Anda di halaman 1dari 14

Asuhan keperawatan anak dengan Autisme

B. KLASIFIKASI

Menurut John Rendle, 1994 : 98, beberapa jenis dari Autisme adalah :
1. Autisme Infantil Murni (sindrom Kanner)
Terjadi sebelum umur 3 tahun. Secara retrospektif seringkali diketahui bahwa sebenarnya terjadi
sebelumumur 12 bulan, atau bahkan pada masa neonatus. Dapat terjadi pada lebih dari salah satu anggota
keluarga, kadang-kadang pada kembar satu telur. Bersifat permanent.
2. Sekunder terhadap kerusakan otak
Anak tadinya normal, sampai suatu saat terjadi kerusakan otak, misalnya karena meningitis, campak,
ensefalitis, dll. Bersifat permanent.
3. Sekunder terhadap gangguan emosional berat, Bersifat reversibel
4. Reaksi pseudo-psikotik karena “stress” berat, baik fisik maupun emosinya. Bersifat reversible

C. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari Autisme belum diketahui, yang pasti hal tersebut bukan disebabkan oleh pola
asuh yang salah. Penelitian terbaru menunjukkan adanya kelainan bioligis dan neurologist di otak, termasuk
ketidakseimbangan biokimia, factor genetik, dan gangguan kekebalan. Banyak sekali pendapat yang
bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles, Rubella) berakibat
anak mengidap penyakit Autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal.

Beberapa penyakit Autisme mungkin berhubungan dengan :


1. Infeksi virus (Rubella Congenital atau Cytomegalic Inclusion Disease)
2. Fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan)
3. Sindroma-X yang rapuh (kelainan kromosom)
Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan Autisme sebagai berikut :
1. Vaksin yang mengandung Thimerosal
Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin yang terdiri dari Etilmerkuri yang
menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para
ahli. Hal ini dioerdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari Autisme,
tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.
2. Televisi
Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak-orang tua semakin berkurang karena
berbagai hal. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bias menjadi penyebab Autisme pada anak, terutama
yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat,
tidak hanya kepada perorangan, namun bahkan kepada masyarakat dan / negara.
3. Genetik
Ini adalah dugaan awal dari penyebab Autisme. Autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang
tua kepada anak-anaknya. Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu
contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar
untuk menderita Autisme (walaupun sang ayah normal / bukan Autis)
4. Makanan
Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi
penyebab dari Autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan, para
penderita Autisme banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastic.
5. Folic Acid
Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang
cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30 %. Namun, dilain pihak tingkat Autisme jadi
meningkat. Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa
dilakukan oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi Folid Acid, namun tidak dalam dosis yang sangat
besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis Folid Acid 4 x lipat dari dosis normal).
6. Sekolah lebih awal
Penelitian menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memacu reaksi
Autisme. Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat Autisme sebetulnya bisa sembuh / membaik dengan berada
pada lingkungan orang tuanya. Namun, karena justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda
(sekolah play group / pre school), maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat Autismenya
menjadi muncul dengan sangat jelas.

Menurut Sacharin, Rosa M, etiologi dari Autisme adalah :


1. Lingkungan
Terutama sikap orang tua, dan kepribadian mempunyai pengaruh mendasar pada anak. Hal ini didasarkan
pada observasi dalam interaksi social antara orang tua dan anak yang Autistik. Walaupun demikian, penting
untuk mempertimbangkan bagaimana sukarnya bagi seseorang untuk berinteraksi secara normal dengan
anak seperti ini dan karena itu, hal ini pada hakekatnya tidak dipertimbangkan sebagai sebab dari kondisi
ini.
2. Penyakit otak organic
Hal ini diterangkan dengan adanya gangguan fungsi otak, misalnya gangguan komunikasi dan gangguan
sensorik. Juga tidak jarang bagi anak ini untuk mengalami perkembangan kejang epilepsi
3. Genetik

D. MANIFESTASI KLINIS
Indikator perilaku Autisme pada anak-anak adalah :
1. Bahasa dan Komunikasi
 Ekspresi wajah datar
 Tidak menggunakan bahasa atau isyarat tubuh
 Jarang memulai komunikasi
 Tidak meniru aksi dan suara
 Bicara sedikit atau tidak ada
 Mengulangi atau membeo kata-kata, kalimat-kalimat, atau nyanyian
 Mengucapkan intonasi atau ritme vokal yang aneh
 Tampak tidak mengerti arti kata. Kalau mengerti dan menggunakan kata secara terbatas
2. Hubungan Dengan Orang
Tidak responsif
Tidak ada senyum sosial
Tidak berkomunikasi dengan mata
Kontak mata terbatas
Tampak asyik bila dibiarkan sendirian
Tidak melakukan permainan giliran
Menggunakan tangan orang dewasa sebagai alat untuk melakukan sesuatu
3. Hubungan Dengan Lingkungan
Bermain repetitive atau diulang-ulang
Marah dan tidak menghendaki perubahan
Berkembangnya rutinitas yang kaku
Memperlihatkan ketertarikan yang sangat pada sesuatu dan tidak fleksibel
4. Respon Terhadap Rangsang
Panik terhadap suara – suara tertentu
Sangat sensitive terhadap suara
Bermain dengan cahaya dan pantulan
Memainkan jari-jari di depan mata
Menarik diri ketika disentuh
Sangat tidak suka dengan pakaian, makanan, atau hal-hal tertentu
Tertarik pada pola, tekstur, atau bau tertentu
Sangat inaktif atau hiperaktif
Mungkin suka memutar-mutar sesuatu, bermain berputar-putar, membentur-benturkan kepala, atau
menggigit pergelangan
Melompat-lompat atau mengepak-ngepakan tangan
Tahan atau berespon aneh terhadap nyeri
5. Kesenjangan Perkembangan Perilaku
Kemampuan akan sesuatu mungkin sangat baik atau sangat terlambat
Mempelajari keterampilan di luar urutan normal
Misal : membaca tapi tidak mengerti arti
Menggambar secara rinci tapi tidak bias mengancingkan baju
Pintar memainkan puzzle tapi amat sukar mengikuti perintah
Berjalan pada usia normal, tapi tidak bisa berkomunikasi
Lancar membeo bicara , tapi sulit memulai bicara dari diri sendiri
( inisiatif komunikasi)
Suatu waktu dapat melakukan sesuatu, tapi di lain waktu tidak

Menurut Sacharin, Rosa M, gambaran klinis dari Autisme adalah :


1. Penarikan diri
Tidak memberikan respon jika diajak bicara
Tidak mengadakan kontak dengan orang lain
Tampak tidak tuli karena seringkali mereka dapat meniru istilah dan lagu-lagu (yang tentu
didengarkannya)
Tidak ada hubungan mata ke mata
Duduk untuk waktu yang lama, sibuk dengan tangannya, menatap pada objek (lebih mencolok pada saat
anak menjadi lebih dewasa)
Tercengang pada permukaan yang mengkilap dan objek mekanis
Perubahan suasana hati yang tiba-tiba dan marah besar
2. Kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsangan nyeri
3. Bicara sering dipengaruhi
Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa, tetapi kehilangan kecakapan pada
umur 2 tahun. Pada anak-anak juga terdapat kecenderungan untuk mengulangi suatu ungkapan atau kata
secara tepat (ekolalia)
4. Retardasi intelektual
Ditemukan pada saat diperiksa pertama kali, tetapi terdapat kecenderungan untuk perbaikan jika anak
mulai bangkit dari keadaan penarikan diri.
5. Perilaku rirualistik dan kompulsif
Anak menekankan suatu rutinitas kehidupan harian tertentu, menolak suatu perubahan. Hal yang sama
berlaku terhadap objek dimana anak menjadi sangat terikat dan tidak dapat dipisahkan dari padanya.
6. Sikap dan gerakan yang tidak biasa
Mengepakkan tangan
Mengedip-ngedipkan mata
Wajah menyeringai
Melompat-lompat
Berjalan berjingkat-jingkat

Menurut John Rendle, 1994 : 98-99, gambaran klinis dari Autisme adalah :
1. Riwayat awal penyakit
Bayi sulit diatur, tidak responsif, dan bandel sejak lahir
Tidak memberikan gerakan antisipasi seperti biasanya bila diangkat, tidak mau bersandar pada tubuh
orang dewasa yang menggendongnya, memberikan reaksi meronta-ronta, dan membentur –
benturkan kepala ( pada umur 6 bulan )
2. Riwayat selanjutnya
 Hubungan emosional dengan orang dewasa sangat terganggu dan semakin lama :
- Menjauh dan menghindar, seakan-akan tidak ada orang
- Membalik badan dari tempat orang yang lewat
- Kesulitan dalam bermain dengan anak-anak lainnya
 Memeriksa diri sendiri, mempelajari bagian-bagian tubuhnya sendiri
 Asyik dengan barang-barang tertentu, mengumpulkan barang-barang, marah bila kehilangan
 Menolak untuk berpindah dari tempat tinggalnya atau menolak berganti kegiatan yang sudah rutin
baginya dalam waktu yang cukup lama
 Perasaan khusus yang jelas-jelas abnormal.
Anak dikira tuli atau buta, kemudian terbukti tidak. Tidak mempunyai perasaan sakit, panas atau dingin
 Perasaan hati yang abnormal
Mudah marah, mengamuk tanpa sebab yang jelas, tertawa tanpa alas an yang jelas, tidak mempunyai
perasaan takut terhadap suatu bahaya yang betul-betul mengancam
 Gangguan bicara
- Bicara terlambat ( sesudah 4 tahun ) atau tidak bicara sama sekali
Prognosis terutama lebih buruk pada yang tidak pernah bicara sama sekali
- Kalimat-kalimat yang diucapkan dapat berupa pengulangan bunyi seperti burung kakak tua, kadang-
kadang seperti rangkaian sajak tanpa arti yang jelas
- Sering mengganti dengan “ dia “ atau mengucapkan nama sendiri pada waktu mengucapkan “ saya “
- Suka musik
 Gangguan gerakan
- Seringkali gerakannya berlebihan, terutama malam hari
- Sering berjalan di atas jari kaki
- Gerakan mengepak-ngepak
- Senang melakukan gerakan-gerakan dengan tubuh
- Membentur-benturkan kepala
- Meronta-ronta
 Mempunyai bidang tertentu yang normal, bahkan melebihi normal meskipun terdapat retardasi mental
yang serius, misalnya menyusun jigsaw puzzle, keterampilan mekanis lain, membaca, mengingat, dll.
Catatan :sulit sekali untukmenentukan tingkat intelegensinya, biasanya rendah

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes PEP – R
Tes ini digunakan untuk anak Autistik yang terganggu perkembangannya dan dipakai pada anak-anak
dengan usia kronologis 6 bulan-7 tahun. Tes PEP-R ini memberikan informasi tentang fungsi perkembangan
seperti imitasi, persepsi, keterampilan motorik halus, keterampilan motorik kasar, koordinasi mata dan
tangan, performasi kognitif, dan kognisi verbal. Tes PEP-R juga dapat mendeteksi masalah-masalah dalam
hal relasi dan afeksi, permainan, dan minat terhadap benda dan respon pengindraan dan bahasa. Skor
PEP-R digunakan untuk membuat rencana pendidikan individual anak sehingga guru dapat tertolong dalam
menangani anak Autistik.
2. Vineland Social Maturity Scale
Skala Kematangan Sosial Vineland biasanya juga digunakan sebagai daa tambahan untuk mendukung
diagnosa. Semua versi dari Vineland (dalam Anastasi, 1997) terfokus pada apa yang biasa dilakukan
individu dan dirancang untuk menilai perilaku adaptif. Data diperoleh berdasarkan observasi dan wawancara
orang tua. Tes Vineland mengklasifikasikan respon sosialisasi, respon keterampilan motorik yang kemudian
disertai dengan komposit perilaku adaptif dan maladaptif. Hasil tes Vineland penyandang Autis berada pada
kriteria kematangan social yang jauh di bawah rata-rata anak seusianya.
3. Diagnosa berdasarkan criteria DSM IV
Penegakan diagnosa Autisme perlu diperhatikan :
 Diagnosa yang berhubungan dengan mental retardasi
Dalam beberapa kasus, Autisme berhubungan dengan mental retardasi, umumnya pada criteria Moderate
Mental Retarded, IQ 35- 50. Hampir 75 % penyandang Autisme berada pada taraf intelegensi mental
retardasi. Terjadi abnormalitas dalam perkembangan kognitif penyandang Autisme. Sementara menurut
Sleeuwen (1996) sekitar 60 % anak-anak Autistik menderita retardasi mental tingkat moderate (IQ 35-50)
dan 20 % anak mengalami mental retardasi ringan sedangkan 20 % lainnya tidak mengalami mental
retardasi dan memiliki IQ>70 (normal). Beberapa anak memiliki apa yang disebut “ pulau intelegensi “ yang
artinya mereka memiliki bakat khusus di bidang-bidang tertentu seperti musik, berhitung, menggambar, dan
sebagainya. Selanjutnya Sleeuwen menyatakan dalam mendeteksi mental retardasi pada anak Autis dapat
dilihat dari kemampuan umum anak yang jauh di bawah rata-rata anak seusianya ( terbelakang ) dan
hambatan dalam komunikasi serta pemahaman social. Epilepsy yang menyertai juga berkaitan dengan
kapasitas intelegensi yang rendah, namun 1 dari 20 anak yang mengalami Epilepsi memiliki fungsi mental
yang cukup baik. Retardasi mental dan Autisme muncul bersamaan dari awal.
 Hubungannya dengan hasil laboratorium
Jika Autisme dikaitkan dengan kondisi kesehatan umum, ditemukan bahwa ada perbedaan aktivitas
Serotonin, namun tidak begitu jelas terlihat. Namun hasil pemeriksaan EEG menunjukan abnormalitas.
 Hubungannya dengan kondisi kesehatan umum
Beberapa symptom kelainan neurologist terlihat pada penyandang Autis seperti refleks yang primitive,
keterlambatan penggunaan tangan yang dominant, dan sebagainya. Kondisi ini berkaitan dengan kondisi
kesehatan umum seperti enchepalitis, phenylketonuria, fragile X syndrome, anoxia saat kelahiran dan
maternal rubella.
4. Diagnosa berdasarkan hasil pemeriksaan medis – neurologist
Faktor biologis diperkirakan juga memberikan andil bagi berkembangnya gangguan Autisme pada anak.
Oleh karena itu untuk mendukung penegakan diagnosa diperlukan pemeriksaan kesehatan dan neurologist
yang lengkap dan terpadu.
Hasil sebuah study yang dipublikasikan oleh Journal of Autism and Developmental Disorder menunjukkan
bahwa cerebellum penyandang Autisme ternyata dalam kondisi normal. Psiatris Melissa Goldberg dari John
Hopkins Children Center melakukan penelitian terhadap 13 anak penyandang High Functional Autism dari
usia 7–17 tahun. Secara spesifik mereka meneliti pergerakan mata mereka setelah memutar tubuh mereka
di kursi putar lalu memiringkan kepala mereka ke depan ketika kursi putar berhenti.
Pada orang normal, pergerakan refleksi mata akan berkurang pada saat kepala mereka ditundukkan ke
depan. Reaksi pada anak penyandang Autisme menunjukkan hal yang sama terjadi pada orang normal.
Melissa menyatakan : “ Hal ini menunjukkan bahwa cerebellum yang mengontrol keseimbangan badan
berfungsi normal pada penyandang Autisme “. “ Dengan mengetahui bagian otak mana yang tidak rusak
pada penyandang Autisme maka kita dapat mengkonsentrasikan penelitian pada sumber penyebab yang
lain “.

F. PENATALAKSANAAN
Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak. Seperti anak–
anak yang lainnya, anak Autis terutama belajar melalui permainan, bergabunglah dengan anak ketika dia
sedang bermain, tariklah anak dari ritualnya yang sering diulang-ulang, dan tuntunlah mereka menuju
kegiatan yang lebih beragam. Misalnya orang tua mengajak anak mengitari kamarnya kemudian tuntun
mereka ke ruang yang lain. Orang tua perlu memasuki dunia mereka untuk membantu mereka masuk ke
dunia luar. Kata-kata pujian karena telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, kadang tidak berarti apa-
apa bagi anak Autis. Temukan cara lain untuk mendorong perilaku baik dan untuk mengangkat harga
dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan mainan kesukaannya jika anak telah
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Anak Autis belajar lebih baik jika informasi disampaikan secara visual
(melalui gambar) dan verbal (melalui kata-kata). Masukkan komunikasi augmentative dalam kegiatan rutin
sehari-hari dengan menggabungkan kata-kata dan foto-foto, lambang atau isyarat tangan untuk membantu
anak mengutarakan kebutuhan, perasaan, dan gagasannya.
Tujuan dari pengobatan adalah membuat anak Autis berbicara tetepi sebagian anak Autis tidak dapat
bermain dengan baik, padahal anak-anak mempelajari kata baru dalam permainan. Sebaiknya orang tua
tetap berbicara kepada anak Autis sambil menggunakan semua alat komunikasi dengan mereka apakah
berupa isyarat, tangan, gambar, foto, tangan, bahasa tubuh manusia maupun teknologi, jadwal kegiatan
sehari-hari, makanan dan aktifitas favorit serta teman dan anggota keluarga lainnya bisa menjadi bagian dari
system gambar dan membantu anak untuk berkomunikasi dengan dunia di sekitarnya.
1. Intensitas penatalaksanaan
Intensitas penatalaksanaan harus dipertimbangkan pada beberapa level, termasuk durasi (yaitu beberapa
jam per minggu, atau beberapa bulan per tahun) dan rasio pegawai yang tersedia. Berkenaan dengan
durasi program, ada beberapa penelitian untuk mendukung fakta bahwa hasil yang diperoleh anak-anak
penderita Autis cenderung berhubungan secara positif dengan jumlah jam dari terapi yang mereka terima
setiap minggu. Anak-anak dengan Autisme memerlukan metode pengajaran yang intensif, yaitu diberikan
secara baik ketika siswa mempunyai seorang guru yang perhatiannya tidak terbagi. Seperti kemajuan siswa,
sering perhatian terbaik mereka ada suatu rasio yang sebanding dengan yang diberikan dalam lingkungan
pendidikan selanjutnya.
2. Penatalaksanaan menyeluruh
a. Terapi Psikofarmaka
Kerusakan sel otak di system limbic, yaitu pusat emosi akan menimbulkan gangguan emosi dan perilaku
temper tantrum, agresifitas, baik terhadap diri sendiri maupun pada orang-orang di sekitarnya, serta
hiperaktifitas dan stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini diperlukan obat yang
mempengaruhi berfungsinya sel-sel otak. Obat-obat yang digunakan antara lain :
- Haloperidol
Suatu obat antipsikotik yang mempunyai efek meredam psikomotor, biasanya digunakan pada anak yang
menampakkan perilaku temper tantrum yang tidak terkendali serta mempunyai efek lain yaitu meningkatkan
proses belajar, biasanya digunakan dalam dosis 0,20 mg.
- Fenfluramin
Suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar Serotonin darah yang bermanfaat pada beberapa anak
Autisme.
- Naltrexone
Merupakan obat antagonis opiate yang diharapkan dapat menghambat opioid endogen sehingga
mengurangi gejala Autisme seperti mengurangi cedera pada diri sendiri dan mengurangi hiperaktifitas.
- Clompramin
Merupakan obat yang berguna untuk mengurangi stereotipik, konvulsi, perilaku ritual dan agresifitas,
biasanya digunakan dalam dosis 3,75 mg.
- Lithium
Merupakan obat yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif dan mencederai diri sendiri.
- Ritalin
Untuk menekan hiperaktifitas.
- Risperidon
bat berbeda-beda antara anak satu dengan lainnya, maka pemakaian obat harus diawasi oleh dokter.
Pemeriksaan yang lengkap perku dilakukan setiap 6 bulan. Pemberian obat hanya sebagai penunjang dari
keseluruhan penatalaksanaan Autisme.
b. Terapi Perilaku
Dalam tatalaksana gangguan Autisme, terapi perilaku merupakan tatalaksana yang paling penting. Metode
yang digunakan adalah metode Lovass. Metode Lovass adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut
dengan Applied Behavioral Analysis (ABA). ABA juga sering disebut sebagai Behavioral Intervension atau
Behavioral Modification. Dasar pemikirannya, perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa
dikontrol atau dibentuk dengan system reward akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang
diinginkan, sedangkan punishment akan menurunkan frekuensi perilaku yang tidak diinginkan.
 Prinsip dasar ABA ( Applied Behavioral Analysis ) :
Dasar metode ABA adalah semua tingkah laku dipelajari. Baik yang sederhana, seperti kontak mata atau
duduk, sampai yang kompleks, misalnya interaksi social dan kemampuan memahami sudut pandang orang
lain. Tingkah laku kompleks ini dapat dipelajari dengan memecah menjadi komponen-komponen atau
kemampuan-kemampuan persyarat yang lebih sederhana, yang kemudian diajarkan ke anak. Untuk
membantu anak belajar, harus diketahui hal apa saja yang dapat meningkatkan kemungkinan anak untuk
menunjukkan respon seperti yang diinginkan yang dikenal dengan sebutan reinforcer (penguat). Reinforce
positif akan meningkatkan kemungkinan munculnya tingkah laku yang diinginkan (desirable behavioral).
Sebaliknya, reinforce negative meningkatkan kemungkinan tidak munculnya tingkah laku yang tidak
diinginkan (undesirable behavioral). Reinforcer positif berupa akses ke barang atau hal-hal yang disukai
anak, sedangkan reinforcer negative adalah penghilangan hal-hal yang menyenangkan dari diri.
 Tujuan ABA ( Applied Behavioral Analysis )
Membuat kegiatan belajar menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Mengajarkan kepada anak agar
mampu membedakan atau mendiskriminasikan stimulus-stimulus yang berbeda. Tanpa kemampuan ini,
anak tidak sanggup merespon secara tetap.
 Metode pengajaran ABA ( Applied Behavioral Analysis )
Metode pengajaran yang digunakan adalah DDT ( Discrete Trial Training ) yaitu metode yang berstruktur
menuruti pola tertentu dan bisa ditentukan awal dan akhirnya. DDT terdiri dari instruktur, prompt. respon,
konsekuensi, dan interval waktu antara instruksi yang satu dengan instruksi yang lain. Instruksi harus
diberikan setelah anak memberi perhatian. Latihan dasar adalah latihan kontak mata. Instruksi pada
awalnya harus diberikan tepat sama, baik kata-kata mauoun intonasi, agar anak mudah mengerti. Instruksi
yang baik adalah yang jelas pengucapannya, sedikit kata, dan dalam nada netral atau datar.
Prompt : dimaksudkan agar anak dapat mengetahui respon yang diharapkan darinya.
Konsekuen : yang dimaksud konsekuen adalah apa yang diterima anak setelah berespon. Kalau respon
anak tepat, maka anak akan mendapat reinforcer yang akan meningkatkan kemungkinan bagi anak untuk
berespon yang sama di kemudian hari.
Interval :setelah anak berespon dan mendapat konsekuensi, interval diberikan sekitar 3–5 menit antara
konsekuensi dan intruksi selanjutnya. Gunanya sebagai pemberitahuan pada anak bahwa instruksi yang
terdahulu sudah selesai dan menyiapkan anak untuk instruksi berikutnya. Bila tidak ada interval waktu, anak
bisa saja mencampuradukkan instruksi berikut dengan instruksi sebelumnya.
 Enam kemampuan dasar
Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan
dasar yaitu :
- Kemampuan memperhatikan ( Attending Skill )
Pada program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa memfokuskan pandangan mata
pada orang yang ada di depannya atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk
memperhatikan keadaan atau objek yang ada di sekelilingnya.
- Kemampuan menirukan (Imitational Skill)
Pada kemampuan imitasi, anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar dan halus. Selanjutnya,
urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi- bunyian.
- Bahasa reseptif
Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian
lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.
- Bahasa Ekspresif
Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak
dapat bicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan akhirnya dengan menggunakan kata-
kata atau komunikasi verbal.
- Kemampuan Pra Akademis
Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan yang mengajarkan anak tentang
emosi, hubungan ketidakteraturan (irregularities), dan stimulus – stimulus di lingkungannya seperti bunyi-
bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan imaginasinya lewat media seni seperti menggambar
benda – benda yang ada di sekitarnya.
- Kemampuan mengurus diri sendiri ( Self Help Skill )
Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Pertama anak
dilatih untuk bisa makan sendiri, umumnya pada anak yang normal, dia dapat mempelajarinya dengan
mudah. Tetapi untuk penderita Autisme ini membutuhkan waktu yang lama dan bertahap. Yang kedua anak
dilatih untuk bisa buang air kecil atau disebut toilet training. Kemudian tahapan selanjutnya adalah dressing,
brushing, or combing hair and tooth brushing. Pelatihan ini dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap.
c. Teknik Pengajaran
Untuk dapat mengajarkan keterampilan yang komplek pada anak Autistik dapat digunakan teknik shaping
dan prompting. Teknik ini biasanya digunakan karena respon yang mau diajarkan belum dapat dimunculkan
oleh si anak atau tidak cukup sering muncul, sehingga bisa digunakan reinforcer saja.
d. Teknik Shapping
Teknik ini digunakan bila kemampuan yang seharusnya dimiliki anak Y belum ada, sebelum anak dapat
memunculkan respon yang tepat. Pada teknik ini, terapis akan memberi reinforcer pada respon-respon yang
dimiliki oleh anak, yang mirip dengan respon yang tepat. Reinforcer akan diberikan pada respon yang
semakin lama semakin mirip dengan respon target. Sampai akhirnya anak mampu memunculkan respon
yang merupakan target awal.
e. Teknik Prompting
Pada teknik ini anak akan diberi bantuan ekstra karena belum mampu memberikan respon yang belum
tepat. Prompt bisa berupa verbal prompt (terapis menyebutkan kata-kata yang tepat), modeling prompt
(terapis mendemonstrasikan kepada anak respon yang tepat) dan physical prompt (terapis membimbing
anak secara fisik agar mampu menunjukkan respon yang tepat). Yang harus dihindari dari teknik ini adalah
ketergantungan anak pada prompt, dimana anak tidak bisa memunculkan respon yang tepat bila tidak
diberikan prompt.
f. Teknik Jembatan (Shadowing)
Bila anak kesulitan di sekolah umum, biasanya akan dilakukan teknik inklusi atau integrasi dan teknik
shadowing. Teknik tersebut umumnya dilakukan di masa-masa awal anak mengikuti kegiatan di sekolah
umum. Caranya, terapis (shadow) yang selama ini membantu anak di rumah, ikut hadir di kelas bersama
anak. Ia berfungsi untuk menjembatani atau membantu anak mengerti instruksi-instruksi atau stimulus-
stimulus dari lingkungan. Kalau perlu, shadow akan melakukan prompt terhadap anak. Namun, penggunaan
prompt oleh shadow memang dibatasi supaya anak belajar mandi
g. Terapi Bicara
Gangguan bicara dan berbahasa diderita oleh hampir semua anak Autisme. Tatalaksana melatih bicara dan
berbahasa harus dilakukan oleh ahlinya karena merupakan gangguan yang spesifik pada anak Autisme.
Anak dipaksa untuk berbicara sekata demi sekata, cara ucapan harus diperhatikan, kemudian diajarkan
berdialog setelah mampu berbicara. Anak dipaksa untuk memandang terapis, seperti diketahui anak Autistik
tidak mau adu pandang dengan orang lain. Dengan adanya kontak mata diharapkan anak dapat meniru
gerakan bibir terapis.
h. Terapi Okupasional
Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya dengan memperkuat otot-
otot jari supaya anak dapat menulis atau melakukan keterampilan lainnya.
i. Pendidikan Khusus
Anak Autistik mudah sekali teralih perhatiannya, karena itu pada pendidikan khusus satu guru menghadapi
satu anak dalam ruangan yang tidak luas dan tidak ada gambar-gambar di dinding atau benda-benda yang
tidak perlu, yang dapat mengalihkan perhatian anak. Setelah ada perkembangan mulai dilibatkan dalam
lingkungan kelompok kecil, kemudian baru kelompok yang lebih besar. Bila telah mampu bergaul dan
berkomunikasi mulai dimasukkan pendidikan biasa di TK atau SD untuk anak normal.
j. Terapi Alternatif
Yang digolongkan terapi alternative adalah semua terapi baru yang masih berlanjut dengan penelitian.
k. Terapi Detoksifikasi
Terapi ini menggunakan tentang nutrisi dan toksikologi. Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan atau
nenurunkan kadar bahan-bahan beracun yang lebih tinggi dalam tubuh anak Autisme disbanding dengan
anak normal, agar tidak mengancam perkembangan otak.
l. Terapi Bermain
Terdapat beberapa contoh penerapan terapi bermain bagi anak-anak Autistik, diantaranya adalah (Landreth,
2001) :
 Terapi yang dilakukan Bromfield terhadap seorang penyandang Autisme yang dapat berfungsi secara
baik. Menirukan perilaku obsessif anak untuk mencium/membaui semua objek yang ditemui, menggunakan
suatu boneka yang juga mencium-cium benda. Alat- alat bermain yang digunakan antara lain boneka,
catatan-catatan kecil, dan telepon mainan. Setelah proses terapi yang berjalan 3 tahun, si anak dapat
berkomunikasi secara lebih sering dan langsung.
 Lower&Lanyado menerapkan terapi bermain yang menggunakan pemaknaan sebagai teknik utama.
Masuk ke dunia anak dengan memaknai bahasa tubuh dan tanda-tanda dari anak seperti gerakan
menunjuk.
 Wolfberg&Schuler menyarankan penggunaan terapi bermain kelompok bagi anak-anak Autistik dan
menekankan pentingnya integrasi kelompok yang lebih banyak memasukkan anak-anak dengan
kemampuan social yang tinggi. Jadi mereka memasangkan anak-anak Autistik dengan anak-anak normal
dan secara hati-hati memilih alat bermain dan jenis permainan yang dapat memfasilitasi proses bermain dan
interaksi diantara mereka. Fasilitator dewasa hanya berperan sebagai pendukung dan mendorong terjadinya
proses interaksi yang tepat.
 Mundschenk & Sasso juga menggunakan terapi bermain kelompok ini. Mereka melatih anak-anak non
Autistik untuk berinteraksi dengan anak-anak Autistik dalam kelompok.
 Voyat mendeskripsikan pendekatan multi disiplin dalam penggunaan terapi bermain bagi anak Autisme,
yaitu dengan menggabungkan terapi bermain dengan pendidikan khusus dan melatih keterampilan
mengurus diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Http://www.anakku.net
Http://www.info-sehat.com
Http://www.puterakumbara.org
Http://www.ums.com
Pillitteri, Adele. 2002. Buku Saku Keperawatan Kesehatan Ibu & Anak. Jakarta : EGC
Rendle, John. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN AUTISME

A. PENGKAJIAN
Pengkajian ini terdiri atas evaluasi komperensif mengenai kekurangan dan kekuatan yang berhubungan
dengan ketrampilan adaptif :
- Komunikasi
- Perawatan dini
- Interaksi sosial
- Penggunaan sarana – sarana di masyarakat
- Pengarahan diri
- Pemeliharaan kesehatan dan keamanan
- Akademik fungsional
- Pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja
Pengkajian meliputi :
- Lakukan pengkajian fisik
- Lakukan pengkajian perkembangan
- Dapatkan riwayat keluarga, terutama retardasi mental gangguan herediter dimana Autisme adalah salah
satu jenisnya yang utama.
- Dapatkan riwayat kesehatan untuk mendapatkan bukti – bukti adanya :
1. Trauma prenatal, perinatal, atau pascanatal atau cedera fisik
2. Infeksi maternal prenatal (missal: rubella, alkoholisme, konsumsi obat)
3. Nutrisi tidak adekuat
4. Penyimpangan lingkungan
5. Gangguan psikiatrik
6. Infeksi, terutama yang melibatkan otak (missal : meningitis, ensefalitis, campak) atau suhu tubuh tinggi
7. Abnormalitas kromosom
Bantu dengan tes diagnostic, missal analisis kromosom, disfungsi metabolic, radiografi, tomografi,
elektroensefalografi
Lakukan atau bantu tes intelegensia
Lakukan atau bantu tes perilaku adaptif
Observasi adanya manifestasi dini dari Autisme :
Respon abnormal terhadap rangsang sensori
Ekspresi emosi tidak tetap
Isolasi social
Perilaku stereotip
Gangguan gerakan
Perkembangan bicara buruk
Masalah intelektual khusus dan terbatas
Tidak sensitive terhadap nyeri
Menolak perubahan terhadap rutinitas
Kegagalan untuk melakukan kontak mata (bayi)
Alam perasaan labil (menangis terjadi tiba-tiba diikuti tertawa atau terkikih tiba-tiba)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan kurang stimulus dari lingkungan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu mencerna
makanan karena faktor psikologi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola aktivitas sehari – hari
4. Cemas (pada orang tua) berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap proses penyakit anaknya

C. INTERVENSI
 Dx I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tumbang
normal.
NOC : Growth
Kriteria Hasil :
- BB sesuai dengan jenis kelamin
- BB sesuai dengan umur
- BB sesuai dengan tinggi badan
- Kecepatan memperoleh berat badan
- Kecepatan memperoleh tinggi badan
- Lingkar kepala sesuai dengan umur.
Indikator Skala :
1 : Tidak menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Developmental Enhancement
Intervensi :
- Bina hubungan saling percaya dengan anak
- Identifikasi kebutuhan-kebutuhan anak
- Demonstrasikan aktivitas yang dapat meningkatkan perkembangan
- Ajari anak untuk mengikuti petunjuk
- Baca cerita untuk anak
- Pergi jalan-jalan dengan anak

 Dx II
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi seimbang.
NOC : Nutrotion Status : Food And Fluid Intake
Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
- BB ideal sesuai dengan TB
- Mampu mengidentifikasi sesuai kebutuhan nutrisi
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti.
Indikator Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Nutrition Monitoring
Intervensi :
- Monitor adanya penurunan BB
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Monitor makanan kesukaan

 Dx III
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapakan pola tidur nyaman/tidak
terganggu.
NOC : Rest
Kriteria Hasil :
- Jumlah istirahat adekuat
- Pola istirahat adekuat
- Kualitas istirahat adekuat
- Istirahat fisik
- Istirahat mental
Indikator skala :
1 : Kompromi luar biasa
2 : Kompromi sekali
3 : Kompromi baik
4 : Kompromi sedang
5 : tidak ada kompromi
NIC : Touch
Intervensi :
- Beri ketenangan dengan pelukan
- Pegang tangan mengelilingi bahu (didekap) dengan hangat
- Gunakan belaian pada pergelangan tangan, bahu dengan sungguh-sungguh.
- Dorong ibu untuk segera menyusui bayinya bila menangis dan terbangun.
 Dx IV
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan cemas dapat berkurang/hilang.
NOC : Anxiety Control
Kriteria Hasil :
- Klien mampu mengidentifikasikan dan mengungkapkan gejala cemas
- Mendidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
- TTV dalam batas normal
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
Indikator Skala :
1 : Tidak menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Anxiety Reduction
Intervensi :
- Gunakan pendekatan yang menyenangkan
- Jelaskan semua proseur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami perspektif pasien terhadap stress
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi kecemasan
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Dorong untuk mengungkapkan perasaan ketakutan

D. EVALUASI
 Dx I
Kriteria Hasil Skala
- BB sesuai dengan jenis kelamin 5
- BB sesuai dengan umur 5
- BB sesuai dengan tinggi badan 5
- Kecepatan memperoleh berat badan 5
- Kecepatan memperoleh tinggi badan 5
- Lingkar kepala sesuai dengan umur. 5
 Dx II
Kriteria Hasil Skala
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan 5
- BB ideal sesuai dengan TB 5
- Mampu mengidentifikasi sesuai kebutuhan nutrisi 5
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti. 5
 Dx III
Kriteria Hasil Skala
- Jumlah istirahat adekuat 5
- Pola istirahat adekuat 5
- Kualitas istirahat adekuat 5
- Istirahat fisik 5
- Istirahat mental 5
 Dx IV
Kriteria Hasil Skala
- Klien mampu mengidentifikasikan dan mengungkapkan gejala cemas 5
- Mendidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 5
- TTV dalam batas normal 5
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
5

Anda mungkin juga menyukai