Anda di halaman 1dari 9

Autism Spectrum Disorder (ASD)

A. Kondas Teori
1. Definisi
Kata “autisme” berasal dari bahasa Yunani “Autos” yang berarti “sendiri”, autisme
pertamakali dipaparkan oleh Dr. Leo Kanner pada tahun 1943, ia menggambarkan
sebagai gangguan penyempitan daya terima sensor seseorang, termasuk dalam
berhubungan dengan orang lain (Rinarki, 2018).
Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan
perkembangan fungsi otak yang komplek dan sangat bervariasi (spektrum), biasanya
gangguan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan
berimajinasi. (Pangestu dan Fibriana, 2017)
Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan kelainan neurodevelopmental yang
ditandai dengan adanya kegagalan interaksi sosial, kesulitan berkomunikasi dan adanya
tingkah laku repetitif - restriktif dengan onset sebelum usia 3 tahun (Hermawati, dkk
2014)

2. Etiologi
Menurut Rinarki (2018) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan autisme pada anak, hal ini tidak dapat dipastikan dikarenakan dalam taham
penelitian oleh para ilmuan. Beberapa faktor penyebab autisme diantaranya sebagai
berikut:
a. Faktor Genetik. Genetik autis menjadikan desain abnormal yang terjadi pada cabang
genetik di atas yang akan mempengaruhi faktor genetik dibawahnya, menyebabkan
abnormaltas pada pertumbungan sel dan saraf.
b. Faktor Prenatal, Natal, dan Postnatal. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
autisme yaitu, pendarahan pada kehamilan awal, penggunaan obat-obatan, tangis bayi
dalam kelahiran awal terhambat, gangguan pernapasan dan anemia. Selain beberapa
faktor diatas kegagalan pertumbuhan otak disebabkan kurangnya nutrisi tidak dapat
diserap dengan baik.
c. Faktor Neuro Anatomi. Faktor Neuro anatomi merupakan gangguan pada sel-sel otak
selama masih dalam kandungan yang disebabkan oleh hambatan oksigenasi
pendarahan, atau infeksi.
d. Faktor Keracunan Logam Berat.. Kondisi keluarga yang dekat dengan pertambangan
dapat menyebabkan autisme. Keracunan yang dikonsumsi ibu hamil seperti halnya
beberapa ikan yang mengandung mineral berat dengan kadar tinggi.

3. Manifestasi klinis
Menurut Mujiyanti (2011), ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam anak autis dan
ada 4 gejala yang selalu muncul yaitu :
a. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari kontak sosial kedalam suatu keadaan yang
disebut extreme autistic alones. Hal ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih
besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak ada.
b. Kelemahan kognitif
Anak autis sebagian besar (±70%) mengalami retardasi mental (IQ <70) disebut
dengan autis dengan tuna grahita tetapi anak autis infertil sedikit lebih baik,
contohnya dalam hal yang berkaitan dengan hal sensor motorik. Anak autis dapat
meningkatkan hubungan sosial dengan temannya, tetapi hal itu tidak berpengaruh
terhadap retardasi mental yang dialami.
c. Kekurangan dalam bahasa
Lebih dari setengah autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya mengoceh,
merengek, atau menunjukkan ecocalia, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang
lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV atau potongan kata
yang terdengar tanpa tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan
cara yang aneh.
d. Tingkah laku stereotif
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus menerus
tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain
sebagainya. Gerakan ini dilakukan berulang-ulang disebabkan karena kerusakan fisik,
misalnya ada gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-
narik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering kesakitan akibat perbuatannya
sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri
mereka. Anak autis juga hanya tertarik pada bagianbagian tertentu dari sebuah objek
misalnya pada roda mobil-mobilan. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan
dan kebiasaan yang monoton

4. Klasifikasi
Gangguan autisme memiliki beberapa klasifikasi didalamnya, berdasarkan penjelasan
Rinarki (2018) klasifikasi gangguan autisme diantaranya sebagai berikut.
a. Klasifikasi autisme berdasarkan saat menculnya kelainan. Terdapat dua jenis autisme
yaitu:
1) autisme infantil berasal dari kata “infant” yang berarti bayi sehingga istilah ini
digunakan dalam penyebutan anak autis yang memiliki kelainan sejak lahir.
2) autisme fiksasi merupakan anak autis pada saat kelahiran dalam keadaan normal,
tanda-tanda dan gejala autis muncul setelah beberapa waktu, biasanya berusia dua
hingga tiga tahun.
b. Klasifikasi autisme berdasarkan interaksi sosial. Terdapat tiga kelompok anak autis
yaitu:
1) kelompok menyendiri, terlihat anak mengucilkan diri, tidak menerima pendekatan
sosial hingga menimbulkan perilaku dan perhatian yang kurang friendly.
2) kelompok pasif, anak dapat menerima pendekatan sosial dan mampu bergaul
dengan teman sebaya namun tidak begitu interaktif.
3) Kelompok aktif, anak akan mendekati anak lain secara spontan, tetapi
menimbulkan perilaku aneh dan perilaku sepihak untuk dirinya sendiri.
c. Klasifikasi autisme berdasarkan prediksi kemandirian. Terdapat tiga jenis autisme
yaitu:
1) prognosis buruk, tidak dapat mandiri (jumlah 2/3 penyandang autisme.
2) prognosis sedang, terdapat kemajuan dalam bidang sosial dan pendidikan meski
persoalan perilaku tetap ada (1/4 penyandang autisme).
3) Progonsis baik, memiliki kehidupan sosial normal atau bahkan mendekati normal
yang berfungsi dengan baik dilingkungan sekitar (1/10 dari seluruh penyandang
autisme) yang tergolong individu yang mandiri.

d. Pathway
e. Pemeriksaan diagnostic
Menurut (Ruwanti & Suteja, 2013) deteksi dini autisme dapat dilakukan dengan
beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Deteksi dini sejak dalam kandungan
Dilakukan dengan pemeriksaan biomolekular pada janin bayi untuk mendeteksi
autis, namun pemeriksaan ini masih dalam batas kebutuhan untuk penelitian.
2. Deteksi dini sejak lahir hingga usia 5 tahun
Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak usia :
a. Usia 0-6 bulan : Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis, terlalu sensitif,
cepat terganggu,gerakan tangan berlebihan terutama ketika mandi, tidak
terlihat tersenyum di atas 10 minggu dan tidak ada kontak mata diatas 3 bulan.
b. Usia 6-12 bulan : Sulit digendong, sering menggigit tangan dan badan orang
lain secara berlebihan, Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak
normal dan tidak ada kontak mata.
c. Usia 12 bulan – 2 tahun : Kaku bila digendong, tidak mau permainan
sederhana, tidak mengeluarkan kata-kata, tidak tertarik pada boneka,
memperhatikan tangannya sendiri dan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan motor kasar/halus.
d. Usia 2-3 tahun : Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain, melihat
orang sebagai benda, marah bila rutinitas berubah, kotak mata terbatas dan
tertarik pada benda tertentu.
e. Usia 4-5 tahun : Sering didapatkan ekolalia (membeo), mengeluarkan suara
yang aneh, menyakiti diri sendiri dan tempereamen tentrum atau agresif.
3. Deteksi autis dengan Skrenning
Alat deteksi anak autisme juga dapat menggunakan skerenning. Alat deteksi dini
autisme yang baru ini ESAT (Early Screnning Autism Traits) merupakan suatau
model untuk memberikan intervensi dini sesuai dengan keunikan yang disandang
oleh setiap anak autisme.
4. Deteksi autis dengan CHAT
CHAT digunakan pada penderita autisme di atas 18 bulan. CHAT dikembangkan
di inggris dengan metode yang berisi beberapa daftar pertanyaan : imition, perend
play, dan joint attention.

f. Komplikasi

g. Penatalaksanaan

Penatalaksanan Keperawatan
1. Intervensi Pendidikan
2. Applied Behavioral Analysis (ABA) : untuk mempertahankan perilaku adaptif,
digunakan untuk membentuk perilaku positif pada anak
3. Terapi
a. Terapi bahasa dan bicara : Melancarkan otot mulut untuk dapat berbicara
lebih baik. Anak autism lebih mudah belajar dengan melihat, sehingga
dikembangkan metode komunikasi PECS (picture exchange communication
system).
b. Terapi okupasi : Membantu menguatkan, dan memperbaiki koordinasi dan
keterampilan ototnya selain itu juga dapat meningkatkan fungsi independent
dan kemampuan dasar, sepert mandi, berpakaian.
c. Terapi fisik: Latihan untuk mengontrol gerakan tubuh.
d. Terapi sosial: Memperkenalkan perilaku sosial pada anak autism dan
membentuk keterampilan perilaku yang baru
e. Terapi modifikasi perilaku
beberapa metode modifikasi perilaku digunakan untuk terapi terhadap
perilaku yang tdk sesuai, repetitif, dan agresif serta agar penderita mempunyai
kemampuan fungsional terhadap lingkungannya.
1) Terapi integrasi sensori: Meningkatkan kematangan susunan saraf pusat,
dengan aktivitas fisik yang terarah.
2) Terapi bermain: Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar
bicara, komunikasi dan interaksi sosial
3) Cerita sosial: Digunakan juga untuk memperbaiki kemampuan sosial.
Cerita membantu penderita mengerti perasaan, ide, pandangan lain, atau
menyarankan respon partisipasi terhadap situasi, termasuk musik.

Penatalaksanaan Medis
1. Obat obatan
Obat-obatan: Tidak mengobati masalah neurologi yang mendasarinya yg
berhubungan dengan autism, Menolong mengatasi manifestasi gangguan
seperti hiperaktivitas, impulsif, gangguan atensi dan kecemasan., Mengurangi
masalah pada penderita untuk mencapai kemampuan perilaku dan edukasi
maksimal.
Obat-obatan yg digunakan:
a. Antipsikotik: risperidone
b. Antidepresan: fluoxetine, sertraline
c. Stimulants: metilfenidat, amfetamin.
d. Antikonvulsan: asam valproat, karbamazepin, lamotrigin, topiramat.

h. Discharge planning
B. Kondas Askep
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.

b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau
menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas
100.
2) Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
a) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
b) Cidera otak

c. Riwayat kesehatan keluarga


Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak
autis ada riwayat penyakit keturunan.

d. Status perkembangan anak.


1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan kognitif.

e. Pemeriksaan fisik
1) Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
2) Terdapat ekolalia.
3) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
4) Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
5) Peka terhadap bau.

f. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Tantrum yang sering
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
10) Kemampuan bertutur kata menurun
11) Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus

g. Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
2) Refleks mengisap buruk
3) Tidak mampu menangis ketika lapar
2. Diagnosa
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
b. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
c. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas perkembangan.

3. Intervensi
4. Implemen
5. Evaluasi

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Rinarki. J.A. (2018). Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Remaja
Rosda karya

Hermawati, dkk. 2014. Penerapan Pemeriksaan Dan Terapi Komprehensif Terhadap Anak Autis
1110-3008-1-SM.pdf (diakses 8 oktober 2021)

Anda mungkin juga menyukai