Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Autisme

1. Pengertian

Anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak

yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal ciri-ciri

mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular,

perilaku social dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun

kombinasi dua atau lebih dari hal-hal di atas(Mangunsong, 2009).

Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada

anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini

mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi,

interaksi sosial, dan perilaku.

Autisme adalah gangguan perkembangan berat yang antara lain

mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi

(berhubungan) dengan orang lain. Penyandang autis tidak dapat

berhubungan dengan orang lain secara berarti karena antara lain

ketidakmampuan berkomunikasi verbal maupun non verbal

(Habiburrohman dalam Eko, 2011).

Autisme berasal dari kata “auto” yang artinya sendiri. Istilah ini

dipakai karena mereka yang mengidap gejala autisme seringkali


memang terlihat seperti orang yang hidup sendiri. Mereka seolah-olah

hidup di dunianya sendiri dan terlepas dari kontak sosial yang ada

disekitarnya. Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh

kembang, berupa sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-

syaraf tertentu yang menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara

normal sehingga mempengaruhi tumbuh kembang, kemampuan

komunikasi, dan kemampuan interaksi sosialnya (Sunu, 2012).

Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan

komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun

pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan

anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respons terhadap

orang lain ( Sarwindah dalam Jati, 2012 ).

Yuniar dalam (Jati, 2012) menambahkan bahwa Autisme adalah

gangguan perkembangan yang kompleks, memengaruhi perilaku,

dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan social

dan emosional dengan orang lain sehingga sulit untuk mempunyai

ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota

masyarakat. Autisme berlanjut sampai dewasa bila tidak dilakukan

upayapenyembuhan dan gejala-gejalanya sudah terlihat sebelum usia

tiga tahun.

Pada anak usia 7-12 tahun periode ini merupakan periode

integrase yang bercirikan anak harus berhadapan dengan berbagai

macam tuntutan social seperti hubungan kelompok, pelajaran sekolah,

konsep moral dan etik, dan hubungan dengan dunia dewasa. Ingatan
anak pada usia 7-12 tahun ini mencapai intensitas paling besar, dan

paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi adalah paling kuat

dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak.

2. Etiologi

Faktor-faktor yang diduga kuat penyebab autisme (Hasdianah, 2013),

diantaranya :

a. Genetik

Perubahan dalam gen berkontribusi pada terjadinya autisme.

Menurut neonatal institute of health, keluarga yang memiliki satu

anak autism memiliki peluang 1-20 kali besar untuk melahirkan

anak yang autisme. Penelitian pada anak kembar menemukan, jika

salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan memiliki

gangguan yang sama. Secara umum para ahli mengidentifikasi 20

gen yang menyebabkan gangguan spectrum autisme. Gen tersebut

berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak,

dan cara sel-sel otak berkomunikasi.

b. Obat-obatan

Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan

memiliki risiko lebih besar mengalami autisme.

c. Usia orang tua

Makin tua usia orang tua saat memiliki anak, makin tinggi risiko

anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan pada tahun

2010 menemukan perempuan usia 40 tahun berisiko 50% untuk


memiliki anak dengan autisme dibandingkan dengan perempuan

berusia 20-29 tahun.

d. Perkembangan otak

Bagian tertentu di otak, termasuk serebral korteks dan serebellum

yang bertanggung jawab pada kosentrasi, pergerakan, dan

pengaturan mood, berkaitan dengan autisme.

e. Flu

Perempuan yang mengalami demam atau flu selama satu minggu

atau lebih saat dia sedang hamil akan lebih berisiko untuk

melahirkan anak autisme sebanyak tiga kali lipat. Selain itu

penggunaan antibiotik tertentu saat hamil juga berpotensi untuk

meningkatkan risiko anak terlahir autisme.

f. Pestisida

Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya

autisme. Beberapa penelitian menemukan, pestisida akan

mengganggu fungsi gen di sistem sarap pusat. Menurut Alice

dalam (Hasdianah, 2013), zat kimia dalam pestisida berdampak

pada mereka yang mempunyai bakat autisme.

g. Merkuri

Kehadiran merkuri dalam tubuh manusia menyebabkan berbagai

efek negative, karena telah terakumilasikan dalam tubuh manusia

terutama pada ginjal, hati, dan otak.

h. Plumbum (Pb)
Sebuah zat kimia dengan kode Pb atau kita kenal sehari-hari

dengan timah hitam. Pb menguap dan membuat oksigen dalam

udara membentuk timbal oksida. Zat ini banyak digunakan untuk

berbagai keperluan walaupun berbahaya.

i. Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam kebiruan yang lunak dan merupakan racun

bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi

pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi cadmium yang

terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui

makanan dan tembakau.

3. Patofisiologi

Anak dengan autisme, studi neuroimaging mengungkapkan

kelainan konfigurasi seluler dibeberapa daerah otak, termasuk lobus

frontal dan temporal, dan otak kecil. Pembesaran dari amigdala dan

hipokampus umum terjadi pada masa anak-anak. Pada korteks

prefrontal lebih banyak terdapat neuron, berdasarkan otopsi dari

beberapa anak dengan autisme. Neuron yang abnormal ditemukan

dalam lobus frontal dan temporal, daerah yang terlibat dalam fungsi

sosial, emosional, komunikasi, dan Bahasa. Secara khusus, studi ini

menemukan berkurangnya konektivitas atipikal di daerah otak frontal,

serta penipisan korpus kallosum pada anak-anak dan orang dewasa

dengan autisme. Beberapa perbedaan regional dalam studi

neuroanatomi berkolerasi dengan tingkat keparahan gejala autisme


tertentu, seperti hubungan interaksi social pada anak autisme (Kaplan

dan Sadock, 2014 dalan Pratama, 2016).

4. Gejala Gangguan Autisme

Gejala pada anak autisme sudah tampak sebelum anak berusia

tiga tahun, yaitu antara lain dengan tidak adanya kontak mata dan tidak

menunjukkan responsif terhadap lingkungan. Jika kemudian tidak

diadakan upaya terapi, maka setelah usia 3 tahun perkembangan anak

terhenti atau mundur, seperti tidak mengenal suara orang tuanya dan

tidak mengenali namanya, penderita autisme klasik memiliki tiga

gejala yaitu; hambatan dalam komunikasi verbal dan non verbal,

kegiatan dan minat yang aneh atau sangat terbatas, sifat-sifat lainnya

yang biasa ditemukan pada anak autisme. (Lumbantobing dalam Adul

Muhith, 2010) adalah sebagai berikut :

1) Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain

2) Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya

3) Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan

kontak mata

4) Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri

5) Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan tidak

membentuk hubungan pribadi yang terbuka

6) Jarang memainkan permainan khayalan

7) Sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya

dengan baik, secara fisik terlalu aktif atau sama sekali

kurang aktif
8) Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang

normal

9) Ekokalia (mengulang kata-kata atau suku kata)

10) Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya

melalui kata-kata, lebih senang meminta melalui isyarat

tangan atau menunjuk

11) Jengkel atau kesal membabi buta

12) Melakukan gerakan atau ritual tertentu secara berulang-

ulang

5. Klasifikasi Anak Autisme

Berdasarkan hasil penelitian dan buku-buku psikologi serta berbagai

sumber lainnya, autisme pada anak dapat dibagi atau dikelompokkan

ke dalam beberapa klasifikasi. Klasifikasi anak autisme adalah sebagai

berikut :

1) Klasifikasi Autisme Berdasarkan Saat Munculnya Kelainan

a. Autisme infantil, infant berarti bayi sehingga istilah ini

digunakan dalam penyebutan anak autis yang memiliki

kelainan dan sudah tampak sejak lahir.

b. Autisme fiksasi, yaitu anak autis yang ketika pada saat

waktu kelahirannya dalam keadaan normal, tanda-

tanda dan gejala autisme muncul kemudian setelah

beberapa waktu, biasanya ketika berumur dua atau tiga

tahun.
2) Klasifikasi Autisme Berdasarkan Intelektual

Klasifikasi ini merujuk pada tes intelektual yang telah

dilaksanakan. Anak autism diklasifikasikan berdasarkan hasil

tes ini menjadi autisme dengan keterbelakangan mental sedang

dan berat dimana IQ dibawah 50. Prevalensi 60% dari anak

autistic. Autis dengan keterbelakangan mental ringan, yaitu

(IQ 50-70) Prevalensi 20% dari anak autis. Autis yang tidak

memiliki dan mengalami keterbelakangan mental, yaitu

mereka yang memiliki inteligensi di atas 70, dengan prevalensi

20% dari anak autis.

3) Klasifikasi Autisme Berdasarkan Interaksi Sosial

Berdasarkan interaksi sosial, anak autis dapat dibagi menjadi 3

kelompok, yaitu:

a. Kelompok yang menyendiri, hal ini banyak terlihat

terhadap anak yang mengucilkan diri, acuh tak acuh

serta merasa kesal ketika diadakan pendekatan sosial,

kemudian juga menunjukkan perilaku dan perhatian

yang kurang friendly.

b. Kelompok yang pasif, mereka yang termasuk golongan

ini dapat menerima pendekatan sosial serta dapat

bermain dengan anak-anak lainnya dan jika pola

permainannya sesuai dengan dirinya.


c. Kelompok yang aktif tetapi memiliki keanehan, anak

dalam kelompok ini biasanya akan mendekati anak lain

secara spontan, tetapi interaksinya dana pa yang

dilakukannya tidak sesuai dan sering hanya dari dirinya

sendiri atau sepihak.

4) Klasifikasi Autisme Berdasarkan Prediksi Kemandirian

Dalam klasifikasi dan jenis kelompok ini, anak autis dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu dengan :

a. Prognosis buruk, yaitu yang tidak dapat mandiri (2/3

dari jumlah penyandang autis)

b. Prognosis sedang, dimana ada kemajuan dalam bidang

sosial dan pendidikan meski persoalan perilaku tetap

ada (1/4 dari penyandang total autis)

c. Prognosis baik, yaitu mereka yang memiliki kehidupan

sosial normal atau bisa dikatakan hamper normal dan

berfungsi dengan baik di lingkungan sekolah ataupun

di tempat kerja. Hal ini terdapat pada (1/10 dari seluruh

penyandang autis) ini bia dibilang autis mandiri.

B. Konsep Dasar Konflik Peran Orang Tua

1. Pengertian

Konflik peran atau role conflict adalah situasi yang terjadi pada

individu ketika dihadapkan pada pertentangan perilaku, pola pikir dan

nilai akibat adanya ekspektasi peran yang berlainan sehingga individu


mengalami kesulitan dalam melakukan suatu tindakan atau mengambil

keputusan.

Menurut Robbins dan Judge (2008), konflik peran merupakan

sebuah situasi dimana individu dihadapkan pada harapan peran (role

expectation) yang berbeda. Menurut Yustrianthe dalam (Robbins,

2008), konflik peran terjadi ketika seorang berada pada situasi tekanan

untuk melakukan tugas yang berbeda dan tidak konsisten dalam waktu

yang bersamaan.

Konflik keluarga adalah pertentangan yang terjadi di antara

anggota-anggota keluarga (suami-istri,orang tua-anak, anak-anak, antar

generasi) dengan saling menyerang baik melalui kata-kata (sinis

dansarkasme), bahasa tubuh (gesture), serangan fisik maupun

psikologis, yang mengakibatkan ketegangan, perilakusaling diam,

permusuhan, dan bahkan tercerai berainya keluarga. Slocum and

Hellriegel (2007:248) (Konflik mengacu pada satu proses dimana satu

pihak (orang ataukelompok) merasakan tujuannya sedang ditentang

atau secara negatif dipengaruhi oleh pihak lain) Konfliksebenarnya

menjadi fungsional dan dapat pula menjadi disfungsional. Konflik

semata-mata bisa memperbaikidan memperburuk prestasi individu

maupun organisasi tergantung dari pengelolaan konflik tersebut.

Konflik diartikan sebagai proses pertentangan yang

diekspresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung

mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi

konflik yang mengeluarkan keluaran konflik. (Wirawan, 2009)


2. Macam-macam konflik peran

Macam-macam bentuk konflik menurut Ralf Dahrendorf dalam (Maria

H, 2015), yaitu :

1) Konflik dalam peran

2) Konflik antar kelompok social

3) Konflik antar Kelompok yang terorganisir dan kelompok yang

tidak terorganisir

4) Konflik antar satuan nasional

5) Konflik antar agama

3. Faktor pemicu terjadinya konflik

a. Perbedaan antar anggota masyarakat

b. Perbedaan pola kebudayaan

c. Perbedaan status sosial

d. Perbedaan kepentingan antar-anggota masyarakat baik secara

pribadi maupun kelompok.

e. Terjadi perubahan sosial. ( Abu Ahmadi dalam Soekanto 2009)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran

Menurut Marretih (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi konflik

peran adalah sebagai berikut:

1) Time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk

bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga.


2) Family size and support, semakin banyak anggota keluarga

maka semakin banyak konflik, dan semakin banyak dukungan

keluarga maka semakin sedikit konflik.

3) Kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik

yang dirasakan semakin sedikit.

4) Marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa perempuan

bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap

pernikahannya.

5) Size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan

mungkin saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Pengkajian

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang

kompleks dengan menggunakan pendekatan yang sistematis untuk

bekerja sama dengan keluarga dan individu-individu sebagai anggota

keluarga. Tahapan dari proses keperawatan keluarga meliputi

pengkajian, perumusan diagnose keperawatan, penyusunan

perencanaan, perencanaan asuhan dan penelitian ( Jhonson dan Leny,

2010 ).

Pengkajian pada asuhan keperawatan keluarga adalah tahapan

seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus-menerus

terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Secara garis besar data

dasar yang dipergunakan mengkaji status keluarga adalah struktur dan


karakteristik keluarga, sosial, ekonomi, budaya keluarga, faktor

lingkungan, riwayat kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga

( Mubarak 2012, P: 95 )

Pada pasien dengan Konflik peran orang tua didapatkan data

subyektif yang meliputi pernyataan perasaan kekhwatiran kehilangan

kendali terhadap suatu yang berhubungan dengan anak, ansietas,

ketautan, kemudian orang tua mengungkapkan adanya suatu

kekhawatiran terhadap suatu perubahan dalam peran menjadi orang

tua, tidak cukup kuat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak,

mengungkapkan secara verbal rasa frustasi dan bersalah. Data obyektif

yang di tunjukan pada konflik peran yakni meliputi memperlihatkan

gangguan perawatan, enggan beraktivitas yang berkaitan dengan

aktivitas perawatan yang biasa dilakukan meskipun sudah adanya

dukungan, hal ini dikemukakan oleh Wilkson & Ahern (2012).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan masalah klien

yang terdiri atas judul diagnosis dengan etiologi hubungan kausal

antaramasalah dan faktor yang berhubungan atau faktor resiko

(Setiawan,2016).

Diagnosa keperawatan keluarga yang dapat muncul pada anak dengan

autis salah satunya adalah konflik peran orang tua.

Menurut Herdman, T. Heather (2015, P: 318) Konflik Peran

Orang Tua adalah pengalaman kebingungan peran orang tua dan

konflik dalam berespons terhadap krisis.


Menurut Herdman, T. Heather (2015, P: 318) Konflik Peran

Orang Tua mempunyai beberapa batasan karakteristik yaitu ansietas,

enggan berpartisipasi di dalam aktivitas pengasuhan yang biasa

dilakukan, frustasi, gangguan rutinitas pengasuhan, ketakutan, merasa

kehilangan control terhadap keputusan yang berkaitan dengan anak,

merasa tidak adekuat memenuhi kebutuhan anak, prihatin tentang

keluarga, prihatin tentang perubahan pada peran orang tua, dan rasa

bersalah. Faktor yang berhubungan dengan Konflik Peran Orang Tua

menurut Herdman, T. Heather (2015, P: 318) yaitu gangguan

kehidupan keluarga akibat regimen perawatan di rumah, perawatan

anak dengan kebutuhan khusus di rumah, perpisahan dari anak karena

penyakit kronik, perubahan pada status perkawinan, tertekan karena

modalitas invasive, tertekan karena modalitas restriktif, dan tinggal

dalam lingkungan non-tradisional.

3. Perencanaan Keperawatan Keluarga

Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan

tujuan, mencakup tujuan umum dan khusus, rencana intervensi serta

dilengkapi dengan rencana evaluasi yang memuat kriteria dan standar.

Tujuan dirumuskan secara spesifik, dapat diukur (marusable), dapat

dicapai (achivable), rasional dan menunjukkan waktu (SMART).

Intervensi keperawatan keluarga di klasifikasikan menjadi

intervensi yang mengarah pada aspek kognitif, efektif, dan psikomotor

(perilaku). Semua intervensi baik berupa pendidikan kesehatan, terapi

modalitas ataupun terapi komplementer pada akhirnya ditujukan untuk


meningkatkan kemampuan keluarga melakukan lima tugas keluarga

dalam kesehatan (Padila 2013).

NOC dan NIC Konflik Peran Orang Tua diantaranya yaitu :

NOC : Status Kesehatan Keluarga (2606)

Tabel 2.1
Indikator Status Kesehatan Keluarga

INDIKATOR AWAL TUJUAN AKHIR


1. Kesehatan mental anggota 1 5
keluarga
2. Pekerjaan Orang Tua 1 5
3. Sumber finansial 1 5
4. Kehadiran anggota keluarga 1 5
disekolah
5. Akses ke perawatan 1 5
kesehatan

Keterangan :
1 : Sangat Terganggu
2 : Banyak Terganggu
3 : Cukup Terganggu
4 : Sedikit Terganggu
5 : Tidak Terganggu

NOC: Kinerja Pengasuhan Anak Usia pertengahan (2905)

Tabel 2.2
Indikator Kinerja Pengasuhan : Anak Usia Pertengahan

INDIKATOR AWAL TUJUAN AKHIR


1. Berpartisipasi dalam kegiatan 1 5
diwaktu luang
2. Bekerja sama untuk mencapai 1 5
tujuan keluarga
3. Berbagi masalah bersama- 1 5
sama
4. Memecahkan masalah 1 5
bersama-sama 1 5
5. Memantau lingkungan belajar
di sekolah

Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan

NOC: Kinerja Pengasuhan : Anak Usia Pertengahan (2905)

Tabel 2.3
Indikator Kinerja Pengasuhan : Anak Usia Pertengahan

INDIKATOR AWAL TUJUAN AKHIR


1. Melindungi dari kekerasan 1 5
2. Mencegah terpapar dari 1 5
kekerasan
3. Membantu anak mengatasi stress 1 5
4. Menerima orientasi seksual anak 1 5

Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan

NOC :Fungsi Keluarga (2602)

Tabel 2.4
Indikator Fungsi Keluarga
INDIKATOR AWAL TUJUAN AKHIR
1. Menciptakan lingkungan 1 5
dimana anggota keluarga
secara terbuka dapat
mengungkapkan perasaan
2. Anggota keluarga bisa saling 1 5
mendukung
3. Anggota keluarga dapat 1 5
membantu satu sama lain 1 5
4. Menerima keanekaragaman di 1 5
antara anggota keluarga
5. Melibatkan anggota keluarga
dalam pemecahan masalah

Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan

NOC : Resolusi Rasa Bersalah (1310)

Tabel 2.5
Indikator Resolusi Rasa Bersalah

INDIKATOR AWAL TUJUAN AKHIR


Menggunakan sumber-sumber dukungan 1 5
social
Mengikuti tindakan yang 1 5
direkomendasikan
Menceritakan tindakan ke tenaga 1 5
kesehatan

Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Secara konsisten menunjukkan
NIC Peningkatan Peran (5370)
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi bermacam peran dan

siklus kehidupan

2) Bantu pasien mengidentifikasi perilaku-perilaku yang

diperlukan untuk mengembangkan peran

3) Ajarkan perilaku-perilaku baru yang diperlukan oleh

pasien/orang tua untuk dapat memenuhi peranannya

4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang biasanya

dalam keluarga

5) Fasilitasi diskusi mengenai bagaimana adaptasi peran keluarga

untuk dapat mengkompensasi peran anggota keluarga yang

sakit

NIC : Dukungan Pengambilan Keputusan (5250)

1) Bantu klien untuk mengidentifikasi keuntungan dan kerugian

dari setiap pilihan

2) Hormati hak-hak klien untuk menerima atau tidak menerima

informasi

3) Berikan informasi sesuai permintaan klien

4) Bantu klien menjelaskan keputusan pada orang lain, sesuai

dengan kebutuhan

5) Fasilitasi pengambilan keputusam


NIC : Pengajaran : Prosedur/Perawatan (561)

1) Informasikan pada klien dan orang terdekat mengenai siapa

yang akan melakukan tindakan

2) Kaji pengalaman klien sebelumnya dan tingkat pengetahuan

klien terkait dengan tindakan yang akan dilakukan

3) Kaji harapan klien mengenai tindakan yang dilakukan

4) Libatkan keluarga atau orang terdekat jika memungkinkan

5) Berikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya ataupun

mendiskusikan perasaannya

6) Tekankan kerahasiaan pasien pada tim yang terlibat dengan

tepat

NIC : Peningkatan Integritas Keluarga (7100)

1) Sediakan privasi bagi keluarga

2) Hargai privasi dari setiap individu anggota keluarga

3) Fasilitasi kunjungan keluarga

4) Fasilitasi komunikasi yang terbuka antar anggota keluarga

NIC : Peningkatan Pengasuhan (8300)


1) Sediakan pamflet atau bahan lain untuk mengembangkan

tentang pengasuhan

2) Bantu orang tua dalam mengembangkan, memelihara, dan

menggunakan sistem social

3) Rujuk pada sumber daya yang ada pada masyarakat, yang

sesuai

4. Implementasi

Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi

rencana intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber di dalam keluarga

dan memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga

dididikuntuk dapat menilai potensi yang dimiliki mereka

danmengembangkannya melalui implementasi yang bersifat

memampukankeluarga untuk mengenal masalah kesehatannya, mengambil

keputusanberkaitan dengan persoalan kesehatan yang dihadapi, merawat

dan membina anggota keluarga sesuai kondisi kesehatannya, memodifikasi

lingkungan yang sehat bagi setiap anggota keluarga, serta memanfaatkan

sarana pelayanan kesehatan terdekat

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan keluarga adalah proses untuk menilai

keberhasilan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatannya sehingga


memiliki produktivitas yang tinggi dalam mengembankan setiap anggota

keluarga. Sebagai komponen kelima dalam proses keperawatan, evaluasi

adalah tahap yang menetukan apakah tujuan yang telah ditetapkan dalam

perencanaan sudah tercapai. Bentuk rumusan tujuan yang ditetapkan akan

menentukan mudah atau sulitnya dalam melaksanakan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai