Di zaman sekarang, autisme nampaknya sudah bukan lagi suatu hal yang asing kita
dengar. Anak autis mengalami gangguan perkembangan yang kompleks sehingga mereka
juga disebut mengalami gangguan pervasif. Peeters (2004:4) mengartikan pervasif yaitu
menderita kerusakan jauh di dalam meliputi keseluruhan dirinya. Istilah pervasif juga
dilandasi oleh gangguan perkembangan yang diperlihatkan oleh anak autis.
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Autisme berasal dari kata ‘Auto’ yang artinya sendiri. Istilah ini dipakai
karena mereka yang mengidap gejala autisme sering memang terlihat seperti seorang
yang hidup sendiri. Mereka seolah-olah hidup di dunia sendiri dan terlepas dari
kontak sosial yang ada di sekitarnya.
B. Penyebab Autisme
1. Genetik
Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada
terjadinya autis. Menurut Nasional Institute of Health, keluarga yang memiliki
satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak
yang juga autis.
Penelitian pada anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis,
kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama. Secara umum
para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autis.
Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan
cara sel-sel otak berkomunikasi. Namun gejala autis baru bisa muncul jika terjadi
kombinasi banyak gen. Bisa saja autis tidak muncul, meski anak membawa gen
autis. Jadi terkadang memerlukan faktor lain.
2. Pestisida
2
pusat. Menurut Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida
berdampak pada mereka yang punya bakat autis.
3. Obat-obatan
4. Usia Orangtua
Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak
menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan,
perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme
dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.
5. Perkembangan Otak
6. Faktor Kelahiran
3
yang mati dan yang hidup biasanya akan mengalami kelainan otak yang
menyebabkan autisme.
7. Faktor Lingkungan
Bayi yang lahir sehat belum tentu tidak mengalami autisme. Faktor
lingkungan (eksternal) juga bisa menyebabkan bayi menderita autisme, seperti
lingkungan yang penuh tekanan dan tidak bersih. Lingkungan yang tidak bersih
dapat menyebabkan bayi alergi melalui ibu. Karena itu, hindari paparan sumber
alergi berupa asap rokok, debu atau makanan yang menyebabkan alergi.
C. Letak kerusakan
Letak kerusakan sistem syaraf pada anak autis ada pada beberapa posisi dianbtaranya
1. Cerebrum
b. Terjadi perluasan pada area midsagittal serta peningkatan volume otak dan
volume jaringan otak (Puven, et al., 1992)
c. Perluasan serabut kortikal kelabu dan putih pada usia 2-4 thn disertai
penurunan serabut kortikal putih pada usia 6-16 th (Courchesne et al., 2001)
d. Cortex Cerebral: Lapisan tipis pada substansi hemisfer serebri. Responsif pada
fungsi mental tinggi, motorik, dan perilaku.
2. Cerebellum
Anak autis mengalami permasalahan pada daerah otak kecil, hal ini
menyembabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau
membedakan target, overselektivitas, & kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Lobus
VI dan VII berukuran lebih kecil , area ini menghubungkan cerebellum dg cerebrum
terutama pada fungsi atensi dan stimulasi sensorik.
3. Sistem limbik
4. Neurotransmitter
D. Gejala Autisme
3. Tampilnya perilaku repetitif atau tampilnya interest yang sempit atau obsesif
pada suatu objek tertentu.
5
a. Perkembangan terhambat, terutama dalam kelakuan dasar hidup
bermasyarakat (misalnya : tersenyum dan berbicara).
c. Lesu dan tidak acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi
dengannya.
e. Mengerjakan sesuatu yang rutin tanpa dipikir dan berperangai buruk jika
dilarang akan membangkitkan kemarahan.
g. Memutar benda
6
j. Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal
7
E. Hambatan Autisme
b. Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah bicara, tetapi kemudian sirna.
d. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh
orang lain.
g. Bila senang meniru, dapat hapal betul kata-kata atau nyanyian tapi tidak mengerti
artinya.
h. Sebagian dari anak autis tidak bicara (non verbal) atau sedikit berbicara sampai usia
dewasa.
i. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan.
8
Anak-anak dengan Sindrom Asperger sering tidak memiliki keterampilan komunikasi
sosial untuk mempertahankan bahkan minim interaksi sosial komunikatif dalam salah
satu bidang berikut:
9
yang berkaitan peristiwa masa lalu, atau menceritakan kembali film, cerita,
dan acara TV dengan cara yang kohesif dan berurutan. Mereka mungkin
meninggalkan informasi penting relasional, serta rujukan, dan dapat
menggunakan banyak revisi, jeda dan atau pengulangan.
Contohnya : Seorang anak dengan Sindrom Asperger ini berhubungan akhir
pekan ke kelas. Anak dengan Sindrom Asperger yang berhubungan: “Kembali
melalui waktu, uhm, uhm, padaNenek saya, eh, itu (jeda) kembali melalui
waktu aku, aku, aku (jeda) Saya eh, lama lalu saya berada di Nenek saya
b. Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
10
e. Senang pada benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda, dan lain-
lain.
6. Gangguan emosi
Hambatan-hambatan di atas tidak semuanya ada pada anak autis. Hambatan dapat
beraneka ragam sehingga hambatan yang dimiliki seorang anak autis belum tentu
sama dengan anak autis lainnya. Itulah yang menyebabkan tidak ada anak autis yang
benar-benar sama dalam semua tingkah lakunya.
F. Penanganan
11
1. Membangun komunikasi dua arah yang aktif,
5. Meningkatkan kemampuan Bantu diri atau bina diri dan keterampilan lain.
Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menemukan program
intervensi dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok
penghalang interaksi sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain
melalui cara menunjuk jari, menggunakan gambar dan kadang bahasa isyarat serta
kata-kata. Program intervensi dini menawarkan pelayanan pendidikan dan
penanganan untuk anak-anak berusia dibawah 3 tahun yang telah didiagnosis
mengalami ketidakmampuan fisik atau kognitif.
Saat ini banyak penanganan yang bisa di terapkan pada anak dengan autisme
(Adriana S. Ginanjar), antara lain:
1. Penanganan Biomedis
2. Menidamentosa
Terapi ini dilakukan dalam ruang khusus dengan berbagai alat yang akan memberi
input sensorik, mendukung terjadinya respon adaptif, memperbaiki fungsi batang
otak dan thalamus.
4. Terapi ABA
Tujuan terapi adalah membentuk tingkah laku yang dapat diterima lingkungan dan
menghilangkan/ mengurangi tingkah laku bermasalah
12
5. Pendidikan Khusus
Beberapa terapi lain yang bisa dilakukan pada anak dengan autis antara lain:
DAFTAR PUSTAKA
Joko Yuwono, M.Pd. Memahami Anak Autis. November 2012. Jakarta Barat : Alfabeta
Nattaya Lakshita. Panduan Simpel Mendidik Anak Autis. 2012. Yogyakarta : Javalitera
13
14