PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
2
pernah berobat ke RSUD Kota Mataram, namun keluhan yang dirasakan
tidak membaik.
Pasien tidak mengeluhkan nafsu makan berkurang dan tidak
mengalami penurunan berat badan dalam beberapa bulan terakhir ini.
Dimana pasien makan sebanyak 3 kali sehari dengan menu makanan :
nasi, sayur dan tempe yang direbus. Keluhan lain seperti : mual dan
muntah (-), nyeri ulu hati (-), pusing dan nyeri kepala (-), buang air kecil
normal dengan frekuensi 3-4 kali/hari, warna kuning, jernih, darah (-)
. Buang air besar dalam batas normal dengan frekuensi 1 –2 kali/hari,
padat berwarna kuning tanpa lendir maupun darah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum mengalami batuk darah sebelumnnya.
Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien dengan keluhan batuk darah.
Tidak ada keluarga pasien yang menderita batuk lama.
Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-), TBC (-).
e. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah berobat ke RSUD Kota Mataram sebanyak 4 kali.
Pasien pertama kali mengkonsumsi OAT sejak tanggal 23–07– 2022.
4
Keluarga pasien memakai jamban jongkok. Lantai berupa semen dan
cukup kotor, dinding jamban terbuat dari semen.
Tanda-tanda Vital:
SpO2 : 98%
Status Generalis
Kepala - Normocephali
6
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax AP
Hasil Pemeriksaan :
Kesan :
- Suggestive Pulmonary TB dd/ pneumonia dd/ pulmonary mass
- Suspect multiple cavitas pada zona bawah paru kanan
- Efusi pleura kanan
2.5 Diagnosis
Tuberkulosis Paru
2.6 Planning
Usulan Terapi
Medikamentosa
- Terapi OA
Non Medikamentosa
- Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien
dan penatalaksanaannya serta pencegahannya.
- Pasien dan keluarga di edukasi untuk rutin minum obat dan tidak putus
obat dikarenakan pengobatan sering sekali gagal akibat ketidak patuaan
pasien dalam meminum obat.
- Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke palayanan medis
terdekat.
2.7 Prognosis
Dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
10
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan
terus berjalan sampai ke alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai
saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara
membelah diri di paru yang mengakibatkan radang dalam paru. Saluran
limfe akan membawa kuman ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan
ini disebut kompleks primer. Waktu terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi
dapat dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman
yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).
Pada umumnya respon daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan
menjadi pasien tuberkulosis. Masa inkubasi mulai dari seseorang
terinfeksi sampai menjadi sakit, membutuhkan waktu sekitar 6 bulan
(Depkes RI, 2006).
3.5.2 Tuberkulosis pasca primer (post primary tuberculosis)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas
dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2006).
3.6 Diagnosis tuberkulosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologis.
3.6.1 Diagnosis klinis
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan
ada atau tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis
utama adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau
lebih. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah,
sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun,
berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam
walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan
(Depkes RI, 2006).
3.6.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada
pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimtomatik. Pada TB paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila TB mengenai
pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan
terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak,
auskultasi memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali. Dalam penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit
baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif (Bahar, 2007).
3.6.3 Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini
lebih memberikan keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan
TB milier yang pada pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif.
Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada
awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan
batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut
tuberkuloma (Depkes RI, 2006).
12
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang
luas dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus
maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier terlihat
berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada
seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering
didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat,
garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan
emfisema (Bahar, 2007).
Sebagaimana gambar TB paru yang sudah lanjut pada foto
rontgen dada di bawah ini :
14
Diagnosis TB paru sesuai alur yang dibuat oleh Depkes RI (2006),
sebagaimana bisa dilihat di bawah ini :
Tersangka
Penderita TB
Hasil
Mendukung
TB
TB BTA Bukan
Negatif TBC,
Rontgen Penyakit
Positif Lain
Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan
kriteria pada pasien TB paru menjadi : a). Pasien dengan sputum BTA
positif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopis ditemukan BTA, sekurang kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan/1 sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang
sesuai dengan gambaran TB aktif /1 sediaan sputumnya positif disertai
biakan yang positif. b). Pasien dengan sputum BTA negatif adalah pasien
yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan
BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif (Bahar, 2007).
b. Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit
masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah
limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil
pemeriksaan darah lain juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran
normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium
darah menurun (Depkes RI, 2006).
