Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

DEMAM TIFOID (A01.0)

Disusun Oleh
ALVIN PRATAMA JAUHARIE
NIM. I11111063

Pembimbing:
dr. Hilmi K. Riskawa, Sp. A, M. Kes

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RS KARTIKA HUSADA
KUBU RAYA
2017
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul :

Demam Tifoid (A01.0)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan kegiatan


Kepaniteraan Klinik Madya Ilmu Kesehatan Anak

Pontianak, 18 April 2017


Pembimbing, Penyusun,

dr. Hilmi K. Riskawa, Sp.A., M.Kes Alvin Pratama Jauharie


NIM. I11111063
LAPORAN KASUS
OLEH : ALVIN PRATAMA JAUHARIE
PEMBIMBING : DR. HILMI KURNIAWAN RISKAWA, Sp.A, M.Kes
TANGGAL / HARI :

DEMAM TIFOID (A01.0)

A Identitas
A, anak laki-laki berusia 12 tahun, nomor Rekam Medik (RM) 049562,
dirawat di Ruang Dahlia RS Kartika Husada selama 3 hari dari tanggal 17
Februari 2017 sampai tanggal 19 Februari 2017.

B Anamnesis (anamnesis secara alloanamnesis (orang tua pasien) dan


autoanamnesis tanggal 17 Juli 2016, perawatan hari ke-1, hari sakit ke-5)
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum sasuk
rumah sakit (SMRS). Demam dirasakan hilang timbul, demam turun dengan
pemberian obat paracetamol namun pasien kembali demam, dan paling tinggi
saat sore dan malam hari, demam memberat sejak 2 hari sebelum masuk RS.
Demam disertai berkeringat namun tidak disertai keluhan menggigil. Keluhan
demam disertai keluhan muntah, mual, batuk, dan BAB cair, nyeri kepala dan
nafsu makan dan minum menurun. Muntah sejak 4 hari yang lalu yang
diawali keluhan demam terlebih dulu. Muntah sebanyak 2-3x per hari,
muntah isi makanan dan air, volume tiap muntah sedang kurang lebih
setengah aqua gelas, keluhan muntah juga disertai mual dan timbul setiap
pasien mau makan, hari ini pasien muntah sebanyak 2x, terakhir muntah
pukul 05.00, muntah berisis makanan dan air, linder dan darah disangkal
pasien. Batuk yang dialami pasien tidak berdahak dan timbul sesekali,
keluhan pilek disangkal pasien. Pasien BAB cair 2 hari lalu sebanyak satu
kali, BAB air disertai ampas, air lebih banyak dari ampas, ampas berwarna
kuning, lendir dan darah pada BAB disangkal pasien. Keluhan nafas cepat,
sesak nafas, nyeri menelan, nyeri telinga, nyeri berkemih maupun penurunan
kesadaran disangkal pasien. Nafsu makan dan minum pasien menurun sejak
makan.
Menurut keterangan orangtua pasien keluhan demam pasien muncul
pertama kali 4 hari lalu saat sore hari setelah pulang dari sekolah, orangtua
pasien memberikan parasetamol dan demam pasien hilang namum keesokan
hari timbul terutama saat sore dan malam hari. Beberapa hari sebelum sakit
pola makan pasien seperti biasa, yaitu mengkonsumsi masakan rumah, pasien
suka jajan dan minum es di sekolah. Setelah 4 hari demam tidak hilang pasien
dibawa ke UGD RS Kartika Husada dan disarankan untuk dirawat.
Pasien memiliki riwayat sakit demam berdarah 2 tahun lalu dan di rawat
inap di RS Kartika Husada. Riwayat gatal-gatal, tubuh kemerahan dan
bengkak setelah minum obat atau makan sesuatu disangkal. Riwayat sesak
napas disertai bunyi saat bernapas disangkal, riwayat batuk lama pada pasien
disangkal. Tidak ada anggota keluarga pasien yang keluhan yang sama seperti
yang dialami pasien saat ini. Riwayat sesak napas disertai bunyi saat bernapas
maupun riwayat gatal-gatal, tubuh kemerahan dan bengkak setelah minum
obat atau makan sesuatu, riwayat menderita batuk lama atau berobat 6 bulan
tidak ada pada keluarga pasien.
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, hamil cukup
bulan dengan persalinan spontan ditolong oleh bidan di RS. Keadaan saat
lahir langsung menangis, warna kemerahan, gerak aktif. Selama hamil, orang
tua pasien sehat dan tidak pernah mendapat pengobatan. Adik pasien sehat
dan tidak ada riwayat kematian pada saudara pasien. Pasien mendapatkan
imunisasi lengkap dari Puskesmas.
Pasien mulai diberikan makanan tambahan pada usia 4 bulan berupa
bubur saring. Asupan makanan untuk pasien saat ini sudah berupa makanan
rumahan dengan sayur dan buah, nafsu makan pasien baik. Berat badan
pasien selalu naik setiap bulannnya. Pada usia 1 tahun pasien sudah bisa
belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi, dapat berjalan
dengan dituntun, menggenggam erat pensil, menyebut 2-3 suku kata yang
sama tanpa arti dan senang diajak bermain ciluk ba. Pada usia 18 bulan,
pasien sudah bisa berdiri sendiri tanpa berpegangan, membantu memungut
mainan, menunjuk sendiri apa yang diinginkan, memanggil ayah dengan kata
papa dan memanggil ibu dengan kata mama. Usia 2 tahun pasien sudah bisa
menendang bola, bermain balok dan menyusunnya, memakai dan melepaskan
pakaian serta menggosok gigi sendiri. Usia 3 tahun pasien mulai bermain
sepeda roda tiga, menggambar dengan pinsil warna membentuk garis,
lingkaran serta bisa menyebutkan warnanya, pasien juga bisa menyebut nama
teman mainnya. Usia 5 tahun pasien sudah bisa menghitung mainannya
walau masih terbatas, pasien makan dan mengambil makanan sendiri. Saat ini
pasien duduk di kelas 6 SD, pasien masuk sekolah pada usia 6 tahun dan
selalu naik kelas,
Pasien tinggal serumah dengan orang tuanya. Pasien dibesarkan
dengan kasih sayang yang cukup. Ayah dan Ibu pasien bekerja sebagai PNS.
Ekonomi keluarga dirasakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari.

