Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) E.C


HYPERTENSION HEART DISEASE (HHD)

DOKTER PEMBIMBING :
dr. Hj. Nurlaily Syamsuddin, Sp. JP

DISUSUN OLEH :
Meisari Rezki Rahmatia S
(2015730084)

KEPANITRAAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM PONDOK KOPI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Usia : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : 13/04/1958
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai perusahaan
Alamat : Jl. Raya Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur
Tangal masuk RS : 22 Februari 2020
Tanggal Periksa : 26 Februari 2020

B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan utama : Sesak nafas sejak 5 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Nyeri dada sebelah kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit
3 tahun yg lalu : Pasien mempunyai riwayat darah tinggi dengan tekanan
darah sistolik tertinggi mencapai 200 mmHg. Pasien
sudah berobat, namun tidak mengkonsumsi obat darah
tinggi secara teratur dan juga tidak rutin kontrol
penyakitnya tersebut.

3 bulan SMRS : Pasien mengeluhkan sesak nafas yang dirasa timbul saat
pasien melakukan aktivitas seperti berjalan ke depan
rumah dan saat mandi. Pasien juga menggunakan 2-3
bantal pada saat tidur untuk mengurangi sesaknya.
Namun, keluhan sesak nafas tersebut dirasa mengganggu
karena pasien sering terbangun tengah malam karena
sesaknya.
5 hari SMRS : Pasien mengeluhkan sesak nafasnya memberat disertai
dengan nyeri dada sebelah kiri. Sesak dirasa tidak
membaik meskipun pasien beristirahat dan nyeri dada
dirasakan pasien seperti diremas-remas. Nyeri dada ini
timbul saat pasien bangun pagi dan saat beraktivitas
dengan durasi < 10 menit dan menghilang saat
diistirahatkan. Keluhan jantung berdebar-debar
disangkal. Mual, muntah dan demam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai riwayat penyakit darah tinggi hingga saat ini. Riwayat
DM, TB maupun disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien memiliki riwayat penyakit jantung.

Riwayat Alergi
Alergi makanan, debu dan cuaca disangkal.

Riwayat Pengobatan
Pasien pernah dirawat atas keluhan yang sama selama ± 1 minggu, tetapi
karena pasien tidak banyak merasakan perubahan, maka pasien dibawa
kembali ke RS untuk ditindak lanjuti.

Riwayat Psikososial:
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak pasien berusia 30 tahun. Dalam
1 hari pasien bisa menghabiskan 2 bungkus rokok. Pasien juga dahulu sering
makan nasi padang di kantornya ketika jam makan siang. Kebiasaan minum
alkohol dan kopi disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TTV :
 Tekanan Darah : 190/130 mmHg
 Nadi : 120x/menit, reguler, kuat angkat isi cukup
 Respirasi : 34x/menit
 Suhu : 36,970C

Sistem Deskripsi

Kepala Normocephal

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung Deformitas (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)

Mukosa mulut lembab, sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1-T1),
Mulut
stomatitis (-), lidah kotor (-)

Telinga Normotia, sekret (-/-), sekret (-/-), serumen (-/-)

Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP meningkat (R+3
Leher
cmH2O)

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga 5 linea midklavikularis sinistra

Perkusi :

 Batas kanan atas jantung : ICS II linea parasternalis dextra


Jantung
 Batas kanan bawah jantung: ICS IV linea parasternalis dextra

 Batas kiri atas jantung: ICS II linea parasternalis sinistra

 Batas kiri bawah jantung: ICS V midklavikula sinistra

Auskultasi : BJ 1 dan II murni dan reguler, murmur (-), gallop (+)


Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi dinding dada (-/-), penggunaan otot

bantu nafas (+/+)

Paru Palpasi : Vokal fremitus (+)/(+)

Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah (+/+), wheezing (-/-)

Inspeksi : Datar (+), scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+)


Abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-), pembesaran limfa (-)

Perkusi : timpani (+), ascites (-)

Ekstremitas Akral hangat (+/+), CRT ≤ 2 detik (+/+), edema (-/-) inferior, sianosis (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan EKG
2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


