Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

SEORANG WANITA DATANG DENGAN KELUHAN NYERI LUKA PADA


KAKI KANAN YANG SEMAKIN MEMBERAT SEJAK 1 MINGGU SMRS

Disusun Oleh:

Abram Lordkhetsa Tarigan 04084821719223


Riana Eka Emas Santi 04054821719015
Nina Mariana Surbakti 04084821719224

Pembimbing :
dr. H. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM
dr. H. Akhmar Kurniadi, Sp.PD, KKVFINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT DR SOBIRIN LUBUK LINGGAU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Seorang Wanita Datang Dengan Keluhan Nyeri Luka Pada Kaki Kanan Yang
Semakin Memberat Sejak 1 Minggu SMRS sebagai salah satu tugas yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Rumah
Sakit Dr. Sobirin Lubuk Linggau.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H.
Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM dan dr. H. Akhmar Kurniadi, Sp.PD, KKVFINASIM
selaku pembimbing yang telah membantu dalam penulisan dan memberi masukan
sehingga laporan kasus ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi siapa saja yang membacanya.

Palembang, Mei 2017

Tim Penulis

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:

SEORANG WANITA DATANG DENGAN KELUHAN NYERI LUKA PADA


KAKI KANAN YANG SEMAKIN MEMBERAT SEJAK 1 MINGGU SMRS

Oleh:

Abram Lordkhetsa Tarigan 04084821719223


Riana Eka Emas Santi 04054821719015
Nina Mariana Surbakti 04084821719224

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Periode 10 April-6 Juni 2017.

Palembang, Mei 2017

Pembimbing I Pembimbing II

dr. H. Hadhimuljono, Sp.PD, FINASIM dr. H. Akhmar Kurniadi, Sp.PD, KKVFINASIM

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................iii

DAFTAR ISI ..............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................1

BAB II STATUS PASIEN...........................................................................3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................19

3.1 Definisi ...................................................................................19

3.2 Epidemiologi............................................................................19

3.3 Etiologi ................................................................................19

3.4 Diagnosis dan Gambaran Klinis..............................................21

3.5 Diagnosis Banding...................................................................26

3.6 Tatalaksana..............................................................................26

3.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis .........................................28

BAB IV ANALISIS KASUS ....................................................................30

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan
kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat diklasifikasikan
menjadi 4 kategori, yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes
melitus gestasional dan diabetes melitus tipe lain. Faktor risiko diabetes melitus
meliputi obesitas, kekurangan insulin, dan kondisi pada saat hamil (American
Diabetes Association, 2012).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [KEMENKES] (2009),
menyatakan bahwa secara epidemiologi, diperkirakan bahwa tahun 2030 prevalensi
diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Penyebab kematian akibat
diabetes melitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki
rangking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan diabetes melitus menduduki
rangking ke-6 yaitu 5,8% (Riset Kesehatan Dasar [RISKESDAS], 2007). Di
Yogyakarta angka kejadian diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter sebanyak
2,6% dan gejala akan meningkat sesuai bertambahnya umur, namun akan turun
mulai umur >65 tahun (Riskesdas, 2013).
Manifestasi klinis diabetes melitus dapat di golongkan menjadi gejala akut
dan kronik. Gejala akut meliputi banyak makan (poliphagia), banyak minum
(polidipsi) dan banyak kencing (poliuria), mudah lelah, dan bila tidak segera
diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut
dengan koma diabetik. Sedangkan manifestasi kronik meliputi, kesemutan, kulit
terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah
mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di sekitar kemaluan
terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering mengalami keguguran
(Perkeni, 2011).

5
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar
non ketotik, dan hiperglikemia. Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik
adalah, makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler
retina mata, dan kapiler ginjal (perkeni, 2011).
Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh diabetes
mellitus maka perlu diketahui diagnosis dan tatalaksana dari diabetes mellitus.
Dalam laporan kasus ini penyaji bertujuan memberikan informasi tentang penyakit
diabetes mellitus untuk diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus tersebut.

6
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 45 tahun
c. Tanggal Lahir : 02 Maret 1972
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Petani
g. Alamat : Musi Rawas
h. No. Med Rec/ Reg : 00259730
i. Tanggal masuk RS : 17 Mei 2017

II. ANAMNESIS
(Dilakukan autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan ibu pasien
pada 23 Mei 2017, pukul 11.00 WIB)

Keluhan Utama
Nyeri pada bagian luka kaki kanan yang semakin memberat sejak + 1
minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


+ 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh berupa luka lecet
pada kaki kanan. Luka semakin lama semakin melebar dari sela jari ke1
hingga sela jari ke4. Pada luka terasa nyeri, panas, keluar cairan seperti nanah,
dan bengkak di sekitar luka. Pasien juga mengeluh demam semenjak timbul
luka pada kaki kanan. Demam tidak terlalu tinggi dan turun apabila minum
obat penurun panas (parasetamol). Pasien mengatakan bahwa ia sering

7
mengalami pusing sejak 4 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh batuk sesekali,
tidak ada dahak. Pasien tidak merasa sesak dan tidak ada keluhan nyeri dada.
+ 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri luka
yang semakin memberat. Pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan
merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan. Pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati + 3 hari SMRS, pasien mengalami mual dan muntah
dengan frekuensi 1x isi sisa makanan. Pasien mengeluh tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari karena nyeri pada luka kaki kiri dan pasien dibawa ke IGD
RS. DR. Sobirin Lubuk Linggau.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat kencing manis ada (tidak terkontrol)
- Riwayat hipertensi ada (tidak terkontrol)

Riwayat Pengobatan
- Pasien tidak teratur meminum obat hipertensi dan kencing manis, dan
pasien lupa nama obat yang dikonsumsi.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan, Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Suami :
Pekerjaan : Petani padi
Pendapatan : Rp. 200.000,-
Ny.S:
Pekerjaan : Petani
Pendapatan : Rp. 300.000,-
Kesan: ekonomi keluarga pasien menengah ke bawah

8
III. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan pada tanggal 23 Mei 2017)
a. Keadaan Umum
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Tekanan darah : 120/70 mmHg
4. Nadi : 82 x/menit, irama reguler, isi cukup, dan tegangan
cukup
5. Pernapasan : 20 x/menit, regular, abdominotorakal
6. Suhu aksila : 36,7 oC
7. VAS Score :6
8. Berat badan : 40 kg
9. Tinggi badan : 150cm
10. IMT : 17,78 kg/m2
11. Status gizi : underweight

b. Keadaan Spesifik
1. Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia tidak ada.
2. Mata
Edema palpebra tidak ada, konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera
ikterik (/), pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+).
3. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi
lapang, sekret (-), epistaksis (-)
4. Mulut
Bibir kering, sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah
berselaput (-), atrofi papil (-), Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)

9
5. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-),
nyeri tekan mastoid (-)
6. Leher
JVP (5+2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid
(-).
7. Thoraks
Inspeksi : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis, simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Batas paru hepar ICS VI, peranjakan 1 jari
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II
Batas jantung kiri linea aksilaris anterior ICS V
sinistra
Batas jantung kanan linea parasternalis dextra ICS
VI
Auskultasi : HR = 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), caput medusae (-),
striae (), umbilicus tidak menonjol,
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
ballotement (-)

10
Perkusi : Timpani, nyeri ketok ()
Auskultasi : Bising usus (+) normal
9. Genitalia : Tidak diperiksa
10. Ekstremitas : Ulkus di regio dorsum pedis dextra(+), Akral
hangat (+/+), palmar pucat(+), edema pada dorsum
pedis (+/)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium (21 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,7g/dL 1318 Menurun
Leukosit 35,4/mm3 4.8-10.8 Meningkat
Eritrosit 4,2/mm3 4.7-6.1 Menurun
Hematokrit 33,3% 42-52 Menurun
Trombosit 610/mm3 150-450 Meningkat
Hitung jenis
Basofil 0 0-1 Normal
Eosinofil 0 1-6 Menurun
Neutrofil 93,3 50-70 Meningkat
Limfosit 3,7 20-40 Menurun
Monosit 2,4 3-10 Menurun
MCH 25,2 2634pg Menurun
MCV 78,5 88100fL Menurun
MCHC 32,1 3236g/L Normal
KIMIA DARAH
BSN 363 6599 Hiperglikemia
Kolestetrol 169,9mg/dL 80250 Normal
Trigliserid 181,3mg/dL 72172 Meningkat
GINJAL

11
Ureum 41,6mg/dL 1944 Normal
Kreatinin 2,2mg/dL 0,50,9 Meningkat
URIN
Warna Kuning Kuning Normal
Jernih jernih
pH 6 58 Normal
Berat jenis 1,020 1,0031,030 Normal
Protein ++++ Proteinuria
Reduksi Normal
Keton Normal
Urobilin Normal
Bilirubin Normal
Nitrit Normal
Leukosit Normal
Darah Normal
SEDIMEN URIN
Leukosit 12/LPD <5/LPD Normal
Eritrosit 47/LPD 01/LPD Meningkat
Epitel Tubuler Normal
Epitel UV 13/LPK 14/LPK Normal
SILINDER
Hialin <5/LPK Normal
Granuler Normal
Epitel +
Eritrosit Normal
Leukosit Normal
KRISTAL
Ca Oksalat Normal

12
Tripel Pospat Normal
Urat Amorf Normal
Bakteri +
CaCO3 Normal

b. Rontgen (dilakukan pada tanggal 28 Mei 2017)


Dilakukan pemeriksaan rontgen dengan hasil didapatkan dalam
batas normal

c. EKG
Dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil didapatkan dalam batas
normal

13
V. Diagnosis
Diabetes Melitus tipe II + Ulkus Diabetikum Pedis Dextra + Hipertensi
stage II

VI. Diagnosis Banding


Diabetes insipidus
Ulkus tropikum

VII. Anjuran Pemeriksaan


Rontgen Pedis Dextra
Darah Lengkap

VIII. Tatalaksana
Non Farmakologis
Istirahat
Perbaikan sirkulasi dengan pemberian obat-obatan yang memperbaiki
viskositas darah
Kontrol kadar gula darah dengan diet DM, insulin, atau obat anti
diabetic
Kompres/rendam dengan air hangat (jangan dengan air panas atau
dingin)
Farmakologis
IVFD RL gtt xx x/m
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (iv)

14
Tanapres 5 mg 1x1
Cylostazol 2x1
Miniaspillet 1x80 mg
Novorapid 3x10 IV (sc)
Levemir 1x10 iv (sc)
GV gentamisin + NaCL 2x1
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

X. Follow Up
Tanggal 24 Mei 2017
S Badan terasa lemas dan dada berdebar-debar
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 85x/menit irama irreguler, isi kurang, dan tegangan
lemah.
Pernapasan 21 x/ menit
Temperatur 36,5 oC
VAS Score 6 (Nyeri yang menganggu)

Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (+) Sklera ikterik (-)

Leher JVP (5+2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)

Thorax: Inspeksi: Barrel chest (-), retraksi (-)


Paru Inspeksi: Statis dan dinamis simetris kanan = kiri

15
Palpasi: Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing
(-)

Jantung Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat


Palpasi: Iktus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas jantung atas ICS II linea parasternalis
sinistra
Batas jantung kanan ICS IV parasternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR= 126x/menit, irreguler, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), caput medusae (-), striae (-


), umbilicus tidak menonjol
Palpasi: nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
ballottement (-)
Perkusi: timpani, nyeri ketok (-), shifting dullness (-),
undulasi (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal

Genitalia Tidak diperiksa


Ekstremitas Akral hangat, ulkus diabetikum di pedis dextra
A Diabetes Melitus tipe II + Ulkus Diabetikum Pedis Dextra
+ Anemia + Hipertensi Stage II
P Non Farmakologis
Istirahat
Diet DM 1700 kkal
Farmakologis
IVFD RL gtt xx x/m
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (iv)
Tanapres 5 mg 1x1

16
Cylostazol 2x1
Miniaspillet 1x80 mg
Novorapid 3x10 IV (sc)
GV gentamisin + NaCL 2x1

Tanggal 26 Mei 2017


S Nyeri pada luka kaki kanan
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 80x/menit irama irreguler, isi kurang, dan tegangan
lemah.
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,0 oC
VAS Score 6 (Nyeri yang mengganggu)

Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (+) Sklera ikterik (-)

Leher JVP (5+2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)

Thorax: Inspeksi: Barrel chest (-), retraksi (-)


Paru Inspeksi: Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi: Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi: Sonor di kedua lapang paru
Jantung Auskultasi: Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing
(-)
Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi: Iktus cordis tidak teraba

17
Perkusi: Batas jantung atas ICS II linea parasternalis
sinistra
Batas jantung kanan ICS IV parasternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR= 80x/menit, irreguler, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), caput medusae (-), striae (-


), umbilicus tidak menonjol
Palpasi: nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
ballottement (-)
Perkusi: timpani, nyeri ketok (-), shifting dullness (-),
undulasi (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal

Genitalia Tidak diperiksa


Ekstremitas Akral hangat, ulkus diabetikus pedis dextra
A Diabetes Melitus tipe II + Ulkus Diabetikum Pedis
Dextra + Anemia + Hipertensi Stage II
P Non Farmakologis
Istirahat
Diet DM 1700 kkal
Farmakologis
IVFD RL gtt xx x/m
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (iv)
Tanapres 5 mg 1x1
Cylostazol 2x1
Miniaspillet 1x80 mg
Novorapid 3x10 IV (sc)
Levemir 1x10 iv (sc)
GV gentamisin + NaCL 2x1

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diabetes Melitus


3.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2012, diabetes
melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin
atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah. Kesimpulannya diabetes melitus adalah gangguan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai oleh hiperglikemia,
aterosklerotik, mikroangiopati dan neuropati. Hiperglikemia terjadi akibat dari
kekurangan insulin atau menurunnya kerja insulin.

3.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1.
Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga kekurangan
insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang ke arah ketoasidosis diabetik yang
menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi sebelum
umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari luar. Beberapa faktor risiko
dalam diabetes melitus tipe ini adalah: autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga
diabetes melitus (ADA, 2012).
2. Diabetes melitus tipe 2.

19
Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin yang
bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan.
Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko DM tipe 2
adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun,
pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes
melitus adalah diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2012).
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
Merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat mengalami
kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan
normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang
hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan
diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih
dari 4 kg (ADA, 2012).
4. Diabetes tipe lain
Disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus.
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin
bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini (ADA, 2012).

3.1.3 Etiologi Diabetes Melitus


Beberapa etiologi diabetes melitus, diantaranya:
1. Obesitas.
Makanan yang berlebihan menyebabkan gula dan lemak dalam tubuh
menumpuk dan menyebabkan kelenjar pankreas bekerja keras memproduksi insulin
untuk mengolah gula yang masuk (Lanywati, 2011).
2. Kekurangan insulin.
Kekurangan insulin disebabkan karena tidak memadainya hasil sekresi
insulin sehingga respon jaringan terhadap insulin berkurang. Hal ini merupakan
gejala dari hiperglikemia (American Diabetes Association, 2011).

20
3. Pada saat hamil.
Seorang ibu secara naluri akan menambah konsumsi makanannya, sehingga
berat badan ibu otomatis akan naik 7-10 kg. Pada saat makanan ibu ditambah
konsumsinya ternyata produksi insulin kurang mencukupi, maka akan terjadi gejala
diabetes melitus (Lanywati, 2011).

3.1.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus


Semua tipe diabetes melitus, sebab utamanya adalah hiperglikemi atau
tingginya
gula darah dalam tubuh yang di sebabkan oleh sekresi insulin, kerja dari insulin
atau keduanya (Ignativicius & Workman, 2006).
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu (ADA, 2012):
1. Rusaknya sel-sel pankreas.
Rusaknya sel beta dapat disebabkan genetik, imunologis atau dari
lingkungan seperti virus. Karakteristik ini biasanya terdapat pada Diabetes Melitus
tipe 1.
2. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
3. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin , maka dapat mengakibatkan


beberapa hal menurut (Ignativicius dan Workman, 2006; Smeltzer et al, 2008):
1. Menurunnya transpor glukosa melalui membran sel, keadaan ini mengakibatkan
sel-sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam
tubuh. Manifestasi yang muncul adalah penderita DM selalu merasa lapar atau
nafsu makan meningkat atau yang biasa disebut poliphagia.
2. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukogenesis, karena proses ini
disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengkibatkan
terjadinya hiperglikemi. Tingginya kadar gula dalam darah mengakibatkan ginjal
tidak mampu lagi mengabsorbsi dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang

21
disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau
poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsi.
3. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu.
4. Meningkatkan glikogenolisis, glukogeogenesis yang memecah sumber selain
karbohidrat seperti asam amino dan laktat.
5. Meningkatkan lipolisis, di mana pemecah trigliserida menjadi gliserol dan asam
lemak bebas.
6. Meningkatkan ketogenesis (merubah keton dari asam lemak bebas.
7. Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dan dilepaskan ke otot.

3.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus


Manifestasi klinis Diabetes Melitus dapat di golongkan menjadi gejala akut
dan kronik (Perkeni, 2011).
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
Pemula gejala yang ditunjukkan yaitu banyak makan (poliphagia), banyak minum
(polidipsi) dan banyak kencing (poliuria). Keadaan tersebut, jika tidak segera
diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan
mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5 10 kg dalam waktu 3-4
minggu), mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan
penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.
2. Gejala Kronik Diabetes Melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus adalah
kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit,
kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di
sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan
seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering mengalami
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir dengan berat 4 kg
(Soegondo dkk, 2004).

22
3.1.6 Epidemiologi Diabetes Melitus
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [KEMENKES] (2009),
menyatakan bahwa secara epidemiologi, diperkirakan bahwa tahun 2030 prevalensi
diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Penyebab kematian akibat
diabetes melitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki
rangking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan diabetes melitus menduduki
rangking ke-6 yaitu 5,8% (Riset Kesehatan Dasar [RISKESDAS], 2007). Di
Yogyakarta angka kejadian diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter sebanyak
2,6% dan gejala akan meningkat sesuai bertambahnya umur, namun akan turun
mulai umur >65 tahun (Riskesdas, 2013).

3.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus


Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar
non ketotik, dan hiperglikemia (Perkeni,2011).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangipati terjadi pada
pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal
(perkeni, 2011).

3.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Menurut Perkeni (2011), penataksanaan diabetes melitus terdiri dari :
1. Edukasi
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes melitus
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi yang di berikan
meliputi:

23
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
kelompok risiko tinggi.
b. Edukasi untuk pencegahan sekunder yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
pasien
baru. Materi edukasi berupa pengertian diabetes, gejala, penatalaksanaan,
mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik.
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada
pasien
tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara pencegahan
komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Menurut Smeltzer et al, (2008) bahwa perencanaan makan pada pasien diabetes
meliputi:
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes melitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin
dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien
diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit
makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi yang
dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga dapat

24
meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida (ADA, 2012).
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Menurut ADA (2012), ada beberapa pedoman umum untuk melakukan
latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu:
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
d. Hindari latihan pada saar pengendalian metabolik buruk
4) Terapi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin. Pasien
diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari. Pasien
diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti diabetes secara oral
atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau
bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet (ADA, 2012).
5) Monitoring keton dan gula darah
` Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima dianjurkan
kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah
dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia dan
pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk menurunkan risiko komplikasi
dari diabetes melitus (Smeltzer et al, 2008).

25
3.2 Hipertensi
3.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90
mmHg.
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan
menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan
umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurang nya aktivitas fisik,
perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak
jenuh.
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan
jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang
berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung
yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the
silent killer yang merupakan salah satu faktor risiko paling berpengaruh penyebab
penyakit jantung (cardiovascular).

3.2.2 Klasifikasi Hipertensi


Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,
hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik
berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi
(denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan
tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya
lebih besar.

26
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan
tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan
pada anakanak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh
darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan
terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya.
Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan
peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan
saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan
Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti
obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain-lain.
3. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII),
klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.

27
Tabel Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 139 80 89
Hipertensi Derajat I 140 159 90 -99
Hipertensi Derajat II 160 100

3.2.3 Etiologi Hipertensi


Faktor risiko terjadinya hipertensi antara lain:
1. Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-
laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat
pada usia lebih dari 55 tahun.
2. Ras/etnik
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul
pada etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.
3. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada
wanita.
4. Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat
Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain
minum minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi,
sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin
terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan
diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
darah yang lebih tinggi.

28
Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah
karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan
kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah. Karbon
monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah.
Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa
memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan
tubuh lainnya.
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen
dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena
jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam
organ dan jaringan tubuh lainnya.
b. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang
yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam
memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri
sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah.
Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat
badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi
membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan
menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga
isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi

3.2.4 Patofisiologi Hipertensi


Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek

29
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.
Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
1. Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai
substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak.
Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen
pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai
oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
2. Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh
(anti diuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.

30
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.
3. Sistem saraf simpatik
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatik, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatik di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatik ke ganglia simpatik. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.

3.2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi


Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi menurut Elizabeth J.
Corwin ialah bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala
saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan
tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan
langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan
pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien
yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau
gangguan tajam penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis,
mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata
berkunang-kunang.

31
3.2.6 Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sfigmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran
dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi
telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung.
Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak
mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah
misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya.
Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut
yakni :
1. Menentukan sejauh mana penyakit hipertensi yang diderita.
Tujuan pertama program diagnosis adalah menentukan dengan tepat sejauh
mana penyakit ini telah berkembang, apakah hipertensinya ganas atau tidak, apakah
arteri dan organ-organ internal terpengaruh, dan lain- lain.
2. Mengisolasi penyebabnya
Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab
spesifiknya.
3. Pencarian faktor risiko tambahan
Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu pencarian faktor-faktor
risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan

3.2.7 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai
target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal.
Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi
rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita
akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan

32
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan
lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth
factor- (TGF-).
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1. Jantung
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Angina atau infark miokardium
- Gagal jantung
2. Otak
- Stroke atau transient ishemic attack
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati

3.2.8 Penatalaksanaan Hipertensi


Penanganan hipertensi menurut JNC VII bertujuan untuk mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler dan ginjal. fokus utama
dalam penatalaksanaan hipertensi adalah pencapaian tekanan sistolik target
<140/90 mmHg. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau penyakit ginjal,
target tekanan darahnya adalah <130/80 mmHg. Pencapaian tekanan darah target
secara umum dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
a. Non Farmakologis
Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok,
menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih, asupan garam dan
asupan lemak, latihan fisik serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

33
- Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih: peningkatan berat badan di usia
dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu,
manajemen berat badan sangat penting dalam preventif dan kontrol hipertensi.
- Meningkatkan aktivitas fisik: orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena
hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45
menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
- Mengurangi asupan natrium - Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol: kafein
dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari
dapat meningkatkan risiko hipertensi.

b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis yaitu obat anti hipertensi yang dianjurkan oleh JNC
VII yaitu diuretik, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta
blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/ blocker (ARB) diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid).
Adapun contoh contoh obat anti hipertensi antaralain yaitu:
a. Betabloker, (misalnya propanolol, atenolol),
B. Penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril),
C. Antagonis angiotensin ii (misalnya candesartan, losartan),
D. Calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin)
E. Alphablocker (misalnya doksasozin)
Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan anti hipertensi kerja
sentral dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan
krisis hipertensi. Penanganan menurunkan tekanan darah dapat memberikan
penurunan insiden stroke dengan persentase sebesar 35-40%; infark mioakrd, 20-
25%; gagal jantung, lebih dari 50%. Diperkirakan bahwa pada pasien dengan
hipertensi stage 1 (Tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-99 mmHg) yang disertai dengan faktor risiko penyakit kardiovaskuler,
jika dapat menurunkan tekanan darahnya sebesar 12 mmHg selama 10 tahun akan

34
mencegah 1 kematian dari setiap 11 pasien yang diobati. Pada pasien dengan
penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ, hanya 9 pasien yang diketahui
melakukan pengontrolan tekanan darah dalam mencegah kematian.
Target terapi pengontrolan tekanan darah ialah tekanan darah sistolik (TDS)
<140 mmHg, dan tekanan darah diastolik (TDD) <90 mmHg. Pada pasien umunya,
pengontrolan tekanan darah sistolik (TDS) merupakan hal yang lebih penting
hubungannya dengan faktor risiko kardiovakuler dibandingkan tekanan darah
diastolik (TDD) kecuali pada pasien lebih muda dari umur 50 tahun. Hal ini
disebabkan oleh karena kesulitan pengontrolan TDS umumnya terjadi pada pasien
yang berumur lebih tua. Percobaan klinik terbaru, memperlihatkan pengontrolan
tekanan darah efektif dapat ditemukan pada hampir semua pasien hipertensi, namun
kebanyakan mereka menggunakan dua atau lebih obat kombinasi. Namun ketika
dokter gagal dengan modifikasi gaya hidup, dengan dosis obat-obat anti hipertensi
yang adekuat, atau dengan kombinasi obat yang sesuai, maka akan menghasilkan
pengontrolan tekanan darah yang tidak adekuat.

35
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis dari identifikasi pasien,


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Identifikasi pasien, memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosis. Pasien seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan nyeri luka pada
kaki kanan sejak 2 bulan SMRS. Luka awalnya berukuran kecil pada sela jari ke1
lalu semakin meluas hingga sela jari ke4. Hal ini dapat terjadi karena
terganggunya oksigenisasi dan persyarafan sensorik jaringan sehingga
menghambat penyembuhan luka. Pada luka sering terjadi pendarahan yang dapat
menyebabkan kondisi anemia. Pasien juga sering merasa kebas dan kesemutan pada
kedua kakinya. Hal tersebut kemungkinan kumpulan gejala dari neuropati.
Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga
menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol
intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya. Pasien
juga mengeluh mengalami penurunan berat badan padahal nafsu makan tidak
menurun. Hal ini juga dapat dicurigai salah satu gejala dari diabetes melitus. Kadar
gula yang tinggi dalam darah terjadi karena glukosa tidak dapat digunakan oleh
selsel tubuh. Namun, tubuh memberi respon dan berusaha untuk mencari sumber
energi lain seperti dengan memecahkan selsel lemak tubuh.
Selain itu, pasien juga mengeluh badan terasa lemas, mudah lelah, pusing,
mual, jantung berdebar-debar. Gejala klinis yang juga terjadi pada pasien ialah
sering merasa lapar sehingga lebih banyak makan (polifagia), mudah haus
(polidipsi), sering buang air kecil (poliuria). Polifagia, polidipsi, dan poliuria
merupakan gejala klasik dari diabetus melitus. Sedangkan pada diabelitus insipidus
gejala yang sering terjadi hanya polidipsi dan poliuria.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90mmHg yang
merupakan hipertensi stage I. Peningkatan Pada pemeriksaan spesifik didapatkan
kepala konjungtiva palpebra anemis, leher JVP (5+0) cmH20, pemeriksaan thorax

36
dan abdomen dalam batas normal, pemeriksaan ekstremitas terdapat ulkus
diabetikum pada pedis dextra, dan edema minimal pada pedis dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan gula darah puasa meningkat
(363 mg/dL). Gula darah >126mg/dL merupakan salah satu kriteria diabetes
melitus. Pada diabetes insipidus tidak terjadi peningkatan kadar gula darah. Kadar
hemoglobin, MCH, dan MCV menurun. Hal tersebut merupakan kondisi anemia
hipokrom mikrositer.
Jadi berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pasien pada kasus ini didiagnosis dengan DM Tipe II+
Ulkus diabetikum pedis dextra + Hipertensi stage I + Anemia.

37
DAFTAR PUSTAKA

A. Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I: Nefrologi dan


Hipertensi. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. p: 519-520.
ADA. 2010. Standars of Medical Care in Diabetes 2010. Journal of Diabetes care,
Vol. 33, 11-61. Diperoleh dari http://care.diabetesjournals.org
ADA. 2012. Diagnosis and Clasification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care,
35(1). care.diabetesjournals.org
ADA. 2012. Standart of Medical Care in Diabetes 2012. Diabetes Care, 35(1).
care.diabetesjournals.org
ADA. 2015. Diabetes Meal Plans and A Healty Diet
Cortas K, et all. Hypertension. Last update May 11 2008. [cited 2017 Mei 26].
Available from: http//:www.emedicine.com.
Kemenkes RI. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Kemenkes RI
KEMENKES. 2009. Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus.
Lam Murni BR Sagala. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh Keluarga
Suku Batak dan Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe [internet].
c2011 [cited 2017 Mei 26]. p:10-13. Available from:
http://repository.usu.ac.id/.
Lanywati. 2011. Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Kanisius
M. Yogiantoro. 2006. Hipertensi Esensial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. p: 599-601.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2 di
Indonesia. PB PERKENI : Jakarta.
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia dalam
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/diabetes melitus
Riskesdas 2013. Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional 2013. Badan Penelitian
& Pengembangan kesehatan DepKes RI.
Smeltzer, et al. 2008. Brunner & Suddarths Texbook of Medical Surgical Nursing,
11thed. Philadelpia. Lippincott Williams & Wilkins, a wotter kluwe business.
Trisnawati, S. K., & Setyorogo, S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol.5 Issue 1, 6-11.
WHO. 2013. Diabetes. Dapat di akses pada http://who.int/publications/en/
Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. Jakarta. 2006: 610-14.

38

Anda mungkin juga menyukai