Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Enuresis

Mengompol atau istilah kedokterannya adalah enuresis, yaitu mengeluarkan


air seni secara tidak sadar saat tidur pada usia yang seharusnya sudah dapat
mengendalikan keinginan buang air kecil. Mengompol merupakan persoalan yang
sering didiskusikan dan menimbulkan perbedaan pendapat mengenai kejadian dan
perawatannya. Enuresis umumnya terjadi pada anak-anak namun kadang-kadang
juga pada remaja dan orang dewasa (Adnil, 2011).
Penyebab Enuresis
Pada sebagian besar anak, mengompol terjadi begitu saja tanpa ada sebab
yang jelas. Mengompol juga bukan kesalahan langsung pada anak, biasanya ini
terjadi karena produksi urin pada malam hari lebih banyak daripada yang mampu
ditahan oleh kandung kemih anak. Namun sensasi dari penuhnya kandung kemih
ini ternyata belum mampu membangunkan anak yang sedang terlelap, maka
terjadilah mengompol. Pada kasus yang lain, mengompol pada anak akan semakin
parah dan memburuk. Bisa jadi hal ini adalah ujung dari pertanda suatu masalah
yang mungkin terjadi pada anak, antara lain;
1. Stress yang berulang-ulang.
Bisa jadi anak awalnya sudah tidak lagi mengompol namun kembali muncul
perilaku ini dikarenakan anak mengalami sesuatu yang membuatnya sangat
tidak nyaman, misalnya awal masuk sekolah, kedatangan adik baru, menderita
suatu penyakit, mendapatkan perlakuan yang buruk dari teman (bullying), atau
anak mengalami pelecehan.
2. Makanan maupun minuman yang mengandung kafein.
Makanan atau minuman itu antara lain teh, kopi, cola, dan coklat. Kafein ini
menyebabkan produksi urin yang dihasilkan oleh ginjal meningkat.
3. Sembelit (konstipasi).
Jumlah feses yang berlebih bisa saja menekan dan mengirutasi bagian
belakang kandung kemih. Anak yang sering mengalami konstipasi cenderung
memiliki masalah mengompol juga.
4. Anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Anak yang mengalami gangguan ini akan memiliki resiko lebih besar
menderita bedwetting atau mengompol.

Suwardi (2010) menyatakan bahwa enuresis pada seorang anak


disebabkan tidak hanya oleh satu faktor saja. Misalnya, enuresis yang dianggap
sebagai akibat hambatan perkembangan fungsional kandung kemih dapat
diprovokasi oleh kelainan lokal atau masalah psikologis. Namun sering pula
etiologi enuresis tidak diketahui. Anak yang sulit menahan kencing sewaktu tidur
malam (enuresis nokturnal), berhubungan erat dengan faktor gangguan psikologis.
Namun ahli lain menyatakan bahwa faktor lain seperti keturunan atau adanya
kelainan pada kandung kencing bisa juga menjadi penyebab (Adnil, 2011).
Beberapa faktor etiologi yang paling sering ditemukan dalam berbagai
penelitian adalah:
A. Genetik/familial
Hallgren dalam Suwardi (2010) menemukan sekitar 70% keluarga dengan
anak enuresis , salah satu atau lebih anggota keluarga lainnya juga menderita
enuresis, dan sekitar 40% sekurang-kurangnya satu diantara orang tuanya
mempunyai riwayat enuresis . Penelitian pada anak kembar menunjukkan
bahwa anak kembar monozigot 68% akan mengalami enuresis dan kembar
dizigot sebesar 36%.
B. Hambatan perkembangan
Dasar keadaan ini adalah kesulitan mekanisme hambatan yang mengatur
pengosongan kandung kemih. Pengendalian kandung kemih merupakan
keterampilan yang dipelajari sendiri, anak akan belajar mengkoordinasi
penggunaan otot-otot levator ani, diafragma dan otot-otot abdomen yang
menghasilkan voluntary mechanism berkemih. Melalui mekanisme ini anak
dapat menggandakan kapasitas kandung kemihnya 4,5 tahun dibandingkan
dengan kapasitas kandung kemihnya pada umur 2 tahun. Anak yang gagal
menggandakan kapasitas kadung kemihnya akan menjadi anak enuretik
(Suwardi, 2010).
C. Psikologis
Frued dalam Kurniawati (2008) menyatakan bahwa anak yang sulit menahan
kencing sewaktu tidur malam berhubungan erat dengan gangguan psikologis
anak. Enuresis sekunder bisa terjadi akibat faktor psikologis, biasanya terjadi
ketika anak tiba-tiba mengalami stres kejiwaan seperti pelecehan seksual,

kematian dalam keluarga, kepindahan, mendapat adik baru, perceraian orang


tua atau masalah psikis lainnya. Langkah awal yang harus diambil dalam
mengatasi

enuresis

sekunder

adalah

mengenali

perubahan-perubahan

mendadak yang terjadi dalam kehidupan anak. Bila anak mengalami stres
kejiwaan, penanganan secara psikologis lebih dibutuhkan. Penanganan anak
yang mengalami enuresis memang tidak mudah. Tapi setidaknya kasih sayang,
kesabaran serta pengertian orang tua untuk tidak memarahi atau menghukum
ketika anak mengompol akan membantu membangun kepercayaan dirinya.
Pengaruh buruk secara psikologis dan sosial yang menetap akibat ngompol
akan mempengaruhi kualitas hidup anak sebagai seorang manusia dewasa
kelak.
D. Lain-lain, seperti pola tidur, lingkungan termasuk kebiasaan yang kurang baik,
dan lain-lain.
Pola tidur nyenyak pada anak berperan penting untuk terjadinya enuresis, pola
tidur yang nyenyak, umumnya ditemukan pada anak enuresis primer dan
kebanyakan laki-laki, penelitian menunjukkan bahwa anak dengan enuresis
cenderung tidur lebih nyenyak secara bermakna dibandingkan dengan
saudaranya yang tidak enuresis. Terdapat hubungan antara lingkungan anak
dengan enuresis, dilaporkan bahwa enuresis lebih sering terjadi pada anakanak dari lingkungan sosial ekonomi rendah. Saat yang baik untuk
memberikan latihan berkemih pada anak yaitu pada umur antara 18 30
bulan, saat tingkat pematagan psikologis anak mulai berkembang (Adnil,
2011).
Cara Mengatasi Enuresis
Beberapa tips yang perlu dicoba, antara lain:
A. Penggunaan nappi atau diaper.
Jika anak terbiasa menggunakan nappi di malam hari, cobalah untuk memulai
melepasnya, dengan harapan memberi motivasi anak agar mau bangun di
malam hari jika tidak ingin merasa basah di malam harinya. Resiko tentu saja
tetap terjadi, namun dengn motivasi diharapkan anak kembali berusaha agar

tetap kering di malam hari tanpa nappi. Pada anak yang lebih kecil usianya
jika usaha tersebut dirasa kurang berhasil, maka orang tua bisa kembali
memakaikan nappi padanya untuk sementara, dan kembali dicoba lagi setelah
beberapa waktu.
B. Kesabaran, kenyamanan, dan kasih sayang.
Teruslah berusaha jika si anak tetap mengompol, namun bagi anak di bawah
usia 3 tahun, orang tua bisa kembali menghentikan proses pembiasaan, dan
diulangi lagi beberapa bulan kemudian. Motivasi dari orang tua sangat
dibutuhkan anak dalam proses ini, meski kadang masih terjadi sesekali
mengompol tertutama bagi anak di atas usia 3 tahun dan usia sekolah. Orang
tua hendaklah tidak menyalahkan atau memberi hukuman pada anak, fokuskan
pada pemberian hadiah jika anak tidak mengompol, sehingga anak tidak
merasa stress.
C. Memberikan penjelasan sederhana pada anak.
Ada baiknya orang tua menjelaskan bagaimana terjadinya proses buang air
kecil dan kenapa bisa terjadi mengompol. Sesuaikan bahasa dengan bahasa
yang dipahami anak, diharapkan jika anak mengerti maka bisa semakin
berusaha mengontrol pengeluaran urine pada malam hari.
D. Beri tanggung jawab pada anak.
Jika suatu malam anak mengompol, bangunkan anak, dan ajaklah merapikan
bekas ompolnya sendiri, misalnya ajaklah anak mengganti sprei yang basah,
menjemur kasur esok harinya, atau mencuci bersama bajunya yang basah. Hal
ini memberi motivasi dan tanggung pada anak agar besok-besoknya tidak lagi
mengompol agar tidak mendapat tugas ekstra ini. Pemberian tanggung jawab
ini bisa diterapkan pada anak yang sudah memasuki usia sekolah, yaitu usia 5
atau 6 tahun ke atas.
E. Membiasakan bangun pada malam hari.
Pastikan anak tidak takut untuk bangun dan menuju kamar mandi pada malam
hari. Pada beberapa anak, bisa saja mereka mengompol karena enggan bangun
akibat merasa cemas dengan gelap, laba-laba, atau suara-suara di malam hari.
Sehingga mereka lebih nyaman untuk menahan kencingnya.
F. Menghindarkan minuman tertentu.
Beberapa jam sebelum tidur hendaknya orang tua menghindari memberikan
minuman yang mengandung kopi, teh, atau cola.
G. Mengangkat anak.

Mengangkat anak pada malam hari untuk mengeluarkan urin di kamar mandi,
namun cara ini dirasa kurang efektif, karena tidak mengajarkan tanggung
jawab pada diri anak. Lebih baik bangunkan sehingga anak secara sadar
berjalan ke kamar mandi dan buang air kecil.
H. Mendatangi medis.
Jika mengompol dikarenakan anak mengalami sembelit, maka orang tua perlu
meminta bantuan dokter untuk mengatasi masalah sembelitnya terlebih
dahulu.
I. Tidur menginap.
Biasanya anak akan merasa malu jika tiba-tiba mengompol saat tidur di rumah
saudara maupun teman. Hal ini akan membuat anak lebih waspada terhadap
stimulus buang air kecil di malam hari. Terutama bagi anak usia sekolah
(Adnil, 2011).
Alternatif lain yang mungkin bisa dilakukan antara lain:
a. Alarm mengompol.
Alarm ini semacam bantalan (pad) yang akan berbunyi begitu anak mulai
mengompol tujuannya agar anak terbangun, dan melanjutkan buang air
kecilnya di kamar mandi. Untuk lebih detailnya bagaimana bentuk dan cara
penggunaannya, orang tua perlu mencari informasi lebih lanjut karena saya
sendiri belum pernah mengetahui alat ini secara langsung.
b. Konsumsi obat.
Obat ini bekerja untuk mengurangi produksi urin di malam hari.
c. Bedwetting reward system.
Yaitu orang tua memberikan reward pada anaknya jika mampu melakukan halhal kongkrit atas usahanya agar tidak mengompol. Misalnya saat anak berani
bangun pada malam hari, berani ke kamar mandi, dan sebagainya (Adnil,
2011).
daftar pustaka
Adnil, E. N. 2011. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai