Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Disusun oleh :
dr. Ikrima Firda Maharani

Pembimbing :
dr.

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RSUD PANDAN ARANG
BOYOLALI
2017
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
RM No. : 13439660
Nama : An. HW
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Karanganyar RT.02/04 Musuk, Boyolali

II. IDENTITAS ORANG TUA


Ayah Ibu
Nama Tn. S Ny. R
Umur 32 thn 28 thn
Pekerjaan Wiraswasta Ibu rumah tangga
Agama Islam Islam
Perkawinan 1 1
Hubungan dengan orang tua : anak kandung

III. ANAMNESIS

Keluhan Utama :
Kejang

Keluhan tambahan :
Demam, batuk, pilek

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Pandan Arang
atas rujukan dari Puskesmas Musuk. Ibu pasien mengeluhkan anaknya kejang
sejak semalam sebelum masuk RS. Ibu pasien mengaku sebelum kejang pasien
mengalami demam tinggi. Demam terjadi sejak kurang lebih 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. 1 hari SMRS demam pasien bertambah tinggi dan dirasakan
terus menerus kemudian pasien kejang yang terjadi sebanyak 3 kali yaitu pada
jam 22.00, 01.00, dan 05.00.
Kejang berlangsung sekitar 10 menit. Saat kejang tangan pasien kanan
dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar
seperti orang menggigil, mata mendelik keatas, tidak keluar busa dari mulut
pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar. Anak telah dibawa
ke Puskesmas Musuk dipasang O2 3 l/menit, diberi diazepam rectal dan
paracetamol sirup. Beberapa saat setelah itu anak langsung sadar dan dirujuk ke
RSUD Pandan Arang Boyolali dengan keterangan kejang demam kompleks.
Pasien juga batuk dan pilek sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk RS.
Batuknya tidak berdahak. Batuknya jarang dan tidak menentu. Tidak ada sakit
telinga maupun cairan yang keluar dari telinga. Buang air besar dan air kecil
tidak ada keluhan. Makan dan minum pun masih cukup.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami kejang yang didahului demam pada umur 1 tahun
setengah dan pernah sakit campak waktu umur 1 tahun.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Peny. Jantung -
Cacingan - Diare - Peny. Ginjal -
Demam berdarah - Kejang 1.5 thn Peny. Darah -
demam
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili 1 thn Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Asma -

Riwayat Penyakit Keluarga


Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa kanak
kanaknya. Tidak ada riwayat alergi.
Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya kebidan, namun tidak setiap bulan.
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-),
BAK sakit (-), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).

Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah bersalin
Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir : 3200 gram
Panjang lahir : 48 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)

Kelainan bawaan :
(-)
Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.
Vaksin Umur (bulan)
0 1 2 4 6 9 18
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B

Riwayat tumbuh kembang:


Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor :
* Duduk : 8 bulan
* Berdiri : 9 bulan
* Berjalan : 13 bulan
* Berbicara : 12 bulan

Riwayat makanan :
ASI sejak lahir sampai umur 20 bulan
Frekuensi 4-6 kali perhari
Makan pisang sejak umur 4 bulan
Frekuensi 2 hari sekali
Makan nasi tim umur 6 bulan
Frekuensi 2 kali sehari

Kesimpulan : kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak pertama belum mempunyai saudara kandung, tinggal
bersama kedua orangtuanya. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal 23 Januari 2017
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tidak sesak
Kesadaran : kompos mentis
Frekwensi Nadi : 103 x/menit (reguler,kuat angkat)
Frekwensi Pernafasan : 24 x/menit (reguler)
Suhu tubuh : 37,7 C
Data Antropometri
Berat Badan : 15 kg
Tinggi Badan : tidak diketahui
Status gizi :
Kepala
Kepala : bulat, normocephali
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, simetris, refleks cahaya +/+, edem palpebra -/-
Telinga : Normotia, liang telinga dbn, serumen -/-, sekret -/-
Hidung : sekret -/-, deviasi septum(-), pernafasan cuping hidung(-)
Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
Gigi geligi : tidak ada kelainan
Lidah : tidak kotor
Tonsil : T2 T2, tenang : tenang, tidak hiperemis
Faring : hiperemis
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Toraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
Retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler
Ronki -/-, Wheezing -/-
Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali cepat,
limpa dan hepar tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
Kulit : ikterik (-), petechie (-)
Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-), Akral hangat,
sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium 23 Januari 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
14.230/uL
Leukosit
11,3 g/dL
Hb
0,1 % (L)
Eosinofil
Basofil 0,8 %
Neutrofil segmen 71,2 %
Neutrofil batang
Limfosit 15,9 % (L)
Monosit 12 % (H)
Hematokrit 33 %
Protein Plasma
Trombosit 272.000/uL
Eritrosit 3,78.106/uL
MCV 87,2 fL
MCH 29,9 pg
MCHC 34,3 g/dL
RDW 14,4 %

KIMIA
Elektrolit
Natrium 136 mmol/L
Kalium 5,1 mmol/L
Chloride 101 mmol/L

V. RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kejang yang terjadi
sebanyak 3 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit. Sebelum kejang pasien
mengalami demam tinggi sejak 2 hari SMRS. Saat kejang tangan pasien kanan
dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar
seperti orang menggigil. mata tidak mendelik keatas, tidak keluar busa dari mulut
pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang
pasien sadar tapi badannya menjadi lemes. Pasien telah dibawa ke Puskesmas
Musuk dipasang O2 3 l/menit, diberi diazepam rectal dan paracetamol sirup.
Beberapa saat setelah ditangani anak langsung sadar dan dirujuk ke RSUD
Pandan Arang Boyolali dengan keterangan kejang demam kompleks. Ini
merupakan serangan kejang yang kedua, serangan pertama waktu umur pasien 1
tahun setengah. 4 hari SMRS pasien batuk dan pilek.

VI. DIAGNOSA KERJA


Kejang demam kompleks
Rhinofaringitis akut

VII. DIAGNOSA BANDING


Meningitis
Ensefalitis

VIII. PENATALAKSANAAN
- Rawat Inap
- Diet biasa
- IVFD D5 S 15 tpm
- Inj. Antrain 3 x 150 mg
- Diazepam supp. p.r.n
- Ambroxol sirup 3 x cth

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

X. FOLLOW UP
23 Januari 2017
S: Demam (+), kejang (-), batuk (+), pilek (+)
O: Suhu : 37,70C
Nadi : 110 x/menit
Nafas : 24 x/menit
A: Kejang Demam Kompleks
Rhinofaringitis akut
P:
- IVFD D5 S 15 tpm
- Inj. Antrain 3 x 175 mg
- Inj. Cefotaxime 3 x 400 mg
- Ambroxol sirup 3 x cth
- Pamol supp. 150 mg

24 Januari 2017
S: Demam (-), kejang (-), batuk (+), pilek (+)
O: Suhu : 36,70C
Nadi : 102 x/menit
Nafas : 24 x/menit
A: Kejang Demam Kompleks
Rhinofaringitis akut
P:
- Cefixime 2 x 60 mg
- Puyer : Antocort 1/3 , Cetinal 3 (3x1 No. X)
- Ambroxol sirup 3 x cth
- Pamol supp. 150 mg
- Relafen syr 3 x cth I
- Dhavit syr 1 x cth I

25 Januari 2017
S: Demam (-), kejang (-), batuk (+), pilek (+)
O: Suhu : 37,20C
Nadi : 105 x/menit
Nafas : 22 x/menit
A: Kejang Demam Kompleks
Rhinofaringitis akut
P:
- Cefixime 2 x 60 mg
- Puyer : Antocort 1/3 , Cetinal 3 (3x1 No. X)
- Ambroxol sirup 3 x cth
- Pamol supp. 150 mg
- Relafen syr 3 x cth I
- Dhavit syr 1 x cth I
TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

DEFINISI

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu
badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (1) Kejang demam dapat
juga didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam tanpa bukti adanya infeksi
intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik, toksin atau endotoksin seperti
neurotoksin Shigella.(7) Kejang demam pertama kali pada anak biasanya dihubungkan
dengan suhu yang lebih dari 38C, usia anak kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi
SSP maupun ganguan metabolic sistemik akut.(3)

Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal
mulai demam(1). Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat
bersifat fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum
di mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik,
maupun tonik-klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat
berlangsung lebih dari 15 menit (1,8).

EPIDEMIOLOGI

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi
anak berusia 6 bulan-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang
(4)
. Kejang demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan
anak perempuan (1).

ETIOLOGI

Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan
tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya
kejang (1). Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami
kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa
kecilnya (1).
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang
paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran
pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis (6).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297
anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang
akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %.
Selanjutnya adalah otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%) (1).

PATOFISIOLOGI (1,5)

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar
sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari
glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak 20%.
Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi
lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke
seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan
menyebabkan terjadinya kejang.

Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu
40oC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi
pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga
kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel
neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.

MANIFESTASI KLINIS

Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua
sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan
kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Kontraksi dapat
berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak akan jatuh apabila sedang
(1)
dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya .Anak
dapat muntah atau menggigit lidahnya. Sebagian anak tidak bernapas dan dapat
menunjukkan gejala sianosis (1).

Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat.
Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang klonik),
maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan kesadarannya dan tidak
dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya (8).

KLASIFIKASI

Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone (1)

A. Kejang Demam Sederhana:


1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia saat kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun
5. Pemeriksaan EEG normal

B. Epilepsi yang Dicetuskan oleh Demam:


1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam yang pertama
3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam 1 tahun
4. Pemeriksaan EEG yang dibuat setelah anak tidak demam lagi hasilnya
abnormal
Sedangkan menurut Fukuyama kejang demam dibagi menjadi (1):

A. Kejang Demam Sederhana:


1. Riwayat penyakit keluarga penderita tidak ada yang mengidap epilepsi
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan-6 tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas
perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

B. Kejang Demam Kompleks


Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan sebagai kejang
demam kompleks
Sekitar 80-90 % dari keseluruhan kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana
(1)
.
Unit Keja Koordinasi Neurologi IDAI membuat klasifikasi kejang demam pada anak
menjadi :
1. Kejang demam sederhana
- Kejang berlangsung singkat < 15 menit
- Kejang umum tonik dan atau klonik
- Akan berhenti sendiri
- Tanpa gangguan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks
- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial 1 sisi (kejang umum didahului kejang
parsial)
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

DIAGNOSIS

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan


penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan
saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan elektrolit, dan
adanya lesi struktural pada sistem saraf misalnya epilepsy(4). Diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan
diagnosis ini.
Anamnesis (5)

1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningitis


encephalitis)
2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau
naik turun)
4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas,
otitis media, gastroenteritis)
5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
6. Sifat kejang (fokal atau umum)
7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
10. Trauma

Pemeriksaan Fisik (5)

1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan reflex patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningitis,
encephalitis)

Pemeriksaan Penunjang (5,6)

1. Pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk menyingkirkan


gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada
anamnesis ditemukan riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan gejala
dehidrasi.
2. Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan diagnosis
meningitis encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan, memiliki
tanda rangsang meningeal positif, dan masih mengalami kejang beberapa hari
setelah demam
3. CT Scan cranium pada umumnya tidak diperlukan pada kejang demam sederhana
yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan pada pasien yang
mengalami kejang demam kompleks untuk menentukan jenis kelainan struktural
berupa kompleks tunggal atau multipel.
4. EEG pada kejang demam tidak dapat mengindentifikasi kelainan yang spesifik
maupun memprediksikan terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat
dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.

TATALAKSANA (1,10)

A. Antipiretik dan Antibiotik


Antipiretik diberikan sebagai pengobatan simptomatis terhadap demam. Dapat
diberikan paracetamol dengan dosis untuk anak yang dianjurkan 10-15
mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam.
Antibiotik untuk mengatasi infeksi yang menjadi etiologi dasar demam yang terjadi.

B. Penanganan Kejang pada Neonatus


Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas.
Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:
KEJANG
30 menit Luminal IM 20 mg/kg/BB dalam 5 menit

KEJANG (+)
Ulangi luminal IM 10 mg/kg/BB. Dapat
diulangi lagi jarak 30 menit bila masih
kejang.
KEJANG (+)
Fenitoin bolus IV 20 mg/kgBB dalam 15
ml NaCl, berikan dalam 30 menit
(kecepatan 0.5-1 mg/kgBB/menit)
KEJANG (-)

Bila kejang berulang dalam 2 hari, berikan luminal 5 mg/kg/hari per oral sampai bebas
kejang 7 hari. Bila kejang berulang setelah bebas kejang 2 hari, ulangi pemberian
luminal dari awal.

C. Penanganan Kejang pada Anak


Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas.
Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:
KEJANG
5 menit Diazepam rectal 0.5 mg/kgBB atau:
Berat badan 10 kg: 5 mg
Berat badan > 10 kg: 10 mg
KEJANG (+)
Ulangi diazepam rektal seperti sebelumnya.

DI RS
Cari akses vena
Periksa laboratorium (darah tepi, Na, Ca, Mg, Ureum, Kreatinin)

KEJANG (+)
Diazepam IV dosis 0.3-0.5 mg/kgBB
(kecepatan 0.5-1 mg/menit)

KEJANG (-) KEJANG (+)


Berikan terapi rumatan bila Fenitoin bolus IV 10-20
mg/kgBB (dengan kecepatan
penyebab kejang diperkirakan
0.5-1 mg/menit)
infeksi intrakranial. Berikan
fenobarbital 8-10 mg/kgBB/hari,
dibagi 2 dosis. Selama 2 hari KEJANG (-)
KEJANG (+)
selanjutnya 4-5 mg/kgBB/hari Transfer ke ICU Rumatan fenitoin IV 5-7
mg/kgBB/hari 12 jam
sampai resiko kejang tidak ada. kemudian

Koreksi Hipokalemia (FCCS)


Kadar K Koreksi
3-3,5 mEq/L KCL per oral 75 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (1-3mEq.kg.hari) atau
0,25 mEq/kg IV KCL dalam 1 jam
2,5-3 mEq/L 0,5 mEq/kg IV KCL dalam 2 jam (rogers: dalam 1 jam)
<2,5 mEq/L 0,75 mg/kg IV KCL dalam 3 jam

PROGNOSIS
Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita
kejang demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa
pengobatan dengan antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan (1).

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83
penderita kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar dari 6
bulan-3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan rumatan, kejang
demam kambuh pada 27 penderita (1).

Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan
mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila
kejang demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini terjadi
dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 % dalam kurun
waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita yang mengalami
kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian terbesar penderita
kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 % kejang demam yang akan mengalami
lebih dari 3 kali kekambuhan (1,9).

Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun
kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan
kekambuhannya 28 % (1).

Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak


yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan
dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang demam
kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan
demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis maupun keterlambatan
pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa
mereka (1).
DEMAM
DEFINISI
Demam adalah suhu oral atau membran timpani lebih atau sama dengan 38,3 oC dalam 1
kali pengukuran, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau bahan-bahan
toksik yang dapat mempengaruhi pusat pengaturan temperatur.

TIPE DEMAM
Berdasarkan pola kenaikan suhu tubuh, demam dapat dibagi menjadi:
1. Demam septik : suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi pada
malam hari, dan turun kembali (tidak mencapai normal)
pada pagi hari.
2. Demam hektik : suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat normal pada pagi
hari.
3. Demam remiten : suhu badan naik dan turun setiap hari, tapi tidak mencapai
suhu badan normal.
4. Demam intermiten : suhu badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam
dalam 1 hari.
5. Demam kontinyu : variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari 1
derajad.
6. Demam siklik : terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari, yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

PATOFISIOLOGI
Bila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam
darah, keduanya akan difagosit oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit
bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan
melepaskan zat interleukin 1 (IL-1) ke dalam cairan tubuh yang disebut pirogen leukosit
atau pirogen endogen. IL-1 saat mencapai hipotalamus, segera menimbulkan demam,
meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-10 menit.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Menurut MTBS, jika menghadapi anak dengan demam kita tidak boleh melupakan
kemungkinan penyakit prioritas berikut:
a. Campak/ measles/ rubeola yaitu penyakit virus akut yang disebabkan oleh
morbilivirus. Pikirkan juga DD campak yang lain seperti exantema subitum, rubella.
b. Malaria yaitu penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh spesies
plasmodium yang ditandai dengan panas tinggi bersifat intermitten, siklik, anemia,
dan hepatosplenomegali.
c. Demam Dengue yaitu demam akut yang disebabkan oleh virus dengue ditandai oleh
demam mendadak tinggi kontinyu, dengan atau tanpa manifestasi
perdarahan.Spektrum klinis dengue dapat dibagi menjadi Demam Dengue dan
Demam berdarah dengue. Setiap demam kurang dari 7 hari kemungkinan infeksi
dengue harus dipertimbangkan.
d. Masalah telinga: OMA/ OMC/ Mastoiditis

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis demam harus menghasilkan simpulan deskripsi demam:
1. Hari ke berapa.
2. Pola demam (remiten, intermiten, kontinyu) dan mengarahkan pada kecurigaan
penyebabnya.
3. Data anamnesis lain seperti:
Adakah nyeri, bengkak atau luka penyebab fokal.
Adakah gejala penyerta lain, umum (malaise, penurunan nafsu makan), maupun
spesifik (batuk, pilek, dan rash).
4. Kontak dengan penyakit infeksi mengarahkan kecurigaan kausa.
5. Baru mendapat imunisasi.
6. Masalah BAB, BAK, dan asupan cairan anak.
7. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh dan penentuan
derajad sakit berdasarkan obyektif dan subyektif seperti anak tidak tampak sakit/
tampak sakit/sakit berat atau toksik, kualitas tangis, reaksi terhadap orang tua,
tingkat kesadaran, warna kulit dan selaput lendir, derajad hidrasi dan interaksi.
8. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui kausa demam. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan adalah darah rutin, urin rutin, feses rutin, kultur darah, dan
foto thoraks.

TERAPI
Simtomatik
Bila pasien dirawat, rawat di ruangan yang ventilasi udaranya cukup dan sejuk. Bila
perlu berikan kompres hangat. Berika antipiretik parasetamol 10-15mg/kgBB dosis
terbagi atau asetilsalisilat dosis terbagi.
Kausatif
Pemberian antibiotika empirik klinis diberikan pada penderita yang rentan infeksi.
Antibiotik yang dapat diberikan adalah Amoksisilin 60-100mg/kgBB/hari atau
Ceftriaksone 50-75 mg/kgBB/hari. Dipilih antibiotika spektrum luas sampai
ditemukan bukti mikroorganisme penyebab yang definitif dari hasil kultur bahan
yang dicurigai sebagai sumber infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
2. Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics, 17th
edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2004. Page 1813- 1829.
3. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudolph Pediatrics. 20th Edition. Appleton &
Lange. 2002. Page 1994.
4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume 3,
edisi 15. Jakarta: EGC 2005. Page 2059- 2066.
5. Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview
6. W Hay, William. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19 th edition.
United States of America: McGrawHill. 2009. Page 697-698.
7. R Strange, Gary. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United States:
McGrawHill Companies. 2009. Page 46-47.
8. Anonym. Kejang Demam. Available at: http://kedokteran.ums.ac.id/kejang-
demam.html
9. Maharani. Kejang Demam pada Anak. Available at: http://dr-anak.com/kejang-
demam-pada-anak.html
1.
Hassan, Rupeno. Dr., Alatas, Hussein. Dr. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Bagian IKA-FKUI, Infomedika.
2.
Pusponegoro, Hardiono.D., dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi
1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3.
Nelson, Waldo.E.MD., dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3. Jakarta:
EGC.
4.
Guideline and Protocols Advisory Committee in Febrile Seizure. Sept 2010. Ministry of
Health. Columbia
5.
Ismael, Sofyan Prof.Dr.SpA(K)., dkk. 2005. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Konsensus Penanganan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
6.
Scwartz, M.William., dkk. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
7.
Guyton, Arthur.C, MD., Hall, John.E, Ph.D. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
9. Jakarta: EGC.
8.
Sutaryo, Dr, dr, SpA(K). 2005. Standar Pelayanan Medis RS. DR.Sardjito Edisi III Jilid
2.
Yogyakarta: Medika FK-UGM.
9.
Susyanto, M.Bambang Edi, dr, Sp(A). 2009. Study Guide, Panduan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
10.
Sutedjo, AY, SKM. 2008. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Edisi Revisi. Yogyakarta: Amara Books.

11.
National Collaborating Centre for Womens and Childrens Health. Feverish illnessin
childrenassessment and initial management in children younger than 5 years. Clinical
Guideline. May 2007. NHS by NICE

Anda mungkin juga menyukai