E.
Hematologi

Hemoglobin 15.4 13.5 – 17.5 g/dl

Hematokrit 43.6 42 – 52 %

Eritrosit 5.04 4.2 – 5.4 10^6/ul

Leukosit 13.07 4.8 – 10.8 10^3/ul

Trombosit 326 150 – 450 10^3/ul

RESUME

Tn. D, 61 tahun datang ke RS Islam Jakarta Pondok Kopi dengan keluhan


sesak nafas yang semakin memberat sejak 5 hari SMRS. Keluhan sesak
tersebut disertai dengan nyeri dada sebelah kiri. Sesak dirasa tidak membaik
meskipun pasien telah beristirahat dan nyeri dada dirasakan pasien seperti
diremas-remas. Nyeri dada ini timbul saat pasien bangun pagi dan saat
beraktivitas dengan durasi < 10 menit dan menghilang saat diistirahatkan.

Pasien mempunyai riwayat darah tinggi dengan tekanan darah sistolik


tertinggi mencapai 200 mmHg. Pasien sudah berobat, namun tidak
mengkonsumsi obat darah tinggi secara teratur dan juga tidak rutin
kontrol penyakitnya tersebut. Pasien juga mempunyai riwayat penyakit
keluarga yaitu ayah pasien memiliki riwayat penyakit jantung.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak pasien berusia 30 tahun.
Dalam 1 hari pasien bisa menghabiskan 2 bungkus rokok. Pasien juga dahulu
sering makan nasi padang di kantornya ketika jam makan siang.

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan TD : tinggi (190/130 mmHg),


Nadi : takikardia (120x/menit), Pernapasan : cepat (34x/menit), JVP
meningkat (R+3 cmH2O ), bunyi gallop pada jantung, edema pada
ekstremitas inferior sinistra dan dextra.

Pada pemeriksaan EKG didapatkan kesan : Sinus Takikardi + OMI


Inferior + LVH.

F. DIAGNOSIS

Congestive heart failure e.c hypertension heart disease

G. RENCANA TERAPI

 Bedrest semifowler
 O2 4-6 L
 IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro
 Furosemid drips 5mg/jam (IV)
 Captopril 25 mg 3x6
 ISDN 3x5mg

H. PROGNOSIS

 Ad vitam : Dubia ad malam


 Ad functionam : Dubia ad malam
 Ad sanactionam : Dubia ad malam

BAB II
ANALISIS KASUS
DEFINISI

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan oleh
kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan pada ejeksi
dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa darah secara
cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Gagal jantung adalah sindrom dimana pasien harus memilki gambaran sebagai
berikut: gejala gagal jantung, biasanya sesak nafas saat istirahat atau selama
aktivitas, dan atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongesti paru
atau bengkak pada tungkai; serta bukti objektif dari kelainan struktur atau fungsi
jantung saat istirahat. Respon klinis terhadap pengobatan gagal jantung tidak
cukup untuk menegakkan diagnosa, tetapi cukup membantu ketika diagnosa tidak
jelas meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang sesuai.

Definisi Gagal Jantung

Gagal Jantung adalah sindroma klinis dimana pasien memiliki ciri-ciri berikut:

 Simpton yang sering dijumpai pada gagal jantung


(sesak nafas pada saat istirahat atau beraktivitas, fatigue, mudah lelah, edema
pretibial)
dan
 Tanda-tanda yang sering dijumpai pada gagal jantung
(takikardi, takipnoe, ronki basah, effuse pleura, peninggian tekanan vena jugularis,
edema perifer, hepatomegali)
 Bukti objektif abnormalitas struktural atau fungsional pada saat istirahat
(kardiomegali, bunyi jantung III, desah jantung, abnormalitas pada ekokardiogram,
peningkatan konsentrasi natriuretik peptida)

(sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2008)

ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling
sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau
berkurangnya otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi
vaskuler dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit
miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10%
dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.

Penyebab paling sering pada gagal jantung disebabkan penyakit myokardial

Penyakit Jantung Koroner Banyak manifestasi

Hipertensi Biasanya berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan


fraksi ejeksi yang dipertahankan

Kardiomyopati Familial/genetik atau non-familial/non-genetik (termasuk


yang didapat,e.g.myokarditis), hipertrofi (HCM), dilatasi
(DCM), restriktif (RCM), ventrikel kanan aritmogenik
(ARVC), tidak diklasifikasikan

Obat-obatan B-Blocker, Kalsium antagonis, antiaritmia, agen sititoksik

Toxins Alkohol, medikasi, kokain, trace elements (merkuri, kobalt,


arsenik)

Endokrin Diabetes mellitus, hipo/hipertiroidism, Cushing syndrome,


adrenal insufficiency, kelebihan hormone pertumbuhan,
phaeochromocytoma

Nutrisional Defisiensi tiamin, selenium, carnitin, obesitas, cachexia

Infiltratif Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis, penyakit


jaringan ikat

Lain-lain Chagas’ disease, HIV, peripartum kardiomyopati,


end-stagerenal failure

(sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2008)
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung kiri
atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.

Jantung kiri primer Jantung kanan primer

 Penyakit jantung iskemik  Gagal jantung kiri


 Penyakit jantung hipertensi  Penyakit pulmonari kronik
 Penyakit katup aorta  Stenosis katup pulmonal
 Penyakit katup mitral  Penyakit katup trikuspid
 Miokarditis  Penyakit jantung kongenital
 Kardiomiopati (VSD,PDA)
 Amyloidosis jantung 7  Hipertensi pulmonal
 Embolisme paru masif7

Gagal output rendah Gagal output tinggi

 Kelainan miokardium  Inkompetensi katup


 Penyakit jantung iskemik  Anemia
 Kardiomiopati  Malformasi arteriovenous
 Amyloidosis  Overload volume plasma
 Aritmia
 Peningkatan tekanan pengisian
 Hipertensi sistemik
 Stenosis katup
 Semua menyebabkan gagal
ventrikel kanan disebabkan
penyakit paru sekunder

(sumber: Concise Pathology 3rd Edition)

KLASIFIKASI

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan Mew York Heart Association (NYHA)


Klasifikasi Fungsional NYHA

(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi


aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.

Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang
dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas
sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya


kelelahan. Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas
fisik, keluhan akan semakin meningkat.

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of Cardiology


dan American Heart Association 1

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)

Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat


dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural


jantung.

Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala
gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

PATOFISIOLOGI
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu (1) gangguan kontraktilitas
ventrikel, (2) meningkatnya afterload, atau (3) gangguan pengisisan ventrikel.
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena
gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik,
sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau
pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.

Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal
jantung diastolik). Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume,
gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal
jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik
dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.

Disfungsi Sistolik

Pada disfungsi sistolik, ventrikel yang terkena mengalami penurunan kapasitas


ejeksi darah karena gangguan kontraktilitas miokard atau tekanan yang berlebihan
(misal, kelebihan afterload). Hilangnya kontraktilitas merupakan hasil dari
destruksi myosit, abnormalitas fungsi myosit, atau fibrosis. Tekanan yang
berlebihan mengganggu ejeksi ventrikel dengan adanya peningkatan resistensi
aliran yang signifikan.

Hasil dari disfungsi sistolik adalah menurunnya stroke volume. Jika darah balik
normal dari paru ditambah dengan volume akhir sistolik yang telah meningkat
karena tidak sempurnanya pengosongan ventrikel maka volume bilik saat diastolik
meningkat. Sehingga volume dan tekanan pada akhir diastolik menjadi lebih
tinggi.

Selama diastolik, meningkatnya tekanan ventrikel kiri yang menetap diteruskan ke


atrium kiri (melalui katup mitral yang terbuka) dan juga diteruskan ke vena dan
kapiler pulmonaris. Peninggian tekanan hidrostatik kapiler pulmonal > 20 mmHg
menghasilkan transudasi cairan ke interstisial paru sehingga menimbulkan gejala
kongesti paru.
Disfungsi Diastolik

Sebanyak sepertiga pasien dengan klinis gagal jantung memiliki fungsi sistolik
ventrikel yang normal. Banyak dari mereka menunjukkan abnormalitas fungsi
diastolik ventrikel seperti : gangguan relaksasi awal diastolik, meningkatnya
kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya. Iskemik miokard akut adalah salah
satu contoh kondisi yang menghambat pengahntaran energi dan relaksasi diastolik.
Sedangkan hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis atau kardiomiopati restriktif
menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku. Pasien dengan disfungsi
diastolik sering menunjukkan tanda kongesti vaskuler karena paningkatan tekanan
diastolik yang diteruskan ke paru dan vena sistemik.

Kontraktilitas yang terganggu Afterload


1. Infark miokard (Pressure overload)
2. Iskemik miokard transient
3. Overload volume kronik 1. Aortic stenosis
a. Mitral regurgitasi 2. Hipertensi tidak
b. Aortic regurgitasi terkontrol
4. Kardiomiopati dilatasi

Disfungsi Sistolik

Gagal jantung kiri

Disfungsi Diastolik

Obstruksi pada pengisian ventrikel


Relaksasi ventrikel yg terganggu
Mitral stenosis
Hipertrofi ventrikel kiri
Konstriksi miokard atau tamponade
Kardiomiopati hipertrofik
Kardiomiopati restriktif
Iskemik miokard transient

(sumber : Pathophysiology of Heart Disease, Leonard S Lilly)


Pada penyakit jantung koroner terdapat kerusakan otot jantung. Kerusakan otot
jantung terjadi karena adanya sumbatan pada arteri koroner sehingga terjadi
gangguan aliran darah dan suplai oksigen menjadi berkurang. Jika hal ini terjadi
dalam jangka waktu yang lama, otot jantung akan nekrosis. Hal ini menyebabkan
terjadi gangguan pompa jantung (disfungsi sistolik). Selain itu, kurangnya aliran
darah juga dapat menurunkan kemampuan jantung untuk relaksasi sehingga terjadi
gangguan pengisian jantung (disfungsi diastolik).

Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung untuk
membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan
darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-
Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.

Gagal jantung akibat penurunan ventrikel kiri menyebabkan pergeseran kurva


penampilan ventrikel ke bawah. Karena itu, pada setiap beban awal, isi sekuncup
menurun dibanding dengan normal dan setiap kenaikan isi sekuncup pada gagal
jantung menuntut kenaikan volume akhir diastolic lebih tinggi dibandingkan
normal. Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak
sempurna sewaktu jantung berkontraksi. Sehingga volume darah yang menumpuk
dalam ventrikel semasa diastole lebih tinggi dibanding normal. Ini sebagai
kompensasi karena kenaikan beban awal merangsang isi sekuncup pada kontraksi
berikutnya.

Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat. Peninggian stress
terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang hipertrofi ventrikel.
Kompensasi ini mengurangkan stress didinding. Ini diikuti tekanan diastolic lebih
tinggi dari normal. Dengan demikian tekanan atrium kiri juga turut meningkat.

Mekanisme kompensasi mencakup sistem saraf adrenergic, sisitim rennin


angiotensin, peningkatan produksi hormone diuretic untuk penurunan curah
jantung. Mekanisme ini berguna untuk meningkatkan tahanan pembuluh darah
sistemik dan mengurangi setiap penurunan tekanan darah.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari gagal jantung adalah akibat dari gangguan cardiac output
dan atau peningkatan tekanan vena serta berhubungan dengan ventrikel yang
terkena. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan gagal jantung kronik progresif
yang akan dijelaskan di bawah ini. Namun ada pula yang datang dengan tanda
dekompensasi jantung kiri yang tiba – tiba (misal, oedem paru akut)

Simptom yang sering dijumpai dan manifestasi klinis pada Gagal Jantung

Simptom Manifestasi klinis

Jantung kiri
Dyspnea Diaphoresis (keringat)
Orthopnea Takikardi, takipnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea Ronki basah pada pulmonari
Fatigue P2 mengeras
S3 Gallop (±S4)

Jantung kanan
Edema perifer Distensi vena jugularis
Tidak nyaman pada kuadran atas kanan Hepatomegali
(karena pembesaran hati) Edema perifer

(sumber : Pathophysiology of Heart Disease, Leonard S Lilly)

Berdasarkan kriteria Framingham, diagnosis CHF membutuhkan adanya 2 kriteria


mayor atau 1 kriteria mayor dengan tambahan 2 kriteria minor bersamaan.

Kriteria Mayor

 Paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND)


 Distensi vena leher
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 S3 gallop
 Peninggian tekana vena jugularis
 Refluks hepatojugular

Kriteria Minor

 Edema ekstremitas
 Batuk malam hari
 Dyspnea d’effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
 Takikardi

DIAGNOSIS

Elektrokardiogram (EKG)

Rekaman EKG harus dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai dengan gagal
jantung. Perubahan EKG biasanya dijumpai pada pasien yang diduga mengalami
gagal jantung. Abnormalitas dari EKG memiliki nilai prediksi yang kecil akan
adanya gagal jantung.

Foto thoraks

Foto thoraks merupakan komponen penting dalam diagnostik gagal jantung. Pada
foto thoraks kita dapat menilai kongesti pulmonal serta dapat menunjukkan
penyebab sesak nafas oleh karena paru atau thoraks.

Foto thoraks digunakan untuk mendeteksi adanya kardiomegali, kongesti


pulmonal dan akumulasi cairan pleura, serta dapat menunjukkan adanya penyakit
paru atau infeksi yang menyebabkan atau yang memperberat sesak nafasnya.
Temuan kongestif bersifat prediktir. Namun kardiomegali bisa tidak dijumpai pada
keadaan akut, tetapi selalu dijumpai pada gagal jantung kronik.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan diagnostik yang rutin dilakukan pada pasien gagal jantung berupa
pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, leukosit, dan platelet), elektrolit serum,
kreatinin serum, Laju Filtrasi Glomerulus, kadar glukosa, tes fungsi hati, dan
urinalisa. Abnormalitas elektrolit atau hematologis tidak sering dijumpai pada
pasien gagal jantung, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia, dan
penurunan fungsi ginjal umum dijumpai, khususnya pada pasien yang mendapat
terapi dengan diuretik dan ACE-I/ARB/aldosteron antagonis.

Troponin

Pemeriksaan Troponin I atau T sebaiknya dilakukan pada pasien yang


diduga gagal jantung dengan tampilan klinis yang mengarah pada sindroma
koroner akut. Peningkatan troponin kardiak mengindikasikan adanya nekrosis
myosit, dan jika ada indikasi sebaiknya revaskularisasi dipertimbangkan dan
dilakukan pemeriksaan diagnostik yang sesuai. Peningkatan troponin juga terjadi
pada akut miokarditis. Peningkatan ringan pada troponin kardiak sering dijumpai
pada gagal jantung berat atau selama episode gagal jantung dekompensasi pada
pasien tanpa bukti adanya iskemik miokard yang disebabkan sindrom koroner akut
dan situasi lain seperti sepsis.

Ekokardiografi

Istilah ekokardiografi ditujukan kepada semua teknik pencitraan jantung


yang menggunakan ultra sound, termasuk colour Doppler dan Tissue Doppler
Imaging. Konfirmasi dengan ekokardiografi untuk diagnosa gagal jantung
dianjurkan dan sebaiknya segera dilakukan mengikut dugaan gagal jantung.
Ekokardiografi sudah tersebar luas, cepat, non – invasif dan aman dan
menunjukkan informasi mengenai anatomi jantung (volume, geometri, massa),
gerakan dinding, dan fungsi katup.

Yang paling sering dinilai dari ekokardiografi adalah fungsi ventrikel


untuk membedakan antara pasien dengan disfungsi sistolik dan pasien dengan
fungsi sistolik yang masih baik (normal fraksi ejeksi > 45 – 50%).
TATALAKSANA

Tujuan dari mendiagnosa dan mengobati gagal jantung tidak berbeda dari
kondisi medis lainnya, yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Namun,
bagi kebanyakan pasien, khusunya yang sudah lanjut usia, kemampuan untuk
hidup mandiri, bebas dari gejala – gejala yang menimbulkan ketidaknyamanan,
dan mencegah masuk rumah sakit adalah tujuan yang setara dengan keinginan
untuk memaksimalkan kehidupan.

Algoritma pengobatan

Symptomatic Heart Failure + Reduces Ejection Fraction


Detect co-morbidities and
Precipitating Factor
Non-cardiovascular
Anemia
Pulmonary disease Diuretic + ACEI (or ARB)
Renal dysfunction Titrate to clinical stability
Thyroid dysfunction
Diabetes
Cardiovascular
Ischemia / CAD b- Blocker
Hypertension
Valvular dysfunction
Diastolis dysfunction
Atrial fibrilation Persisting signs & symptoms?
Ventricular dysrhhytmia
bradycardia

YE N
S O

ADD aldosteron antagonist OR ARB

Persisting
symptoms?
YE
N
S
O

QRS > 120ms?