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa
tes tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis atau
Mycobacterium patogen lainnya (Depkes RI, 2006).
Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D (Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin
ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri
dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan
antigen tuberkulin. Cara penyuntikan tes tuberkulin dapat dilihat pada
gambar di bawah ini (Bahar, 2007) :
16
Gambar. Penyuntikan Tes Tuberkulin (Bahar, 2007)
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam (Bahar,
2007): a). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-
9 mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di sini peran
antibodi humoral masih menonjol. c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux
positif = golongan low grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi
seimbang. d). Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Di sini peran antibodi seluler paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh penderita TB paru memberikan reaksi
mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif
palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium
lain, negatif palsu pada pasien yang baru 2-10 minggu terpajan
tuberkulosis, anergi, penyakit sistemik serta (Sarkoidosis, LE), penyakit
eksantematous dengan panas yang akut (morbili, cacar air, poliomielitis),
reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit hodgkin, pemberian obat
imunosupresi, usia tua, malnutrisi, uremia, dan penyakit keganasan. Untuk
pasien dengan HIV positif, tes mantoux ± 5 mm, dinilai positif (Bahar,
2007).
2.7 Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,
empiema, laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut
dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru,
korpulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB) (Bahar, 2007).
2.8 Tipe penderita tuberkulosis
Tipe penderita tuberkulosis berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya, yaitu :
a. Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan (30 dosis
harian).
b. Kambuh (relaps)
Kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosa dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat dengan pemeriksaan dahak BTA positif.
c. Pindahan (transfer in)
Pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /
pindah (form TB. 09).
d. Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out)
Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out) adalah pasien
yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Gagal
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA
negatif rontgen positif pada akhir bulan kedua pengobatan.
f. Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan
yang baik.
18
g. Tuberkulosis resistensi ganda
Tuberkulosis resistensi ganda adalah tuberkulosis yang
menunjukkan resistensi terhadap Rifampisin dan INH dengan/tanpa OAT
lainnya (Depkes RI, 2006).
3.9 Pengobatan Tuberkulosis Paru
3.9.1 Tujuan Pengobatan
Tujuan pengobatan TB adalah :
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
c. Mencegah kekambuhan TB d. Mengurangi penularan TB kepada
orang lain
e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat
3.9.2 Prinsip Pengobatan TB :
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab
TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.
3.9.3 Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :
a. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan
jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan
sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada
umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu pertama.
b. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa
kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase
lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.
Tabel. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa
Dosis Rekomendasi 3 Kali Per Minggu
Harian
Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid 5 (4 - 6) 300 10 (8 - 12) 900
20
3.9.4 Paduan obat standar untuk pasien dengan kasus baru
Pasien dengan kasus baru diasumsikan peka terhadap OAT
kecuali:
a. Pasien tinggal di daerah dengan prevalensi tinggi resisten isoniazid
ATAU
b. Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB resistan obat. Pasien
kasus baru seperti ini cenderung memiliki pola resistensi obat yang
sama dengan kasus sumber. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan uji
kepekaan obat sejak awal pengobatan dan sementara menunggu
hasil uji kepekaan obat maka paduan obat yang berdasarkan uji
kepekaan obat kasus sumber sebaiknya dimulai.
Tabel. Paduan obat standar pasien TB kasus baru (dengan asumsi atau
diketahui peka OAT).
Fase Intensif Fase Lanjutan
Pada akhir fase intensif, bila hasil apusan dahak tetap positif
maka fase sisipan tidak lagi direkomendasikan namun
dievaluasi untuk TB-RO (uji kepekaan), sementara
pengobatan diteruskan sebagai fase lanjutan.
22
BAB IV
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menular,
sebagian besar menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis paru disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA (+) saat batuk/bersin, bakteri
menyebar ke udara dalam bentuk droplet. Patogenesis TB paru adalah saat droplet
terhirup melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai
ke alveolus dan menetap di sana. Kelanjutan dari proses ini bergantung dari daya
tahan tubuh masing-masing individu. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis utama TB apru
adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri
dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang
lebih dari sebulan.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
14. World Health Organization. 1993. Treatment of Tuberculosis : Guidelines
for National programmes. Geneva : 3-15
15. World Health Organization. 2010. Epidemiologi tuberkulosis di Indonesia
diakses pada 23 Maret 2010 pukul 14:39 WIB
<http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi-tb-di
indonesia/article/55/000100150017/2>