Disusun Oleh:
Pembimbing :
dr. H. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM
dr. H. Akhmar Kurniadi, Sp.PD, KKVFINASIM
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Seorang Wanita Datang Dengan Keluhan Nyeri Luka Pada Kaki Kanan Yang
Semakin Memberat Sejak 1 Minggu SMRS sebagai salah satu tugas yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Rumah
Sakit Dr. Sobirin Lubuk Linggau.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H.
Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM dan dr. H. Akhmar Kurniadi, Sp.PD, KKVFINASIM
selaku pembimbing yang telah membantu dalam penulisan dan memberi masukan
sehingga laporan kasus ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi siapa saja yang membacanya.
Tim Penulis
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Periode 10 April-6 Juni 2017.
Pembimbing I Pembimbing II
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................ii
3.2 Epidemiologi............................................................................19
3.6 Tatalaksana..............................................................................26
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar
non ketotik, dan hiperglikemia. Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik
adalah, makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler
retina mata, dan kapiler ginjal (perkeni, 2011).
Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh diabetes
mellitus maka perlu diketahui diagnosis dan tatalaksana dari diabetes mellitus.
Dalam laporan kasus ini penyaji bertujuan memberikan informasi tentang penyakit
diabetes mellitus untuk diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus tersebut.
6
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 45 tahun
c. Tanggal Lahir : 02 Maret 1972
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Petani
g. Alamat : Musi Rawas
h. No. Med Rec/ Reg : 00259730
i. Tanggal masuk RS : 17 Mei 2017
II. ANAMNESIS
(Dilakukan autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan ibu pasien
pada 23 Mei 2017, pukul 11.00 WIB)
Keluhan Utama
Nyeri pada bagian luka kaki kanan yang semakin memberat sejak + 1
minggu SMRS.
7
mengalami pusing sejak 4 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh batuk sesekali,
tidak ada dahak. Pasien tidak merasa sesak dan tidak ada keluhan nyeri dada.
+ 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri luka
yang semakin memberat. Pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan
merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan. Pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati + 3 hari SMRS, pasien mengalami mual dan muntah
dengan frekuensi 1x isi sisa makanan. Pasien mengeluh tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari karena nyeri pada luka kaki kiri dan pasien dibawa ke IGD
RS. DR. Sobirin Lubuk Linggau.
Riwayat Pengobatan
- Pasien tidak teratur meminum obat hipertensi dan kencing manis, dan
pasien lupa nama obat yang dikonsumsi.
8
III. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan pada tanggal 23 Mei 2017)
a. Keadaan Umum
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Tekanan darah : 120/70 mmHg
4. Nadi : 82 x/menit, irama reguler, isi cukup, dan tegangan
cukup
5. Pernapasan : 20 x/menit, regular, abdominotorakal
6. Suhu aksila : 36,7 oC
7. VAS Score :6
8. Berat badan : 40 kg
9. Tinggi badan : 150cm
10. IMT : 17,78 kg/m2
11. Status gizi : underweight
b. Keadaan Spesifik
1. Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia tidak ada.
2. Mata
Edema palpebra tidak ada, konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera
ikterik (/), pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+).
3. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi
lapang, sekret (-), epistaksis (-)
4. Mulut
Bibir kering, sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah
berselaput (-), atrofi papil (-), Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
9
5. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-),
nyeri tekan mastoid (-)
6. Leher
JVP (5+2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid
(-).
7. Thoraks
Inspeksi : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis, simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Batas paru hepar ICS VI, peranjakan 1 jari
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II
Batas jantung kiri linea aksilaris anterior ICS V
sinistra
Batas jantung kanan linea parasternalis dextra ICS
VI
Auskultasi : HR = 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), caput medusae (-),
striae (), umbilicus tidak menonjol,
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
ballotement (-)
10
Perkusi : Timpani, nyeri ketok ()
Auskultasi : Bising usus (+) normal
9. Genitalia : Tidak diperiksa
10. Ekstremitas : Ulkus di regio dorsum pedis dextra(+), Akral
hangat (+/+), palmar pucat(+), edema pada dorsum
pedis (+/)
11
Ureum 41,6mg/dL 1944 Normal
Kreatinin 2,2mg/dL 0,50,9 Meningkat
URIN
Warna Kuning Kuning Normal
Jernih jernih
pH 6 58 Normal
Berat jenis 1,020 1,0031,030 Normal
Protein ++++ Proteinuria
Reduksi Normal
Keton Normal
Urobilin Normal
Bilirubin Normal
Nitrit Normal
Leukosit Normal
Darah Normal
SEDIMEN URIN
Leukosit 12/LPD <5/LPD Normal
Eritrosit 47/LPD 01/LPD Meningkat
Epitel Tubuler Normal
Epitel UV 13/LPK 14/LPK Normal
SILINDER
Hialin <5/LPK Normal
Granuler Normal
Epitel +
Eritrosit Normal
Leukosit Normal
KRISTAL
Ca Oksalat Normal
12
Tripel Pospat Normal
Urat Amorf Normal
Bakteri +
CaCO3 Normal
c. EKG
Dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil didapatkan dalam batas
normal
13
V. Diagnosis
Diabetes Melitus tipe II + Ulkus Diabetikum Pedis Dextra + Hipertensi
stage II
VIII. Tatalaksana
Non Farmakologis
Istirahat
Perbaikan sirkulasi dengan pemberian obat-obatan yang memperbaiki
viskositas darah
Kontrol kadar gula darah dengan diet DM, insulin, atau obat anti
diabetic
Kompres/rendam dengan air hangat (jangan dengan air panas atau
dingin)
Farmakologis
IVFD RL gtt xx x/m
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (iv)
14
Tanapres 5 mg 1x1
Cylostazol 2x1
Miniaspillet 1x80 mg
Novorapid 3x10 IV (sc)
Levemir 1x10 iv (sc)
GV gentamisin + NaCL 2x1
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
X. Follow Up
Tanggal 24 Mei 2017
S Badan terasa lemas dan dada berdebar-debar
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 85x/menit irama irreguler, isi kurang, dan tegangan
lemah.
Pernapasan 21 x/ menit
Temperatur 36,5 oC
VAS Score 6 (Nyeri yang menganggu)
Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (+) Sklera ikterik (-)
15
Palpasi: Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing
(-)
16
Cylostazol 2x1
Miniaspillet 1x80 mg
Novorapid 3x10 IV (sc)
GV gentamisin + NaCL 2x1
Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (+) Sklera ikterik (-)
17
Perkusi: Batas jantung atas ICS II linea parasternalis
sinistra
Batas jantung kanan ICS IV parasternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR= 80x/menit, irreguler, murmur (-),
gallop (-)
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
19
Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin yang
bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan.
Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko DM tipe 2
adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun,
pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes
melitus adalah diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2012).
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
Merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat mengalami
kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan
normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang
hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan
diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih
dari 4 kg (ADA, 2012).
4. Diabetes tipe lain
Disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus.
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin
bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini (ADA, 2012).
20
3. Pada saat hamil.
Seorang ibu secara naluri akan menambah konsumsi makanannya, sehingga
berat badan ibu otomatis akan naik 7-10 kg. Pada saat makanan ibu ditambah
konsumsinya ternyata produksi insulin kurang mencukupi, maka akan terjadi gejala
diabetes melitus (Lanywati, 2011).
21
disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau
poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsi.
3. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu.
4. Meningkatkan glikogenolisis, glukogeogenesis yang memecah sumber selain
karbohidrat seperti asam amino dan laktat.
5. Meningkatkan lipolisis, di mana pemecah trigliserida menjadi gliserol dan asam
lemak bebas.
6. Meningkatkan ketogenesis (merubah keton dari asam lemak bebas.
7. Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dan dilepaskan ke otot.
22
3.1.6 Epidemiologi Diabetes Melitus
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [KEMENKES] (2009),
menyatakan bahwa secara epidemiologi, diperkirakan bahwa tahun 2030 prevalensi
diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Penyebab kematian akibat
diabetes melitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki
rangking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan diabetes melitus menduduki
rangking ke-6 yaitu 5,8% (Riset Kesehatan Dasar [RISKESDAS], 2007). Di
Yogyakarta angka kejadian diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter sebanyak
2,6% dan gejala akan meningkat sesuai bertambahnya umur, namun akan turun
mulai umur >65 tahun (Riskesdas, 2013).
23
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
kelompok risiko tinggi.
b. Edukasi untuk pencegahan sekunder yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
pasien
baru. Materi edukasi berupa pengertian diabetes, gejala, penatalaksanaan,
mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik.
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada
pasien
tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara pencegahan
komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Menurut Smeltzer et al, (2008) bahwa perencanaan makan pada pasien diabetes
meliputi:
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes melitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin
dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien
diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit
makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi yang
dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga dapat
24
meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida (ADA, 2012).
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Menurut ADA (2012), ada beberapa pedoman umum untuk melakukan
latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu:
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
d. Hindari latihan pada saar pengendalian metabolik buruk
4) Terapi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin. Pasien
diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari. Pasien
diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti diabetes secara oral
atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau
bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet (ADA, 2012).
5) Monitoring keton dan gula darah
` Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima dianjurkan
kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah
dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia dan
pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk menurunkan risiko komplikasi
dari diabetes melitus (Smeltzer et al, 2008).
25
3.2 Hipertensi
3.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90
mmHg.
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan
menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan
umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurang nya aktivitas fisik,
perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak
jenuh.
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan
jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang
berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung
yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the
silent killer yang merupakan salah satu faktor risiko paling berpengaruh penyebab
penyakit jantung (cardiovascular).
26
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan
tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan
pada anakanak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh
darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan
terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya.
Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan
peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan
saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan
Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti
obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain-lain.
3. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII),
klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.
27
Tabel Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 139 80 89
Hipertensi Derajat I 140 159 90 -99
Hipertensi Derajat II 160 100
28
Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah
karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan
kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah. Karbon
monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah.
Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa
memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan
tubuh lainnya.
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen
dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena
jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam
organ dan jaringan tubuh lainnya.
b. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang
yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam
memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri
sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah.
Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat
badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi
membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan
menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga
isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi
29
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.
Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
1. Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai
substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak.
Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen
pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai
oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
2. Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh
(anti diuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
30
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.
3. Sistem saraf simpatik
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatik, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatik di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatik ke ganglia simpatik. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.
31
3.2.6 Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sfigmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran
dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi
telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung.
Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak
mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah
misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya.
Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut
yakni :
1. Menentukan sejauh mana penyakit hipertensi yang diderita.
Tujuan pertama program diagnosis adalah menentukan dengan tepat sejauh
mana penyakit ini telah berkembang, apakah hipertensinya ganas atau tidak, apakah
arteri dan organ-organ internal terpengaruh, dan lain- lain.
2. Mengisolasi penyebabnya
Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab
spesifiknya.
3. Pencarian faktor risiko tambahan
Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu pencarian faktor-faktor
risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan
32
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan
lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth
factor- (TGF-).
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1. Jantung
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Angina atau infark miokardium
- Gagal jantung
2. Otak
- Stroke atau transient ishemic attack
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
33
- Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih: peningkatan berat badan di usia
dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu,
manajemen berat badan sangat penting dalam preventif dan kontrol hipertensi.
- Meningkatkan aktivitas fisik: orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena
hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45
menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
- Mengurangi asupan natrium - Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol: kafein
dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari
dapat meningkatkan risiko hipertensi.
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis yaitu obat anti hipertensi yang dianjurkan oleh JNC
VII yaitu diuretik, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta
blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/ blocker (ARB) diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid).
Adapun contoh contoh obat anti hipertensi antaralain yaitu:
a. Betabloker, (misalnya propanolol, atenolol),
B. Penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril),
C. Antagonis angiotensin ii (misalnya candesartan, losartan),
D. Calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin)
E. Alphablocker (misalnya doksasozin)
Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan anti hipertensi kerja
sentral dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan
krisis hipertensi. Penanganan menurunkan tekanan darah dapat memberikan
penurunan insiden stroke dengan persentase sebesar 35-40%; infark mioakrd, 20-
25%; gagal jantung, lebih dari 50%. Diperkirakan bahwa pada pasien dengan
hipertensi stage 1 (Tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-99 mmHg) yang disertai dengan faktor risiko penyakit kardiovaskuler,
jika dapat menurunkan tekanan darahnya sebesar 12 mmHg selama 10 tahun akan
34
mencegah 1 kematian dari setiap 11 pasien yang diobati. Pada pasien dengan
penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ, hanya 9 pasien yang diketahui
melakukan pengontrolan tekanan darah dalam mencegah kematian.
Target terapi pengontrolan tekanan darah ialah tekanan darah sistolik (TDS)
<140 mmHg, dan tekanan darah diastolik (TDD) <90 mmHg. Pada pasien umunya,
pengontrolan tekanan darah sistolik (TDS) merupakan hal yang lebih penting
hubungannya dengan faktor risiko kardiovakuler dibandingkan tekanan darah
diastolik (TDD) kecuali pada pasien lebih muda dari umur 50 tahun. Hal ini
disebabkan oleh karena kesulitan pengontrolan TDS umumnya terjadi pada pasien
yang berumur lebih tua. Percobaan klinik terbaru, memperlihatkan pengontrolan
tekanan darah efektif dapat ditemukan pada hampir semua pasien hipertensi, namun
kebanyakan mereka menggunakan dua atau lebih obat kombinasi. Namun ketika
dokter gagal dengan modifikasi gaya hidup, dengan dosis obat-obat anti hipertensi
yang adekuat, atau dengan kombinasi obat yang sesuai, maka akan menghasilkan
pengontrolan tekanan darah yang tidak adekuat.
35
BAB IV
ANALISIS KASUS
36
dan abdomen dalam batas normal, pemeriksaan ekstremitas terdapat ulkus
diabetikum pada pedis dextra, dan edema minimal pada pedis dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah puasa meningkat
(363 mg/dL). Gula darah >126mg/dL merupakan salah satu kriteria diabetes
melitus. Pada diabetes insipidus tidak terjadi peningkatan kadar gula darah. Kadar
hemoglobin, MCH, dan MCV menurun. Hal tersebut merupakan kondisi anemia
hipokrom mikrositer.
Jadi berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pasien pada kasus ini didiagnosis dengan DM Tipe II+
Ulkus diabetikum pedis dextra + Hipertensi stage I + Anemia.
37
DAFTAR PUSTAKA
38