C Pemeriksaan fisik (tanggal 17 Februari 2107, hari rawat ke-1 hari sakit ke-5)
1 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2 Kesadaran : Kompos mentis
3 Antropometri
- Berat badan : 69 kg
- Panjang badan : 163 cm
- Status Gizi (WHO) :
Berat Badan/Umur : >3 SD
Tinggi Badan/Umur : >3SD
BMI/umur : >3 SD
Status gizi : Obesitas
4 Status Generalis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 88 kali/menit, reguler, teraba kuat
- Napas : 22 kali/menit, irama teratur, tipe abdominotorakal
- Suhu : 38,2 C

Status Generalis:
- Kepala : Normosefali
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema
palpebra (-/-)
- Telinga : Tidak ada sekret, aurikula tidak hiperemis, membran
timpani intak
- Hidung : Tidak ada sekret, mukosa hidung tidak hiperemi (-)
- Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah, lidah kotor (+)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-/-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Paru
a Inspeksi : Bentuk dan gerak dada simetris
b Palpasi : Fremitus taktil paru kanan dan kiri sama
c Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler di paru kanan dan kiri,
tidak ada wheezing, tidak ada ronki
- Jantung : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada
murmur, tidak ada gallop.
- Abdomen
a Inspeksi : Tampak datar, soepel, tidak tampak massa
b Auskultasi: Bising usus dalam batas normal
c Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
d Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan a/r
epigastrium, hipokondrium dextra, umbilicus. Tidak ada
asites.
- Anus dan genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time (CRT) < 2
detik, tidak sianosis, tidak edema, tidak ada ruam
- Kulit : Turgor kulit baik

D Pemeriksaan Penunjang
- Leukosit : 9.900/mm3 (Normal : 4.000-10.500 /mm3 )
- Eritrosit : 4,82 juta/mm3(Normal : 3.50-5.50 juta/mm3)
- Hemoglobin : 13,1 g/dl (Normal : 12,5-16,1 g/dl)
- Hematokrit : 37,5% (Normal : 36-47%)
- Trombosit : 230.000/mm3 Normal : 150.000-400.000/mm3 )
- Mean Corpuscular Hemoglobin : 27,2 pg (Normal : 25-35 pg)
- Mean Corpuscular Volume : 77,6 fl (Normal : 75-100 fl)
- % Limfosit : 18,8% (Normal : 15-50%)
- % Granulosit : 73,9% (Normal : 35-80%)
- GDS : 110 mg/dl (Normal : < 200 mg/dl)
- Widal : Salmonella typhi H (1/100)
Salmonella typhi O (-)

E Diagnosis Banding
1 Demam Tifoid
2 Dengue Fever
3 Infeksi Saluran Kemih
+ obesitas
4 Malaria
5 Influenza

F Diagnosis Kerja
Demam Tifoid + Obesitas
G Tatalaksana
- Tirah baring
- Intra Venous Fluid Drop (IVFD) Ringer Laktat 20 tetes per menit makro
- Inj. Cefotaxim 3x,1,5 gr IV
- Inj Ranitidin 2x50 mg IV
- Inj. Ondancetron 3x6 mg IV
- Inj. Dexametason 3x ampul IV
- PO. Paracetamol tab 3x500 mg
H Saran Usulan Pemeriksaan Penunjang
- Darah lengkap
- Kultur darah
- Tes tubex
- Urinalisis
- Kultur urin
- Rapid test Malaria
- Apusan darah tepi

I Pemantauan
a 18 Februari 2017 (Hari rawat ke 2, hari sakit ke 4)
S: Demam (-) dengan pemberian paracetamol, terakhir demam pukul 00.00.
Mual (-) , muntah (-), nyeri kepala (+) berkurang, batuk (+), pilek (-),nyeri
perut (+), mimisan (+) 1x, makan dan minum banyak, BAB belum ada 2
hari, buang angin (+), BAK tidak ada keluhan

O a Tanda Vital:
: - KU : sakit sedang, tampak lemah
-TD : 120/80 mmHg, RR : 20 x / menit, HR : 82 x / menit, T : 36,70 C
- BB : 69 kg
b Status Generalis
- Abd : cembung, BU(+) normal, soefel, timpani, nyeri tekan a/r
epigastrium, hipokondrium kanan dan kiri, iliaca kiri, hepar dan lien
tak teraba
Pemeriksaan laboratorium:
Darah lengkap
- Leukosit : 8.700/mm3 (Normal : 4.000-12.000 /mm3 )
- Eritrosit : 5,04 juta/mm (Normal : 3.50-5.50 juta/mm3)
3

- Hemoglobin : 13,6 g/dl (Normal : 11,5-14,5 g/dl)


- Hematokrit : 39,3% (Normal : 33-43%)
- Trombosit : 263.000/mm (Normal : 150.000-400.000/mm3 )
3

- % Limfosit : 17,8% (Normal : 15-50%)


- % Granulosit : 79,4% (Normal : 35-80%)
Urinalisa
Makroskopik
- Warna : Kuning tua
- Kejernihan : agak keruh
- Berat jenis : 1.015
- pH : 5.0
- leukosit : -
- Nitrit : -
- Protein : -
- Glukosa : -
- Keton : -
- Urobilinogen : -
- Bilirubin : -
- Blood : +

Mikroskopik
- Eritrosit : (1-2)
- Leukosit : (0-1)
- Epitel granular : (2-6)
- Silinder : -
- Kristal : -
- Lain-lain : -

A Demam tifoid + obesity


:
P: Terapi lanjut

b 19 Februari 2017 (Hari rawat ke 3, hari sakit ke 6)


S: Keluhan demam (-) bebas demam 36 jam dengan pemberian paracetamol, mual
(-), muntah (-), nyeri kepala (-), pusing (+) berkurang, nyeri perut (+)
berkurang, batuk (-) sesekali, pilek (-), mimisan (-), makan dan minum banyak,
BAB dan BAK tidak ada keluhan

