Anda di halaman 1dari 4

1.

Autisme dan Faktor Penyebabnya


Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan
pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri" (Nevid,
2003). Dalam DSM IV-TR (APA, 2000) dikatakan bahwa autism adalah
keabnormalan yang jelas dan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial,
komunikasi, keterbatasan yang jelas dalam aktivitas dan ketertarikan.
Menurut Acocella (1996) ada tiga perspektif yang dapat digunakan untuk
menjelaskan faktor-faktor penyebab autisme, yaitu:
1) Perspektif psikodinamika
Bettelheim (dalam Acocella, 1996) berpendapat bahwa penyebab dari autism
adalah karena adanya penolakan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya.
2) Perspektif biologis
a. Penelitian genetic, Folstein & Rutter (dalam Acocella, 1996) mengadakan
penelitian di Great Britin, diantara 11 pasang monozygotic (MZ) kembar dan 10
pasang dyzygotic (DZ) kembar, ditemukan 1 pasang yang merupakan gen
autisme. Pada kelompok MZ, 4 dari 11 diantaranya adalah gen autis, sedangkan
pada DZ tidak ada. Walaupun demikian, pada MZ kembar tidak didiangnosa
sebagai autisme hanya akan mengalami gangguan bahasa atau kognisi
b. Penelitian tentang kromosom, kromosom yang dapat menyebabkan autisme,
yaitu sindrom fragile X dan kromosom XXY, namun kromosom XXT ini tidak
menunjukkan hubungan yang sekuat sindrom fragile X.
c. Penelitian Biokimia, anak-anak autisme memiliki kadar serotin dan dopamine
yang sangat tinggi. Obat-obat yang dapat membantu menurunkan kadar
dopamine yaitu seperti phenothiazines yang dapat menurunkan gejala-gejala
autisme.
d. Gangguan bahwaan dan komplikasi kelahiran, ada 2 penyebab autisme, yaitu
virus herprs dan rubella. Autisme juga berhubungan dengan komplikasi pada
saat melahirkan. Komplikasi pada saat melahirkan berhubungan dengan faktor
genetis.
e. Penelitian neurological, penyebab autisme karena adanya kerusakan otak. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut: karakteristik anak
autisme (seperti gangguan perkembangan bahasa, retardasi mental, tingkah laku
motorik yang aneh, memiliki respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi
terhadap stimulus sensori menentang stimulus auditory dan visual) berhubungan
dengan fungsi sistem saraf pusat. Sistem saraf menunjukkan abnormalitas,
seperti gangguan otot, alat koordinasi, mengeluarkan air liur dan hiperaktif.
Memiliki Electroencephalogram (EEG) yang abnormal. Penelitian ERP
menunjukkan tidak adanya respon memperhatikan objek atau stimulus bahasa.
Adanya keabnormalan pada bagian Cerebellum dan system lymbic di otak, yang
sangat berpengaruh terhadap kognisi, memori, emosi dan tingkah laku.
3) Perspektif kognitif
Teori-teori yang ada dalam perspektif ini adalah Ornitz (dalam Acocella,
1996) mengatakan bahwa gangguan pada anak autisme disebabkan karena adanya
masalah dalam mengatur dan menyatukan input terhadap alat perasa. M.Rutter
(dalam Acocella, 1996) memfokuskan pada sensori persepsi, yaitu dimana anak
autisme tidak memberi respon terhadap suara. Anak autisme juga mengalami
gangguan bahasa, seperti Aphasia yaitu kehilangan kemampuan memakai atau
memahami kata-kata yang disebabkan oleh kerusakan otak. Tetapi dalam
perspektif ini menyatakan bahwa anak autisme tidak memberi respon disebabkan
adanya masalah perceptual. Lovaas (dalam Acocella, 1996) mengatakan bahwa
anak autisme sangat overselektif dalam memperhatikan sesuatu. Anak autisme
hanya dapat memproses dan merespon satu stimulus dalam satu waktu, hal ini
disebabkan karena adanya gangguan perspetual. Anak autisme tidak mampu
mengolah sesuatu dalam fikiran, misalnya tidak dapat memperkirakan dan
memahami tingkah laku yang mendasari suatu objek.
2. Karakteristik Autisme
Menurut Suryana dalam Ratnadewi, 2008; Rahcmayanti, 2008; Setiawan,
2010 menyatakan bahwa anak Autis mempunyai karakteristik dalam bidang
komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi.
a. Komunikasi
1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
2) Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian
sirna.
3) Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
4) Mengoceh tanpa arti berulangulang dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti orang lain.
5) Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi.
6) Senang meniru atau membeo (echolalia). Bila senang meniru, dapat hafal betul
kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.
7) Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa.
8) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
b. Interaksi Sosial
1) Penyandang autistik lebih suka menyendiri.
2) Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
3) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.
c. Gangguan Sensoris
1) Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3) Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
4) Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d. Pola Bermain
1) Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2) Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
3) Tidak kreatif, tidak imajinatif.
4) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar-putar.
5) Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda.
6) Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana.
e. Perilaku
1) Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (deficit)
2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang berulang-
ulang.
3) Tidak suka pada perubahan.
4) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.
f. Emosi
1) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa
alasan.
2) Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak diberikan
keinginannya.
3) Kadang suka menyerang dan merusak.
4) Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.
5) Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
3. Tipe-Tipe Autisme
Menurut Yatim (2002), autisme terdiri dari 3 jenis yaitu persepsi, reaksi dan yang
timbul kemudian.
1) Autis persepsi
Merupakan autisme yang timbul sebelum lahir dengan gejala adanya rangsangan
dari luar baik kecil maupun besar yang dapat menimbulkan kecemasan. Misalnya
pada ibu hamil yang mempunyai genetik autisme dia mempunyai kecemasan akan
menurun terhadap janin yang dikandungnya.
2) Autis reaktif
Ditunjukkan dengan gejala berupa penderita membuat gerakan-gerakan tertentu
yang berulang-ulang dan kadang disertai kejang dan dapat diamati pada anak usia
6-7 tahun. Anak memiliki sifat rapuh dan mudah terpengaruh pada dunia luar.
3) Autis yang timbul kemudian
Jenis autisme ini diketahui setelah anak agak besar dan akan kesulitan dalam
mengubah perilakunya karena sudah melekat atau ditambah adanya pengalaman
yang baru atau gejala autis terlihat saat anak mulai dewasa.
Menurut McCandless (2003) autis dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Autisme klasik, Autis sebelum lahir merupakan bawaan yang diturunkan
dari orang tua ke anak yang dilahirkan atau sering disebut autis yang
disebabkan oleh genetika (keturunan). Kerusakan saraf sudah terdapat
sejak lahir, karena saat hamil ibu terinfeksi virus seperti rubella, atau
terpapar logam berat berbahaya seperti merkuri dan timbal yang
berdampak mengacaukan proses pembentukan sel-sel otak janin.
2) Autisme regresif, muncul saat anak berusia 12 sampai 24 bulan.
Sebelumnya perkembangan anak relatif normal, namun sejak usia anak 2
tahun perkembangannya merosot. Anak yang tadinya sudah bisa membuat
11 kalimat beberapa kata berubah menjadi diam dan tidak lagi berbicara.
Anak menjadi acuh dan tidak ada lagi kontak mata. Kalangan ahli
menganggap autism regresif karena anak terkontaminasi langsung faktor
pemicu. Paparan logam berat terutama merkuri dan timbal dari lingkungan
merupakan faktor yang paling disorot.
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan
gejalanya. Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis.
Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS).
Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
a. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun
tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika
dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam
berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
b. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun
tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan. 12
c. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke
tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua
berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap
melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang tuanya, anak
autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa
kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).

Anda mungkin juga menyukai