BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pemfigus vulgaris merupakan kelainan autoimun berupa bula dan
vesikel di kulit ataupun mukosa, berasal dari lapisan suprabasal epidermis
dan disebabkan oleh proses akantolisis, secara imunopatologi terdapat
immunoglobulin yang menyerang sel keratinosit.
Pemfigus vulgaris (PV) merupakan bentuk tersering dari jenis
pemfigus yaitu sekitar 80% dari semua kasus pemfigus. Penyakit ini tersebar
diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Angka kejadian
Pemfigus vulgaris bervariasi 0,5-3,2 % kasus per 100.000 penduduk.1,2
Penyebab pasti timbulnya penyakit ini belum diketahui, namun
kemungkinan yang relevan adalah berkaitan dengan faktor genetik dan lebih
sering menyerang pasien yang sudah menderita penyakit autoimun lainnya.
Kelainan pada kulit yang ditimbulkan akibat Pemfigus vulgaris dapat bersifat
lokal ataupun menyebar, terasa panas, sakit, dan biasanya terjadi pada daerah
yang terkena tekanan dan lipatan paha, wajah, ketiak, kulit kepala, badan, dan
umbilicus. Terapi pada Pemfigus vulgaris ditujukan untuk mengurangi
pembentukan autoantibodi. Penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan
telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan mortalitas akibat efek
samping obat tetap harus diwaspadai.3,4
2.2. Epidemiologi
Pemfigus vulgaris merupakan jenis pemphigus yang tersering
ditemukan yaitu sekitar 80% dari semua kasus pemfigus. Penyakit ini tersebar
diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Frekuensi kedua
jenis kelamin sama, biasanya mengenai umur dekade ke-4 dan ke-5, kadang-
kadang dapat dijumpai pada anak-anak. Di India penyakit ini banyak
mengenai anak-anak jika dibandingkan di negara barat. Di Negara-negara
timur seperti India, Cina, Malaysia, dan Timur Tengah kasus pemfigus yang
paling umum adalah pemfigus foliaseus. Ras Yahudi terutama Yahudi
Ashkenazi memiliki peningkatan kerentanan terhadap PV. Di Afrika Selatan,
12
pemfigus vulgaris ini lebih sering terjadi pada bangsa India dibanding pada
bangsa berkulit hitam dan berkulit putih. Pemfigus vulgaris jarang sekali
terjadi pada orang barat. 1,2,5
2.3. Etiopatogenesis
Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas yakni:5,6
1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantolisis)
2. Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada dipermukaan
keratinosit yang sedang berdiferensiasi.
Lepuh pada Pemfigus vulgaris akibat terjadinya reaksi autoimun
terhadap antigen Pemfigus vulgaris. Antigen ini merupakan transmembran
glikoprotein dengan berat molekul 160 kD untuk PF dan berat molekul 130
kD untuk Pemfigus vulgaris yang terdapat pada permukaan sel-sel keratinosit
target antigen pada Pemfigus vulgaris yang hanya dengan lesi oral ialah
desmoglein dan kulit ialah desmoglein 1 dan 3. Sedangkan pada PF, target
5,7
antigen nya ialah desmoglein 1. Terjadinya lepuh pada Pemfigus vulgaris
pada Pemfigus vulgaris. Pada suatu penelitian hanya 11% dari kasus
Pemfigus vulgaris.7,9
Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan
dengan mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri.
Lesi ini akan meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan
tenggorokan akan mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan
menelan. Esofagus dapat terlibat dan telah dilaporkan suatu esophagitis
dissecans superficialis sebagai akibatnya. Konjungtiva, mukosa nasal,
vagina, penis, dan anus dapat juga terlibat.9
2.5. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan untuk
mendiagnosis Pemfigus vulgaris. Kulit lepuh dapat dijumpai, namun perlu
dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan adanya
Nikolskys sign yang menunjukkan terjadinya lisis epidermis (epidermolisis)
pada Pemfigus vulgaris. Tanda ini didapatkan dengan menekan dan
menggeser kulit diantara dua bula atau menekan atap bula. Tanda ini
patognomonik karena hanya ditemukan pada pemfigus dan nekrolisis
epiderma toksik.9,10
1. Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan
diperiksa di bawah mikroskop. Pasien yang akan dibiopsi sebaiknya pada
pinggir lesi yang masih baru dan dekat dari kulit yang normal. Gambaran
histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan
keratinosit satu dengan yang lain.7,9,11
2. Imunofluoresensi
Imunofluoresensi langsung (Direct Immunofluorescence)
Imunofluoresensi langsung dilakukan dengan cara mengambil sampel dari
biopsi, kemudian diwarnai dengan cairan fluoresens. Imunofluoresensi
langsung menunjukan deposit antibodi dan imunoreaktan lainnya secara in
vivo. Imunofluoresensi langsung menunjukkan IgG yang menempel pada
permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.3,7
2.7. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pemfigus vulgaris adalah sepsis,
gangguan keseimbangan elektrolit dan kaheksia. Selain itu komplikasi
juga dapat terjadi akibat pengobatan kortikosteroid yang diberikan,
yaitu:5
1. Infeksi sekunder , baik sistemik atau lokal pada kulit, dapat terjadi
karena penggunaan imunosupresan dan adanya erosi. Penyembuhan
luka pada infeksi kutaneous tertunda dan meningkatkan risiko
timbulnya jaringan parut.
2. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat mengakibatkan infeksi
dan malignansi yang sekunder (misalnya, sarkoma kaposi), karena
sistem imunitas yang terganggu.
3. Penekanan pada sumsum tulang telah dilaporkan pada pasien yang
menerima imunosupresan. Peningkatan insiden leukemia dan
limfoma dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresi yang
berkepanjangan.
4. Gangguan respon kekebalan yang disebabkan oleh kortikosteroid
dan obat imunosupresif lainnya dapat menyebabkan penyebaran
infeksi yang cepat. Kortikosteroid menekan tanda-tanda klinis
infeksi dan memungkinkan penyakit seperti septikemia atau TB
untuk mencapai stadium lanjut sebelum diagnosis.
5. Osteoporosis dapat terjadi setelah penggunaan kortikosteroid
sistemik.
20
Non Medikamentosa
Terapi pemphigus vulgaris diberikan dengan dosis optimal. Namun,
pasien masih merasakan gejala-gejala ringan dari penyakit ini, maka
perawatan luka yang baik adalah sangat penting karena ia dapat memicu
penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar
resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini
dapat berkurang. Aktivitas yang dikurangi adalah olahraga dan makan atau
minum yang dapat mengiritasi rongga mulut.4
2.9. Prognosis
Tingkat kesembuhan dari pemfigus bervariasi, sebelum adanya
pengobatan steroid, rata-rata pasien dengan pemfigus vulgaris meninggal
dunia. Pengobatan dengan steroid sistemik telah mengurangi angka
kematian scara signifikan. Pemfigus vulgaris yang tidak di obati sering
berakibat fatal karena rentan terhadap gangguan infeksi dan cairan dan
elektrolit.
Sebagian besar kematian terjadi selama beberapa tahun pertama
penyakit, dan jika pasien bertahan 5 tahun, prognosisnya baik. Pemfigus
vulgaris yang di deteksi lebih dini lebih mudah dikendalikan daripada
penyakit yang meluas, dan tingkat kematian mungkin lebih tinggi jika
terapi terlambat.
Morbiditas dan mortalitas terkait dengan tingkat penyakit, dosis
prednisolon maksimum yang diperlukan untuk menginduksi remisi, dan
adanya penyakit lainnya. Prognosis lebih buruk pada pasien yang lebih tua
dan pada pasien dengan penyakit lainnya. Prognosis biasanya lebih baik di
masa kanak-kanak daripada di masa dewasa.
23
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pemfigus vulgaris merupakan kasus yang jarang ditemukan,
parah dan berpotensial mengancam kehidupan. secra umum, insiden
Pemfigus vulgaris berkisar antara 0,76-5 kaus baru per 1 juta penduduk
per tahun. Pemfigus vulgaris dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling
sering menyerang usia pertengahan. Pemfigus vulgaris dapat ditemukan
di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di kalangan yahudi.
Gambaran klinis ditandai oleh adanya lepuh pada kulit maupun mukosa
yang bersifat kronis. Pengobatan pada pemfigus ditujukan untuk
mengurangi pembentukan autoantibodi. penggunaan kortikosteroid dan
imunosupresan telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan
mortalitas akibat efek samping obat tetap harus diwaspadai. Bila
diagnosis dapat ditegakkan secara dini dengan pengetahuan yang cukup
mengenai Pemfigus vulgaris, maka dapat dilakukan terapi dengan cepat
sehingga prognosis penyakit ini akan lebih baik.
24
DAFTAR PUSTAKA
2. Stanley JR. Paynee AS. Pemphigus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj. Penyunting. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. Edisi ke- 8. Volume 1. New York: Mc
Graw Hill Companies; 2008.h.58699.
7. Stanley JR. Paynee AS. Pemphigus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj. Penyunting. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. Edisi ke- 8. Volume 1. New York: Mc
Graw Hill Companies; 2008.h.58699.
10. Brown, Robin Graham, Tony Burns. Kelainan Bulosa. Dalam : Brown,
Robin Graham, Tony Burns. Penyunting. Dermatologi Lectures Notes.
Edisi Ke -8. Jakarta: Erlangga Medical Series;2002.h.144-46.
11. Beers, Mark H.MD. Dalam : Beers, Mark H.MD, Jones TV, Porter RS.
Penyunting. The Merck Manual of diagnosis and therapy. Edisi ke -8.
Merck Research Laboratories. 2006.h.950-52.