PENDAHULUAN
Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan gejala sesak dan
fatique (saat istirahat atau aktivitas), yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung.1,2 Gagal Jantung Kongestif (GJK) atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah
suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh berkurangnya volume pemompaan jantung
untuk keperluan relatif tubuh disertai hilangnya curah jantung dalam mempertahankan
aliran balik vena.3 Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan jika terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. Gagal jantung kongestif juga merujuk pada gagal
jantung kronik yaitu suatu kondisi patofisiologis terdapat kegagalan jantung memompa
darah sesuai dengan kebutuhan jaringan yang terjadi sejak lama.4
Manifestasi GJK dapat berupa fatigue, dyspnea, dan shortness of breath. Keluhan
dapat berupa anoreksia, nausea, dan rasa penuh. Tekanan darah dapat normal atau
meningkat akibat disfungsi ventrikel kiri, peninggian tekanan pengisian vena, adanya
murmur (sistolik atau diastolik) dan irama gallop. Ronki basah pada kedua basal paru.
Hepatomegali, asites, ikterus karena fungsi hepar yang terganggu, serta edema
ekstremitas yang umumnya simetris.1,2,3
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium,
pembuluh darah besar, arithmia, kelainan katup dan gangguan irama. Di Eropa dan
Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit arteri koroner biasanya
akibat infark miokard, yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75
tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti,
sementara data rumah sakit di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab
terbanyak, disusul penyakit arteri koroner dan katup.1,2
Kejadian gagal jantung kronis di Eropa berkisar kira-kira 0,4%-2% dan meningkat
pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Setengah dari pasien gagal
jantung meninggal dalam masa 4 tahun setelah diagnosis ditegakkan dan pada keadaan
gagal jantung berat, lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.1,5
Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di
RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar
1
65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami
perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40%
dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal
jantung yang ringan.2,3 Prognosis dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya
tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam
4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50%
akan meninggal dalam tahun pertama.2
Hal inilah yang mendorong penyusun untuk membahas kasus mengenai gagal
jantung kongestif karena peran dokter sangat penting dalam mengidentifikasi pasien
gagal jantung, menegakkan diagnosis, dan merencanakan tatalaksana atau rujukan yang
tepat sehingga dapat membantu menurunkan angka mortalitas akibat gagal jantung
kongestif agar prognosis menjadi lebih baik.
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 26 Februari 2018
Keluhan Utama : Sesak nafas semakin hebat sejak 1 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Sembab di kedua tungkai
Sejak ± 3 minggu SMRS, pasien mengeluh sesak nafas. Sesak timbul jika
beraktivitas sedang seperti berjalan jauh lebih dari 100 meter, sesak berkurang
ketika istirahat, sesak tidak dipengaruhi cuaca, emosi, dan debu, terbangun malam
hari saat tidur karena sesak tidak ada, nyeri dada tidak ada, mengi tidak ada,
jantung berdebar-debar ada saat terjadi sesak. Batuk tidak ada, mual tidak ada,
muntah tidak ada. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam. BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
Sejak ± 4 hari SMRS, pasien mengeluh sesak bertambah berat. Sesak
dirasakan terutama ketika beraktivitas sedang seperti berjalan ke kamar mandi.
Sesak berkurang ketika istirahat, sesak tidak dipengaruhi cuaca, emosi, dan debu.
Nyeri dada dirasakan ada, mengi tidak ada, jantung berdebar-debar ada, terbangun
saat malam hari karena sesak dan batuk ada, frekuensi 2-3 kali tiap malam. Batuk
3
tidak berdahak ada, tiap batuk kemudian timbul sesak, batuk berdarah tidak ada,
mual tidak ada, muntah tidak ada. Pasien juga merasakan timbul sembab di kedua
tungkai kaki dan perut makin membesar, sembab pada muka tidak ada.
Sejak ± 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak semakin hebat. Sesak
bahkan tetap dirasakan ketika sedang istirahat. Pasien banyak berkeringat dan
tidur dengan bantal tinggi, sebanyak ± 3 – 4 bantal. Mual ada, muntah tidak ada,
BAB dan BAK seperti biasa. Pasien kemudian dibawa berobat ke IGD RSUD
Bari Palembang.
Riwayat Pengobatan
- Pasien pernah diberi obat darah tinggi berupa Amlodipin tetapi tidak diminum
secara teratur.
Riwayat Kebiasaan
- Pasien merokok (+) 1 bungkus per hari, alkohol (-)
- Pasien tidak berolahraga secara teratur
4
Riwayat Lingkungan dan Sosio-Ekonomi
- Pasien tinggal di lingkungan perumahan
- Pasien bekerja sebagai buruh
b. Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Simetris, normosefali
Rambut : Tebal, warna hitam, alopesia (-)
Mata : Pupil isokor (+), Konjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-)
Telinga : MAE lapang (+), serumen (-), otore (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), T1 – T1, uvula di tengah
Leher : JVP (5+0) cmH2O, distensi vena leher (-), pembesaran KGB (-)
Thorax
Pulmo
- Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (-/-), spider nevi (-)
- Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tidak ada
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok tidak ada
5
- Auskultasi : Vesikuler (+) menurun, ronkhi (+) basah halus di kedua lapang
paru, wheezing di kedua lapang paru tidak ada
Cor
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri linea aksilaris anterior ICS VI sinistra
Batas jantung kanan lines sternalis dekstra ICS V
- Auskultasi : BJ I dan II normal, HR = 98 x/menit, murmur (+), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Cembung, venektasi (-), caput medusa (-), skar op (-)
- Palpasi : Tegang (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit dinilai,
ballotement sulit dinilai
- Perkusi : Timpani (+), shiffting dullness (+)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+), palmar pucat (-), ptekie (-), clubbing finger (-),
edema pretibial (+/+), pitting edema (+/+), tremor (-/-), CRT <2
detik
6
2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium tanggal 23 Februari 2018
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 5,9 g/dL 11,4-15 Menurun
Leukosit 8.2 103/µL 4.73-10.89 Normal
Hematokrit 16 % 35-45 Menurun
Trombosit 216 103/µL 150-450 Normal
Hitung jenis
-Basofil 0 % 0-1 Normal
-Eosinofil 1 % 1-3 Normal
-Batang 1 % 2-6 Menurun
-Neutrofil 87 % 50-70 Meningkat
-Limfosit 6 % 20-40 Menurun
-Monosit 5 % 2-8 Normal
Golongan Darah
ABO A
Rhesus +
KIMIA KLINIK
HATI
GDS 104 mg/dL <108 Menurun
SGOT 10 U/L 0-32 Normal
SGPT 12 U/L 0-31 Normal
GINJAL
Ureum 287 mg/dL 16.6-48.5 Meningkat
Kreatinin 9.48 mg/dL 0.50-0.90 Meningkat
7
b. Pemeriksaan Rontgen
8
c. Pemeriksaan EKG
Pada tanggal 23 Februari 2018
Interpretasi:
Irama Sinus, Reguler, HR : 100x/menit, Axis Normal, PR Interval 0.12 s
P mitral, P bifasik V1 inversi dominan
Gelombang QRS 0.12 s, Q patologis (-), ST Changes (-), T Changes (-), LV Strain (+)
Kesan: Left atrial enlargement + Left ventricle hypertrophy
9
- Penyakit Ginjal Kronik
- Asma
- TB Paru
2.7 TATALAKSANA
Non-Farmakologi
- Bedrest
- Edukasi
- Diet Jantung II
- Balance cairan
- Konsul HD
Farmakologis
- O2 2 L/ menit
- IVFD RL gtt XX/m
- Inj. Furosemid 1 x 1 amp
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Spironolaktan 2 x 12,5 g
- Inj. Prosogen 1 x 1 vial
- Sucralfat syr 4 x 2 C
- Transfusi PRC 4 x 150 cc
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
10
FOLLOW UP
TANGGAL 24 Februari 2018
S: Keluhan: sesak (+) , sembab berkurang
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 160/90 mmHg
Nadi 84 x/menit
Pernapasan 26 x/ menit
Temperatur 37 oC
Keadaan Spesifik
Kepala Normosefali
Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik (-), edema palpebra
(+), NCH (-), epistaksis (-), lid lag (-), bibir pucat (-), sianosis (-
), atrofi papil (-), tremor (-)
Thorax:
Paru Inspeksi: Barrel chest (-), retraksi (-)
Inspeksi: Statis simetris kanan=kiri dan dinamis tidak
ada hemitoraks yang tertinggal
Palpasi: Stem fremitus kanan menurun mulai sela
iga 5
Perkusi: Redup hemitorax kanan mulai sela iga 5
Auskultasi: Vesikuler (+/+) menurun hemitorax dextra, ronkhi
(+/+), wheezing (-/-)
11
Batas jantung kiri 5 jari lateral sinistra,
Auskultasi : HR= 98x/menit, reguler, murmur (+)
gallop S3 (-)
Abdomen Inspeksi: Cembung, venektasi (-), caput medusae (-), striae (-),
hematoma (-)
Palpasi: Tegang, NT (-), hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi: Shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Genitalia Tidak diperiksa
Ekstremitas Akral hangat (+), CRT<2 detik, edema pretibial (+), koilnikia (-
), ptekie (-), palmar pucat (-), pitting edema(+),
A Uremia Syndrome e.c CKD
P Non Farmakologis
Istirahat
Diet jantung II
Edukasi
O2 2L/menit
Balance cairan
Farmakologis
IVFD RL gtt XX/m
Inj. Furosemid 1x1 amp
Inj. Prosogan 1x1 vial
Amlodipin 1x10 mg
Sucralfat syr 3x1 C
Asam Folat 1x1
Rencana transfusi PRC 600 cc
Keadaan Spesifik
Kepala Normosefali
Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik (-), edema palpebra
(+), NCH (-), epistaksis (-), lid lag (-), bibir pucat (-), sianosis (-
), atrofi papil (-), tremor (-)
12
Leher JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
Struma (-)
Thorax:
Paru Inspeksi: Barrel chest (-), retraksi (-)
Inspeksi: Statis simetris kanan=kiri dan dinamis tidak
ada hemitoraks yang tertinggal
Palpasi: Stem fremitus kanan menurun mulai sela
iga 5
Perkusi: Redup hemitorax kanan mulai sela iga 5
Auskultasi: Vesikuler (+/+) menurun hemitorax dextra, ronkhi
(+/+), wheezing (-/-)
Abdomen Inspeksi: Cembung, venektasi (-), caput medusae (-), striae (-),
hematoma (-)
Palpasi: Tegang, NT (-), hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi: Shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Genitalia Tidak diperiksa
Ekstremitas Akral hangat (+), CRT<2 detik, edema pretibial (+), koilnikia (-
), ptekie (-), palmar pucat (-), pitting edema(+),
A Uremia Syndrome e.c CKD
P Non Farmakologis
Istirahat
Diet jantung II
Edukasi
O2 2L/menit
Balance cairan
Farmakologis
IVFD RL gtt XX/m
Inj. Furosemid 1x1 amp
Inj. Prosogan 1x1 vial
Amlodipin 1x10 mg
Sucralfat syr 3x1 C
Asam Folat 1x1
13
Aminefion 3x2
Rencana transfusi PRC 4 kolf
Keadaan Spesifik
Kepala Normosefali
Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik (-), edema palpebra
(+), NCH (-), epistaksis (-), lid lag (-), bibir pucat (-), sianosis (-
), atrofi papil (-), tremor (-)
Thorax:
Paru Inspeksi: Barrel chest (-), retraksi (-)
Inspeksi: Statis simetris kanan=kiri dan dinamis tidak
ada hemitoraks yang tertinggal
Palpasi: Stem fremitus kanan menurun mulai sela
iga 5
Perkusi: Redup hemitorax kanan mulai sela iga 5
Auskultasi: Vesikuler (+/+) menurun hemitorax dextra, ronkhi
(+/+), wheezing (-/-)
14
Jantung Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi: Iktus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas jantung atas ICS II,
Batas jantung kanan sulit dinilai
Batas jantung kiri 5 jari lateral sinistra,
Auskultasi : HR= 98x/menit, reguler, murmur (+)
gallop S3 (-)
Abdomen Inspeksi: Cembung, venektasi (-), caput medusae (-), striae (-),
hematoma (-)
Palpasi: Tegang, NT (-), hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi: Shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Genitalia Tidak diperiksa
Ekstremitas Akral hangat (+), CRT<2 detik, edema pretibial (+), koilnikia (-
), ptekie (-), palmar pucat (-), pitting edema(+),
A CHF e.c HHD + CKD stage V
P Non Farmakologis
Istirahat
Diet jantung II
Edukasi
O2 2L/menit
Balance cairan
Farmakologis
IVFD RL gtt XX/m
Inj. Furosemid 1x1 amp
Inj. Prosogan 1x1 vial
Amlodipin 1x10 mg
Sucralfat syr 3x1 C
Asam Folat 1x1
Aminefion 3x2
Rencana transfusi PRC 4 kolf
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definsi
Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan gejala sesak dan
fatique (saat istirahat atau aktivitas), yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung.1,2 Beberapa istilah dalam Gagal Jantung antara lain Gagal Jantung Sistolik dan
Diastolik, Low Output dan High Output Heart Failure, Gagal Jantung Akut dan Kronik,
serta Gagal Jantung Kanan dan Kiri.2
Gagal Jantung Kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas serta ortopneu. Gagal Jantung
Kanan terjadi akibat kelemahan ventrikel kanan sehingga terjadi kongesti vena sistemik
yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan disertai distensi vena jugularis.2
Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu
sindroma klinik yang disebabkan oleh berkurangnya volume pemompaan jantung untuk
keperluan relatif tubuh disertai hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran
balik vena.3
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan jika terjadi gagal jantung
sisi kiri dan sisi kanan. Gagal jantung kongestif juga merujuk pada gagal jantung kronik
yaitu suatu kondisi patofisiologis terdapat kegagalan jantung memompa darah sesuai
dengan kebutuhan jaringan yang terjadi sejak lama.4
3.2. Epidemiologi
Kejadian gagal jantung kronis di Eropa berkisar kira-kira 0,4%-2% dan meningkat
pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Setengah dari pasien gagal
jantung meninggal dalam masa 4 tahun setelah diagnosis ditegakkan dan pada keadaan
gagal jantung berat, lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.1,5
16
3.3. Etiologi
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium,
pembuluh darah besar, arithmia, kelainan katup dan gangguan irama. Di Eropa dan
Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit arteri koroner biasanya
akibat infark miokard, yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75
tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti,
sementara data rumah sakit di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab
terbanyak, disusul penyakit arteri koroner dan katup.1,2
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori utama, yaitu
sebagai berikut;2,7
- Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh
hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle
branch block), kurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
- Kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti hipertensi sistemik
(peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg) atau hipertensi pulmonal
(peningkatan tekanan darah di paru-paru akibat kongesti pulmonal).
- Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
- Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikardi).
- Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
- Kelainan kongenital jantung.
17
3.5. Patogenesis dan Patofisiologi
3.5.1. Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatkan volume akhir diastolik
ventrikel (LVDEP), terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Derajat
peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya
LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila
tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh
darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan
melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan cairan
lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema
paru.1,6
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung
kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.1,7
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup antroventrikularis,
atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.1,6,7
18
3.5.2. Mekanisme Kompensasi
Terdapat 3 mekanisme kompensasi pada gagal jantung, yaitu : (1) meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal
perjalanan gagal jantung dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal
jantung, kompensasi menjadi kurang efektif.5,6,7
19
ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum Starling.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa
berikut: (1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus, (2)
pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus, (3) interaksi renin dengan
angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, (4) konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II, (5) rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar
adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya
perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati, sehingga kadar
aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik akan meningkat pada
gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada duktus
pengumpul.1,6,7
- Hipertrofi Ventrikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer dapat
bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang
yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang
ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa
penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti
pada regurgitasi aorta ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding.
Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun
secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi
eksentris. Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium akan
meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.1,6
20
3.6. Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung yang paling umum digunakan adalah klasifikasi dari New
York Heart Association (NYHA).1,2,3
21
3.7. Manifestasi Klinis
Manifestasi GJK dapat berupa fatigue, dyspnea, shortness of breath. Keluhan dapat
berupa keluhan saluran pencernaan seperti anoreksia, nausea, dan rasa penuh. Jika berat
dapat terjadi konfusi, disorientasi, gangguan pola tidur, dan mood. Tekanan darah dapat
normal atau meningkat pada tahap awal, selanjutnya akan menurun karena disfungsi
ventrikel kiri. Perfusi perifer menurun, suhu kulit meningkat, peninggian tekanan
pengisian vena, adanya murmur sistolik, murmur diastolik, dan irama gallop. Ronki basah
pada kedua basal paru. Penilaian vena jugular dapat normal saat istirahat tetapi dapat
meningkat dengan adanya tekanan pada abdomen (abdominojugular refluks positif).
Hepatomegali, asites, ikterus karena fungsi hepar yang terganggu. Edema ekstremitas
yang umumnya simetris dapat ditemukan.1,2,3,7
22
menjadi indikasi CKD pada penderita kelainan bawaan seperti hiperoksaluria dan
sistinuria. Gejala-gejala dari fungsi ginjal memburuk yang tidak spesifik, dan mungkin
termasuk perasaan kurang sehat dan mengalami nafsu makan berkurang. Seringkali,
penyakit ginjal kronis didiagnosis sebagai hasil dari skrining dari orang yang dikenal
berada di risiko masalah ginjal, seperti yang dengan tekanan darah tinggi atau diabetes
dan mereka yang memiliki hubungan darah dengan penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal
kronis juga dapat diidentifikasi ketika itu mengarah ke salah satu komplikasi yang diakui,
seperti penyakit kardiovaskuler, anemia atau perikarditis.1,2
3.8.3. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah arteri
akibat plaque dimulai dari lapisan intima bagian pembuluh darah paling dalam yang
kemudian meluas juga ke lapisan media dari pembuluh darah yang terjadi karena proses
pengendapan lemak, komplek karbohidrat dan produk darah, jaringan ikat dan kalsium.
Bila plaque yang terbentuk dalam pembuluh darah cukup besar, ditambah faktor-faktor
resiko athelosklerosis masih terus berlanjut seperti kadar kolesterol tinggi, penyakit
kencing manis yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi, merokok, kegemukan, kurang
olah raga, stress, maka akan mudah terjadi penyumbatan karena terlepasnya plague.1,2
23
3.9. Penegakkan Diagnosis
3.9.1. Anamnesis
Fatigue, dyspnea, shortness of breath. Keluhan dapat berupa keluhan saluran
pencernaan seperti anoreksia, nausea, dan rasa penuh. Jika berat dapat terjadi konfusi,
disorientasi, gangguan pola tidur, dan mood.1,2,3,4
- Pemeriksaan Paru
Pulmonary crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari
rongga intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat
didengar pada kedua lapang paru. Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru,
24
ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya
tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan ke dalam rongga
pleura.1,7
- Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung sering tidak memberikan informasi yang berguna mengenai
tingkat keparahan gagal jantung. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis
biasanya berubah lokasi di bawah ICS V dan atau sebelah lateral dari midclavicularis
line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex. Pada beberapa pasien,
suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada apex. S3 atau prodiastolik
gallop paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga
mengalami takikardi dan takipneu, dan sering kali menandakan gangguan
hemodinamika. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada
pasien dengan gagal jantung tahap lanjut.1,8
- Cardiac cachexia
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat badan
dan cachexia yang bermakana. Mekanisme dari cachexia pada gagal jantung dapat
melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting metabolic rate, anorexia,
nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut.
Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk. 1,5,7,8
25
3.9.3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah darah
rutin, urin rutin, elektrolit (Na dan K), ureum dan kreatinin, SGOT/SGPT, dan BNP.
Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung dengan
tujuan untuk mendeteksi anemia, gangguan elektrolit, menilai fungsi ginjal dan hati
mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).1,2,3,7,8
- Foto Thoraks
Pemeriksaan Chest X-Ray dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk jantung,
struktur dan perfusi dari paru. Kardiomegali dapat dinilai melalui pengukuran
cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%.1,2,3,8
- Elektrokardiogram
Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan keberadaan
hipertrofi pada ventrikel kiri atau riwayat Infark myocard (ada atau tidaknya Q
wave). EKG normal biasanya menyingkirkan adanya disfungsi diastolic pada
ventrikel kiri.1,2,3,7,8
26
- Ekokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung, miokardium
dan pericardium, dan mengevalusi gerakan regional dinding jantung saat istirahat
dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal jantung. Fitur yang paling penting
pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian Left ventricular ejection fraction
(LVEF), beratnya remodeling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi
diastolik.1,2,3,4,8
Kriteria Framingham juga dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung
kongestif. Diagnosis ditegakkan dari 2 Kriteria Mayor atau 1 Kriteria Mayor dan 1
Kriteria Minor.1,2,3,4
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroksismal nokturnal dispnea Edema ekstrimitas
Distensi vena leher Batuk malam hari
Ronki paru Dispnea d’effort
Kardiomegali Hepatomegali
Edema paru akut Efusi pleura
Gallop S3 Takikardia (>120/menit)
Peninggian JVP/ Refluks hepatojugular Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
27
3.10. Tatalaksana
3.10.1. Non Farmakologis1,2,3,4
- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam: 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1.5
liter pada gagal jantung ringan)
- Hentikan rokok
- Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya
- Aktifitas fisik (latihan jasmani: jalan 2-5 kali/minggu selama 20-30 menit) atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang)
- Istirahat baring pada gagal jantung, berat, dan eksaserbasi akut.
3.10.2. Farmakologis1,2,3,4
- Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis
normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau
tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretic dan tiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada
pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada
gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai
dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
- Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dosis
kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung
klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol,
atau metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
28
- Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi
penggunaan penghambat ACE.
- Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberi hasil yang baik pada
pasien yang intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.
- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi
sistolikventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, penghambat ACE, dan penyekat beta. Dosis: 0.125 qd
dengan dosis maksimal 0.375 qd.
- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli
serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis, dan transient ischemic attacks, trombus intrakardiak dan
aneurisma ventrikel.
- Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia
ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada
aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
- Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
- Pemakaian alat dan tindakan bedah, antara lain revaskularisasi, operasi katup
mitral, aneurismektomi, kardiomioplasti, external cardiac support, pacu jantung
konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular, implantable carioverter
defibrillators, heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart,
ultrafiltrasi, dan hemodialisis.
29
Tabel 3. Jenis Diuretik pada Gagal Jantung Kongestif2
3.11. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung adalah syok kardiogenik.
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan
dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan
oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis focal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan supply oksigen miokardium. Selain syok kardiogenik, komplikasi yang
dapat terjadi antara lain infeksi paru dan gangguan keseimbangan elektrolit.1,2,3
30
3.12. Prognosis
Angka kematian dalam 1 tahun setelah terdiagnosis mencapai 30-40%, sedangkan
angkan dalam 5 tahun 60-70%. Kematian disebabkan karena perburuhkan klinis
mendadakan yang kemungkinan disebabkan karena arimia ventrikel. Berdasarkan
klasifikasi, NYHA kelas IV mempunyai angka kematian 30-70%, sedangkan NYHA
kelas II 5-10%.1
3.13. SKDI
Kompetensi dokter umum untuk Gagal Jantung Kronik adalah adalah 3A, yaitu
sebagai berikut:
Tingkat Kemampuan 3A: Mendiagnosis, Melakukan Penatalaksanaan Awal, dan
Merujuk pada Keadaan Bukan Gawat Darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.9
31
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan utama sesak
hebat sejak 1 hari SMRS. Keluhan sesak telah ada sejak 3 minggu yang lalu, namun
semakin hari sesak dirasakan semakin parah. Dapat disimpulkan bahwa sesak bersifat
kronis. Kemungkinan penyakit pada pasien dengan sesak kronis antara lain Asma, TB,
PPOK, penyakit jantung, efusi pleura, dan gangguan ginjal. Pertimbangan klinis
mengenai keluhan sesak nafas dapat di bagi menjadi beberapa gangguan pada organ
tubuh. Gangguan pada organ paru terutama menjadi pertimbangan utama, diikuti
gangguan jantung yang dapat menimbulkan sesak nafas apabila terjadi edema paru,
gangguan pada ginjal juga dapat menimbulkan retensi cairan dan berakibat pada edem
paru.
Pasien adalah seorang laki-laki, berusia 50 tahun. Pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien tidak ada keluhan demam, serta pada rontgen
tidak ditemukan infiltrat di lapangan atas paru, sehingga kemungkinan keluhan
disebabkan oleh TB dapat disingkirkan. Selain itu, sesak pada pasien ini tidak dipengaruhi
oleh cuaca, emosi dan debu, serta tidak ada keluhan mengi, sehingga kemungkinan asma
dapat disingkirkan. Pasien juga merasakan timbul sembab di kedua tungkai dan perut
semakin membesar, sembab di muka tidak ada. Oleh karena itu, sembab kemungkinan
bukan disebabkan oleh gangguan ginjal, tapi lebih oleh karena penyakit jantung.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan barrel chest, tidak ada suara ekspirasi
memanjang, tidak ada wheezing, serta tidak ada gerakan dinding dada yang tertinggal,
sehingga dapat disimpulkan bahwa sesak pada pasien tidak disebabkan oleh PPOK.
Selain itu, pada pasien ini didapatkan JVP (5+0) cmH2O , hepatojugular reflux
(-), distensi vena-vena leher (-), ronkhi basah halus di basal kedua lapang paru, batas
jantung kiri membesar, Gallop S3 (-), hepatomegali (-). Hasil-hasil tersebut merupakan
gejala yang timbul pada gagal jantung kongestif, serta termasuk dalam kriteria
Framingham yang digunakan dalam mendiagnosis gagal jantung.
32
KRITERIA MAJOR KRITERIA MINOR
Paroksismal Nokturnal Dispnea (+) Edema ekstremitas (+)
Distensi Vena Leher (-) Batuk malam hari (+)
Ronkhi Paru (+) Dispnea d’effort (+)
Edema Paru Akut (-) Hepatomegali (-)
Gallop S3 (-) Efusi Pleura (+)
Peninggian Tekanan Vena Jugularis (-) Penurunan kapasitas vital 1/3 normal
Refluks Hepatojugular (-) Takikardia (>120x/menit)
33
harus dihindari karena memiliki efek inotropik negatif yang dapat memperburuk keadaak
gagal jantung.
Berdasarkan klasifikasi NYHA pasien termasuk dalam NYHA kelas II. Pasien
memiliki keterbatasan ringan dalam aktivitas fisik, sehingga aktivitas fisik biasa dapat
menyebabkan fatigue, dyspnea, atau nyeri angina yang hilang dengan istirahat. Pasien
dengan gagal jantung NYHA kelas II memiliki angka mortalitas sebesar 5-10%.1 Namun
dari hasil anamnesis didapatkan keluhan pasien memberat sehingga dapat
diklasifikasikan ke dalam NYHA kelas IV. Pasien memiliki ketidaknyamanan dalam
melakukan aktivitas fisik sehingga keluhan gagal jantung mungkin dirasakan meskipun
saat beristirahat. Pasien dengan gagal jantung NYHA kelas IV memiliki angka mortalitas
sebesar 30-70%.1 Prognosis pada kasus yaitu quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad
functionam dubia ad malam, serta quo ad sanationam dubia ad malam. Hal ini sesuai
dengan data epidemiologi prognosis gagal jantung yaitu angka kematian dalam 1 tahun
setelah terdiagnosis mencapai 30-40% sedangkan angka kematian dalam 5 tahun
mencapai 60-70%.1
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Lomeson JL, Weetmon AP. Disorders of the thyroid gland. ln: Fouci A, Kosper D,
Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, dan Loscolzo J. 2012. Horrison's
Principles of Internal Medicine. 15th ed. United States of America. The McGrow-
Hill Companies.
2. Wiyono P. Tiroiditis. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, dan Setioti
S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta. Pusat lnformasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI.
3. Divisi Kardiologi RSUP Dr. Mohammad Hoesing Palembang. 2017. Gagal Jantung
dalam Panduan Praktek Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.
Mohammad Hoesing Palembang. Palembang. Internal Publishing Bagian llmu
Penyakit Dalam RSMH. Hal.594-605.
4. Alwi, Idrus., Simon Salim, Rudy Hidayat, Juferady Kurniawan, dan Dicky
Tahapany. 2015. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik
Klinis. Jakarta. Internal Publishing Pusat Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam.
5. Corwin, Elizabeth J. Gagal Jantung dalam Patofisiologi: buku saku. Jakarta: EGC,
2009.
6. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpsom IA. 2002. Gagal Jantung. Dalam:
Lecture Notes Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga Medical Series. Hal.80-
97.
7. Makmun, LH, Alwi I, Mansjoer A. 2003. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik
Penyakit Kardiovaskuler II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Sosin, Bhatia G., Lip GY., dan Davies MK.2006. Heart Failure. Manson Publishing.
United Kingdom.
9. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Edisi ke-
2. Penerbit Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta. Hal.52.
35