DOKTER PEMBIMBING :
dr. Hj. Nurlaily Syamsuddin, Sp. JP
DISUSUN OLEH :
Meisari Rezki Rahmatia S
(2015730084)
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Usia : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : 13/04/1958
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai perusahaan
Alamat : Jl. Raya Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur
Tangal masuk RS : 22 Februari 2020
Tanggal Periksa : 26 Februari 2020
B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan utama : Sesak nafas sejak 5 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Nyeri dada sebelah kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit
3 tahun yg lalu : Pasien mempunyai riwayat darah tinggi dengan tekanan
darah sistolik tertinggi mencapai 200 mmHg. Pasien
sudah berobat, namun tidak mengkonsumsi obat darah
tinggi secara teratur dan juga tidak rutin kontrol
penyakitnya tersebut.
3 bulan SMRS : Pasien mengeluhkan sesak nafas yang dirasa timbul saat
pasien melakukan aktivitas seperti berjalan ke depan
rumah dan saat mandi. Pasien juga menggunakan 2-3
bantal pada saat tidur untuk mengurangi sesaknya.
Namun, keluhan sesak nafas tersebut dirasa mengganggu
karena pasien sering terbangun tengah malam karena
sesaknya.
5 hari SMRS : Pasien mengeluhkan sesak nafasnya memberat disertai
dengan nyeri dada sebelah kiri. Sesak dirasa tidak
membaik meskipun pasien beristirahat dan nyeri dada
dirasakan pasien seperti diremas-remas. Nyeri dada ini
timbul saat pasien bangun pagi dan saat beraktivitas
dengan durasi < 10 menit dan menghilang saat
diistirahatkan. Keluhan jantung berdebar-debar
disangkal. Mual, muntah dan demam disangkal.
Riwayat Alergi
Alergi makanan, debu dan cuaca disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah dirawat atas keluhan yang sama selama ± 1 minggu, tetapi
karena pasien tidak banyak merasakan perubahan, maka pasien dibawa
kembali ke RS untuk ditindak lanjuti.
Riwayat Psikososial:
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak pasien berusia 30 tahun. Dalam
1 hari pasien bisa menghabiskan 2 bungkus rokok. Pasien juga dahulu sering
makan nasi padang di kantornya ketika jam makan siang. Kebiasaan minum
alkohol dan kopi disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TTV :
Tekanan Darah : 190/130 mmHg
Nadi : 120x/menit, reguler, kuat angkat isi cukup
Respirasi : 34x/menit
Suhu : 36,970C
Sistem Deskripsi
Kepala Normocephal
Mukosa mulut lembab, sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1-T1),
Mulut
stomatitis (-), lidah kotor (-)
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP meningkat (R+3
Leher
cmH2O)
Perkusi :
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah (+/+), wheezing (-/-)
Ekstremitas Akral hangat (+/+), CRT ≤ 2 detik (+/+), edema (-/-) inferior, sianosis (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan EKG
2. Pemeriksaan Laboratorium
Hematokrit 43.6 42 – 52 %
RESUME
F. DIAGNOSIS
G. RENCANA TERAPI
Bedrest semifowler
O2 4-6 L
IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
Furosemid drips 5mg/jam (IV)
Captopril 25 mg 3x6
ISDN 3x5mg
H. PROGNOSIS
BAB II
ANALISIS KASUS
DEFINISI
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan oleh
kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan pada ejeksi
dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa darah secara
cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Gagal jantung adalah sindrom dimana pasien harus memilki gambaran sebagai
berikut: gejala gagal jantung, biasanya sesak nafas saat istirahat atau selama
aktivitas, dan atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongesti paru
atau bengkak pada tungkai; serta bukti objektif dari kelainan struktur atau fungsi
jantung saat istirahat. Respon klinis terhadap pengobatan gagal jantung tidak
cukup untuk menegakkan diagnosa, tetapi cukup membantu ketika diagnosa tidak
jelas meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang sesuai.
Gagal Jantung adalah sindroma klinis dimana pasien memiliki ciri-ciri berikut:
ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling
sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau
berkurangnya otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi
vaskuler dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit
miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10%
dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.
KLASIFIKASI
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang
dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas
sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.
Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala
gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.
PATOFISIOLOGI
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu (1) gangguan kontraktilitas
ventrikel, (2) meningkatnya afterload, atau (3) gangguan pengisisan ventrikel.
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena
gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik,
sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau
pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal
jantung diastolik). Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume,
gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal
jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik
dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.
Disfungsi Sistolik
Hasil dari disfungsi sistolik adalah menurunnya stroke volume. Jika darah balik
normal dari paru ditambah dengan volume akhir sistolik yang telah meningkat
karena tidak sempurnanya pengosongan ventrikel maka volume bilik saat diastolik
meningkat. Sehingga volume dan tekanan pada akhir diastolik menjadi lebih
tinggi.
Sebanyak sepertiga pasien dengan klinis gagal jantung memiliki fungsi sistolik
ventrikel yang normal. Banyak dari mereka menunjukkan abnormalitas fungsi
diastolik ventrikel seperti : gangguan relaksasi awal diastolik, meningkatnya
kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya. Iskemik miokard akut adalah salah
satu contoh kondisi yang menghambat pengahntaran energi dan relaksasi diastolik.
Sedangkan hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis atau kardiomiopati restriktif
menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku. Pasien dengan disfungsi
diastolik sering menunjukkan tanda kongesti vaskuler karena paningkatan tekanan
diastolik yang diteruskan ke paru dan vena sistemik.
Disfungsi Sistolik
Disfungsi Diastolik
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung untuk
membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan
darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-
Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.
Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat. Peninggian stress
terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang hipertrofi ventrikel.
Kompensasi ini mengurangkan stress didinding. Ini diikuti tekanan diastolic lebih
tinggi dari normal. Dengan demikian tekanan atrium kiri juga turut meningkat.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari gagal jantung adalah akibat dari gangguan cardiac output
dan atau peningkatan tekanan vena serta berhubungan dengan ventrikel yang
terkena. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan gagal jantung kronik progresif
yang akan dijelaskan di bawah ini. Namun ada pula yang datang dengan tanda
dekompensasi jantung kiri yang tiba – tiba (misal, oedem paru akut)
Simptom yang sering dijumpai dan manifestasi klinis pada Gagal Jantung
Jantung kiri
Dyspnea Diaphoresis (keringat)
Orthopnea Takikardi, takipnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea Ronki basah pada pulmonari
Fatigue P2 mengeras
S3 Gallop (±S4)
Jantung kanan
Edema perifer Distensi vena jugularis
Tidak nyaman pada kuadran atas kanan Hepatomegali
(karena pembesaran hati) Edema perifer
Kriteria Mayor
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi
DIAGNOSIS
Elektrokardiogram (EKG)
Rekaman EKG harus dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai dengan gagal
jantung. Perubahan EKG biasanya dijumpai pada pasien yang diduga mengalami
gagal jantung. Abnormalitas dari EKG memiliki nilai prediksi yang kecil akan
adanya gagal jantung.
Foto thoraks
Foto thoraks merupakan komponen penting dalam diagnostik gagal jantung. Pada
foto thoraks kita dapat menilai kongesti pulmonal serta dapat menunjukkan
penyebab sesak nafas oleh karena paru atau thoraks.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan diagnostik yang rutin dilakukan pada pasien gagal jantung berupa
pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, leukosit, dan platelet), elektrolit serum,
kreatinin serum, Laju Filtrasi Glomerulus, kadar glukosa, tes fungsi hati, dan
urinalisa. Abnormalitas elektrolit atau hematologis tidak sering dijumpai pada
pasien gagal jantung, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia, dan
penurunan fungsi ginjal umum dijumpai, khususnya pada pasien yang mendapat
terapi dengan diuretik dan ACE-I/ARB/aldosteron antagonis.
Troponin
Ekokardiografi
Tujuan dari mendiagnosa dan mengobati gagal jantung tidak berbeda dari
kondisi medis lainnya, yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Namun,
bagi kebanyakan pasien, khusunya yang sudah lanjut usia, kemampuan untuk
hidup mandiri, bebas dari gejala – gejala yang menimbulkan ketidaknyamanan,
dan mencegah masuk rumah sakit adalah tujuan yang setara dengan keinginan
untuk memaksimalkan kehidupan.
Algoritma pengobatan
YE N
S O
Persisting
symptoms?
YE
N
S
O
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, ACEI sebaiknya digunakan pada
semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤40%. Pengobatan dengan ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel, pasien merasa baik, mengurangi angka rawatan di
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka harapan
hidup.
Riwayat angioderma
Stenosis bilateral arteri ginjal
Konsentrasi kalium serum > 5 mmol/L
Serum kreatinin > 0,22 umol/L
Stenosis aorta berat
β-blocker
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, β-blocker sebaiknya digunakan
pada semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤ 40%. Pengobatan dengan β-blocker
memperbaiki fungsi ventrikel, pasien merasa baik, mengurangi angka rawatan di
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka harapan
hidup.
