Anda di halaman 1dari 40

SINDROM NEFROTIK

by:
Muhamad Nasir Indrawan

Pembimbing
dr. Irene Gunawan Sp,PD
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama : Tn. RP
• Tanggal lahir : 02 Mei 1995
• Jenis Kelamin : Laki - laki
• Alamat : Negla
• Agama : Islam
• Status : Lajang
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Tanggal Masuk : 21 Juni 2018
• Tanggal Periksa : 22 Juni 2018
Anamnesis
Keluhan Utama : Bengkak pada seluruh tubuh sejak 2 bulan
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien datang ke RSUD Waled dengan keluhan bengkak
pada seluruh tubuh sejak 2 bulan SMRS. Bengkak dikatakan awalnya
pada daerah wajah. Bengkak muncul tiba-tiba saat pasien bangun
dari tidur pada pagi hari. Bengkak lalu menjalar ke daerah kaki,
bengkak dirasa makin memberat dan menyebar ke kedua tungkai
dan perut. Pasien mengatakan menjadi lebih gemuk dari biasanya.
Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami. Keluhan tidak disertai
dengan demam (-), pusing (-), sesak saat beraktivitas dan waktu
tidur (-), pasien biasa menggunakan 1 bantal waktu tidur. nyeri
dada (-), mual (-), muntah (-), BAK frekuensi 5x sehari, air kencing
sedikit (-), BAB tidak ada keluhan. Riwayat ada bercak merah
diwajah disangkal. Pasien masih dapat beraktivitas seperti biasanya.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
• Riwayat asma disangkal
• Riwayat sakit jantung disangkal
• Riwayat diabetes melitus disangkal
• Riwayat pengobatan paru selama 9 bulan disangkal
• Riwayat konsumsi obat-obatan penghilang rasa nyeri disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
• Keluhan serupa dalam keluarga tidak ada
Riwayat Pribadi dan Sosial
• Pasien 2 tahun ini merupakan karyawan pabrik plastik bagian
perapian. 6 bulan ini pindah kerja menjadi buruh pabrik ponsel.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Pasien sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
SpO2 : 89
Tanda – tanda Vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi rate : 22x/menit
Suhu : 36,8 ⁰C
Antropometri
BB : 58kg
TB : 167 cm
LP : 87 cm
• Pemeriksaan Generalis
Kepala: Kepala bentuk normocephal, rambut warna hitam,
distribusi merata dan tidak mudah rontok, puffy face (+), deformitas
(-), krepitasi (-), dan bekas luka (-)
Mata : Alis hitam, distribusi merata, bulu mata kedepan
normal, eksopthalmus (-), endothalmus (-), edema palpebra +/+,
conjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung: Tidak ada kelainan, tulang dalam perabaan normal krepitasi
(-), deformitas (-), sekret (-)
Telinga: Simetris kiri dan kanan, meatus acusticus eksternus
normal, sekret dari telinga (-), pendengaran normal, tinitus (-)
Mulut : Mukosa kering (-), karies (-), lidah kotor (-) perdarahan gusi
(-), dan tonsil tidak membesar
Leher: Pembesaran KGB (-) JVP tidak meningkat (5 + 2 mmHg)
• Thorax Anterior :
Inspeksi: Bentuk normochest simetris, retraksi ICS (-) tidak tampak sesak,
otot bantu pernapasan lain (-), bekas luka (-) deformitas (-), ictus cordis
tidak nampak
Palpasi: Nyeri tekan lapang paru (-), fremitus taktil (+), ekspansi
pernapasan simetris, krepitasi (-), ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicula sinistra
Perkusi: Sonor seluruh lapang paru, batas paru – hepar di ICS VI linea
midclavicula dextra, batas kanan jantung di ICS IV linea parasternalis
dextra, apeks jantung di ICS V linea midclavicula sinistra.
Auskutasi: vesicular breathing sound +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-,
fremitus vocal (+), Bunyi jantung 1 – 2 reguler, Murmur (-), Gallop (-),

• Thorax Posterior :
Inspeksi : Bentuk normal tidak skoliosis, lordosis, kifosis, tidak ada bekas
luka dan jejas
Palpasi: Nyeri tekan (-) fremitus taktil (+) simetris
Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Vesicular brething sound +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/- fremitus
vocal (+)
• Abdomen :
Inspeksi: Bentuk cembung, tampak distensi (+), bekas
luka (-), benjolan (-), pelebaran pembuluh darah (-)
Auskultasi: Bising usus (+) 12 kali/menit
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (+)
Palpasi : Nyeri tekan superfisial (-), hepar, lien, dan
ginjal tidak teraba, undulasi (+),
• Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT < 2”, edema +/+,
pitting edema (-/-)
• Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT < 2”, edema
tungkai +/+, pitting edema +/+
RESUME
Pasien datang ke RSUD Waled dengan keluhan bengkak pada seluruh
tubuh sejak 2 bulan SMRS. Bengkak dikatakan awalnya pada daerah wajah.
Bengkak muncul tiba-tiba saat pasien bangun dari tidur pada pagi hari.
Bengkak lalu menjalar ke daerah kaki, bengkak dirasa makin memberat
dan menyebar ke kedua tungkai dan perut. Pasien mengatakan menjadi
lebih gemuk dari biasanya. Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami.
Keluhan tidak disertai dengan demam (-), pusing (-), sesak saat
beraktivitas dan waktu tidur (-), pasien biasa menggunakan 1 bantal waktu
tidur. nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), BAK frekuensi 5x sehari, air
kencing berwarna kuning keruh disangkal, BAB tidak ada keluhan. Riwayat
ada bercak merah diwajah disangkal.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit
sedang dengan kesadaran composmentis. Dari pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan tekanan darah 110/70mmHg, heart rate 88x/menit,
respirasi rate 22x/menit, dan suhu 36,8⁰C. Pemeriksaan generalis tampak
edema anasarka (+), ascites (+), dan pitting edema (+).
Diagnosa Banding

• Sindrom nefrotik
• CHF
• Diabetik nefropati
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium ( 22 juni 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 9,9 g/dl 12,6 – 15,5
Hematokrit 28 36 – 48
Trombosit 406 150 – 400
Leukosit 12,7 4 -10
MCV 85,2 82 – 98
MCH 29,8 >= 27
MCHC 35,3 32 – 36
Eritrosit 4,27 3,8 – 5,4
RDW CV 15,4 11,6 – 14,6
RDW SD 46,8 29 – 46
Basofil 0 0–1
Eosinofil 1 2–4
Netrofil Batang 1 3–5
Netrofil Segmen 71 50 – 80
Limfosit 21 25 – 40
Monosit 6 2–8
Hasil Laboratorium ( 22 juni 2018)

Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan

Na 130,7 136 – 145

K 2,39 3,5 – 5,1

Cl 95,6 96 – 105

Albumin 0,90 3,4-4,6


Hasil Laboratorium (7 juni 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai
Rujukan
Urine
Kekeruhan Jernih Clear
Protein bence jones +3/pos 3

Kimia klinik
Cholesterol total 566 mg/dL <200
Foto USG abdomen

Deskripsi: efusi pleura dexta et sinistra, ascites, tak tampak kelainan


pada hepar, VF, pankreas, lien, kedua renal, vesica urinaria
• Diagnosis Kerja
– Sindrom nefrotik primer
• Penatalaksanaan
– Infus RL 500 cc/24 jam
– Albumin 1g/kgbb iv selama 4 jam
– Furosemid 1 x 40 mg
– HCT 1 x 25 mg
– Spironolakton 1 x 50 mg
– Metil prednisolon 1 x 48 g
– Kalk 3 x 1
Sindrom Nefrotik
Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala
gejala yang terdiri dari proteinuria massif (≥40
mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urine sewaktu >2 mg/mg atau dipstick
≥2+), hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema,
dan dapat disertai hiperkolestrerolemia (250
mg/uL)
• Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps
terjadi ≥2 kali dalam 6 bulan pertama atau ≥ 4 kali
dalam periode satu tahun.
• Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi
relaps saat dosis steroid diturunkan atau dalam
14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal
ini terjadi 2 kali berturut-turut.
• Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak
terjadinya remisi pada pengobatan prednisone
dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4
minggu.
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai
pada Sindrom Nefrotik, antara lain:
• Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace
(proteinuria <4 mg/m2 LBP/jam) selama 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
• Relaps, yaitu proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥40
mg/m2 LBP/jam) selama 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu.
• Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang
dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respon
awal, atau kurang dari 4 kali per tahun
pengamatan.
Epidemiologi
• Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita (2:1) dan kebanyakan terjadi
pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan
terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan
paling tua pada masa dewasa.
• Angka kejadian SN pada anak <18 tahun berkisar
2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, onset
tertinggi usia 2-3 tahun. 50% penderita mulai
sakit saat usia 1-4 tahun, 75% onset sebelum usia
10 tahun.
Etiologi dan Klasifikasi
• SN dapat disebabkan oleh glomerulonefritis
primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan,
penyakit jaringan penghubung, akibat obat atau
toksin dan akibat penyakit sistemik.
• Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering
dijumpai misalnya pada glomerulonefritis pasca
infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B.
Akibat obat misalnya OAINS atau preparat emas
organik, dan akibat penyakit sistemik misalnya
SLE.
Klasifikasi dan penyebab Sindrom
Nefrotik
• Glomerulonefritis primer hodgkin, mieloma multiple,
– GN lesi minimal (GNLM) dan karsinoma ginjal
– Glomerulosklerosis fokal – Efek obat dan toksin
– GN membranosa • Obat antiinflamasi non
– GN membranoproliferatif steroid, preparat emas,
penisillamin, probenesid,
• Glomerulonefritis sekunder air raksa, kaptopril, heroin.
– Infeksi – Lain-lain
• HIV, Hepatitis B dan C, • DM, amiloidiosis, pre-
sifilis, malaria, skitosoma, eklamsia, rejeksi alograf
TBC, lepra kronik, refluks vesikoureter.
– Keganasan
• Adenokarsinoma paru,
payudara, kolon, limfom
Patofisiologi
• Proteinuria
o merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan
integritas membrana basalis glomerulus terhadap protein plasma dan
protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin.
o Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.
Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size
barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (change barrier).
o Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain
konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein
melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif
berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin.
Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil
misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar
terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin.
• Hipoalbuminemia
– Konsentrasi albumin ditentukan oleh asupan protein,
sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui urin.
– Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria
masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma.
– Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka
hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan
sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya
hipoalbuminemia.
– Diet protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati
akan tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi
albumin melalui urine.
• Edema
– Teori underfill
• Hipoalbuminemia menyebabkan ↓ tekanan onkotik plasma sehingga cairan
bergeser dari intravaskular ke jaringan intestitium.
• Akibat ↓ tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi
hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi
natrium dan air.
• Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga
akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin
berlanjut.
– Teori overfill
• retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal
menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema.
• akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema akibat
teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi
hormone aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk
mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun.
• Selain itu juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi
katekolamin yang menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus
meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling
kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium
• Hiperlipidemia
– Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL),
low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat
sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat
meningkat, normal, atau menurun. Hal ini disebabkan
peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran
lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate
density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin
serum dan penurunan tekanan onkotik.
Manifestasi Klinis
• Edema yang menyeluruh dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi.
• Edema sering ditemukan dimulai dari daerah wajah dan kelopak mata
pada pagi hari yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema di
daerah pretibial pada sore hari.
• Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai gangguan alergi karena
pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari.
• Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi
pleura, dan edema genital.
• Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi.
• Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak
diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah
vulva.
Komplikasi
• Hiperlipidemia dan lipiduria
• Hiperkoagulasi
• Gangguan metabolisme dan tulang
• Infeksi
• Gangguan fungsi ginjal
Pemeriksaan Penunjang
• Urinalisis dan bila perlu biakan urin
• Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau
rasio protein/ kreatinin pada urin pertama pagi hari
• Pemeriksaan darah antara lain
– Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis,
trombosit, hematokrit, LED)
– Kadar albumin dan kolesterol plasma
– Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara
klasik atau dengan rumus Schwartz
– Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus
Sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4,
ANA (Ana nuclear antibody) dan anti ds-DNA
Penatalaksanaan sindrom nefrotik
• Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi
terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau
penyakit penyebab (pada sindrom nefrotik
sekunder), mengurangi atau menghilangkan
proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia
serta mencegah dan mengatasi komplikasi
nefrotiknya.
Dietetik
• Penderita Sindrom Nefrotik sejak dahulu diberikan diet
protein tinggi dan rendah garam, dengan harapan dapat
meningkatkan sintesa albumin. Biasanya protein diberikan
sebanyak 3-3,5 gr/kgBB/hari.
• Pemberian protein diatas jumlah ini tidak
direkomendasikan pada Sindrom Nefrotik karena
pemberian protein yang terlalu tinggi akan mempercepat
terjadinya gagal ginjal pada penyakit yang kronis.
• Diet rendah garam diberikan untuk menurunkan derajat
edema dan sebaiknya kurang dari 35% kalori berasal dari
lemak untuk mencegah obesitas selama terapi steroid, dan
mengurangi hiperkolesterolemia.
Albumin
• Untuk menghilangkan edema hebat dan
penanganan hipoalbumin dapat diberikan
albumin.
– Dosis albumin adalah 0,5-1 gr/kgBB i.v, diberikan
dalam beberapa jam (2-4 jam), diikuti oleh
pemberian furosemid 40 mg i.v.
Corticosteroids
• Kortikosteroid memiliki sifat anti-inflamasi dan
memodifikasi respon imun tubuh terhadap
rangsangan yang beragam.
• Prednisone
• Prednisolon
• metilprednisolon
Immunomodulators
• These agents regulate key steps of the
immune system.
– Cyclophosphamide
– cyclosporine
Imunosupresan
• Mycophenolate
• Mycophenolate menghambat inosine
monophosphate dehydrogenase dan menekan
sintesis de novo purine oleh limfosit, sehingga
menghambat proliferasi mereka. Hal Ini akan
menghambat produksi antibodi.
Diuretik
• Furosemide
– Furosemide meningkatkan output urin dengan
menghambat transportasi natrium di dalam ascending
ansa henle. Dosis harus individual. Tergantung pada
respon, berikan 20-40 mg, tidak lebih dari 6-8 jam
setelah dosis sebelumnya, sampai diuresis yang
diinginkan terjadi.
• Spironolactone
– Spironolactone digunakan untuk manajemen edema
akibat ekskresi aldosteron yang berlebihan. Obat ini
bersaing dengan aldosteron pada reseptor di nefron
distal, sehingga meningkatkan ekskresi natrium.
Angiotensin-converting Enzyme (ACE)
Inhibitors
• merupakan obat antihipertensi yang juga memiliki pengaruh
terhadap hemodinamik ginjal yang dapat mengurangi tekanan
hidrolik glomerulus.
• ACE inhibitor dapat menurunkan hipertensi glomerular dan
proteinuria dengan memodifikasi tekanan kapiler dan glomerular
permselectivity.
• ACE inhibitor sudah digunakan untuk terapi proteinuria pada pasien
dengan penyakit ginjal. Efek antiproteinuria ACE inhibitor lebih
besar pada pasien dengan ekskresi protein urin yang besar. ACE
inhibitor bermanfaat untuk mengurangi ekskresi protein urin pada
penyakit ginjal non-diabetik.
– Captopril
– Enalapril
– Lisinopril
Antagonis reseptor angiotensin II
ARB merupakan antagonis angiotensin II pada
reseptor tipe 1, dapat digunakan pada pasien
dengan intoleransi ACE inhibitor
– Valsartan
– Losartan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai