KEJANG DEMAM
Disusun oleh :
dr. Ikrima Firda Maharani
Pembimbing :
dr.
I. IDENTITAS PASIEN
RM No. : 13439660
Nama : An. HW
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Karanganyar RT.02/04 Musuk, Boyolali
III. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Kejang
Keluhan tambahan :
Demam, batuk, pilek
Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah bersalin
Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir : 3200 gram
Panjang lahir : 48 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)
Kelainan bawaan :
(-)
Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.
Vaksin Umur (bulan)
0 1 2 4 6 9 18
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
Riwayat makanan :
ASI sejak lahir sampai umur 20 bulan
Frekuensi 4-6 kali perhari
Makan pisang sejak umur 4 bulan
Frekuensi 2 hari sekali
Makan nasi tim umur 6 bulan
Frekuensi 2 kali sehari
KIMIA
Elektrolit
Natrium 136 mmol/L
Kalium 5,1 mmol/L
Chloride 101 mmol/L
V. RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kejang yang terjadi
sebanyak 3 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit. Sebelum kejang pasien
mengalami demam tinggi sejak 2 hari SMRS. Saat kejang tangan pasien kanan
dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar
seperti orang menggigil. mata tidak mendelik keatas, tidak keluar busa dari mulut
pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang
pasien sadar tapi badannya menjadi lemes. Pasien telah dibawa ke Puskesmas
Musuk dipasang O2 3 l/menit, diberi diazepam rectal dan paracetamol sirup.
Beberapa saat setelah ditangani anak langsung sadar dan dirujuk ke RSUD
Pandan Arang Boyolali dengan keterangan kejang demam kompleks. Ini
merupakan serangan kejang yang kedua, serangan pertama waktu umur pasien 1
tahun setengah. 4 hari SMRS pasien batuk dan pilek.
VIII. PENATALAKSANAAN
- Rawat Inap
- Diet biasa
- IVFD D5 S 15 tpm
- Inj. Antrain 3 x 150 mg
- Diazepam supp. p.r.n
- Ambroxol sirup 3 x cth
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
X. FOLLOW UP
23 Januari 2017
S: Demam (+), kejang (-), batuk (+), pilek (+)
O: Suhu : 37,70C
Nadi : 110 x/menit
Nafas : 24 x/menit
A: Kejang Demam Kompleks
Rhinofaringitis akut
P:
- IVFD D5 S 15 tpm
- Inj. Antrain 3 x 175 mg
- Inj. Cefotaxime 3 x 400 mg
- Ambroxol sirup 3 x cth
- Pamol supp. 150 mg
24 Januari 2017
S: Demam (-), kejang (-), batuk (+), pilek (+)
O: Suhu : 36,70C
Nadi : 102 x/menit
Nafas : 24 x/menit
A: Kejang Demam Kompleks
Rhinofaringitis akut
P:
- Cefixime 2 x 60 mg
- Puyer : Antocort 1/3 , Cetinal 3 (3x1 No. X)
- Ambroxol sirup 3 x cth
- Pamol supp. 150 mg
- Relafen syr 3 x cth I
- Dhavit syr 1 x cth I
25 Januari 2017
S: Demam (-), kejang (-), batuk (+), pilek (+)
O: Suhu : 37,20C
Nadi : 105 x/menit
Nafas : 22 x/menit
A: Kejang Demam Kompleks
Rhinofaringitis akut
P:
- Cefixime 2 x 60 mg
- Puyer : Antocort 1/3 , Cetinal 3 (3x1 No. X)
- Ambroxol sirup 3 x cth
- Pamol supp. 150 mg
- Relafen syr 3 x cth I
- Dhavit syr 1 x cth I
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu
badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (1) Kejang demam dapat
juga didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam tanpa bukti adanya infeksi
intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik, toksin atau endotoksin seperti
neurotoksin Shigella.(7) Kejang demam pertama kali pada anak biasanya dihubungkan
dengan suhu yang lebih dari 38C, usia anak kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi
SSP maupun ganguan metabolic sistemik akut.(3)
Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal
mulai demam(1). Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat
bersifat fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum
di mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik,
maupun tonik-klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat
berlangsung lebih dari 15 menit (1,8).
EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi
anak berusia 6 bulan-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang
(4)
. Kejang demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan
anak perempuan (1).
ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan
tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya
kejang (1). Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami
kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa
kecilnya (1).
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang
paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran
pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis (6).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297
anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang
akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %.
Selanjutnya adalah otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%) (1).
PATOFISIOLOGI (1,5)
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar
sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari
glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu
40oC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi
pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga
kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel
neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.
MANIFESTASI KLINIS
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua
sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan
kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Kontraksi dapat
berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak akan jatuh apabila sedang
(1)
dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya .Anak
dapat muntah atau menggigit lidahnya. Sebagian anak tidak bernapas dan dapat
menunjukkan gejala sianosis (1).
Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat.
Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang klonik),
maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan kesadarannya dan tidak
dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya (8).
KLASIFIKASI
DIAGNOSIS
1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan reflex patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningitis,
encephalitis)
TATALAKSANA (1,10)
KEJANG (+)
Ulangi luminal IM 10 mg/kg/BB. Dapat
diulangi lagi jarak 30 menit bila masih
kejang.
KEJANG (+)
Fenitoin bolus IV 20 mg/kgBB dalam 15
ml NaCl, berikan dalam 30 menit
(kecepatan 0.5-1 mg/kgBB/menit)
KEJANG (-)
Bila kejang berulang dalam 2 hari, berikan luminal 5 mg/kg/hari per oral sampai bebas
kejang 7 hari. Bila kejang berulang setelah bebas kejang 2 hari, ulangi pemberian
luminal dari awal.
DI RS
Cari akses vena
Periksa laboratorium (darah tepi, Na, Ca, Mg, Ureum, Kreatinin)
KEJANG (+)
Diazepam IV dosis 0.3-0.5 mg/kgBB
(kecepatan 0.5-1 mg/menit)
PROGNOSIS
Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita
kejang demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa
pengobatan dengan antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan (1).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83
penderita kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar dari 6
bulan-3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan rumatan, kejang
demam kambuh pada 27 penderita (1).
Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan
mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila
kejang demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini terjadi
dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 % dalam kurun
waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita yang mengalami
kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian terbesar penderita
kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 % kejang demam yang akan mengalami
lebih dari 3 kali kekambuhan (1,9).
Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun
kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan
kekambuhannya 28 % (1).
TIPE DEMAM
Berdasarkan pola kenaikan suhu tubuh, demam dapat dibagi menjadi:
1. Demam septik : suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi pada
malam hari, dan turun kembali (tidak mencapai normal)
pada pagi hari.
2. Demam hektik : suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat normal pada pagi
hari.
3. Demam remiten : suhu badan naik dan turun setiap hari, tapi tidak mencapai
suhu badan normal.
4. Demam intermiten : suhu badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam
dalam 1 hari.
5. Demam kontinyu : variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari 1
derajad.
6. Demam siklik : terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari, yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
PATOFISIOLOGI
Bila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam
darah, keduanya akan difagosit oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit
bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan
melepaskan zat interleukin 1 (IL-1) ke dalam cairan tubuh yang disebut pirogen leukosit
atau pirogen endogen. IL-1 saat mencapai hipotalamus, segera menimbulkan demam,
meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-10 menit.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Menurut MTBS, jika menghadapi anak dengan demam kita tidak boleh melupakan
kemungkinan penyakit prioritas berikut:
a. Campak/ measles/ rubeola yaitu penyakit virus akut yang disebabkan oleh
morbilivirus. Pikirkan juga DD campak yang lain seperti exantema subitum, rubella.
b. Malaria yaitu penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh spesies
plasmodium yang ditandai dengan panas tinggi bersifat intermitten, siklik, anemia,
dan hepatosplenomegali.
c. Demam Dengue yaitu demam akut yang disebabkan oleh virus dengue ditandai oleh
demam mendadak tinggi kontinyu, dengan atau tanpa manifestasi
perdarahan.Spektrum klinis dengue dapat dibagi menjadi Demam Dengue dan
Demam berdarah dengue. Setiap demam kurang dari 7 hari kemungkinan infeksi
dengue harus dipertimbangkan.
d. Masalah telinga: OMA/ OMC/ Mastoiditis
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis demam harus menghasilkan simpulan deskripsi demam:
1. Hari ke berapa.
2. Pola demam (remiten, intermiten, kontinyu) dan mengarahkan pada kecurigaan
penyebabnya.
3. Data anamnesis lain seperti:
Adakah nyeri, bengkak atau luka penyebab fokal.
Adakah gejala penyerta lain, umum (malaise, penurunan nafsu makan), maupun
spesifik (batuk, pilek, dan rash).
4. Kontak dengan penyakit infeksi mengarahkan kecurigaan kausa.
5. Baru mendapat imunisasi.
6. Masalah BAB, BAK, dan asupan cairan anak.
7. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh dan penentuan
derajad sakit berdasarkan obyektif dan subyektif seperti anak tidak tampak sakit/
tampak sakit/sakit berat atau toksik, kualitas tangis, reaksi terhadap orang tua,
tingkat kesadaran, warna kulit dan selaput lendir, derajad hidrasi dan interaksi.
8. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui kausa demam. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan adalah darah rutin, urin rutin, feses rutin, kultur darah, dan
foto thoraks.
TERAPI
Simtomatik
Bila pasien dirawat, rawat di ruangan yang ventilasi udaranya cukup dan sejuk. Bila
perlu berikan kompres hangat. Berika antipiretik parasetamol 10-15mg/kgBB dosis
terbagi atau asetilsalisilat dosis terbagi.
Kausatif
Pemberian antibiotika empirik klinis diberikan pada penderita yang rentan infeksi.
Antibiotik yang dapat diberikan adalah Amoksisilin 60-100mg/kgBB/hari atau
Ceftriaksone 50-75 mg/kgBB/hari. Dipilih antibiotika spektrum luas sampai
ditemukan bukti mikroorganisme penyebab yang definitif dari hasil kultur bahan
yang dicurigai sebagai sumber infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
2. Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics, 17th
edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2004. Page 1813- 1829.
3. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudolph Pediatrics. 20th Edition. Appleton &
Lange. 2002. Page 1994.
4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume 3,
edisi 15. Jakarta: EGC 2005. Page 2059- 2066.
5. Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview
6. W Hay, William. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19 th edition.
United States of America: McGrawHill. 2009. Page 697-698.
7. R Strange, Gary. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United States:
McGrawHill Companies. 2009. Page 46-47.
8. Anonym. Kejang Demam. Available at: http://kedokteran.ums.ac.id/kejang-
demam.html
9. Maharani. Kejang Demam pada Anak. Available at: http://dr-anak.com/kejang-
demam-pada-anak.html
1.
Hassan, Rupeno. Dr., Alatas, Hussein. Dr. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Bagian IKA-FKUI, Infomedika.
2.
Pusponegoro, Hardiono.D., dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi
1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3.
Nelson, Waldo.E.MD., dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3. Jakarta:
EGC.
4.
Guideline and Protocols Advisory Committee in Febrile Seizure. Sept 2010. Ministry of
Health. Columbia
5.
Ismael, Sofyan Prof.Dr.SpA(K)., dkk. 2005. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Konsensus Penanganan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
6.
Scwartz, M.William., dkk. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
7.
Guyton, Arthur.C, MD., Hall, John.E, Ph.D. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
9. Jakarta: EGC.
8.
Sutaryo, Dr, dr, SpA(K). 2005. Standar Pelayanan Medis RS. DR.Sardjito Edisi III Jilid
2.
Yogyakarta: Medika FK-UGM.
9.
Susyanto, M.Bambang Edi, dr, Sp(A). 2009. Study Guide, Panduan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
10.
Sutedjo, AY, SKM. 2008. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Edisi Revisi. Yogyakarta: Amara Books.
11.
National Collaborating Centre for Womens and Childrens Health. Feverish illnessin
childrenassessment and initial management in children younger than 5 years. Clinical
Guideline. May 2007. NHS by NICE