O a Tanda Vital:
: - KU : Tampak sakit ringan
-TD : 110/70 mmHg, RR : 22 x / menit, HR : 90 x / menit, T : 36,40 C
- BB : 69 kg

b Status Generalis
Abd : cembung, BU(+) normal, soefel, timpani, nyeri tekan a/r epigastrium,
hipokondrium kanan dan kiri, iliaca kiri. Hepar dan lien tak teraba

A Demam tifoid + obesity


:
P: Pasien boleh pulang
Terapi pulang :
- Ciprofloxacin tab 2x1 PO
- Sanmaag syrup 3x1 Cth PO
- Ranitidin tablet 2x150 mg PO
- Paracetamol tablet 3x500 mg PO

J Prognosis
Ad Vitam : ad Bonam
Ad Functionam : ad Bonam
Ad Sanactionam : dubia ad Bonam

K Diagnosis akhir
Demam Tifoid + obesitas

L Ringkasan
D, anak laki-laki berusia 12 tahun, nomor Rekam Medik (RM) 049562,
dirawat di Ruang Dahlia RS Kartika Husada selama 3 hari dari tanggal 17
Februari 2017 sampai tanggal 19 Februari 2017.
Pasien mengalami demam sejak 4 hari lalu, demam dirasakan hilang
timbul, demam turun dengan pemberian obat paracetamol namun pasien
kembali demam, dan paling tinggi saat sore dan malam hari, demam
memberat sejak 2 hari sebelum masuk RS. Keluhan demam disertai keluhan
muntah, mual, batuk, dan BAB cair, nyeri kepala dan nafsu makan dan
minum menurun. Muntah sejak 4 hari yang lalu yang diawali keluhan demam
terlebih dulu. Muntah sebanyak 2-3x per hari, muntah isi makanan dan air,
volume tiap muntah sedang kurang lebih setengah aqua gelas, keluhan
muntah juga disertai mual dan timbul setiap pasien mau makan, nafsu makan
pasien menurun dan setiap makan tidak habis 1 piring. Batuk yang dialami
pasien tidak berdahak dan timbul sesekali, keluhan pilek disangkal pasien.
Pasien BAB cair 2 hari lalu sebanyak satu kali, BAB air disertai ampas, air
lebih banyak dari ampas, ampas berwarna kuning, lendir dan darah pada BAB
disangkal pasien. Keluhan nafas cepat, sesak nafas, nyeri menelan, nyeri
telinga, nyeri berkemih maupun penurunan kesadaran disangkal pasien. Nafsu
makan dan minum pasien menurun sejak makan. Pola makan pasien seperti
biasa, yaitu mengkonsumsi masakan rumah, pasien suka jajan dan minum es
di sekolah.
Pasien memiliki riwayat sakit demam berdarah 2 tahun lalu dan di rawat
inap di RS Kartika Husada. Riwayat alergi dan riwayat asma disangkal
pasien. Tidak ada anggota keluarga pasien yang keluhan yang sama seperti
yang dialami pasien saat ini. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit
sedang dan tampak lemah, didapatkan nyeri tekan pada abdomen pada region
epigastrium, hipokondrium kanan dan kiri. Pada pemeriksaan widal di
didapatkan titer H positif (1/100). Selama dirawat di RS, pasien mendapat
terapi rehidrasi dengan infus Ringer Laktat, terapi antibiotik cefotaxime, serta
ranitidin, ondansetron, dan paracetamol. Terapi pulang pasien mendapatkan
antibiotik ciprofloxacin, paracetamol, ranitidine, dan sirup sanmaag.

M Pembahasan
Permasalahan pada pasien ini adalah penegakkan diagnosis, tatalaksana, dan
prognosis. Demam Tifoid atau tifus abdominalis atau demam enterik atau enteric
fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan
kesadaran.1 Demam typhoid merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di daerah padat penduduk, sanitasi buruk dan angka urbanisasi yang
tinggi. Penularan demam typhoid di dapat melalui konsumsi makanan atau
minuman yang sudah terkontaminasi dengan feses atau urin seseorang yang sudah
terinfeksi oleh Salmonella enterica serotype typhi.2 Diagnosis pasti demam tifoid
dapat ditegakkan apabila ditemukan kuman dalam darah, sumsum tulang, ginjal,
atau air kemih.3 Dalam praktik sehari-hari pemeriksaan kultur darah, sumsum
tulang, ginjal maupun air kemih jarang dilakukan, menurut beberapa sumber
diagnosis demam tifoid dapat juga ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa
dan pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, lidah tifoid,
meteorismus, dan hepatomegali serta roseola. Diagnosis ini disokong oleh hasil
pemeriksaan serologis, yaitu titer Widal O positif dengan kenaikan titer 4 kali atau
pemeriksaan bakteriologis didapatkan adanya kuman Salmonella typhi pada
biakan darah.4,5,6 Anamnesa perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan
gejala klinis yang terjadi seperti onset demam, ada tidaknya gejala gangguan
sistem gastrointestinal. Pada anamnesis demam tifoid dapat ditemukan keluhan
utama berupa demam yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang tidak berhasil
diobati dengan antiperitika. Keluhan disertai malaise, anoreksia, mialgia, sakit
kepala, sakit daerah abdomen (anak biasanya tidak dapat menunjukkan daerah
yang paling sakit/rasa tidak nyaman difus), keluhan meningkat padaminggu kedua
Demam sampai hr ke-4 bersifat remiten, dengan pola seperti anak tangga (step
ladder), sesudah hr ke-5 atau paling lambat akhir minggu pertama pola demam
berbentuk kontinu. Diare dapat ditemukan pada hari-hari pertama sakit,
selanjutnya terjadi konstipasi.7 Pada alloanamnesis dan autoanamnesis An. Dimas
tanggal 17 Februari 2017, didapatkan keluhan demam sejak 4 hari SMRS,
demam hilang timbul terutama timbul pada malam hari, demam naik perlahan
dan demam memberat sejak 2 hari sebelum masuk RS. Pasien juga mengeluh
nyeri pada perut dan nyeri kepala. Keluhan tersebut dapat mengarah kepada
diagnosis demam tifoid, namun untuk memastikan diagnosis, perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang.
Untuk memastikan diagnosis demam tifoid, diperlukan pemeriksaan darah
tepi, dimana ditemukan gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan
aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan
trombositopenia ringan. Dapat pula dilakukan pemeriksaan sumsum tulang untuk
menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan rutin yang
sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan
adanya sel makrofog. Sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan
trombopoesis berkurang. Sedangkan pemeriksaan biakan empedu untuk
menemukan Salmonella typhosa dan pemeriksaan Widal ialah pemeriksaan yang
dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti. Kedua
pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu
berikutnya.8 Pada An. Dimas, tidak dilakukan pemeriksaan apusan darah tepi,
sumsum tulang, maupun biakan empedu, hanya dilakukan pemeriksaan Widal,
yang menunjukkan hasil positif (+) 1/100 baik pada titer H, sedangkan titer O (-).
Untuk pemeriksaan widal dapat dilakukan walaupun bukan pemeriksaan untuk
diagnosis pasti demam tifoid karena dalam pelaksanaannya pemeriksaan widal
memiliki keuntungan, keuntungan tes Widal adalah tes ini mudah dilakukan oleh
dokter dan merupakan tes yang sangat membantu dokter dalam mendiagnosis
demam. typhoid di negara berkembang kususnya di daerah atau rumah sakit yang
tidak memiliki fasilitas bakteriologik yang memadai.9 Walaupun berdasarkan
penelitan yang dilakukan oleh Rachman, 2011 di RSup Kariadi Semarang bahwa
pemeriksaan widal memiliki sensitifitas yang tinggi karena Indonesia merupakan
daerah endemis namun memiliki spesifitas yang rendah. Dari hasil penelitian
didapatkan akurasi tes serologi widal untuk titer O = 36% dan titer H=44%. 10 Pada
pasien ini dilakukan diagnosis kerja demam tifoid dan dilakukan pemeriksaan
penunjang lain berupa darah lengkap ulang dan urinalisa untuk mencari
kemungkian lain penyebab infeksi. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat
membantu menegakkan diagnosis adalah tes tubex tes tubex merupakan tes
aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2
menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan
sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang
benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini
sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya
antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.11
Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid antara lain
komplikasi intestinal dan ekstra-intestinal. Adapun komplikasi
intestinal yaitu perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik,
dan pankreatitis. Pada perdarahan intestinal terjadi infeksi pada plak
peyeri usus (terutama ileum terminalis) dan dapat terbentuk tukak / luka
berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus
lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya
bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. 1 2 , 1 3
Perforasi usus terjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang dirawat.
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama. Komplikasi ekstra-intestinal antara lain miokarditis, hepatitis
tifosa dan tifoid toksik.12

Adapun penatalaksanaan demam tifoid dapat dibagi menjadi pengobatan


suportif dan medikamentosa, pengobatan suportif meliputi perawatan dengan
isolasi dan pemenuhan kebutuhan makanan dan cairan. Sedangkan untuk
medikamentosa, diberikan antibiotik dan kortikosteroid. Antibiotik yang dapat
diberikan pada anak dengan demam tifoid berdasarkan konsensus PETRI yaitu
Thiamphenikol, Ampisilin dan Amoksisilin, seftriakson, sefotaksim, sefiksim, dan
azitromisin. Pemberian antibiotik seftriakson terbukti efektif, seftriakson
deiberikan dengan dosis 1-4 gram/hari diberikan dalam frekuensi 1-2 kali secara
im/iv.7 Kortikosteroid hanya diberikan pada penderita dengan Ensefalopati atau
syok septik. Pada pasien didapatkan berupa antibiotik sefotaksim dan terapi
lainnya berupa ondansentron, ranitidine dan parasetamol untuk mengatasi gejala
pada demam tifoid. Upaya pencegahan demam tifoid dapat dilakukan dengan
memberikan penyuluhan atau edukasi mengenai kebersihan perorangan dan
sanitasi lingkungan7,8,
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat
kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya
penobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%,
rata-rata 5,7%. Prognosis pada kasus ini yaitu, quo ad vita : bonam, quo ad
functionam : dubia ad bonam, quo ad sanationam : dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1 Hasan R. et al., Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta:Bagian Ilmu


Kesehatan Anak FK UI. 1985; 283-311
2 Utah Departement Of Health Office Of Epidemiology. Thypoid Fever
Information. 2005. p. 1225-27
3 Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta:Media
Aesculapius FK UI. 2000; 432-3
4 Sumarno, Nathin MA, Ismael S. Tumbelaka WAFJ. Masalah Demam
Tifoid pada Anak. Medika 1980; 20.
5 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Tifus abdominalis. Dalam: Hasan R, Alatas H, Latief A, et al,
penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid 2. Jakarta: Infomedika.
1985. h. 593-598.
6 Jonggu MCH. Demam Tifoid dengan Renjatan Septik. MKUH volume 7.
1986: 16-18.
7 PETRI INDONESIA. Penatalaksanaan Demam Tifoid Diperuntukkan
Bagi Dokter Umum dan Dokter Spesialis. Konas PETRI Bali 2010.
8 Wahab AS et al. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II Edisi 15.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996; 977-980
9 Mulyawan Sylvia, Surjawidjaja Julius. Tinjauan Ulang Peranan Uji Widal
Sebagai Alat Diagnostik Penyakit Demam Typhoid Di Rumah Sakit.
Jakarta :2004. p. 14-6Sumarmo et al., Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis, Edisi Kedua, Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008; 338-346
10 Rachman, A. Fatmawati. Uji Diagnostik Tes Serologi Widal Dibandingkan
Dengan Kultur Darah Sebagai Baku Emas Untuk Diagnosis Demam Tifoid Pada
Anak Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponogoro : Semarang. 2011
11 Frankie, et al. The TUBEX test detects not only typhoid-specific
antibodies but also soluble antigens and whole bacteria. Journal of
Medical Microbiology (2008), 57, 316323
12 Widodo, Djoko. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
FKUI Jilid III. 2006. Jakarta : IPD FKUI
13 Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. 2000.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Anda mungkin juga menyukai