Disusun oleh:
Fildza Awwalia, dr.
Dibimbing oleh:
Zainuddin, dr., Sp.JP., FIHA, FAsCC
LAPORAN KASUS
1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa dengan
pasien dan keluarga pasien pada 4 Desember 2021 di IGD RS Bhakti Asih
Keluhan Utama:
Sesak nafas sejak beberapa jam sebelum masuk IGD RS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak beberapa jam
sebelum masuk IGD RS. Keluhan disertai adanya mudah lelah saat
beraktivitas, pasien mudah terbangun malam hari karena sesak dan tidur
dengan 2 bantal. Keluhan disertai adanya dada yang terasa panas pada
bagian tengah dada dan tidak dapat ditunjuk dengan satu jari. Keluhan
nyeri dada membaik ketika pasien beristirahat sejenak, namun kembali
terasa panas apabila beraktivitas. Tidak ada keluhan batuk, demam,
nyeri dada seperti ditekan dan menjalar ke pundak maupun lengan kiri,
bengkak kaki, mual, muntah, mulut pahit, kulit/mata yang menguning,
perubahan pada BAB/BAK maupun penurunan kesadaran.
2
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan tekanan darah
tinggi namun tidak mengingat obat-obat yang dikonsumsi.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Anggota keluarga tidak ada yang memiliki penyakit serupa
namun ibu pasien memiliki riwayat penyakit diabetes.
Riwayat Pola Hidup:
Pasien makan 3 kali sehari berupa nasi dengan lauk pauk
ikan/ayam/daging dan sayur. Pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi
makanan berkolesterol tinggi dan mengandung banyak garam serta
riwayat merokok >10 tahun.
Kesan: kuantitas makanan cukup baik, namun kualitas makanan masih
mengonsumsi makanan yang menimbulkan risiko untuk penyakit yang
dideritanya.
Riwayat Sosial dan Ekonomi:
Pasien merupakan pegawai swasta. Pasien tinggal bersama
dengan istri dan ketiga anaknya. Ventilasi di rumah pasien cukup,
terdiri dari 4 jendela di ruang tamu dan 3 jendela di kamar tidur pasien.
Sinar matahari dapat masuk ke rumah pasien. Konsumsi air bersih
sehari hari menggunakan galon. Air bersih didapatkan dari PAM.
Pasien berobat dengan BPJS PBI.
3
Suhu : 36.6 °C
SpO2 : 99% room air
4
sonor kanan = kiri, suara nafas vesikuler kanan = kiri, rhonchi +/+,
wheezing -/-, bunyi jantung S1 S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Perut cembung, lembut/supel, diskolorasi (-), benjolan pada perut (-),
bising usus (+) normal, shifting dullness/ascites (-), defans muscular (-),
hepatosplenomegaly (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Deformitas, akral hangat, CRT <2”, arteri dorsalis pedis teraba kuat,
sianosis -/-/-/-, edema -/-/-/-
Pemeriksaan Darah
5
Troponin T 1.013 <40
Rontgen Thorax
1.5. Resume
Pasien laki-laki berusia 44 tahun datang ke IGD RSU Bhakti Asih
dengan keluhan sesak nafas sejak beberapa jam sebelum masuk RS.
Keluhan disertai adanya mudah lelah saat beraktivitas, pasien mudah
terbangun malam hari karena sesak dan tidur dengan 2 bantal. Keluhan
disertai adanya dada yang terasa panas pada bagian tengah dada dan tidak
dapat ditunjuk dengan satu jari. Keluhan nyeri dada membaik ketika pasien
beristirahat sejenak, namun kembali terasa panas apabila beraktivitas. Tidak
ada keluhan batuk, demam, nyeri dada seperti ditekan dan menjalar ke
pundak maupun lengan kiri, bengkak kaki, mual, muntah, mulut pahit,
6
kulit/mata yang menguning, perubahan pada BAB/BAK maupun penurunan
kesadaran. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung namun tidak
mengingat obat-obatan apa saja yang dikonsumi. Orang tua pasien memiliki
riwayat diabetes.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah meningkat,
peningkatan laju nafas, JVP meningkat, rhonchi pada kedua lapang paru,
akral hangat, CRT<2” dan tidak ada edema pada kedua tungkai. Pada
pemeriksaan EKG ditemukan adanya ST depresi pada lead I dan aVL. Pada
pemeriksaan darah rutin dalam batas normal sedangkan pada pemeriksaan
darah lanjutan menunjukkan adanya hipokalemia dan peningkatan marka
jantung Troponin T.
1.6. Diagnosis
Diagnosis Kerja : Acute Decompensated Heart Failure Wet and Warm
pada Congestive Heart Failure ec susp. CAD + HHD
+ NSTEMI + Hipokalemia
Diagnosis Banding : 1. Acute Decompensated Heart Failure Wet and
Warm pada Congestive Heart Failure ec susp.
CAD + HHD + NSTEMI + Hipokalemia
2. Acute Decompensated Heart Failure Wet and
Warm pada Congestive Heart Failure ec susp.
CAD + HHD + UAP + Hipokalemia
1.7. Tatalaksana
Non-medikamentosa:
o Rawat inap
o Evaluasi keadaan umum dan tanda vital tiap 2 jam
o Pasien dengan gagal jantung disarankan untuk memodifikasi gaya
hidup, termasuk penurunan berat badan jika kelebihan berat badan,
melakukan diet makanan yang diambil DASH (Dietary Appraches to
Stop Hypertension), mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil
7
sama dengan 2,4 gram /hari (6 gram/hari NaCl) serta melakukan
aktivitas fisik seperti aerobik
o Saat ini pasien disarankan untuk istirahat total dan mengurangi aktivitas
fisik agar serangan jantung tidak terjadi kembali.
Medikamentosa:
Tatalaksana di IGD:
o O2 non-rebreathing mask 10 lpm
o Lasix/furosemide 20mg/2mL ampule 1x2, IV
o Ranitidin 50mg/2mL ampule 1x1, IV
1.8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
8
1.9. Follow-up
5/12/2021 6/12/2021
S: S:
o Sesak masih dirasakan o Sesak berkurang
o Nyeri dada (-)
O:
o KU : tampak sakit sedang O:
o Kesadaran: compos o KU : tampak sakit sedang
mentis (E4M6V5) o Kesadaran:
o Tanda vital : T: 118/85 mmHg compos mentis
o Status generalis : JVP (E4M6V5)
meningkat, Rh +/+, akral hangat, o Tanda vital : T: 108/88
CRT<2”, pitting edema tungkai mmHg
-/- o Status generalis : JVP
o EKG: ST depresi lead I dan aVL tidak meningkat, Rh +/+
minimal, pitting edema
tungkai -/- akral hangat
o Trop T: 1.013
o K+: 3.38
A: ADHF wet and warm pada CHF ec
susp CAD + HHD + UAP dd/ NSTEMI A: ADHF wet and warm pada CHF ec
susp CAD + HHD + NSTEMI +
Hipokalemia
P:
Non Medikamentosa
P:
o Rawat inap dan tatalaksana lanjutan
9
oleh Sp.JP Non Medikamentosa
o Monitor KU dan tanda vital per 4
o Monitor KU dan tanda vital per 4 jam
jam
o Monitor balance cairan
o Monitor balance cairan
Medikamentosa
Medikamentosa
o O2 NRM 10 lpm
o O2 NRM 10 lpm o Miniaspi 80 mg tablet 1x1
o Furosemide drips 5 mg/jam o Clopidogrel 75 mg tablet 1x1
o Clopidogrel 75 mg tablet 1x1 o Atorvastatin 20 mg tablet 1x1
o Atorvastatin 20 mg tablet 1x1 o Furosemide drips 5 mg/jam
o Spironolactone 20 mg tablet 1x1 o Arixtra 2.5 mg 1x1 inj subcutan
o Levofloxacin 750 mg 1x1, IV o Nitrokaf 2.5 mg tablet 2x1
o Laxadin syr 1xC1
o Diazepam 5 mg tablet 1x1
o Ramipril 2.5 mg tablet 1x1
o KSR 600 mg 3x1
o Spironolactone 20 mg tablet 1x1 ->
STOP
o Levofloxacin 750 mg 1x1, IV
7/12/2021
S: P:
o Sesak membaik Non Medikamentosa
o Nyeri dada (-) o Monitor KU dan tanda vital per 4 jam
10
o Kesadaran: compos mentis o O2 nasal canule 3 lpm
(E4M6V5) o Miniaspi 80 mg tablet 1x1
o Tanda vital : T: 110/70 mmHg o Clopidogrel 75 mg tablet 1x1
o Status generalis : JVP tidak o Atorvastatin 20 mg tablet 1x1
meningkat, Rh +/+ berkurang, o Furosemide drips 5 mg/jam
ascites (-), pitting edema tungkai o Arixtra 2.5 mg 1x1 inj subcutan
-/-, akral hangat o Nitrokaf 2.5 mg tablet 2x1 -> STOP
o Laxadin syr 1xC1
A: ADHF perbaikan + NSTEMI +
o Diazepam 5 mg tablet 1x1
Hipokalemia
o Ramipril 2.5 mg tablet 1x1
o KSR 600 mg 3x1
o Levofloxacin 750 mg 1x1, IV
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
2.1.2. Epidemiologi
Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan penyakit paling sering,
serus dan mengancam jiwa di Amerika Serikat, dimana 13 juta orang
memiliki SKA dengan >6 juta orang mengalami kejadian angina pektoris
dan >7 juta orang memiliki infark miokard (STEMI/NSTEMI). Di Indonesia
dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi)
merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni
sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang
disebabkan oleh kanker (6%). Faktor genetik, diet tinggi kalori dan lemak,
kegemukan, resistensi insulin, merokok dan pola hidup tidak sehat memiliki
hubungan kuat dengan kejadian SKA.
13
- Ras
Orang Amerika-Afrika lebih rentan tehadap aterosklerosis
daripada orang kulit putih.
- Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung
koroner (yaitu saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini
sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya
aterosklerosis prematur. Besarnya pengaruh genetik dan lingkungan
belum diketahui. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa
bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya,
seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat
pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti gaya
hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.
b) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Merokok
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek
langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat
menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebakan
mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit
dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan
glikoprotein tembakau dapat mengakibatkan reaksi hipersensitif
dinding arteri.
2) Dislipidemia
Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam
lemak bebas) berasal dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak
endogen. Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang
relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak larut
dalam plasma. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama
lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. LDL paling
tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya
14
akan trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya
risiko penyakit jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi
berperan sebagai faktor pelindung penyakit jantung koroner,
sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat aterogenik.
Rasio kadar LDL dan HDL dalam darah mempunyai makna klinis
untuk terjadinya aterosklerosis.
3) Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL
dari sirkulasi akan di bawa ke hepar. Pada penderita diabetes
mellitus, degradasi LDL di hepar menurun, dan gikolasi kolagen
meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya LDL yang
berikatan dengan dinding vaskuler.
4) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja
jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel
untuk menguatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel
untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi
akhirnya terlampaui , terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung jadi
semakin terancam dengan adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan
oksigen miokardium meningkat sedangkan suplai oksigen tidak
mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung
lama bisa menjadi infark. Disamping itu, hipertensi dapat
meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah akibat tekana
tinggi yang lama (endothelial injury).
5) Obesitas
Kegemukan mungkin bukan faktor risiko yang berdiri sendiri,
karena pada umumnya selalu diikuti oleh faktor risiko lainnya.
15
c) Faktor pencetus
1) Hipertensi
Hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh
darah akibat tekanan tinggi yang lama dan kemungkinan terjadinya
rupturnya plak pada pembuluh darah.
2) Anemia
Anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke
jaringan, termasuk ke jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen, jantung dipacu untuk meningkatkan cardiac ouput. Hal ini
mengakibatkan kebutuhan oksigen di jantung meningkat.
Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen mengakibatkan
gangguan pada jantung.
3) Kerja fisik/olahraga
Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen
terhadap jaringan dan miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis
mengakibatkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya
mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa terjadi infark.
2.1.4. Patogenesis
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh
aterosklerosis arteri koroner. Untuk memahaminya secara komprehensif
diperlukan pengetahuan tentang patofisiologi iskemia miokardium. Iskemia
miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai
oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri
koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium. Contoh
lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan
frekuensi denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, tanpa diimbangi kemampuan
untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium. Jika terjadi
16
penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang
awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang
terkena, karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin
parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark miokardium adalah
nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi
nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada
semua lapisan).
17
proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya
menyebabkan pertumbuhan plak.
2) Proses aterosklerosis
Peran proses inflamasi Jika endotel rusak, sel-sel infl amatorik,
terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara
berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada
lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi
makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga
berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan
selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini
melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte
chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40,
18
dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan
merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh
darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat
terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika
media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk
kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti
lipid dari aliran pembuluh darah. Makrofag juga menghasilkan matriks
metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler
dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak.
19
pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses
antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung
stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi
proses inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang
seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser
ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak
semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan
mengalami ruptur.
20
plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini
diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi
trombosit.
21
biasanya didapatkan aliran darah kolateral yang signifikan. Angina tak-
stabil terjadi karena menurunnya perfusi ke jantung (disrupsi plak
menyebabkan terbentuknya trombus dan penurunan perfusi) atau
peningkatan kebutuhan oksigen (oxygen mismatch). Trombus biasanya
bersifat labil dengan oklusi tidak menetap. Pada angina tak stabil,
miokardium mengalami stres tetapi bisa membaik kembali. NSTEMI terjadi
bila perfusi miokardium mengalami disrupsi karena oklusi trombus
persisten atau vasospasme. Adanya trombolisis spontan, berhentinya
vasokonstriksi, atau adanya sirkulasi kolateral membatasi kerusakan
miokardium yang terjadi. Sedangkan STEMI terjadi bila disrupsi plak dan
trombosis menyebabkan oklusi total sehingga terjadi iskemia transmural dan
nekrosis.
2.1.6. Diagnosis
a) Anamnesis
- Nyeri, yang biasanya digambarkan sebagai rasa berat, tekanan,
peras, atau sensasi terbakar di prekordium dan dapat menyebar ke
leher, bahu, rahang, punggung, perut bagian atas, atau kedua lengan.
Nyeri yang tidak dapat ditunjuk dengan satu jari melainkan
gambaran tangan atau genggaman tangan di dada (Levine’s sign).
- Nyeri bertahan selama >10 menit
- Onset yang baru terjadi (<2 minggu)
- Palpitasi
- Dispnea atau angina exertional dan emosional yang sembuh dengan
nyeri atau istirahat
- Mual akibat stimulasi vagal
- Memiliki faktor risiko yang mungkin mencetuskan SKA
b) Pemeriksaan fisik
- Hipotensi: Menunjukkan disfungsi ventrikel akibat iskemia miokard,
infark miokard (MI), atau disfungsi katup akut.
22
- Hipertensi: adanya angina atau mencerminkan kadar catecholamine
yang meningkat karena kegelisahan atau stimulasi sympathomimetic
eksogen.
- Diaphoresis
- Edema paru dan tanda-tanda gagal jantung kiri lainnya
- Distensi vena jugularis
- Kulit dingin, kulit keruh dan diaphoresis pada pasien dengan syok
kardiogenik
- Suara jantung ketiga (S3) dan, yang sering terdengar suara jantung
keempat (S4)
- Murmur sistolik berhubungan dengan penyumbatan dinamis saluran
keluar ventrikel kiri
- Rales pada pemeriksaan paru (sugestif disfungsi ventrikel kiri atau
regurgitasi mitral)
c) Pemeriksaan penunjang
- EKG: perubahan pada ST segment dan gelombang T
menggambarkan adanya gangguan pada ritme jantung atau konduksi
intraventrikel dan pembengkakan ventrikel kiri yang sugestif
mengarah kepada SKA. ST segment respon terhadap kondisi
iskemik menunjukkan adanya ST depresi flat atau downsloping
>0.1mV dibawah baseline. ST segmen upsloping atau junctional
tidak dipertimbangkan sebagai karakteristik iskemik. Ada pula pada
kejadian STEMI, pada tahap awal oklusi total akan memberikan
gambaran ST segment yang mengalami elevasi yang selanjutnya
akan menyebabkan evolusi gelombang Q.
23
- Laboratorium: memeriksakan faktor risiko seperti kadar kolesterol,
glukosa, kreatinin, tiroid dan lain-lain serta memeriksakan marka
jantung.
24
- Diagnositic imaging modalities: cardiac imaging (echocardiography)
apabila EKG resting/exercise tidak dapat dilakukan.
25
2.1.7. Stratifikasi Risiko
Kemungkinan suatu keluhan atau gejala disebabkan oleh sindroma koroner
akut:
26
Kemungkinan besar Kemungkinan sedang Kemungkinan rendah (3)
(1) (2)
Terdapat salah satu di Tidak ada tanda (1), tapi Tidak ada tanda (1) dan
bawah ini terdapat hal di bawah ini (2), tapi terdapat hal di
bawah ini
Riwaya Nyeri/rasa tidak Nyeri atau rasa tidak Keluhan yang mungkin
t enak di dada/tengah enak di dada atau disebabkan iskemia
kiri, pada penderita lengan kiri pada penderita yang
yang telah diketahui Umur >70 tahun tidak menampakkan
angina infark Laki-laki tanda-tanda
Riwayat PJK, Diabetes mellitus kemungkinan
termasuk infark menderita PJK
miokard akut Baru menggunakan
kokain
Fisik Bising MR transient, Terdapat penyakit Nyeri dada pada palpasi
hipotensi, keringat vaskuler ekstra kardiak
banyak, edema paru, (karotis, aortik, perifer)
atau ronkhi basah
EKG Deviasi segmen ST Gelombang Q yang tetap T datar atau terbalik pada
(>0,05 mV) atau gel.T Segmen ST atau gel. T sadapan dengan R yang
terbalik (>0,2 mV) yang abnormal yang telah ada tinggi
baru atau diduga baru sebelumnya
yang disertai adanya
keluhan
Marka Meningkat Normal Normal
jantung
27
Sementara itu, untuk skoring TIMI pada kasus STEMI, kriteria sedikit
berbeda, yaitu: (sebelumnya, pertimbangkan tanda & gejala seperti: nyeri
dada >30 menit, ST elevasi, onset <6jam)
2.1.8. Tatalaksana
Tatalaksana meliputi komponen-komponen berikut.
28
1) Penjelasan mengenai keadaan dan rencana tatalaksana yang akan
dilakukan;
2) Identifikasi dan pengobatan mengenai faktor yang memperberat seperti
obesitas, hipertensi, hipertiroid, anemia maupun penyakit paru bertujuan
untuk mengatur kebutuhan dan suplai oksigen ke jantung;
3) Menyarankan untuk adaptasi aktivitas sesuai kondisi saat ini
4) Tatalaksana faktor risiko seperti diabetes melitus, hipertensi,
hyperlipidemia, obesitas, merokok dan lainnya;
5) Pertimbangan revaskularisasi
29
β-adrenergic blocker
β-adrenergic blocker berperan dalam mengurangi kebutuhan oksigen
miokardium dengan menghambat peningkatan denyut jantung, tekanan
arteri dan kontraktilitas miokardium karena aktivasi adrenergik.
30
Calcium channel blocker
Calcium channel blocker berperan dalam vasodilator dan mengurangi
kebutuhan oksigen, kontraktilitas dan tekanan arterial. CCB indikasi
diberikan ketika β-adrenergic blocker kontraindikasi diberikan,
toleransi rendah maupun inefektif. Namun pemberian CCB seperti
verapamil dan diltiazem juga dapat menimbulkan gangguan konduksi
jantung dan bradikardia serta memungkinkan memperburuk kegagalan
ventrikel kiri terutama dengan pasien disfungsi ventrikel kiri dan
menggunakan β-adrenergic blocker.
31
Pilihan antara β-adrenergic blocker dan CCB yang akan diberikan
kepada pasien dengan SKA sebagai inisial terapi yaitu β-adrenergic
blocker dimana menunjukkan meningkatkan life expectancy.
Antiplatelet
Aspirin merupakan irreversible inhibitor untuk platelet cyclooxygenase
dan menghambat aktivasi platelet. Pemberian dalam enteric-coated
dengan dosis 81-162 mg/hari, pemberian obat ini dipertimbangkan pada
pasien SKA tanpa riwayat perdarahan gastrointestinal, dispepsia dan
alergi. Clopidogrel (300-600 mg loading dan 75 mg/hari) sebagai
penghambat P2Y12 ADP receptor yang memediasi agregasi platelet.
Pemberian clopidogrel dan aspirin mengurangi angka kematian dan
efek iskemik pada penderita SKA dan mengurangi risiko pembentukkan
thrombus pada pasien yang terpasang stent pada arteri coroner.
Lainnya
- ACE-inhibitors
Penggunaan ACE-I digunakan pada survivor infark miokardium,
hipertensi, kronik SKA dan diabetes. Manfaat ACE-I paling jelas
pada SKA dengan risiko tinggi terutama dengan diabetes maupun
disfungsi ventrikel kiri, terutama belum mencapai target tekanan
darah dengan β-adrenergic blocker dan statins.
32
- Statin
Pemberian statin seperti atorvastatin 80 mg/hari dapat mengurangi
komplikasi dan rekurensi SKA.
- Antikoagulan
Empat opsi antikoagulan dapat ditambahkan kedalam terapi
antiplatelet seperti unfractionated heparin (UFH), low molecular-
weight heparin (LMWH), bivalirudin dan fondaparinux. LMWH
dikenal dapat mengurangi serangan jantung berulang namun
meningkatkan kejadian perdarahan, bivalirudin memberikan efek
yang sama dengan UFH maupun LMWH dan mengurangi kejadian
perdarahan berlebih dan sering digunakan sebelum atau saat
berlangsungnya PCI serta fondaparinux yang memberikan risiko
terendah untuk menimbulkan perdarahan. Pemberian antikoagulan
dan antiplatelet perlu diperhatikan terkait dosis, berat badan,
kreatinin dan riwayat perdarahan.
33
Pasien dengan STEMI, tatalaksana yang diperlukan
1) Waktu adalah emas
34
5) ACE inhibitor i.e. Lisinopril
2.1.9. Komplikasi
Dalam <72 jam
•Kematian
•Syok kardiogenik
•Gagal jantung
•Ventricular arrhythmia
•Myocardial rupture
•Thromboembolism
Late
•Ventricular wall rupture
•Valvular regurgitation
•Ventricular aneurysms
•Cardiac tamponade
2.2.2. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan
angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung
relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan
klinis yang lebih berat. Menurut studi yang dilakukan Framingham, insiden
tahunan pada laki–laki dengan gagal jantung (per 1000 kejadian) meningkat
dari 3 pada usia 50 - 59 tahun menjadi 27 pada usia 80 – 89 tahun,
35
sementara wanita memiliki insiden gagal jantung yang relatif lebih rendah
dibanding pada laki–laki (wanita sepertiga lebih rendah).
2.2.3. Klasifikasi
i. Berdasarkan waktu
- Gagal jantung akut
Gagal jantung yang memiliki tanda dan gejala dan
dikaakteristikan dengan onset cepat atau gradual serta
memerlukan perawatan urgent yang tidak terencana di rumah
sakit.
- Gagal jantung kronik
Sindroma klinis yang merupakan hasil dari disfungsi jantung
yaitu kelainan kemampuan dari ventrikel memompakan darah
yang menghasilkan gejala manifestasi dari gagal jantung.
ii. Berdasarkan lokasi
- Gagal jantung kiri
Kelemahan ventrikel kiri yang menyebabkan peningkatan
tekanan vena pulmonalis dan paru sehingga timbul manifestasi
dyspnea on effort, paroxysmal nocturnal dyspnea dan ortopnea.
- Gagal jantung kanan
Kelemahan ventrikel kanan yang menyebabkan kongesti vena
sistemik sehingga timbul manifestasi edema perifer,
hepatomegali dan distensi vena jugular.
- Gagal jantung kanan dan kiri
iii. Ejeksi fraksi
- Gagal jantung dengan fraksi ejeksi menurun
Ditandai dengan disfungsi sistolik (fraksi ejeksi <40%) +
disfungsi diastolik
- Gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal
Ditandai dengan fungsi sistolik normal (fraksi ejeksi >50%) +
disfugsi diastolik
36
iv. Berdasarkan mekanisme
- Forward failure
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keluar pada
kecepatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
dari tubuh.
- Backward failure
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keluar pada
kecepatan yang cukup dikarenakan tekanan pengisian jantung
yang abnormal tinggi.
- High output failure
Ketidakmampuan jantung untuk mensuplai tubuh dengan nutrisi
dalam darah secara adekuat walaupun volume darah cukup dan
normal atau kontraktilitas jantung telah meningkat ec anemia,
septicemia, hipertiroidism dan beri-beri.
37
2.2.5. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus memenuhi kriteria berikut.
Framingham Criteria (2 major atau 1 major + 2 minor)
Pemeriksaan Penunjang
1) Foto toraks
Menunjukkan pembesaran jantung (mengukur cardiothoracic ratio)
atau oedem paru
2) EKG
3) Echocardiography
Pemeriksaan vital pada pasien gagal jantung untuk menilai struktur
jantung (ketebalan dinding, kelainan katup dan lainnya) serta fraksi
ejeksi.
4) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, kimia darah (glukosa, profil lipid, ureum,
kreatinin, elektrolit, hormone tiroid, fungsi hepar), Brain Natriuretic
Peptide (BNP) disekresikan sebagai respon overload tekanan dan
volume dari ruangan jantung serta urinalisis.
38
2.2.6. Tatalaksana
1) Perubahan gaya hidup
- Batasi intake sodium sebanyak 1.500mg/hari pada pasien stage A
dan B. Pada stage C dan D belum ada rekomendasi yang jelas
mengenai jumlah sodium yang boleh dikonsumsi pasien.
- Berhenti merokok
- Batasi konsumsi alkohol berlebih
- Turunkan berat badan pada pasien obesitas
- Lakukan aktivitas fisik dan cardiac rehabilitation pada pasien
yang stabil secara klinis
2) Terapi berdasarkan AHA/ACCF
39
3) Terapi gagal jantung akut
40
BAB III
ANALISIS KASUS
Hal yang akan dibahas lebih dahulu yaitu mengenai ACS. Berdasarkan
Harrison’s Internal Medicine ed. 21st, sesuai dengan gejala yang timbul pada
pasien. Pasien mengeluhkan adanya nyeri pada tengah dada dan tidak dapat
ditunjuk dengan satu jari. Keluhan nyeri dada bersifat atypical, pasien merasa
nyeri yang terasa panas bukan ditekan maupun diremas, sehingga masih dapat
dicurigai akibat refluks asam lambung. Pada pasien ini masih memiliki dua
diagnosis banding, akibat gangguan jantung maupun lambung.
41
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dalam batas normal dan
kesadaran compos mentis, ditemukan juga peningkatan tekanan vena jugular, rales
ditemukan pada kedua lapang paru, akral hangat dan tidak ada edema pada kedua
kaki. Keluhan diatas mengarahkan kepada komplikasi iskemia kemungkinan
adanya gagal jantung yang akan dibahas selanjutnya. Diagnosa banding belum
dapat disingkirkan namun diagnosa utama menjadi semakin kuat ditegakkan
dengan pemeriksaan fisik diatas.
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien ini di ruang gawat darurat
memperbaiki perfusi dan suplai oksigen ke miokardium. Pemberian nitrat
42
diperlukan sebagai vasodilator, mengurangi kebutuhan oksigen dan meningkatkan
aliran darah ke miokardium ISDN 5 mg sublingual. Pemberian antiplatelet juga
diberikan untuk menghambat pembentukkan thrombus, namun pemberian ini
perlu diperhatikan adanya keluhan nyeri dada atypical yang terasa panas, risiko
perdarahan gastrointestinal apabila pasien memiliki riwayat dyspepsia, terapi yang
dipilih berupa Clopidogrel yang memiliki risiko lebih rendah untuk kejadian
perdarahan gastrointestinal. Clopidogrel diberikan dengan dosis 75 mg dengan
pertimbangan kemungkinan adanya dyspepsia pada pasien. Selain kedua hal
tersebut diatasi, perhatikan faktor risiko yang mungkin menyebabkan kejadian
iskemia, sehingga pemberian Statin juga dapat dipertimbangkan.
43
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dalam batas normal dan
kesadaran compos mentis, ditemukan juga peningkatan tekanan vena jugular, rales
ditemukan pada kedua lapang paru, akral hangat dan tidak ada edema pada kedua
kaki. Keluhan diatas dipertimbangkan adanya gangguan fungsi jantung. Kriteria
Framingham diperhatikan pada keluhan ini. Pasien memiliki 3 kriteria major dan
1 kriteria minor, sehingga memenuhi untuk diagnosa gagal jantung. Pemeriksaan
selanjutnya untuk menegakkan diagnosa dilakukan pemeriksaan penunjang
dengan foto rontgen thorax. Ditemukan adanya kardiomegali dengan CTR >0.5,
sehingga menambah poin kriteria major pada Framingham.
Diagnosis banding pada pasien ini adanya gangguan fungsi paru, ginjal
maupun liver. Tidak ada keluhan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pada pasien yang mengarahkan kepada gangguan fungsi ketiga organ tersebut.
Sesak diakibatkan adanya overload cairan yang diakibatkan gangguan fungsi
jantung.
44
sistolik pada rentang 100-110 mmHg, dengan adanya efek samping β-adrenergic
blocker menyebabkan hipotensi sehingga perlu dipertimbangkan.
45
DAFTAR PUSTAKA
46
10. Robert-Ebadi H, Le Gal G, Righini M. Use of anticoagulants in elderly
patients: practical recommendations. Clin Interv Aging. 2009;4():165-77.
doi: 10.2147/cia.s4308. Epub 2009 May 14. PMID: 19503778; PMCID:
PMC2685237.
11. Coppola G, Romano G, Corrado E, Grisanti RM, Novo S. Peripheral artery
disease: potential role of ACE-inhibitor therapy. Vasc Health Risk Manag.
2008;4(6):1179-87. doi: 10.2147/vhrm.s3096. PMID: 19337531; PMCID:
PMC2663435.
47