alat vegetatif
Mictio : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang

L
A
B
O
R
A
T
O
R
I
U
M
L
A
B
O
R
A
T
O
R
I
U
M

Foto Thorax PA :

Tidak dijumpai adanya kelainan


Diagnosis

A. Diagnosis Kerja : Tetanus


Keluhan kejang <5 kali sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, saat kejang dalam keadaan sadar,
riwayat tertusuk paku di kaki sebelah kiri 3 minggu Tatalaksana
yang lalu. Dari hasil foto thorax dalam batas normal.
A. Non-medikamentosa
B. Diagnosis klinis : Kejang • Bed rest.
B. Medikamentosa
C. Diagnosis topis : • IVFD RL 20 gtt/i
• Inj. Diazepam 3 Amp/12 jam
D. Diagnosis etiologis :  • Inj. Metronidazole 2 fls/12 jam
• Sc. Novomix 30-6-30 unit
• Asam Folat 1x1
• Transfusi Half 6
Prognosis

Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Tinjauan Pustaka
Pengertian

Tetanus berasal dari kata Yunani yaitu tetanos dari teinein yang artinya
regangan, kekakuan, atau kontraksi (stretch atau rigidity), tetanus yang juga
dikenal dengan lockjaw atau Seven Day Disease.
Tetanus disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik
persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras.
Epidemiologi
• 2001-2008 di Amerika Serikat : 71 orang (30%) berusia 65 tahun atau lebih, 139 oang
(60%) berusia 20 – 64 tahun, dan 23 orang (10%) berusia lebih muda dari 20 tahun,
termasuk kasus tetanus neonatal.
• Risiko kematian pada kasus tetanus 5 kali lebih besar terjadi pada usia >65 tahun.
• Di Indonesia : angka kematian masih mencapai 60%
• Profil Kesehatan Indonesia (2012) : 119 kasus tetanus neonatorum dengan jumlah
meninggal 59 kasus.
• WHO pada (2017) : 1,04/100.000 populasi, dengan angka kematian sebanyak 38.000,
sekitar 49% terjadi pada populasi berusia < 5 tahun. D
• Indonesia insidensi berkisar 2,34/100.000 populasi dengan angka kematian sekitar
2.635.
• Tetanus dapat menyerang semua kelompok usia dengan angka kematian yang tinggi
(10-80%).
Etiologi
• Clostridium tetani berbentuk batang yang pipih dengan ukuran
panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um.
• Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang bersifat anaerob,
terdapat di tanah, tetapi bisa juga diisolasi dari kotoran hewan
peliharaan dan manusia.
• Clostridium tetani membentuk spora yang berbentuk lonjong
dengan ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (drum stick).
• Sifat spora bersifat resisten terhadap disinfektan dan tahan dalam air
mendidih selama 4 jam tetapi mati dalam autoklaf bila dipanaskan
selama 15–20 menit pada suhu 121°C.
• Port d’entry tidak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat
diduga melalui :
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.
2. Luka operasi yang tidak di rawat dan dibersikan dengan baik.
3. OMP, caries gigi.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Faktor Resiko

1. Tidak mendapat vaksinasi lengkap atau tidak melakukan


pengulangan.
2. Usia tua
3. Mengalami luka bakar.
4. Bertato.
5. Frostbite : sering ditemukan pada pendaki gunung.
6. Infeksi gigi seperti periodontal abses.
7. Mengalami luka tembus pada mata.
8. Komplikasi medis seperti : aborsi septik, infeksi pada luka
pemotongan tali pusar, persalinan, pembedahan, injeksi muskuler,
diabetes mellitus (ulkus ganggren) yang perawatannya tidak baik.
P
A
T
O
F
I
O
L
O
G
I
Manifestasi Klinis
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma. Kontaminasi luka dengan tanah, kotoran
binatang, atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus.

Berdasarkan gejala klinis, tetanus dapat dibagi menjadi :


a. Tetanus Generalis : ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata.
b. Tetanus Neonatorum : terjadi pada anakanak yang dilahirkan dari ibu yang tidak
diimunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang
tidak steril.
c. Tetanus Lokal : manifestasi klinisnya terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka.
Kelemahan otot dapat terjadi akibat peran toksin pada tempat hubungan neuromuskuler.
d. Tetanus sefalik : merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi setelah
trauma kepala atau infeksi telinga. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf
kranial, yang tersering adalah saraf ke-7. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat
terjadi.
Diagnosis
 Anamnesis terhadap adanya luka baru atau lama dilakukan untuk mencurigai adanya
port d’entry dan masa inkubasi, seperti luka tusuk, luka dalam yang kotor, luka bakar,
infeksi gigi dan telinga, dan riwayat operasi. Selain itu perlu ditanyakan riwayat
imunisasi, persalinan dan perawatan tali pusat pada bayi.

 Gejala klinis yang khas seperti trismus dan opistotonus menjadi dasar untuk
mendiagnosis tetanus.
Diagnosis

Kriteria Diagnosis :

a. Hipertoni dan spasme otot


• Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding
perut tegang, anggota gerak spastik.
• Lain-lain : Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot di
sekitar luka.
b. Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu.
c. Umumnya ada luka/ riwayat luka.
d. Retensi urine dan hiperpireksia.
e. Tetanus lokal
Derajat Tetanus :
Dari kriteria diatas dibuat derajat sebagai
berikut :
• Derajat 1 : kasus ringan minimal 1 kriteria
K1 atau K2, mortalitas 0%.
• Derajat 2 : kasus sedang, minimal 2 kriteria
(K1+K2), biasanya inkubasi >7 hari, onset
lebih dari 2 hari, mortalitas 10%.
• Derajat 3 : kasus berat, adanya minimal 3
kriteria, biasanya inkubasi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.
2. Pemeriksaan EKG, darah rutin, fungsi faal ginjal, elektrolit, analisa gas darah,
kultur untuk infeksi dilakukan untuk membantu mengatasi penyulit yang
mungkin terjadi.
3. Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C.tetani.
4. EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.
5. Sedangkan foto toraks bila ada tanda komplikasi paru-paru.

Diagnosis Banding
1. Keracunan Strychnine
2. Rabies
3. Meningitis
4. Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasi mandiula
5. Sindrom hiperventilasi/reaksi histeri
6. Epilepsi/kejang tonik klonik umum
Tatalaksana

Tatalaksana Umum Netralisasi dari Toksin

a. Pasien hendaknya diletakkan diruangan a. Immunoglobulin tetanus manusia (HTIG)


yang tenang, dimana observasi dan merupakan pilihan utama dan hendaknya
pemanauan kardiopulmoner dapat diberikan segera dengan dosis 3000-6000
dilakukan secara terus-menerus. unit intramuskuler.
b. Perlindungan terhadap jalan nafas bersifat b. Paling baik memberikan antitoksin
vital. sebelum manipulasi luka.
c. Luka hendaknya dieksplorasi, dibersihkan
secara hati-hati dan dilakukan debridement
secara menyeluruh.
Tatalaksana

Menyingkirkan Sumber Pengendalian Rigiditas dan


Infeksi Spasme
a. Luka yang nampak jelas hendaknya a. Sedasi dengan menggunakan
didebridemen secara bedah. - Benzodiazepine.
b. Terapi antibiotik : Metronidazole - Diazepam
merupakan antibiotik pilihan dengan dosis - Pilihan yang lain : lorazepam dan
500 mg tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam. midazolam.
b. Sebagai sedasi tambahan
- Antikonvulsan : fenobarbiton.
Barbiturate dan klorpomazin
merupakan obat lini kedua.
Penatalaksanaan Respirasi
- Propozol telah dipergunakan sebagai
sedasi dengan pemulihan yang cepat
Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa
setelah infuse di stop.
ventilasi mekanik
Farmakologi

a) Diazepam c) Baklofen

Dosis Dewasa : • Dosis Dewasa: < 55 tahun = 100 mgc IT


• Spasme ringan : 5 – 10 mg oral/4 – 6 jam > 55 tahun = 800 mgc IT
apabila perlu. • Dosis pediatrik : < 16 tahun = 500 mgc IT
• Spasme sedang : 5 – 10 mg i.v apabila perlu > 16 tahun = seperti dosis
• Spasme berat : 50 – 100 mg dalam 500 ml
D5, diinfuskan 40 mg/jam. d) Penisilin G
Dosis pediatric :
• Spasme ringan : 0,1 – 0,8 mg/kgBB/hari • Dosis Dewasa : 10 – 24 juta unit/hari i.v terbagi
dalam dosis terbagi 3 atau 4 kali sehari. dalam 4 dosis.
• Spasme sedang-berat : 0,1 – 0,3 • Dosis pediatric : 100.000 – 250.000 U/kg/hari
mg/kgBB/hari i.v tiap 4-8 jam. i.v/i.m dosis terbagi 4 kali/hari

b) Fenobarbital e) Metronidazol

• Dosis Dewasa : 1 mg/kg i.m tiap 4 – 6 jam, • Dosis Dewasa : 500 mg peroral tiap 6 jam atau
tidak melebihi 400 mg/hari. 1g i.v tiap 12 jam, tidak melebihi 4g/hari.
• Dosis pediatric : 5 mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3 • Dosis pediatrik : 15-30 mg/kgBB/hari i.v tiap 8-
atau 4 hari. 12 jam tidak lebih dari 2g/hari.
Komplikasi
Pencegahan
A. Imunisasi Aktif
Pencegahan
B. Penatalaksanaan Luka
1. Bersihkan kulit sekitar luka secara menyeluruh dengan sabun dan air atau larutan antiseptik. Air dan
larutan antiseptik harus dituangkan ke dalam luka.
2. Setelah memberikan anestesi lokal, periksa hati-hati apakah ada benda asing dan bersihkan jaringan
yang mati. Pastikan kerusakan apa yang terjadi. Luka besar memerlukan anestesi umum.
3. Setelah itu, buat robekan luka secara teratur membentuk huruf “X” dengan titik tengah persilangan
adalah luka. Tujuan dibuat robekan luka adalah agar mempermudah pembersihan kotoran didalam luka
tusuk.
4. Setelah membuat robekan, siramlah dengan larutan H202, biasanya akan timbul buih, gosoklah dengan
kuat, sampai benar-benar bersih tak tertinggal bekas kotoran yang menempel ataupun kotoran yang
masih tersisa.
5. Bilas luka dengan menggunakan larutan NaCl 0,9%, tekan sekitar luka hingga berdarah, tujuannya
adalah untuk menghilangkan cairan H2O2 serta membersihkan luka. Lalu beri betadhine pada luka.

Pada infeksi tetanus, luka tidak perlu ditutup, biarkan luka tetap terbuka, karena hal tersebut akan
menghambat pertumbuhan bakteri clostridium tetani.
Pencegahan
Perlu dipertimbangkan pemberian imunisasi pasif, yaitu Anti Tetanus Serum (ATS) atau Human
Tetanus Immunoglobulin (HTIG).

Indikasi pemberian suntikan ATS, yaitu :


1. Luka cukup besar (dalam lebih dari 1 cm).
2. Luka berbentuk tidak teratur.
3. Luka berasal dari benda yang kotor dan berkarat.
4. Luka gigitan hewan dan manusia.
5. Luka tembak dan luka bakar
6. Luka terkontaminasi, yaitu : luka yang > 6 jam tidak ditangani, atau luka < 6 jam namun terpapar
banyak kontaminasi, atau < 6 jam namun timbul karena kekuatan yang cukup besar (misalnya luka
tembak atau terjepit mesin)
7. Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus yang jelas atau tidak mendapat booster selama 5
tahun atau lebih.
Pencegahan
C. Imunisasi tetanus toxoid (TT)
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai