Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

SERANGAN ASMA AKUT DERAJAT SEDANG

Oleh
Laode Muhammad Sufi Malik A, S.Ked 04054821719108
Virdhanitya Vialetha, S.Ked 04084821719209

Pembimbing
dr. Nova Kurniati, Sp.PD-KAI

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Serangan Asma Akut Derajat Sedang

Oleh:

Laode Muhammad Sufi Malik A, S.Ked 04054821719108


Virdhanitya Vialetha, S.Ked 04084821719209

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 11
Desember 2017- 19 Febuari 2018

Palembang, Desember 2017

dr. Nova Kurniati, Sp.PD-KAI


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN.....................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................21
1. Definisi...................................................................................................21
2. Epidemiologi.........................................................................................21
3. Patofisiologi...........................................................................................22
4. Klasifikasi..............................................................................................25
5. Gambaran Klinis..................................................................................28
6. Diagnosis...............................................................................................28
7. Diagnosis banding................................................................................32
8. Penatalaksanaan...................................................................................33
9. Komplikasi............................................................................................38
10. Prognosis.............................................................................................39
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
Daftar Tabel
Tabel 1. Tingkat Kontrol Asma............................................................................26
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma.........................................27
Tabel 3. Derajat Obstruksi....................................................................................31
Tabel 4. Derajat Restriksi.....................................................................................31
Daftar Gambar

Gambar 1. Bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial.....................22


Gambar 2. Patofisiologi Asma..............................................................................24
Gambar 3. Spirometri Normal..............................................................................30
Gambar 4. Spirometri pada Obstructive Ventilatory Defects (OVD)..................30
Gambar 5. Spirometri pada Restrictive Ventilatory Defects (RVD)....................31
BAB I
PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa baik di
negara maju maupun di negara berkembang. Menurut data WHO, sekitar 300 juta manusia di
dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada
tahun 2025. Meskipun dengan pengobatan efektif, angka morbiditas dan mortalitas asma
masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang meninggal adalah penderita asma. 14 Angka
mortalitas penyakit asma di dunia mencapai 17,4% dan penyakit ini menduduki peringkat 5
besar sebagai penyebab kematian.15
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti
asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang
menyebabkan kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita
harus mampu meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan
lingkungan dimana kita berada dan perilaku. 15 Polusi udara dan kurangnya kebersihan
lingkungan yang terdapat di kota-kota besar bahkan termasuk kota pinggiran menjadi faktor
penyebab yang sangat dominan meningkatkan serangan asma di Indonesia. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat di perkirakan menjadi penyebab meningkatnya
penderita asma di Indonesia yang hingga sampai saat ini belum terpecahkan. Tingginya
angka kematian akibat asma banyak disebabkan oleh kontrol asma yang buruk.
Mengingat hal tersebut pengelolaan asma yang baik harus dilakukan dari awal dengan
berbagai tindakan pencegahan agar penderita tidak mengalami serangan. Pada akhir-akhir ini
dilaporkan adanya peningkatan prevalensi morbiditas dan mortalitas asma di seluruh dunia
terutama didaerah perkotaan dan industri. Prevalensi yang tinggi ini menunjukkan bahwa
16
pengelolaan asma belum berhasil. Oleh karena itu, pemahaman mengenai asma, faktor
resiko, penegakan diagnosis dan penanganan yang tepat tentang asma perlu diketahui.
Laporan kasus ini disusun dengan tujuan memperdalam pemahaman tenaga kesehatan medis
mengenai penyakit asma.
BAB II
STATUS PASIEN
1. Identifikasi
Nama : Tn. SK
Tanggal Lahir : 26 April 1984 (33 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ojek Online
Status : Menikah
Alamat : Siring Agung Palembang
No. Rekam Medik : 839625
MRS : 14 Desemberi 2017
Tanggal Pemeriksaan : 15 Desember 2017

2. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 15 Desember 2017
Keluhan Utama
Sesak disertai mengi bertambah berat sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 1 minggu SMRS, pasien mengeluh sesak nafas disertai mengi. Keluhan
muncul setelah penderita mengkonsumsi makanan laut, sesak tidak dipengaruhi
aktivitas, nyeri dada tidak ada. Sesak muncul hilang timbul 4-5 kali, mengganggu saat
aktivitas dan tidur malam hari sampai terbangun 1-2 kali. Pasien lebih nyaman dengan
posisi duduk. Batuk (+) berdahak warna putih kental. Demam (-) mual (-) muntah (-)
BAB dan BAK tidak ada kelainan. Penderita mengkonsumsi obat semprot untuk
mengurangi sesaknya dan memakan obat yang rutin dikonsumsi, sesak berkurang setelah
penderita mengkonsumsi obat. Pasien tidak berobat untuk menangangi sesaknya.
Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak nafas semakin berat disertai mengi
semakin keras. Pasien mulai terbatas/sulit berjalan dan berbicara kalimat terbatas. Sesak
muncul hilang timbul 4-5 kali dan tidur malam hari sampai terbangun 1-2 kali. Pasien
lebih nyaman duduk. Pasien hanya dapat menyebutkan beberapa kalimat dan berhenti sesaat
sebelum melanjutkan pembicaraan saat menjawab pertanyaan, pasien masih bisa aktivitas ringan,
lebih nyaman dengan posisi duduk dibandingkan berbaring. Batuk (+) berdahak warna putih
kental, Tidak ada nyeri dada, tidak ada perasaan dada seperti ditekan, tidak ada nyeri ulu hati,
tidak ada demam, mual dan muntah tidak ada, tidak ada bengkak pada mata dan kaki, BAK dan
BAB tidak ada keluhan. Pasien tidak menggunakan obat semprot untuk mengurangi
sesaknya karena obat sudah habis. Pasien berobat ke IGD RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat asma ada sejak 3 tahun yang lalu. Dalam satu tahun terakhir serangan
asma muncul setiap bulan. Dalam bulan ini muncul 4-5x serangan. Serangan malam
ada dalam 1 tahun terakhir. Keluhan biasa muncul saat cuaca dingin. Pasien
mengkonsumsi obat semprot setiap sesak.

- Riwayat alergi terhadap makanan laut.


- Riwayat asma sejak 3 tahun yang lalu.
- Riwayat merokok 16 tahun yang lalu.
- Riwayat Darah Tinggi disangkal.
- Riwayat Kencing Manis disangkal

Riwayat Pengobatan
- Riwayat Berotec Inhaler setiap kali serangan asma muncul
- Riwayat konsumsi theofilin

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat asma dalam keluarga (+) ibu kandung, saudara laki-laki, dan saudara
perempuan.
- Riwayat alergi di kulit dan saluran nafas disangkal

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 102 x/menit
- Napas : 30x/menit
- Suhu : 36,7 C

Keadaan Spesifik
Kepala

Normosefali, simetris, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut.

Mata

Eksophtalmus tidak ada, edema palpebral tidak ada, konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera
ikterik tidak ada, pupil isokor, reflek cahaya (+/+), visus tidak diperiksa, gerakan baik ke segala arah,
mata cekung tidak ada.

Hidung

Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum deviasi tidak ada, tidak keluar cairan, cavum nasi lapang,
epistaksis tidak ada, napas cuping hidung tidak ada.

Mulut

Sariawan tidak ada, pembesaran tonsil tidak ada, gusi berdarah tidak ada, lidah pucat tidak ada, lidah
kering tidak ada, lidah kotor tidak ada, atrofi papil tidak ada, bibir tidak sianosis.

Telinga

Kedua meatus acustikus eksternus tak ada kelainan, tophi tidak ada, nyeri tekan tragus tidak ada, tidak
keluar cairan dari MAE, ada sekret atau serumen di liang telinga.

Leher

JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, kaku kuduk tidak ada, struma diffusa
tidak ada.

Thorax

Bentuk dada simetris, sela iga tidak melebar, retraksi dinding dada ada, spider naevi tidak ada, barrel
chest tidak ada, angulus costae < 90, kifosis (+).

Paru-paru (Anterior)
Inspeksi : Statis dan dinamis dada kanan = dada kiri

Palpasi : Stem fremitus kanan kiri sama, nyeri tekan tidak ada

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok tidak ada, batas paru hepar
pada ICS VI, peranjakan 1 sela iga.

Auskultasi : Bronkovesikuler,ekspirasi memanjang, ronkhi (-/-), wheezing


ekspirasi (+/+)

Paru-paru (Posterior)

Inspeksi : Statis-dinamis simetris kanan = kiri

Palpasi : Stem femitus kanan kiri sama, nyeri tekan tidak ada

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok tidak ada

Auskultasi : Bronkovesikuler, ekspirasi memanjang, ronkhi (-/-), wheezing


ekspirasi (+/+)

Jantung:

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak ada.

Perkusi : Batas jantung atas: ICS II linea sternalis sinistra

Batas jantung kanan ICS V linea sternalis dextra

Batas jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR 102 x/ menit, reguler, bunyi jantung I-II normal (suara jantung
normal. M1>M2, T1>T2, P2>P1, A2>A1), murmur tidak ada, gallop
tidak ada.

Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada, scar operasi tidak ada

Palpasi : Lemas, nyeri epigastrium tidak ada, hepatosplenomegali tidak ada,


turgor kulit baik

Perkusi : Timpani, shifting dullness tidak ada, undulasi tidak ada

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genital : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Edema pretibial tidak ada, jari tabuh tidak ada, tremor tidak ada, akral

hangat (+/+).

Kulit : Warna sawo matang, efloresensi dan jaringan parut tidak ada, turgor baik, ikterus
tidak ada, nodul subkutan tidak ada, pertumbuhan rambut normal, sianosis tidak ada,
lembab.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14 Januari 2017

Jenis Pemeriksaan Hasil


HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,2 g/dL
Eritrosit 5,56 x 106/mm3
Leukosit 9.700/mm3
Hematokrit 46 %
Trombosit 279.000/µL
Basofil 0%
Eosinofil 0%
Netrofil 93%
Limfosit 6%
Monosit 1%

KIMIA KLINIK
AST/SGOT 17 IU/L
ALT/SGPT 14 IU/L
Ureum 15 mg/dL
Kreatinin 0,76 mg/dL
Natrium 150 mEq/L
Kalium 3,3 mEq/L
Kalsium 9,1 mg/dL

Pemeriksaan Spirometri
Hasil pemeriksaan spirometri tanggal 15 Desember 2017
Pasien Normal
Base Pr% Mm Pred Max
FEV1 1,83 78 1,83 2,36 2,89
FVC 2,61 86 2,40 3,03 3,66
FEV1/FVC 70 89 69 79 88
PEV 4,19 70 4,45 6,00 7,56
Interpretasi
FEV1 78% menunjukkan obstruksi ringan (70-79% pred)

5. Diagnosis
Serangan asma akut derajat sedang

6. Diagnosis Banding
- PPOK
- Bronkitis Kronik
- Gagal Jantung Kongestif
- Obstruksi Mekanis (tumor)

7. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
- Bedrest
- Oksigen 5 L/ menit nasal kanul
- Edukasi

Farmakologi
- Nebulizer Farbivent + Combivent sebanyak 3 kali taip 20 menit, observasi selama 1
jam (aktivitas, kesadaran, bicara, frekuensi nafas, retraksi otot bantu nafas, Mengi,
frekuensi nadi, pulsus paradoksus, APE, Pa Co2, SaO2)
- Injeksi Fartisen 1 ampul dalam NaCl 0,9% gtt xx/menit
- Rethapyl 2x1 tab po

8. Follow Up

Tanggal 14 Desember 2017 (setelah 1 jam)


S Keluhan: sesak (+) Jalan terbatas, lebih suka duduk
dan kalimat terbatas, batuk (+), mengi (+)

O:

Keadaan umum Tampak sakit sedang

Kesadaran Compos mentis

Tekanan darah 120/80 mmHg

Nadi 96 x/menit

Pernapasan 30 x/ menit

Temperatur 36,6 oC

Saturasi O2 95%

Keadaan spesifik

Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik (-),


epistaksis (-)

Leher
JVP (5-2) cm H2O

Pembesaran KGB (-)

Thorax:
Inspeksi: Barrel chest (-), retraksi (+)

Paru
Inspeksi: Statis dan dinamis simetris kanan=kiri

Palpasi: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi: Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: Vesikuler (+/+), ekspirasi memanjang, ronkhi


(-), wheezing (+)

Jantung Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi: Iktus cordis tidak teraba

Perkusi: Batas jantung atas ICS II, batas jantung kiri


linea aksilaris anterior ICS VI sinistra, batas jantung
kanan linea sternalis dekstra
Auskultasi : HR= 100x/menit, reguler, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen

Inspeksi: Datar, venektasi (-), caput medusae


(-), striae (-), hematoma (-)

Palpasi: Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan


epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik (-), ballotement (-)

Perkusi: Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA


(-)

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Genitalia
Tidak diperiksa

Ekstremitas
Akral hangat (+), palmar pucat (-), edema(-),

Evaluasi derajat asma


No. Karakteristik Hasil

1 Aktivitas Jalan terbatas lebih suka


duduk

2 Kesadaran Biasanya terganggu

3 Bicara Kalimat terbatas

4 Frekuensi Nafas Meningkat (30x/menit)

5 Retraksi otot- Kadang kala ada


otot bantu nafas

6 Mengi Keras

7 Frekuensi nadi 96x/menit

8 Pulsus Tidak diperiksa


paradoksus

9 APE sesudah Tidak diperiksa


bronkodilator
(% prediksi)

10 Pa Co2 Tidak diperiksa

11 SaO2 95%

A Serangan asma akut derajat sedang

P Non Farmakologis

 Pro MRS

Istirahat

Edukasi

O2 3L/menit
Farmakologis

 Nebulizer Farbivent + Combivent


sebanyak 3 kali taip 20 menit, observasi
selama 1 jam
 Fartisen 1 ampul dalam NaCl 0,9% gtt
xx/menit
 Rethapyl 2x1 tab po
 Amboroxcol syr 3x1 po

Tanggal 14 Desember 2017

S Keluhan: sesak (+) Jalan terbatas, lebih suka duduk ,


batuk (+), mengi (+)

O:

Keadaan umum Tampak sakit sedang

Kesadaran Compos mentis

Tekanan darah 120/80 mmHg

Nadi 90 x/menit

Pernapasan 26 x/ menit

Temperatur 36,6 oC

Saturasi O2 98%

Keadaan spesifik

Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik (-),


epistaksis (-)

JVP (5-2) cm H2O


Leher
Pembesaran KGB (-)
Inspeksi: Barrel chest (-), retraksi (-)

Thorax:

Inspeksi: Statis dan dinamis simetris kanan=kiri

Paru Palpasi: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi: Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: Vesikuler (+/+), ekspirasi memanjang, ronkhi


(-), wheezing (+)

Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi: Iktus cordis tidak teraba


Jantung
Perkusi: Batas jantung atas ICS II, batas jantung kiri
linea aksilaris anterior ICS VI sinistra, batas jantung
kanan linea sternalis dekstra
Auskultasi : HR= 95 x/menit, reguler, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen Inspeksi: Datar, venektasi (-), caput medusae


(-), striae (-), hematoma (-)

Palpasi: Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan


epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik (-), ballotement (-)

Perkusi: Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA


(-)

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Tidak diperiksa
Genitalia

Akral hangat (+), palmar pucat (-), edema(-),


Ekstremitas

No. Karakteristik Hasil


Evaluasi derajat asma
1 Aktivitas Jalan terbatas lebih suka
duduk

2 Kesadaran Biasanya terganggu

3 Bicara Kalimat terbatas

4 Frekuensi Nafas 26x/menit


5 Retraksi otot- Kadang kala ada
otot bantu nafas

6 Mengi Keras

7 Frekuensi nadi 90x/menit

8 Pulsus Mungkin ada


paradoksus

9 APE sesudah Tidak diperiksa


bronkodilator
(% prediksi)

10 Pa Co2 Tidak diperiksa

11 SaO2 98%

A Serangan asma akut derajat sedang (perbaikan)

P Non Farmakologis

 Istirahat
 Edukasi
 O2 3L/menit
Farmakologis

 Nebulizer Farbivent + Combivent


sebanyak 3 kali taip 20 menit
 Fartisen 1 ampul dalam NaCl 0,9% gtt
xx/menit
 Rethapyl 2x1 tab po
 Amboroxcol syr 3x1 po

Tanggal 15 Desember 2017

S Keluhan: sesak (-), batuk (+), mengi (-)


O:

Keadaan umum Tampak sakit sedang

Kesadaran Compos mentis

Tekanan darah 120/80 mmHg

Nadi 90 x/menit

Pernapasan 22 x/ menit

Temperatur 36,6 oC

Saturasi O2 99%

Keadaan spesifik

Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-) Sklera ikterik (-),


epistaksis (-)

JVP (5-2) cm H2O


Leher
Pembesaran KGB (-)

Inspeksi: Barrel chest (-), retraksi (-)


Thorax:

Inspeksi: Statis dan dinamis simetris kanan=kiri


Paru
Palpasi: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi: Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing


(-)

Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat


Jantung Palpasi: Iktus cordis tidak teraba

Perkusi: Batas jantung atas ICS II, batas jantung kiri


linea aksilaris anterior ICS VI sinistra, batas jantung
kanan linea sternalis dekstra
Auskultasi : HR= 95 x/menit, reguler, murmur (-), gallop
(-)
Inspeksi: Datar, venektasi (-), caput medusae
(-), striae (-), hematoma (-)
Abdomen
Palpasi: Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik (-), ballotement (-)

Perkusi: Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA


(-)

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Tidak diperiksa

Genitalia
Akral hangat (+), palmar pucat (-), edema(-)

Ekstremitas
FEV1: 78 %, FVC: 86%, PEF: 70%

(< 80% prediksi / nilai terbaik)


Hasil Spirometri:
Kesan: Obstruksi Ringan

No. Karakteristik Hasil

1 Aktivitas Dapat berjalan. Dapat


Evaluasi derajat asma
berbaring

2 Kesadaran Tidak terganggu

3 Bicara Dapat bicara lancar

4 Frekuensi Nafas 22x/menit

5 Retraksi otot- Tidak ada


otot bantu nafas

6 Mengi Tidak ada

7 Frekuensi nadi 90x/menit

8 Pulsus Tidak diperiksa


paradoksus

9 APE sesudah 70%


bronkodilator
(% prediksi)

10 Pa Co2 Tidak diperiksa

11 SaO2 99%
A Serangan asma akut derajat ringan

P Non Farmakologis

 Istirahat
 Edukasi kontrol tiap bulan ke poli
 Rencana pulang

Farmakologis

 Nebulizer Farbivent + Combivent


sebanyak 3 kali taip 20 menit
 Fartisen 1 ampul dalam NaCl 0,9% gtt
xx/menit
 Rethapyl 2x1 tab po
 Amboroxcol syr 3x1 po
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: (1) obstruksi saluran nafas yang
reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dengan
pengobatan; (2) inflamasi saluran nafas; (3) peningkatan respon saluran nafas terhadap
berbagai rangsangan (hipereaktivitas).1 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon
saluran nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di
dada serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. 3

2. Epidemiologi
Asma bronchial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat
inap penyakit asma bronkial di Negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronchial berdasarkan letak
geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak
penelitian epidemiologi tentang asma bronchial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner
telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai
berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi
asma bronchial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada
wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun
diperkirakan berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronchial merupakan asma bronchial alergi (atopi) dan 50%
pasien asma bronchial berat merupakan asma bronchial atopi. Asma bronchial atopi ditandai
dengan timbul nya antibody terhadap satu atau lebih allergen seperti debu, tungau rumah,
bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon
terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma
bronchial merupakan interaksi yang kompleks antara factor genetic dan lingkungan. Data
pada penelitian saudara kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian
asma bronchial diturunkan sebesar 60-70%.4

3. Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.1

Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE


dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara
yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien
asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas
dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos
saluran pernafasan.1,6

Gambar 1. Bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial6


Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh
inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan
gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiperinflasi
pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana6
 Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi / memendek /
mengkerut
 Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
 Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab / pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar
dahak yang kental bersama batuk, terdengar suaranapas yang berbunyi yang timbul apabila
udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai
terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6
Gambar 2 Patofisiologi Asma7

Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai
dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1
(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah
kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi
dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan
fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang
memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1

Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot


pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper inflasi
paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek
kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.1

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan
bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.8

Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang,
maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan
pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.8

4. Klasifikasi

Berdasarkan derajatnya, Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi:4
1. Intermiten
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a.Gejala setiap hari
b.Gejala malam > 2 kali/minggu
c.Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d.Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a.
Gejala terus menerus
b.
Gejala malam sering
c.
Sering kambuh
d.
Aktivitas fisik terbatas
e.
Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
Berdasarkan gejala siang, aktivitas, gejala malam, pemakaian obat pelega dan eksaserbasi,
GINA membagi asma menjadi:1
Tabel 1. Tingkat Kontrol Asma

Terkontrol
Kontrol Penuh
Sebagian (Salah Tidak
No. Karakteristik (Semua
satu dalam per Terkontrol
Kriteria)
mgg)

Tidak ada (≤ 2x /
1. Gejala Harian mgg) > 2x / mgg ≥3

Tidak ada Ada Gambaran


2. Keterbatasan Aktivitas asma
terkontrol
sebagian ada
Tidak ada Ada dalam setiap
Gejala Nokturnal/Terbangun minggu
3. karena asma

Tidak ada (≤ 2x /
> 2x / mgg  
4. Kebutuhan Pelega mgg)

< 80% prediksi /


Normal  
5. Fungsi Paru (APE/VEP1) nilai terbaik

6. Eksaserbasi Tidak ada ≥ 1 / tahun 1x / mgg


Sumber: Sudoyo, A, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid I Edisi Jakarta: Interna Publishing.
Klasifikasi asma berdasarkan derajat beratnya serangan berdasarkan cara bicara, aktivitas,
tanda-tanda fisis, nilai APE, dan analisis gas darah seperti di bawah ini:1

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma

No. Karakteristik Ringan Sedang Berat

Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan


Duduk membungkuk
1. Aktivitas Dapat berbaring lebih suka duduk ke depan

Mungkin Biasanya
Biasanya terganggu
2. Kesadaran terganggu terganggu

3. Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata

4. Frekuensi Nafas Meningkat Meningkat Sering >30x / menit

Retraksi otot-otot bantu Umumnya tidak


Kadang kala ada Ada
5. nafas ada

Lemah sampai
Keras Keras
6. Mengi sedang

7. Frekuensi nadi < 100 100 - 120 > 120

Tidak ada (<10 Mungkin ada (10- Sering ada (> 25


8. Pulsus paradoksus mmHg) 25 mmHg) mmHg)

APE sesudah
> 80% 60 - 80 % < 60%
9. bronkodilator (% prediksi)

10. Pa Co2 < 45 mmHg < 45 mmHg < 45 mmHg

11. SaO2 > 95% 91-95% < 90%

Sumber: Sudoyo, A, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid I Edisi Jakarta: Interna Publishing.

5. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada
yang khas.9

Keluhan yang timbul : 6,9,10

 Nafas berbunyi
 Sesak nafas
 Batuk
Tanda-tanda fisik :6,9,10

 Cemas/gelisah/panik/berkeringat
 Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi
 Frekuensi pernafasan meningkat
 Sianosis
 Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :

 Didapatkan ekspirium yang memanjang


 Wheezing

6. Diagnosis

Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang
episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11

a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma, riwayat
keluarga dan riwayat adanya alergi.12

b. Pemeriksan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing) dapat
dijumpai pada pasien asma.12

c. Pemeriksaan laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden).12

d. Pemeriksaan penunjang

1. Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.13

 Fungsi paru normal


Hasil spirometri normal menunjukan FEV1>80% dan FVC>80%
Gambar 3. Spirometri normal17

 Obstructive ventilatory defects (OVD)


Gangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi penyempitan slauran
nafas dan gangguan aliran udara di dalamnya, akan menpengaruhi kerja
pernafasan dan akan bermanifestasi pada penurunan volume dinamik.
Kelainan ini berupa penurunan rasi FEV1:FVC <70% FEV1 akan selalu
berkurang pada OVD dan dapat dalam jumlah yang besarm sedangkan
FVC dapat tidak berkurang. Pada orang sehat dapat ditemukan
penurunan rasio FEV1:FVC, nmaun nilai FEV1 dan FVC tetap
normal.17,18
Ketika sudah ditetapkan diagnosis OVD, maka selanjutnya menilai
beratnya obstruksi, kemungkinan reversibelitas dari obstruksi,
menentukan adanya hiperinflas dan air trapping.17,18

Gambar 4. Spirometri pada Obstructive Ventilatory Defects (OVD) 17


Tabel 3. Derajat Obstruksi17

 Restrictive Ventilatory Defects (RVD)


Gangguan restriktif yang menjadi masalah adalah hambatan dalam
pengembangan paru dan akan mempengaruhi kerja pernafasan dalam
mengatasi resistensi elastik. Manifestasi spirometrik yang biasanya
timbul akibat gangguan ini adalh penurunan pada volume statik. RVD
menunjukkan reduksi patologik pada TLC (<80%).17,18

Gambar 5. Restrictive Ventilatory Defects (RVD)17

Tabel 4. Derajat Restriksi17

2. Uji provokasi bronkus


Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi
bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.10, 11
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14

7. Diagnosis Banding

 Penyakit Paru Obstruksi Kronis


 Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai sputum dan
perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan
menurunkan kemampuan jasmani.

 Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.

 Gagal Jantung kiri


Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari
disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad malam hari
karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

 Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala
sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 1

a. Mencapai dan mempertahankan kontrol gejala-gejala asma


b. Mempertahankan aktivitas yang normal termasuk olahraga
c. Menjaga fungsi paru senormal mungkin
d. Mencegah eksaserbasi asma
e. Menghindari reaksi adversi obat asma
f. Mencegah kematian karena asma
Untuk mencapai tujuan di atas, GINA merekomendasikan 5 komponen yang saling
terkait dalam penatalaksanaan asma:1

a. Bina hubungan yang baik antara pasien dengan dokter


b. Identifikasi dan kurangi pemaparan faktor resiko
c. Penilaian, pengobatan dan pemantauan keadaan kontrol asma
d. Atasi serangan asma
e. Penatalaksanaan keadaan khusus
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :

1. Pengobatan non medikamentosa 9,10

Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :

- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10

Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan
untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.

a) Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan anti
inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah
untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki
aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma,
dan mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid
inhalasi dan sistemik.

- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast.

- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi.

- Agonis beta-2 kerja lama


Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol
yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka lama mempunyai
efek anti inflamasi walau pun kecil.

- Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Selain
bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.

Tabel 3. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10


b) Bronkodilator (pelega)
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang
telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian secara
inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.

- Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibanding
agonis beta 2.

- Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin
dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan
tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek bronkokonstriksi yang
disebabkan iritan.

Tabel 4. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10


9. Komplikasi 1

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Atelektasis
2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
3. Pneumothoraks
4. Gagal nafas
5. Bronkitis

10. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10
juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita
dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada
serangan asma dengan usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di
mulai sejak kanak-kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun,
hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami
serangan commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.4

Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka


kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus
menerus angka kematiannya 9%. 4
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien datang ke IGD RMSH dengan keluhan utama sesak nafas yang semakin berat
sejak ± 1 hari yang lalu. Sesak nafas disertai mengi dan juga terdapat batuk. Ketiga gejala ini
merupakan gejala yang khas ditemukan pada pasien Asma Bronkiale. Hal tersebut terjadi
sesuai dengan patofisiologi dari penyakit ini, yaitu terjadinya obstruksi saluran nafas karena
inflamasi pada saluran nafas tersebut dan adanya peningkatan respon saluran nafas terhadap
berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada
saluran nafas yang besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan
di saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih
dominan dibanding mengi.
Etiologi dari asma bronkiale antara lain adalah paparan pasien dengan alergen, yang
dapat memicu reaksi inflamasi dan hipersensitivitas tipe 1 pada pasien ini. Alergen pada
pasien ini adalah makanan laut yang dikonsumsi pasien.
Pada anamnesis bisa ditegakkan bahwa pasien mengalami serangan asma derajat
sedang. Hal ini sesuai dengan klasifikasi GINA, dimana pada pasien ini didapatkan keluhan
sesak yang mulai mengganggu aktivitas, seperti jalan terbatas dan lebih suka duduk. Pasien
juga mulai berbicara dengan kalimat terbatas dan adanya mengi yang keras saat
menghembuskan nafas. Pasien juga bisa dikatakan mengalami sesak nafas derajat persisten
sedang, karena serangan asma 4-5 kali dalam sehari dan serangan asma saat tidur malam hari
1-2 kali.

Dari pemeriksaan fisik, pada keadaan umum peningkatan laju pernafasan (30x/menit),
ekspirasi yang memanjang dan terdapat wheezing ekspirasi. Obstruksi saluran nafas pada
asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi
dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran
nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya
obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, sehingga didapatkan eskpirasi yang memanjang.
Penyempitan saluran nafas menyebabkan keadaan hipoksemia, sehingga paru melakukan
kompensasi untuk mengatasi kekurangan oksigen dengan melakukan hiperventilasi,
sehinggan laju pernafasan meningkat.
Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan peningkatan pada netrofil, tidak menunjukkan
keadaan khas asma. Pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator didapatkan
FEV1 78% dan PEV 70%, menunjukkan terdapat obstruksi ringan (70 – 79%) pada pasien.
Pemeriksaan lain seperti Uji Provokasi Bronkus, rontgen dada, dan analisis gas darah belum
dilakukan.
Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (SaO2
≥ 92%) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran nafas dengan pemberian
bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan ipratropium bromida) dan mengurangi inflamasi
serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid sistemik. Oleh karena itu,
pada pasien ini diberikan oksigen 5L/ menit , diminta istirahat dan diberi edukasi. Terapi
farmakologisnya adalah nebulizer Ferbivant 1 amp/ 20 menit dan evaluasi setelah 1 jam. Jika
belum ada perbaikan dilanjutkan pengobatan 1-3 jam dan pertimbangkan juga pemakaian
kortikosteroid pada pasien ini diberikan Fartisen 1 amp yang dilarukan dalam NaCL 0,9%.
Respon pengobatan sesak pada pasien sudah membaik sehingga pasien sebenarnya bisa
pulang dan dilanjutkan dengan pengobatan di rumah. Akan tetapi, pasien belum bisa
dipulangkan karena perlu observasi karena dicurigai adanya infeksi sekunder lain dilihat dari
pemeriksaan darah rutin netrofilnya yang meningkat

Edukasi yang diberikan ialah pasien harus melanjutkan pengobatan di rumah


menggunakan agonis beta 2 inhalasi dan kortikosteroid oral, menghindari faktor pencetus
terjadinya serangan asma yaitu pasien harus mengurangi aktivitas yang berlebihan seperti
berlari atau pun berjalan jauh, pasien juga memiliki riwayat alergi debu sehingga apabila
pasien membersihkan sesuatu harus menggunakan masker untuk mencegah paparan debu.
Setelah terapi penanganan serangan asma derajat sedang ini, pasien diedukasi untuk kontrol 3
hari kemudian ke poliklinik RSMH untuk dinilai keadaan pasien dan bila memungkinkan
untuk melakukan pemeriksaan spirometri lagi. Pasien juga diedukasi untuk kontrol rutin
setiap bulan sehingga diketahui derajat asma yang dialami yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, A, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
2. Davey P. 2000. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
3. Surjanto E. 2008. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia. p. 88-
95.
4. Marleen FS, Yunus F. 2008. Asma pada UsiaLanjut. Jurnal Respirologi Indonesia.
p.165-73.
5. Widjaja A. Patogenesis Asma. 2003. Makalah Ilmiah Respirologi. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. p.27.
6. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. 2003. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. p.54-57
7. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. p.1-11.
8. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. 2006. Hubungan Antara
Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal
Respirologi Indonesia. p.1-45
9. Mangunnegoro dkk. 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI p.3-79.
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita Selekta
kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. p. 477-82.
11. Sundaru H. 2001. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. p.21-27.
12. Danususanto H. 2000. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, p. 196-224.
13. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma. 2003. Jakarta: Konsesus Asma PDPI
14. Ratnawati J. 2011. Epidemiologi Asma. J Respir Indones 31(4):172-5.
15. Sihombing M, Alwi Q, Nainggolan O. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Penyakit Asma Pada Usia ≥10 Tahun di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). J
Respir Indones, 30(2):85-91.
16. Harsono, Bambang Irawan, dkk. 2003. Peranan Magnesium Pada Asma. Cermin Dunia
Kedokteran, 141 : 46-51.
17. Bellarny D. 2005. Spirometry in Practice: A Practicl Guide to Using Spirometry in
Primary Care. 2nd Edition. British: BTS COPD Consortium.
18. Uyainah A. 2012. Spirometri dalam Kompendium: Tatalaksana Penyakit Respirasi dan
Kritsi Paru. Jilid 2. Bandung: PERPARI. p.709-719

Anda mungkin juga menyukai