Indikasi pemberian β-blocker adalah :
LVEF ≤ 40%
Gejala ringan hingga berat (NYHA fungsional kelas II – IV), pasien dengan
disfungsi LV sistolik tanpa gejala setelah infark miokard juga indikasi
diberikan β-blocker
Sudah mencapai dosis optimal ACEI/ ARB (dan aldosteron antagonis, jika
indikasi)
Pasien harus dalam keadaan stabil secara klinis
Antagonis Aldosteron
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, tambahan antagonis aldosteron
sebaiknya digunakan pada semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤ 35% dan
gejala yang berat, misalnya NYHA III – IV, tidak adanya hiperkalemia dan
disfungsi ginjal.
LVEF ≤ 35%
Gejala sedang hingga berat (NYHA fungsional kelas III – IV)
Dosis optimal β-blocker dan ACEI atau ARB
Indikasinya adalah alternatif untuk ACEI / ARB, jika keduanya tidak toleransi.
Kontraindikasinya adalah :
Gejala hipotensi
Sindroma lupus
Gagal ginjal
Digoxin
Pada pasien dengan gagal jantung dan atrial fibrilasi, digoxin digunakan pada
slow a rapid ventricular rate jika pasien dengan AF dan LVEF ≤ 40%, sebaiknya
dilakukan kontrol rate sebagai tambahan, atau diberikan beta bloker sebelumnya.
Indikasi pemberian digoksin adalah jika pada pasien dengan atrial fibrilasi,
diberikan jika rate > 80x/menit pada saat istirahat; > 110x/menit saat beraktivitas.
Sedangkan pada pasien dengan ritme sinus, maka indikasinya adalah LVEF ≤
40%, gejala ringan hingga berat, dan dosis optimal ACEI dan atau ARB, B-Bloker
dan aldosteron antagonis, jika indikasi.
PROGNOSIS
Demografi
Klinis
Hipertensi, NYHA kelas III – IV, sebelumnya dirawat karena gagal jantung,
takikardi, ronkhi basah basal, stenosis aorta, IMT rendah, gangguan nafas yang
berhubungan dengan tidur
Elektrofisiologi
Fungsional
Laboratorium
Imaging
DEFINISI
Penyakit jantung hipertensi adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan
penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventrikel hipetrophy (LVH),
aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang
disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
PATOFISIOLOGI
Peningkatan tekanan darah secara sistemik menyebabkan meningkatnya resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah.
Sebagai akibatnya terjadi hipertofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi.
Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang
yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel
untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya
terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam
seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi karena
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard
yang bertambah akibat pertambahan massa miokard.
MANIFESTASI KLINIS
Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi. Pada hipertrofi konsentrik
lama, iktus bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis
bergeser ke kiri bawah. Pada auskultasi pasien dengan hipertrofi konsentrik dapat
ditemukan S4 dan bila sudah terjadi dilatasi jantung didapatkan tanda – tanda
insufisiensi mitral relatif.
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda – tanda akibat rangsangan simpatis
yang kronik. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang
mungkin diakibatkan peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai
hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot
jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang masih difus dan peningkatan tahanan
pembuluh darah perifer.
Gambaran klinis seperti sesak nafas adalah salah satu gejala gangguan fungsi
diastolik, dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi sistolik
masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan akhirnya
menjadi dilatasi ventrikel kemudian timbul gejala payah jantung. Stadium ini
kadangkala disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah
koroner dan akan memperburuk kelainan fungsi mekanik / pompa jantung yang
selektif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada foto toraks posisi posteroanterior pasien hipertrofi konsentrik, besar jantung
dalam batas normal. Pembesaran jantung ke kiri terjadi bila sudah ada dilatasi
ventrikel kiri. Terdapat elongasi aorta pada hipertensi yang kronik dan tanda –
tanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah ht serta ureum dan
kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat
kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium
urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal.
Pada EKG tampak tanda – tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain.
Ekokardiografi dapat mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup
kelainan anatomik dan fungsional jantung pasien hipertensi asimtomatik yang
belum didapatkan kelaina pada EKG dan radiologi. Perubahan – perubahan yang
dapat terlihat adalah sebagai berikut :
1. Tanda – tanda hipersirkulasi pada stadium dini, seperti hiperkinesis,
hipervolemia.
2. Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik.
3. Dilatasi ventrikel yang dapat merupakan tanda – tanda payah jantung, serta
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat.
4. Tanda – tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium lanjut adanya
diskinetik.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal,
mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan
mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko
terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin.