Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

ATRESIA BILIER DAN HERNIA SCROTALIS REPONIBLE

Disusun oleh:

Vika Arilia Leiwakabessy


NIM. 2018-84-002

Pembimbing:
dr. Robby Kaleuw, Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Atresia bilier adalah penyakit hati yang berat yang ditandai dengan

obstruksi dan fibro-obliterasi progresif saluran bilier ekstrahepatik. Sampai saat

ini penyebab atresia bilier belum diketahui.1,2 Kejadian atresia bilier dilaporkan

antara 1:8000 sampai 1:18000 kelahiran hidup.2,3 Atresia bilier merupakan

penyebab penyakit hati terminal yang merupakan indikasi utama transplantasi

hati pada anak. Gejala awal atresia bilier seringkali sulit dibedakan dengan

ikterus neonatorum fisiologis, sehingga diagnosis dan tatalaksana menjadi

terlambat.4

Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang

harus segera mendapat terapi bedah bahkan transplantasi hati pada kebanyakan

bayi baru lahir, jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder dapat

terjadi.5,6

Hernia adalah penonjolan suatu organ melalui defek atau bagian lemah

dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia scrotalis, isi perut (usus)

menonjol melalui defek pada lapisan dinding perut melewati canalis inguinalis

dan turun hingga ke rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis adalah

hernia inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai rongga scrotum. Hernia

inguinalis lateralis lebih sering terjadi pada bayi prematur daripada bayi aterm

1
di mana sebanyak 13,7% berkembang pada bayi yang lahir pada usia

kandungan di bawah 32 minggu. Hernia inguinal dapat disebabkan oleh dua hal,

yaitu acquired dan kongenital. Umumnya, hernia inguinal disebabkan oleh

berbagai faktor dan yang paling utama adalah kelemahan otot abdomen, karena

itu biasanya penyebabnya acquired. Sementara pada hernia kongenital, pada

saat fetus terjadilah penurunan testis dari dalam abdomen (intraabdominal) ke

skrotum pada trimester ketiga.7

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : By. AL
Umur : 7 Bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 7,5 Kg
Alamat : Kebun Cengkeh
No.RM : 13-96-17
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Masuk RS : 21 November 2019

B. ANAMESIS
Keluhan Utama : badan kuning

Anamesis Terpimpin : Pasien datang diantar oleh kedua orang tuanya ke IGD

RSUD dr. M. Haulussy dengan keluhan kuning seluruh tubuh yang muncul

sejak bayi berumur 40 hari, menurut orang tua pasien awalnya kuning terlihat

dari mata hingga seluruh tubuh yang muncul hilang timbul dan menetap hingga

sekarang. Keluhan disertai perut membesar sejak bayi berusia 40 hari dan

semakin lama semakin membesar. Keluhan lain demam yang muncul hilang

timbul sejak 1 bulan yang lalu, buang air kecil lancar, berwarna kuning gelap,

buang air besar lancar dengan frekuensi 1-2 x/hari, konsistensi lunak dan

3
berwarna pucat, selain itu ada pembesaran pada alat kelamin yang muncul pada

usia 1 bulan setelah lahir, semakin membesar ketika pasien menangis dan

mengecil ketika berbaring atau dapat masuk kembali ketika didorong.

Riwayat Penyakit Dahulu : ± 2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di RS


Namlea dengan keluhan yang sama dan tidak ada perubahan.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan dan
riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat Pengobatan : Ibu pasien mengaku selama dirawat di RS Namlea hanya


mendapatkan infus.

Riwayat tumbuh kembang: Lahir cukup bulan (37-38 minggu) dirumah, normal
ditolong bidan, langsung menangis, BB lahir 3200 gr PB tidak diketahui, apgar
score 7/9, warna ketuban tidak tau. Selama kehamilan, ibu pasien rajin kontrol
ke puskesmas, tidak pernah mengalami sakit ataupun mengkonsumsi obat-
obatan tertentu.
Riwayat Imunisasi :
Vaksin Jumlah Belum Tidak Vaksin Jumlah Belum Tidak Vaksin Jumlah Belum Tidak
Pernah Tahu Pernah Tahu Pernah Tahu

BCG • Hib Hep. A


Hep. B • PVC Varisela

Polio • Influenza HPV

DPT • MMR Lain-


lain

Campak • Tifoid Lengkap

Keadaan orang tua : Ibu nyonya A usia 31 tahun keadaan sehat. Ayah usia SL
32 Tahun keadaan sehat.

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
 Keadaan umum : Tampak lemas dan rewel
 Kesadaran : Composmentis
2. Vital Sign
 Nadi : 113 x/menit
 Pernapasan : 38 x/menit
 Suhu : 39,2o C
 Saturasi O2 : 98% tanpa O2
3. Pemeriksaan Fisik
 Kepala :
 Bentuk : Normochephal
 Rambut : Pertumbuhan rambut baik, rambut tidak mudah
dicabut.
 Ubun-ubun : Menutup
 Wajah
 Mata : Ikterus (+), Anemis (+/+), refleks cahaya (+),
refreks pupil (+)
 Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)
 Mulut : Candidiasi (-), stomatitis (-)
 Bibir : Sianosis (-)
 Gigi : kesan belum lengkap, Caries: (-) (-)
 Telinga : Otorea (-)
 Leher : pembesaran KGB (-), skofuloderma (-)
 Thoraks
A. Pulmo :
 Inspeksi : Pengembangan dada simetris
 Palpasi : krepitasi (-), massa (-), nyeri tekan (-)

5
 Perkusi : Sonor (+)
 Auskultasi : vesikuler +/+, Ronki (-/-), wheezing (-/-)
B. Cor
 Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus kordis teraba pada ICS IV midclavicula
sinistra
 Perkusi : Redup
 Auskultasi : BJ S1 dan S2 Murni reguler
 Abdomen
 Inspeksi : Cembung
 Palpasi
- Hepar : teraba 8 cm dibawah arcus costa,
konsistensi keras, permukaan rata, tepi tumpul, NT (-)
- Lien : teraba pada Schuffner II-III
 Perkusi : Pekak
 Auskultasi : BU (+) Normal 3x/menit
 Extremitas :
 Tonus otot : baik
 Kekuatan otot : 5/5
 CRT : < 2 detik
 Genitalia : Pembesaran Scrotum (+), NT (-)
 Pemeriksaan Neurologis :
 Refleks Fisiologis : (+)
 Refleks Patologis : (-)
 KPR : (+) Normal
 APR : (+) Normal
 Nervus Cranialis : TDP
 Tanda rangsang meningen :

6
 Kaku kuduk : TDP
 Kernig sign : TDP
 Brudsinski : I : TDP, II : TDP, II : TDP, IV: TDP
Keterangan: TDP= Tidak dilakukan pemeriksaan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium : Tanggal 21 November 2019
 Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Hasil
Jumlah eritrosit 3.10 x 106/mm3 3,5-5,5 Normal
14,0-18,0 (L), 12,0-
Hemoglobin 9,0 g/dL
15,0 (P) Menurun
40-52 (L),
Hematokrit 23.9 % Menurun
37-43 (P)
MCV 77.1 um3 80-100 Menurun
MCH 27.4 pg 27-32 Normal
MCHC 35.6 g/Dl 32-36 Normal
RDW 15.2 % 11-16 Normal
327 x
Jumlah trombosit 150-400
103/mm3 Normal
MPV 9.4 um 6-11 Normal
PCT 0.40 % 0,150-0,500 Normal
PDW 9.6 % 11-18 Menurun
49.68 x
Jumlah leukosit 5,0-10,0
103/mm3 Meningkat
Hitung jenis leukosit
Neutrofil 43.0 % 50-70 Menurun
Limfosit 45.5 % 20-40 Meningkat
Monosit 8 .5% 2-8 Meningkat
Eosinofil 2.7 % 1-3 Normal
Basofil 0.3 % 0-1 Meningkat

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin

7
2. Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 23 November 2019
 Pemeriksaan Darah Kimia, Apusan darah tepi
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Hasil
SGOT 353 u/L < 33 Meningkat
SGPT 207 u/L <50 Meningkat
Bilirubin Total 207 u/L <1.5 Meningkat
Bilirubin Direk 12.0 mg/dL <0.5 Meningkat
Bilirubin Indirek 2.1 mg/dL < 1,1 Meningkat
Protein Total 8.0 mg/dL 5.5-8.0 Normal
Albumin 2.8 mg/dL 3.5-5.0 Menurun
Globulin 5.6 mg/dL 2.5-5.0 Meningkat
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Malaria Negatif
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium darah Kimia

EVALUASI APUSAN DARAH TEPI

Hemoglobin : 9,0 g/dlLeukosit : 43.760 U/L

Trombosit : 502.000 U/L

Eritrosit : Mikrositik hipokrom, sel target (+), stomatosit (+), ovalosit (+), normoblast (-)

Leukosit : jumlah meningkat, PMN > limfosit, blast (-)

Trombosit : jumlah meningkat, morfologi dan distribusi normal

Kesan : Anemia mikrositik hipokrom disertai tanda-tanda gangguang fungsi hati

Saran : Kontrol post terapi

8
E. RESUME

Pasien by. AL usia 7 bulan, pasien datang diantar oleh kedua orang

tuanya ke IGD RSUD dr. M. Haulussy dengan keluhan kuning seluruh tubuh

yang muncul sejak bayi berumur 40 hari, menurut orang tua pasien awalnya

kuning terlihat dari mata hingga seluruh tubuh yang muncul hilang timbul dan

menetap hingga sekarang. Keluhan disertai perut membesar sejak bayi berusia

40 hari dan semakin lama semakin membesar. Keluhan lain demam yang

muncul hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu, buang air kecil lancar, berwarna

kuning gelap, buang air besar lancar dengan frekuensi 1-2 x/hari, konsistensi

lunak dan berwarna pucat, selain itu ada pembesaran pada alat kelamin yang

muncul pada usia 1 bulan setelah lahir, semakin membesar ketika pasien

menangis dan mengecil ketika berbaring atau dapat masuk kembali ketika

didorong. ± 2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di RS Namlea dengan

keluhan yang sama dan tidak ada perubahan, menurut orang tua pasien selama

dirawat di RS Namlea hanya mendapatkan infus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan compos mentis, pernapasan

38x/menit, suhu 39,2o C, Saturasi Oksigen 98% tanpa O2. Ikterik pada sclera

dan kulit, anemis pada konjungtiva. Pada pemeriksaan abdomen tampak

cembung, terapa pembesaran hepar, dengan konsistensi keras, permukaan rata,

tepi tumpul. Teraba pembesaran lien di Schuffner II-III, perkusi pekak. Pada

genitalia ditemukan pembesaran scrotum.

9
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia didapatkan

Hemoglobin 9,0 g/dL, Leukosit 49.680 mm3, SGOT 353 u/L, SGPT 207 u/L,

Bilirubin total 207 u/L, , Bilirubin direk 12.0 mg/dL, Bilirubin indirek 2.1

mg/dL, albumin 2.8 mg/dL, HbsAg Non reaktif, Malaria Negatif. Kesan : Anemia

mikrositik hipokrom disertai tanda-tanda gangguang fungsi hati.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja : - Suspek Atresia Bilier


- Hernia Scrotalis Reponible
Diagnosis Banding : Suspek Sepsis
Malaria

G. TERAPI
Tabel 3. Terapi di IGD

dokter jaga IGD


a. IVFD D5% ¼ NS  24 tpm
b. Inj. Ceftriaxone 2X300 mg/IV
c. Inj. PCT 75 mg / IV/ 8 jam
d. Periksa darah rutin,
e. Konsul Dokter Sp.A

10
H. Hasil Follow Up pasien
Tabel 4. Follow up pasien di bangsal

Hari/tgl S O A P
22/11/2019 05.30 : BAB  BB: 7,5 kg  Susp. Atresia bilier  IVFD D5% ¼ NS/ 24
1X (warna  GCS 15  Hernia scrotalis tpm
H+2
pucat,  N: 113, S: reponible  Inj.Ceftriaxone
lunak) 39,2’c R:40x, 2X300mg (H2)
SpO2: 99% DD : Susp. Sepsis
BAK :  Pupil isokor,
 Drip PCT 75mg / 8 jam
lancar,warna 3 mm/3mm,  Urdahex 2x60 mg
kuning tua RCL +/+  Periksan DK, DDR
 Nafas  Kultur darah
LP : 44cm vesikuler, Rh
-/-, Wh -/-. BJ
 Periksa HbsAg
I/II regular,  USG Abdomen
murmur -
 Bising usus +
normal
(4x/m)
 Genitalia :
pembesaran
scrotum
23/11/2019 06.00 : BAB  BB: 7,5 kg  Susp. Atresia bilier  IVFD D5% ¼ NS/ 24
1X (warna  GCS 15  Hernia scrotalis tpm
H+3
abu-abu,  N: 115x/m, S: reponible  Inj.Ceftriaxone
lunak) 37,9’c R:38x, 2X300mg (H3)
SpO2: 98%  DD : Susp. sepsis
BAK :  Pupil isokor,
 Drip PCT 75mg / 8 jam
lancar,warna 3 mm/3mm,  Urdahex 2x60 mg
kuning tua RCL +/+  Kultur darah (tunggu
 Pembesaran hasil)
20.00 : BAB KGB (-)  USG Abdomen (masih
1X (lunak,  Nafas tunggu jadwal)
warna pucat vesikuler, Rh
-/-, Wh -/-. BJ
LP : 47
I/II regular,
murmur -
 Bising usus +
normal
(3x/m)
 Extremitas:
KPR +/+ ,
APR +/+ ,
 Genitalia :
pembesaran
scrotum

11
24/11/2019 08.00 : BAB  BB: 7,5 kg  Susp. Atresia bilier  IVFD D5% ¼ NS/ 24
1X (warna  GCS 15  Hernia scrotalis tpm
H+4
pucat,  N: 136x/m, S: reponible  Inj.Ceftriaxone
lunak) 37,8’c R:40x, 2X300mg (H4)
SpO2: 96%  DD : Susp. sepsis
BAK :  Pupil isokor,
 Drip PCT 75mg / 8 jam
lancar,warna 3 mm/3mm,  Urdahex 2x60 mg
kuning tua RCL +/+  Kultur darah (tunggu
 Pembesaran hasil)
LP : 47cm KGB (-)  USG Abdomen
 Nafas  KIE keluarga
vesikuler, Rh
-/-, Wh -/-. BJ untuk persiapan
I/II regular, rujuk
murmur -
 Bising usus +
normal
(4x/m)
 Extremitas: PULPAK
KPR +/+ ,
APR +/+ ,
 Genitalia :
pembesaran
scrotum

12
BAB III
DISKUSI

Pasien by. AL usia 7 bulan, pasien datang diantar oleh kedua orang

tuanya ke IGD RSUD dr. M. Haulussy dengan keluhan kuning seluruh tubuh

yang muncul sejak bayi berumur 40 hari, menurut orang tua pasien awalnya

kuning terlihat dari mata hingga seluruh tubuh yang muncul hilang timbul dan

menetap hingga sekarang. Keluhan disertai perut membesar sejak bayi berusia

40 hari dan semakin lama semakin membesar. Keluhan lain demam yang

muncul hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu, buang air kecil lancar, berwarna

kuning gelap, buang air besar lancar dengan frekuensi 1-2 x/hari, konsistensi

lunak dan berwarna pucat, selain itu ada pembesaran pada alat kelamin yang

muncul pada usia 1 bulan setelah lahir, semakin membesar ketika pasien

menangis dan mengecil ketika berbaring atau dapat masuk kembali ketika

didorong.

Berdasarkan anamnesis diatas, keluhan yang dialami pasien sesuai

dengan teori mengenai gejala dari Atresia Bilier : ikterus yang bisa muncul

segera atau beberapa minggu setelah lahir, urin yang menyerupai teh pekat dan

feses warna dempul. Pada kebanyakan kasus, Atresia Bilier ditemukan pada

bayi yang aterm, meskipun insidens yang lebih tinggi lagi ditemukan pada yang

BBLR (bayi berat lahir rendah). Pada kebanyakan kasus, feses akolik tidak

ditemukan pada minggu pertama kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya.

13
Nafsu makan, pertumbuhan dan pertambahan berat badan biasanya normal

ikterus, tinja akolik, dan urin yang berwarna gelap. Dan pada Hernia Scrotalis

Reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang

turun sampai ke scrotum yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau

mengedan, dan menghilang waktu berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai.3,4

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Ikterik pada sclera dan kulit,

anemis pada konjungtiva. Pada pemeriksaan abdomen tampak cembung, terapa

pembesaran hepar, dengan konsistensi keras, permukaan rata, tepi tumpul.

Teraba pembesaran lien di Schuffner II-III, perkusi pekak. Pada genitalia

ditemukan pembesaran scrotum.

Berdasarkan pemeriksaan fisik diatas, maka yang ditemukan

menyerupai pemeriksaan fisik dari atresia bilier : ditemukan adanya

hepatomegali pada palpasi abdomen, splenomegali juga dapat ditemukan, dan

apabila sudah ada splenomegali, maka kita dapat mencurigai telah terjadi sirosis

dengan hipertensi portal. Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2

minggu, feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan. Selain

itu juga ditemukan adanya pembesaran scrotum, hal ini mendukung diagnosis

Hernia Scrotalis Reponible karena pada saat dilakukan palpasi ada benjolan

berbentuk lonjong, dan ketika didorong dapat direposisi, hernia inguinalis

banyak terjadi pada usia muda dan pada anak sering akibat belum menutupnya

prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis.1,2,7

14
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia didapatkan

Hemoglobin 9,0 g/dL, Leukosit 49.680 mm3, SGOT 353 u/L, SGPT 207 u/L,

Bilirubin total 207 u/L, , Bilirubin direk 12.0 mg/dL, Bilirubin indirek 2.1

mg/dL, albumin 2.8 mg/dL, HbsAg Non reaktif, Malaria Negatif. Kesan : Anemia

mikrositik hipokrom disertai tanda-tanda gangguang fungsi hati.

Pada pemeriksaan laboratorium untuk Atresia Bilier ditemukan

peningkatan kadar bilirubin lebih dari 2 mg/dL atau lebih dari 20% dari total

bilirubin, yang menunjukkan aliran empedu tersumbat atau ada cacat dalam

proses empedu oleh hati, pemeriksaan kadar alkaline phosphatase (AP),

gamma-glutamyl transpeptidase (GGTP). GGTP merupakan protein membrane

integral pada kanalikuli bilier dan mengalami peningkatan pada kondisi

kolestasis. Kadar GGTP berhubungan erat dengan kadar AP dan mengalami

peningkatan pada semua kondisi yang berkaitan dengan obstruksi bilier. Nilai

rujukan untuk GGTP dewasa : Pria : 15 - 90 U/L, Wanita : 10 - 80 U/L, Anak :

sama dengan dewasa, bayi baru lahir : 5 x lebih tinggi daripada

dewasa, Prematur : 10 x lebih tinggi dari dewasa. Kadar albumin atau protein

dibawah normal yang berhubungan dengan adanya gangguan hati kronis. Selain

itu dilakukan kultur darah untuk memeriksa infeksi bakteri dalam aliran darah

yang dapat mempengaruhi hati dan dapat membantu dalam mendiagnosis

Atresia Bilier.2,3

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

Atresia Bilier yaitu pemeriksaan USG abdomen untuk mengidentifikasi sistem

15
bilier terutama untuk melihat bentuk dan kontraksi kandung empedu. Yang

dapat terlihat pada USG abdomen yaitu hati dapat membesar atau normal

dengan struktur parenhim yang inhomogen dan ekogenitas yang tinggi terutama

daerah periportal akibat fibrosis, nodul-nodul sirosis hepatis, tidak terlihat vena

porta perifer karena fibrosi, ada gambaran Triangular cord didaerah porta

hepatis (tanda segitiga ekogen dari jaringan fibrous), Kandung empedu tidak

ada atau mengecil dengan panjang <1.5 cm (normal panjang >1,5 cm dan lebar

>4 cm ). Pemeriksaan Skintigrafi hepatobilier, teknik yang menggambarkan

secara grafis distribusi radioaktivitas didalam organ atau seluruh tubuh.

Pemeriksaan skintigrafi hepatobilier bertujuan untuk mengetahui uptake pada

hepar, sistem bilier dan usus sehingga dapat digunakan untuk membedakan

atresia bilier dari kolestasis oleh karena non obstruksi. Selain itu dapat juga

dilakukan biopsi hati, untuk mengevaluasi patologi hepatik.3,5,6

Sedangkan pada Hernia Scrotalis reponible pemeriksaan penunjang

seperti laboratorium, EKG dan rontgen tidak ditemukan adanya kelainan

kecuali jika disertai komplikasi sehingga diagnosis hernia scrotalis reponible

bisa ditegakkan dan dapat dilakukan penanganan pada pasien ini yaitu tindakan

operasi herniotomi dan hernioplasty.7

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik jika dikaitkan

dengan diagnosis Atresia Bilier pada pasien, sesuai dengan teori yang ada

bahwa gejala utamanya antara lain ikterus yang bisa muncul segera atau

beberapa minggu setelah lahir, urin yang menyerupai teh pekat dan feses warna

16
dempul/akolik. Dan juga sesuai dengan teori yang dapat ditemukan pada

pemeriksaan fisik antara lain, hepatomegali yang dapat ditemukan pada palpasi

abdomen, splenomegali biasanya berhubungan dengan progresivitas penyakit

menjadi Sirosis hepatis dan hipertensi portal. Selain itu diperlukan juga

pemeriksaan penunjang lainnya seperti USG abdomen, Skintigrafi hepatobilier

dan juga biopsi hati untuk membantu dalam mendiagnosis secara pasti atresia

bilier.

Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya,

dikarenakan pasien pulang paksa.

Pada pasien ini tatalaksana medikamentosa yang diberikan yaitu :

Inj.Ceftriaxone 2X300mg, drip PCT 75 mg /8 jam, Urdahex 2x60 mg

Menurut teori, tatalaksana medikamentosa yang dapat diberikan yaitu :

Fenobarbital 3-10 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis (merangsang enzim glukoronil

transferase untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk; enzim

sitokrom P-450 untuk oksigenasi toksin; enzim na+ K+ ATPase untuk

menginduksi aliran empedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis

atau sesuai jadwal pemberian susu (Kolestiramin memotong siklus

enterohepatik asam empedu sekunder). Asam ursodeoksikolat, 8-12

mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis peroral (asam ursodeoksikolat mempunyai daya

ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik). Dan bila feses tetap

akolik dengan bilirubin direk > 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah

17
diberikan fenobarbital, Gamma-GT meningkat > 5 kali maka dianjurkan untuk

segera dilakukan intervensi bedah portoenterostomi.4,5,6

Dan penatalaksanaan yang tepat untuk Hernia Scrotalis Reponibel

adalah dilakukan operasi herniografi yang meliputi herniotomi dan hernioplasti

dengan persiapan operasi puasa 6- 8 jam sebelum operasi dan ceftriaxon

sebagai profilaksis.7

Prognosis pada Atresia bilier tergantung beberapa faktor : umur pada

waktu dioperasi, lebih awal lebih baik (60-80 hari) setelah lahir, gambaran

anatomi duktus biliaris, ukuran duktus biliaris, ada tidaknya Sirosis hepatis.6

Dan pada kasus ini di diagnosis banding dengan Malaria karena

berdasarkan keluhan deman yang hilang timbul sejak 1 bulan dengan suhu >

37,5’C, ada anemia dan ikterik. Namun diagnosis banding ini dapat

disingkirkan karena periode demamnya hilang timbul tanpa disertai menggigil

dan berkeringat, pemeriksaan darah rutin juga tidak memenuhi kriteria dari

Malaria yaitu anemia berat dengan Hct < 15 % atau Hb < 5 gr/dl, pemeriksaan

apusan darah tepi tidak ditemukan adanya parasit dalam darah. Serta tidak

ditemukannya keluhan lain seperti : penurunan kesadaran, kejang, gangguan

pernapasan, sehingga diagnosis Malaria tidak memenuhi kriteria untuk pasien

ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Peterson C. Pathogenesis and treatment opportunities for biliary atresia. Clin

Liver Dis 2016;10: 73-88.

2. Shneider BL, Brown MB, Haber B, Whitington PF, Schwartz K, Squires R, et

al. A multicenter study of the outcome of biliary atresia in the United States,

1997 to 2000. J Pediatr 2016;148:467-74.

3. Schreiber R, Barker CC, Roberts EA, Martin SR, Alvarez F, Smith L, et al.

Biliary atresia: the Canadian experience. J Pediatric 2017;151:659-65.

4. Hung P, Chen C, Chen W, Lai H, Hsu W, Lee P, et al. Long-term prognosis

of patients with biliary atresia: A 25 year summary. J Pediatic Gastroenterol

Nutr. 2016;42:190-5.

5. Yamatakan A, Cazares J, Miyano T. Biliary Atresia. In: Holcomb III GW,

Murphy P, Ostlie DJ. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 6th ed. Toronto. 2014.

Elsevier, p580-92

6. Cowles RA. The Jaundiced infant: Biliary Atresia In: Coran AG. Peditric

Surgery. 7th Ed. Philadelphia; 2012. Saunders. P1321-30.

7. Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC,

pp. 519-37

19

Anda mungkin juga menyukai