LVEF < 35%?


YE N
S O
YE
S
N
O

Consider : Consider : Digoxin,


CRT-P or CRT-D hydralazin/nitrate, LVAD, Consider ICD No further
transplantation treatment
indicated

(sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute


and chronic heart failure 2008)

Angiotensin Converting enzyme inhibitors (ACE-I)

Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, ACEI sebaiknya digunakan pada
semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤40%. Pengobatan dengan ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel, pasien merasa baik, mengurangi angka rawatan di
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka harapan
hidup.

Indikasi ACEI adalah LVEF ≤40%, tidak berpengaruh terhadap gejala.

Kontra indikasinya adalah :

 Riwayat angioderma
 Stenosis bilateral arteri ginjal
 Konsentrasi kalium serum > 5 mmol/L
 Serum kreatinin > 0,22 umol/L
 Stenosis aorta berat

β-blocker
Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, β-blocker sebaiknya digunakan
pada semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤ 40%. Pengobatan dengan β-blocker
memperbaiki fungsi ventrikel, pasien merasa baik, mengurangi angka rawatan di
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka harapan
hidup.
Indikasi pemberian β-blocker adalah :
 LVEF ≤ 40%
 Gejala ringan hingga berat (NYHA fungsional kelas II – IV), pasien dengan
disfungsi LV sistolik tanpa gejala setelah infark miokard juga indikasi
diberikan β-blocker
 Sudah mencapai dosis optimal ACEI/ ARB (dan aldosteron antagonis, jika
indikasi)
 Pasien harus dalam keadaan stabil secara klinis

Kontraindikasi β-blocker adalah :

 Asma ( PPOK bukan merupakan kontraindikasi)


 AV block derajat II – III, sick sinus syndrome, dan sinus bradikardia

Antagonis Aldosteron

Jika tidak ada kontraindikasi atau tidak toleransi, tambahan antagonis aldosteron
sebaiknya digunakan pada semua pasien gagal jantung dan LVEF ≤ 35% dan
gejala yang berat, misalnya NYHA III – IV, tidak adanya hiperkalemia dan
disfungsi ginjal.

Indikasi antagonis aldosteron adalah :

 LVEF ≤ 35%
 Gejala sedang hingga berat (NYHA fungsional kelas III – IV)
 Dosis optimal β-blocker dan ACEI atau ARB

Kontraindikasi antagonis aldosteron adalah :

 Kadar potassium serum > 5 mmol/L


 Serum kreatinin > 0,22 umol/L
 Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
 Kombinasi ACEI dan ARB1

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


Indikasi Angiotensin Resptor Bloker adalah :
 LVEF ≤ 40%
 Alternatif pada pasien dengan gejala ringan hingga berat, dan tidak toleran
dengan ACEI
 Atau pada pasien dengan gejala persisten, meskipun perawatan dengan ACEI
dan B-Blocker

Kontraindikasi ARB adalah :

 Sama seperti ACEI, kecuali angioderma


 Pasien dalam pengobatan ACEI dan antagonis aldosteron
 ARB hanya dapat digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal dan
konsentrasi kalium serum yang normal.1

Hydralazine dan Isosorbid dinitrat

Indikasinya adalah alternatif untuk ACEI / ARB, jika keduanya tidak toleransi.

Kontraindikasinya adalah :

 Gejala hipotensi
 Sindroma lupus
 Gagal ginjal

Digoxin
Pada pasien dengan gagal jantung dan atrial fibrilasi, digoxin digunakan pada
slow a rapid ventricular rate jika pasien dengan AF dan LVEF ≤ 40%, sebaiknya
dilakukan kontrol rate sebagai tambahan, atau diberikan beta bloker sebelumnya.

Indikasi pemberian digoksin adalah jika pada pasien dengan atrial fibrilasi,
diberikan jika rate > 80x/menit pada saat istirahat; > 110x/menit saat beraktivitas.
Sedangkan pada pasien dengan ritme sinus, maka indikasinya adalah LVEF ≤
40%, gejala ringan hingga berat, dan dosis optimal ACEI dan atau ARB, B-Bloker
dan aldosteron antagonis, jika indikasi.

Kontraindikasinya adalah AV blok grade II – III (tanpa pacemaker permanen),


pre-eksitasi sindrom dan sebelumnya intoleran terhadap digoksin.1

PROGNOSIS

Menentukan prognosis pada gagal jantung sangat kompleks. Beragam etiologi,


usia, komorbiditas, variasi dalam perkembangan individu harus dipertimbangkan.
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung
dapat dilihat pada tabel berikut :

Kondisi yang berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung

Demografi

Usia lanjut, iskemik, ketidakpatuhan, disfungsi renal, diabetes, anemia, COPD,


depresi

Klinis

Hipertensi, NYHA kelas III – IV, sebelumnya dirawat karena gagal jantung,
takikardi, ronkhi basah basal, stenosis aorta, IMT rendah, gangguan nafas yang
berhubungan dengan tidur

Elektrofisiologi

Takikardi, Q-wave, QRS lebar, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia ventrikular


kompleks, heart rate rendah, atrial fibrilasi, T-wave alternans

Fungsional

Aktivitas berkurang, low peak VO2, kelelahan berjalan 6 menit

Laboratorium

Peningkatan natriuretik peptide, hiponatremia, peningkatan troponin, peningkatan


biomarker neurohormonal, peningkatan kreatinin, peningkatan bilirubin, anemia,
peningkatan asam urat

Imaging

LVEF rendah, meningkatnya volume ventrikel kiri, cardiac index rendah,


meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kiri, restriktif mitral. Hipertensi
pulmonal, gangguan fungsi ventrikel kanan.

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSIF

DEFINISI
Penyakit jantung hipertensi adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan
penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventrikel hipetrophy (LVH),
aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang
disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

PATOFISIOLOGI
Peningkatan tekanan darah secara sistemik menyebabkan meningkatnya resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah.
Sebagai akibatnya terjadi hipertofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi.
Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang
yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel
untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya
terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam
seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi karena
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard
yang bertambah akibat pertambahan massa miokard.

MANIFESTASI KLINIS
Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi. Pada hipertrofi konsentrik
lama, iktus bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis
bergeser ke kiri bawah. Pada auskultasi pasien dengan hipertrofi konsentrik dapat
ditemukan S4 dan bila sudah terjadi dilatasi jantung didapatkan tanda – tanda
insufisiensi mitral relatif.

Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda – tanda akibat rangsangan simpatis
yang kronik. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang
mungkin diakibatkan peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai
hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot
jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang masih difus dan peningkatan tahanan
pembuluh darah perifer.

Gambaran klinis seperti sesak nafas adalah salah satu gejala gangguan fungsi
diastolik, dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi sistolik
masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan akhirnya
menjadi dilatasi ventrikel kemudian timbul gejala payah jantung. Stadium ini
kadangkala disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah
koroner dan akan memperburuk kelainan fungsi mekanik / pompa jantung yang
selektif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada foto toraks posisi posteroanterior pasien hipertrofi konsentrik, besar jantung
dalam batas normal. Pembesaran jantung ke kiri terjadi bila sudah ada dilatasi
ventrikel kiri. Terdapat elongasi aorta pada hipertensi yang kronik dan tanda –
tanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah ht serta ureum dan
kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat
kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium
urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal.

Pada EKG tampak tanda – tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain.
Ekokardiografi dapat mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup
kelainan anatomik dan fungsional jantung pasien hipertensi asimtomatik yang
belum didapatkan kelaina pada EKG dan radiologi. Perubahan – perubahan yang
dapat terlihat adalah sebagai berikut :
1. Tanda – tanda hipersirkulasi pada stadium dini, seperti hiperkinesis,
hipervolemia.
2. Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik.
3. Dilatasi ventrikel yang dapat merupakan tanda – tanda payah jantung, serta
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat.
4. Tanda – tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium lanjut adanya
diskinetik.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal,
mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan
mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko
terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin.

Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu,


menurunkan isi cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik,
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respons kardiovaskular
terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari golongan antisimpatis, dan
menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskular Indonesia. 2015. PERKI. Edisi Pertama. Jakarta.
2. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskuler.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. PERKI.
Edisi Pertama. Jakarta.
3. Panduan Praktis Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia. 2016. PERKI. Edisi Pertama. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai