A. Faktor Risiko
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
plasenta previa, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya plasenta previa. Faktor risiko tersebut antara lain:
1. Usia Ibu
Usia ibu yang semakin lanjut meningkatkan resiko plasenta previa. Insiden
plasenta previa meningkat secara bermakna pada setiap peningkatan kelompok
usia ibu. Insiden ini sebesar 1 dalam 1500 pada perempuan berusia kurang dari
sama dengan 19 tahun dan sebesar 1 diantara 100 pada perempuan berusia
lebih dari 35 tahun.
2. Multiparitas
Pada penelitian multiparitas juga berkaitan dengan peningkatan resiko plasenta
previa. Insiden sebesar 2,2 persen pada perempuan para 5 atau lebih
merupakan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan insiden pada
perempuan dengan paritas yang lebih sedikit. Plasenta previa juga meningkat
kejadiannya pada kehamilan dengan janin multipel dibanding dengan janin
tunggal
3. Riwayat pelahiran Caesar
Untuk alasan yang tidak diketahui, riwayat pelahiran caesar meningkatkan
resiko plasenta previa. Pada penelitian terhadap 30132 perempuan dalam
pelahiran yang menjalani pelahiran caesar, dilaporkan peningkatan resiko
plasenta previa pada wanita yang memiliki riwayat pelahiran caesar.
B. Etiologi
Menurut Sheiner, etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan
plasenta previa, diantaranya:
1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan
parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi) 5
2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi5
3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polipendometrium.
Menurut Sastrawinata, plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar
dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan
multipel. Sebab – sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani
seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang
memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena
endometrium kurang subur.
C. Patofisiologi
Pada usia kehamilan lanjut, umumnya pada trimester ke tiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak
plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit sebanyak akan mengalami
laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada
waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa
betapa pun pasti akan menjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu
relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks
tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup
dengan sempurna. Perdarahan akan terhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi pada sinus yang besar dari plasaenta pada mana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa
sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa
nyeri (pain-less).
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada
plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit
tapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblast, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta vilinya bisa sampai menembus ke buli-
buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih
sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Uterus mendapatkan pendarahan dari arteri uterina yang merupakan cabang dari
arteri iliaka interna. Arteri uterina kemudian mempercabangkan arteri arkuata di
ligamentum latum yang akan melingkari miometrium. Arteri ini kemudian akan
membentuk arteri radialis yang akan menembus kedalam miometrium. Tepat
sebelum masuk ke endometrium, cabang tersebut membagi diri menjadi 2 jenis
arteri yaitu arteri lurus (arteri recta) dan arteri spiralis. Arteri lurus akan mensuplai
darah ke lapisan basal endometrium, sedangkan arteri spiralis akan mensuplai
darah ke stratum fungsional endometrium dan akan luruh ketika siklus menstruasi
karena peka terhadap perubahan hormon. Darah akan meninggalkan uterus
melewati vena iliaka internal. Pasokan darah untuk uterus sangat penting untuk
pertumbuhan kembali stratum fungsional endometrium setelah menstruasi,
implatasi dan perkembangan plasenta.
B. Histologi
Secara histologis, uterus terdiri dari 3 lapisan jaringan yaitu perimetrium,
miometrium dan endometrium.
Gambar. (a) Potongan transversal dinding uterus: minggu ke-2 siklus menstruasi (kiri) dan
minggu ke-3 siklus menstruasi (kanan); dan (b) Endometrium.
1. Perimetrium
Perimetrium merupakan lapisan luar uterus atau serosa merupakan bagian dari
perimetrium visceral yang tersusun atas epitel skuamus simpleks dan jaringan ikat
areolar.
2. Miometrium
Lapisan tengah uterus atau miometrium terdiri dari 3 lapisan serat otot polos yang
tebal didaerah fundus dan menipis didaerah serviks, dipisahkan oleh untaian tipis
jaringan ikat interstitial dengan banyak pembuluh darah. Selama proses
persalinan dan melahirkan, akan terjadi sebuah koordinasi kontraksi otot
miometrium dalam merespon hormon oksitoksin yang berasal dari hipofisis
posterior yang berfungsi membantu mengeluarkan janin dari uterus.
3.
Endometrium
Lapisan dalam uterus atau endometrium merupakan lapisan yang kaya akan
pembuluh darah memiliki 3 komponen, yaitu epitel kolumner simpleks bersilia
dan bergoblet, kelenjar uterina yang merupakan invaginasi dari epitel luminal
yang kemudian meluas hampir ke miometrium, dan stroma endometrium.
Endometrium terbagi menjadi 2 lapisan yaitu, stratum fungsional dan stratum
basal.
Stratum fungsional merupakan lapisan melapisi rongga uterus dan luruh ketika
menstruasi. Sedangkan stratum basalis merupakan lapisan permanen yang
fungsinya akan membentuk sebuah lapisan fungsional yang baru setelah
mentruasi
Stadium Villi
Stadium ini bermula dari hari ke-12 setelah konsepsi dan merupakan stadium
pembentukan vili yang telah diterangkan dengan jelas pada pendahuluan referat ini.2,3