Anda di halaman 1dari 22

PEMBAHASAN

A. Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau


keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosional, yang
berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya.
Tidak hanya itu, anak berkebutuhan khusus juga mencakup anak-anak yang
memiliki gangguan pemusatan perhatian, gangguan spektrum autisme, gangguan
kemampuan komunikasi, serta kesulitan belajar.
Perlu dipahami bahwa kondisi anak berkebutuhan khusus bukan penyakit yang
menular. Jadi interaksi dengan anak berkebutuhan khusus tidak akan membawa
dampak pada orang lain. Anak berkebutuhan khusus dapat tetap bersosialisasi
dalam masyarakat.
1. Anak Autisme

a. Definisi Autisme

Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan perkembangan pada anak.
Menurut Veskarisyanti (2008: 17) dalam bahasa Yunani dikenal kata autis,
“auto” berarti sendiri ditujukan pada seseorang ketika menunjukkan gajala hidup
dalam dunianya sendiri atau mempunyai dunia sendiri.
Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner
mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan
bahasa yang tertunda, echolalia, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain
repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk
mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang secara umum tampak di tiga
tahun pertama kehidupan anak. Gangguan ini berpengaruh pada komunikasi,
interaksi sosial, imajinasi dan sikap (Wright, 2007: 4).

b. Etiologi Autisme

Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan
hanyaterbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai
autismesemakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab
neurobiologistyang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini dapat
disebabkan oleh interaksifaktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif
selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh
negatif selama masa perkembangan otak,antara lain; penyakit infeksi yang
mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunanlogam berat dan zat kimia lain
baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan
imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan diusus (Suriviana,
2005).Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme dapat
disebabkan karena beberapa hal antara lain:
1) Genetis abnormalitas genetic dapat menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel-selsaraf dan sel otak.
2) Keracunan logam seperti mercury yang banyak terdapat dalam vaksin
imunisasi atau pada makanan yang dikomsumsi yang sedang ibu hamil,
misalnya ikan dengankandungan logam berat yang tinggi sehingga para
peneliti membuktikan bahwadidalam tubuh anak atisme terkandung timah
hitam dan mercury dalam kadar yangrelative tinggi.
3) Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan
dalam pertumbuhan otak tidak diserap oleh tubuh, ini terjadi karena
adanya jamur dalamlambung dan juga nutrisi tidak terpenuhi karena factor
ekonomi.
4) Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan
tubuhnya sendiri. imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri
penyakit, sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh
tubuh penderita itu sendiri yang justru kebal terhadap zat-zat penting
dalam tubuh dan menghancurkannya.

c. Faktor Resiko

Faktor-faktor yang jadi pemicu autisme adalah:

1) Jenis kelamin. Anak laki-laki memiliki risiko hingga 4 kali lebih


tinggi mengalami autisme dibandingkan dengan anak perempuan.
2) Faktor keturunan. Orang tua yang mengidap autisme berisiko
memiliki anak dengan kelainan yang sama.

3) Penularan selama dalam kandungan. Contohnya, efek samping


terhadap minuman beralkohol atau obat-obatan (terutama obat
epilepsi untuk ibu hamil) selama dalam kandungan.

4) Pengaruh gangguan lainnya, seperti sindrom Down, distrofi otot,


neurofibromatosis, sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral
palsy) serta sindrom Rett.

5) Kelahiran prematur, khususnya bayi yang lahir pada masa


kehamilan 26 minggu atau kurang.

d. Manifestasi Klinis Autisme

Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama
mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat
perkembanganya yakni yang terdapat pada penderita autism dengan membedakan
usiaanak. Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan harus diwaspadai:
1) Usia 0-6 bulan
a. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b. Terlalu sensitive, cepat terganggu/terusik
c. Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu d.)
d. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
e. Perkembangan motorik kasar/halus sering
tampak normal
2) Usia 6-12 bulan
a. Bayi tampak terlalu tenang

b. Terlalu sensitive

c. Sulit di gendong
d. Tidak ditemukan senyum social

e. Menggigit tangan dan badan orang lain


secara berlebihan

3) Usia 1-2 tahun


a. Kaku bila di gendong

b. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da)

c. Tidak mengeluarkan kata


d. Tidak tertarik pada boneka

e. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan


motorik kasar dan halus
4) Usia 2-3 tahun

a. Tidak bias bicara

b. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman sebaya)


c. Hiperaktif

d. Kontak mata kurang

5) Usia 3-5
tahun:
a. Sering didapatkan ekolalia (membeo)

b. Mengeluarkan suara yang aneh(nada tinggi ataupun datar)

c. Marah bila rutinitas yang seharus berubah.


d. Menyakiti diri sendiri (membentur kepala)
Gejala autisme digolongkan dalam dua kategori yaitu:
1. Kategori Pertama: Katergori ini merujuk pada penyandang autisme
dengan gangguan dalam melakukan interaksi sosial dan
berkomunikasi. Gejala ini dapat meliputi masalah kepekaan terhadap
lingkungan sosial dan gangguan penggunaan bahasa verbal maupun
nonverbal
2. Kategori Kedua: Penyandang austime dengan gangguan yang meliputi
pola pikir, minat, dan perilaku berulang yang kaku. Contoh gerakan
berulang, misalnya mengetuk-ngetuk atau meremas tangan, serta
merasa kesal saat rutinitas tersebut terganggu.
e. Diagnosis Autisme

Tidak ada tes khusus yang bisa mendiagnosis autisme. Sebagai gantinya,
dokter biasanya akan mendiagnosis berdasarkan laporan perilaku dan
pengamatan.

f. Pemeriksaan Penunjang Autisme

1. Neutrologis

2. Test neupsikologis

3. Test pendengaran

4. MRI (Magnetic resonance imaging)

5. EEG (elektro encepalogram)

6. Pemeriksaan darah

7. Pemeriksaan urine.

g. Penatalaksanaan Autisme

1. Terapi wicara

Membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantuanak


berbicara yang lebih baik.
2. Terapi okupasi
Untuk melatih motorik halus anak
3. Terapi perilaku
Anak autis sringkali merasa frustasi. Teman-temannya sringkalitidak
memahami mereka. mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan.
Maka tak heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilakuterlatih untuk mencari latarbelakang dari perilaku negative
tersebut dan mencarisolusinya dengan merekomendasikan perubahan
lingkungan dan rutin anaktersebut untuk memperbaiki perilakunya.
4. Terapi Perilaku dan Komunikasi
Terapi ini dilakukan dengan memberikan sejumlah pengajaran pada
pengidap, termasuk kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal maupun
nonverbal.
5. Terapi Keluarga
Terapi ini ditujukan untuk orang tua dan keluarga pengidap autisme.
Tujuannya adalah agar keluarga bisa belajar bagaimana cara berinteraksi
dengan pengidap dan juga mengajarkan pengidap berbicara dan
berperilaku normal.

2. Anak Sindrom Down

a. Definisi Sindrom Down

Sindrom down merupakan cacat bawaan yg disebabkan adanya kelebihan


kromosom pada kromosom 21 sehingga menyebabkan perubahan perkembangan
otak yang sudah tertata sebelumnya, keterbelakangan mental (retardasi mental).
Selain itu, kelainan tersebut dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan
fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit jantung, bahkan kanker darah/leukemia.
Sindrom down ini juga disebut Trisomi 21, Mongolisme. Kelebihan kromosom
ini terjadi akibat kegagalan kromosom x yang tidak memisahkan diri selama
pembelahan meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom
Down ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada th1866.
Diperkirakan 20% anak dengan down syndrome dilahirkan oleh ibu yang
berusia diatas 35 tahun. Down Syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wikipedia
indonesia).

b. Prevalensi Sindrom Down

Insiden kejadian anak sindrom down diperkirakan 1 di antara 800-1000 kelahiran.


Frekuensi kejadian anak sindrom down di Indonesia adalah 1 dalam 600 kelahiran
hidup. Di seluruh dunia, prevalensi keseluruhan adalah 10 anak sindrom down per
10.000 kelahiran hidup, meskipun dalam tahun terakhir angka ini telah
meningkat.
Usia ibu saat hamil memengaruhi risiko melahirkan anak dengan sindrom down.
Semakin meningkat usia ibu saat kehamilan, semakin besar risiko melahirkan
anak dengan sindrom down. Pada saat usia ibu 20-24 tahun, risiko kejadian
sindrom down yaitu 1:1490, usia 40 tahun sekitar 1:106, dan pada usia 49 tahun
sekitar 1:11 kelahiran. Walaupun demikian, sekitar 80% anak dengan SD lahir
dari ibu yang berusia kurang dari 35 tahun karena usia tersebut merupakan
kelompok usia subur (Stewart KB, 2007).

c. Prognosis Sindrom Down

44% syndrom down hidup sampai 60 th dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun.
Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yg
m'akibatkan 80% kematian. Meningkatnya risiko terkena leukemia pada
syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yg lebih
dini akan menurunkan UHH setelah umur 44 tahun.
d. Patofisiologi Sindrom Down

Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) dimana kromosom


nomor 21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan penyakit down
syndrome memiliki 47 kromosom karena kromosom nomor 21 berjumlah 3 buah.
Kelebihan 1 kromosom (nomor 21) atau dalam bahasa medisnya disebut trisomi-
21 ini terjadi akibat kegagalan sepasang kromosom 21 untuk saling memisahkan
diri saat terjadi pembelahan sel. Pada meiosis, beberapa pasang kromosom
membelah diri dan berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut
disjungsi. Namun, kadang-kadang salah satu pasang tidak membelah, dan
seluruhnya pergi ke satu daerah. Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang
dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain akan memiliki
22 kromosom. Peristiwa kecelakaan ini disebut dengan nondisjunction dan dapat
terjadi pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada meiosis I. Pada sindrom
down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa ini, satu sel mempunyai
dua kromosom 21, bukan satu sehingga sel telur yang dibuahi akan memiliki
tiga kromosom 21. Trisomi-21 menyebabkan fisik penderita down syndrome
tampak berbeda dengan orang-orang umumnya. Selain ciri khas pada wajah,
mereka juga mempunyai tangan yang lebih kecil, jari-jari pendek dan
kelingking bengkok.

e. Klasifikasi Sindrom Down

Berdasarkan kelainan struktur dan jumlah kromosom, Sindrom Down terbagi


menjadi 3 jenis, yaitu:
1.) Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada
penderita Sindrom Down, di mana terdapat tambahan kromosom pada
kromosom 21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari
semua penderita Sindrom Down.
2.) Translokasi adalah suatu keadaan di mana tambahan kromosom 21
melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom
yang lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13,
14, 15, dan 22. Ini terjadi sekitar 3-4% dari seluruh penderita Sindrom
Down. Pada beberapa kasus, translokasi Sindrom Down ini dapat
diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari
translokasi ini hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi
21.Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, di mana
hanya beberapa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi
21). Bayi yang lahir dengan Sindrom Down mosaik akan memiliki
gambaran klinis dan masalah kesehatan yang lebih ringan dibandingkan
bayi yang lahir dengan Sindrom Down trisomi 21 klasik dan translokasi.
Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-4% dari penderita Sindrom
Down

f. Etiologi Sindrom Down

Sindrom Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23


kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-
pasangan hingga berjumlah 46. Pada penderita Sindrom Down, kromosom 21
tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga total menjadi 47 kromosom. Hall
menuliskan bahwa Sindrom Down disebabkan oleh adanya kromosom ekstra pada
pasangan kromosom ke 21, yang dapat mengambil bentuk salah satu di antara 4
pola, antara lain:
1.) Trisomi 21 (47, XX, +21) merupakan bentuk Sindrom Down yang
paling umum, meliputi 95% dari semua kasus, yang disebabkan oleh
kesalahan dalam pembelahan sel sehingga terdapat 3 buah kromosom 21
pada seluruh sel tubuh. Tipe ini sebenarnya tidak diwariskan walaupun
peluang untuk mendapat anak lain dengan Sindrom Down meningkat
menjadi 1 banding 100 pada populasi umum
2.) Translokasi Robertsonian atau Sindrom Down familial, meliputi 3- 4%
dari seluruh kasus, di mana lengan panjang kromosom 21 menempel pada
kromosom lain, biasanya kromosom 14 (45, XX, t(14;21q)), atau pada
kromosom 21 sendiri dan disebut iso kromosom (45, XX, t(21q,21q)).
Pada tipe ini salah satu dari orang tua akan membawa materi kromosom
dengan urutan yang tidak lazim sehingga diperlukan konseling genetic
3.) Mosaik (46, XX atau 47, XX+21) merupakan bentuk yang jarang di
mana hanya terjadi sekitar 1-2% saja. Pada bentuk ini, terdapat sel yang
mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak. Semakin sedikit sel
yang terpengaruh, semakin kecil derajat gangguan yang ditimbulkan
4.) Duplikasi bagian dari kromosom 21 (46, XX, dup(21q))
merupakan bentuk yang sangat jarang. Duplikasi ini akan menyebabkan
bertambahnya gen pada kromosom 21

g. Faktor Resiko Sindrom Down

Pada Sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya pada saat meiosis pada
waktu pembentukan gamet, tetapi juga saat mitosis awal dalam perkembangan
zigot. Oosit primer yang perkembangannya terhenti pada saat profase meiosis I,
tidak berubah pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi. Di antara waktu tersebut,
oosit mengalami non- disjunction. Pada Sindrom Down, meiosis I menghasilkan
ovum yang mengandung 21 autosom dan apabila dibuahi oleh spermatozoa
normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21.
Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1.) Faktor Genetik
Bersifat menurun. Hal ini dibuktikan dengan penelitian epidemiologi
pada kelurga yang memiliki riwayat sindrom down akan terjadi
peningkatan resiko pada keturunannya.
2.) Infeksi virus.
Rubela merupakan salah satu jenis infeksi virus tersering pada prenatal
yang bersifat teratogen lingkungan yang dapat memengaruhi
embriogenesis dan mutasi gen sehingga menyebabkan perubahan jumlah
maupun struktur kromosom.
3.) Radiasi
Radiasi merupakan salah satu penyebab dari nondisjunctinal pada Sindrom
Down. Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan Sindrom Down
pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi.
Kecelakaan reaktor atom Chernobyl pada tahun 1986 dikatakan
merupakan penyebab beberapa kejadian Sindrom Down di Berlin.
4.) Faktor Lingkungan
Faktor risiko yang paling umum dan seringnya menyebabkan bayi lahir
dengan Sindrom Down adalah paparan bahan kimia, dan zat yang diterima
dari lingkungan sehari-hari selama masa kehamilan. Rokok merupakan zat
yang dapat memengaruhi pembentukan kromosom bayi sejak dalam
kandungan. Ibu yang merokok memiliki rantai kromosom yang lebih
pendek dari pada normalnya. Selain meningkatkan risiko mengandung
bayi Sindrom Down, merokok saat hamil juga dapat menyebabkan bayi
lahir dengan kelainan jantung dan otak.
5.) Kekurangan Asam Folat
Kekurangan asam folat Beberapa ahli berpendapat bahwa Sindrom ini
dapat dipicu oleh kerja metabolisme tubuh yang kurang optimal untuk
memecah asam folat. Penurunan metabolisme asam folat bisa berpengaruh
terhadap pengaturan epigenetik untuk membentuk kromosom
6.) Autoimun
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang nerkaitan dengan tiroid.
Penelitian Fialkaw 1966, secara konsisten mendapatkan perbedaan
autoantibodi tiroid padaibu yang melahirkan anak dengan Sindrom
Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
7.) Penuaan sel telur.
Peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur. Pada saat
wanita memasuki usia tua, kondisi sel telur tersebut terkadang menjadi
kurang baik, sehingga pada saat dibuahi oleh spermatozoa, sel benih ini
mengalami pembelahan yang salah. Proses selanjutnya disebabkan oleh
keterlambatan pembuahan akibat penurunan frekuensi bersenggama pada
pasangan tua. Faktor selanjutnya disebabkan oleh penuaan sel
spermatozoa laki-laki dan gangguan pematangan sel sperma itu sendiri di
dalam epididimis yang akan berefek pada gangguan motilitas sel sperma
itu sendiri juga dapat berperan dalam efek ekstra kromosom 21 yang
berasal dari ayah.
8.) Usia ibu.
Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi
dengan Sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda (kurang dari
35 tahun). Angka kejadian Sindrom Down dengan usia ibu 35 tahun,
sebesar 1 dalam 400 kelahiran. Sedangkan ibu dengan umur kurang dari
30 tahun, sebesar kurang dari 1 dalam 1000 kelahiran. Perubahan endokrin
seperti peningkatan sekresi androgen, penurunan kadar
hidroepiandrosteron, penurunan konsentrasi estradiol sistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormon, peningkatan hormon LH (Luteinizing
Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone) secara mendadak
pada saat sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya nondisjunction
9.) Usia ayah
Penelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 – 30% kasus penambahan
kromosom 21 bersumber dari ayah, tetapi korelasi tidak setinggi dengan
faktor dari ibu. Selain nondisjunction, penyebab lain dari Sindrom Down
adalah anaphase lag, yaitu kegagalan dari kromosom atau kromatid untuk
bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada pembelahan
sel, sebagai akibat dari terlambatnya perpindahan atau pergerakan
selama anafase. Kromosom yang tidak masuk ke nukleus sel anak akan
menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis

h. Manifestasi Klinis Sindrom Down

Anak Sindrom Down dapat dikenali dari karakteristik fisiknya. Beberapa


karakteristik fisik khusus, meliputi:
1.) memiliki wajah yang khas, yaitu anak yang satu sangat mirip dengan
yang lainnya.
2.) Kemampuan berfikir dapat digolongkan idiot embicil.

3.) Bibir tebal dan lidah besar, kasar bercelah-celah (Scrotal tongue).

4.) Bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan orang
normal (microchephaly) dengan area datar di bagian tengkuk.

5.) Ubun-ubun berukuran lebih besar dan menutup lebih lambat (rata-
rata usia 2 tahun).
6.) Bentuk mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds).
7.) Bentuk mulut yang kecil dengan lidah besar (macroglossia) sehingga
tampak menonjol keluar.
8.) Saluran telinga bisa lebih kecil sehingga mudah buntu dan dapat
menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak diterapi.
9.) Garis telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian

crease)

10.) Penurunan tonus otot (hypotonia)

11.) Jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), cuping hidung dan
jalan napas lebih kecil sehingga anak Sindrom Down mudah mengalami
hidung buntu.
12.) Tubuh pendek. Kebanyakan orang dengan Sindrom Down tidak
mencapai tinggi dewasa rata-rata.
13.) Telapak tangan tampak tidak normal, yaitu terdapat satu garis besar
melintang (simian crease).
14.) Kelainan jantung bawaan sering ditemukan.

15.) Dagu kecil (micrognatia)

16.) Gigi geligi kecil (microdontia), muncul lebih lambat dalam urutan yang tidak
sebagaimana mestinya.
17.) spot putih di iris mata (Brushfield spots)

i. Komplikasi Sindrom Down

Anak yang mengalami sindrom down dapat mengalami komplikasi, antara lain:
1. Anak Sindrom Down lebih mudah terkena infeksi dibandingkan anak normal.
Adanya kelainan sistem pertahanan tubuh (imunitas) berkaitan dengan Sindrom
Down dihubungkan dengan proses metabolik atau kekurangan nutrisi yang akan
menjadi faktor predisposisi pencetus infeksi. Faktor lain yang berpengaruh di
antaranya kelainan struktur anatomi (misalnya saluran telinga sempit) dan
kembalinya isi perut ke mulut dapat berperan dalam peningkatan kejadian infeksi
saluran napas atas. Oleh sebab itu, anak dengan Sindrom Down tetap
memerlukan imunisasi tepat waktu sesuai jadwal seperti anak pada umumnya
untuk memperkuat sistem kekebalan di dalam tubuh
2. Masalah jantung, seperti penyakit jantung bawaan sering ditemukan
3. Gangguan hormon tiroid adalah gangguan hormon yang paling sering
dijumpai pada Sindrom Down sehingga kejadian penyakit tiroid meningkat pada
penderita anak sindrom down. Anak dengan Sindrom Down memiliki angka
kejadian tinggi untuk mengalami kelainan perkembangan seksual dan
keterlambatan pubertas di kedua jenis kelamin. Pada perempuan, dilaporkan
kelainan meliputi kekurangan gonad yang ditandai dengan terlambatnya
menstruasi pertama. Sedangkan ada laki-laki meliputi genitalia ambigu,
kriptorkismus (testis yang tidak turun), micropenis (ukuran penis kecil testis
kecil dan sperma hidup yang rendah serta pertumbuhan rambut ketiak dan janggut
yang sedikit
4. Masalah kelainan darah, seperti leukimia (penyakit dimana sel darah putih
melipat ganda tanpa terkendalikan). Leukemia yang lebih sering dijumpai pada
anak dengan sindrom down berusia kurang dari 3 tahun adalah tipe nonlimfositik
(leukemia mielositik akut/LMA).
5. Anak dengan Sindrom Down akan mengalami beberapa gejala saluran cerna
dari waktu ke waktu seperti muntah, diare, sulit buang air besar (konstipasi), nyeri
perut, dan ketidaknyamanan yang dapat hilang dengan intervensi minimal atau
bahkan tanpa terapi. Adanya penyempitan saluran cerna dan gangguan
pembentukan sebagian saluran cerna dapat menyebabkan sumbatan di usus. Salah
satu kelainan saluran cerna yang sering dijumpai pada anak Sindrom Down
dibanding anak sehat adalah penyakit Hirschsprung.
6. Pasien Sindrom Down memiliki risiko lebih besar untuk menderita penyakit
Alzheim0er’s (p0enyakit kemunduran susunan syaraf pusat)

j. Prevalensi Sindrom Down

Insiden kejadian anak sindrom down diperkirakan 1 di antara 800-1000


kelahiran. Frekuensi kejadian anak sindrom down di Indonesia adalah 1 dalam
600 kelahiran hidup. Di seluruh dunia, prevalensi keseluruhan adalah 10 anak
sindrom down per 10.000 kelahiran hidup, meskipun dalam tahun terakhir angka
ini telah meningkat. Usia ibu saat hamil memengaruhi risiko melahirkan anak
dengan sindrom down. Semakin meningkat usia ibu saat kehamilan, semakin
besar risiko melahirkan anak dengan sindrom down. Pada saat usia ibu 20-24
tahun, risiko kejadian sindrom down yaitu 1:1490, usia 40 tahun sekitar 1:106,
dan pada usia 49 tahun sekitar 1:11 kelahiran. Walaupun demikian, sekitar 80%
anak dengan SD lahir dari ibu yang berusia kurang dari 35 tahun karena usia
tersebut merupakan kelompok usia subur (Stewart KB, 2007).
k. Prognosis Sindrom Down

44% syndrom down hidup sampai 60 th dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun.
Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yg
m'akibatkan 80% kematian. Meningkatnya risiko terkena leukemia pada syndrom
down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yg lebih dini akan
menurunkan UHH setelah umur 44 tahun.

l. Patofisiologi Sindrom Down

Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) dimana kromosom nomor
21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan penyakit down syndrome
memiliki 47 kromosom karena kromosom nomor 21 berjumlah 3 buah. Kelebihan
1 kromosom (nomor 21) atau dalam bahasa medisnya disebut trisomi-21 ini
terjadi akibat kegagalan sepasang kromosom 21 untuk saling memisahkan diri
saat terjadi pembelahan sel. Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah
diri dan berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi.
Namun, kadang-kadang salah satu pasang tidak membelah, dan seluruhnya pergi
ke satu daerah. Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan
0 0
memiliki 24 kromosom dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Peristiwa
kecelakaan ini disebut dengan nondisjunction dan dapat terjadi pada meiosis I
atau II (lebih sering terjadi pada meiosis I. Pada sindrom down, 95% dari semua
kasus disebabkan oleh peristiwa ini, satu sel mempunyai dua kromosom 21,
bukan satu sehingga sel telur yang dibuahi akan memiliki tiga kromosom
21. Trisomi-21 menyebabkan fisik penderita down syndrome tampak berbeda
dengan orang-orang umumnya. Selain ciri khas pada wajah, mereka juga
mempunyai tangan yang lebih kecil, jari-jari pendek dan kelingking bengkok.

Diagnosis Sindrom Down

1.) Diagnosis Prenatal

Diagnosis definitif ini membutuhkan pemeriksaan kromosom secara


invasif, yaitu:
a) Pemeriksaan amniosintesis pada trimester II (minggu ke 14-20
kehamilan). Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil
sampel air ketuban yang kemudian diuji untuk menganalisis
kromosom janin.

b) Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil sampel sel dari


plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat kromosom
janin. Teknik ini dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan
hingga empat belas

c) Pemeriksaan USG pada minggu gestasional ke 14 sampai 24.


Peningkatan translusensi leher janin mengindikasikan peningkatan
risiko dari Sindrom Down
2. ) Diagnosis Postnatal

a) Diagnosis dengan pemeriksaan kariotipe genetik dengan cara


komosom dari sel-sel tubuh (biasanya dari sel darah putih)
dihitung jumlahnya apakah normal atau tidak, dan struktur
kromosom dilihat apakah ada delesi atau duplikasi.

b) Pemeriksaan fisik penderita. Seringkali tanda awal yang dapat


dijumpai pada neonatus dengan sindrom down adalah hipotoni.
Gambaran khas lainnya adalah brakisefal, fisura palpebra yang
oblik, jarak antara jari kaki ke-1 dan ke-2 yang agak jauh,
jaringan kulit yang longgar di belakang leher, hiperfleksibilitas,
low set ears, protrusi lidah, depressed nasal bridge, lipatan
epikantus, bercak Brushfield (titik-titik kecil pada pupil yang
letaknya tidak beraturan dan berwarna kontras), jari ke-5 yang
pendek dan melengkung, simian crease, dan didapatkan tanda-
tanda penyakit jantung bawaan

c) Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)


dengan pengambilan darah pasien diambil dari darah
vena/kapiler berheparin. Kemudian dilihat di bawah mikroskop
untuk dinilai apakah ada kelainan kromosom atau tidak
Penatalaksanaan Sindrom Down

1) Terapi Fisik
Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah perawatan dengan terapi
fisik , termasuk aktivitas dan latihan. Terapi ini dapat

membantu membangun keterampilan motorik, meningkatkan kekuatan otot, serta


memperbaiki postur dan keseimbangan anak sindrom Down.

2) Terapi Bicara

Terapi bahasa dapat membantu anak dengan sindrom Down meningkatkan


kemampuan berkomunikasi dan menggunakan bahasa secara lebih efektif. Terapi
bahasa bicara dapat membantu anak sindrom down mengembangkan keterampilan
awal yang diperlukan untuk berkomunikasi, seperti meniru suara.

3) Terapi Kerja

Ternyata, anak dengan gejala sindrom Down juga memiliki keterampilan dan bisa
mandiri. Nah, terapi kerja ini akan membantunya menemukan cara untuk
menyesuaikan tugas dan kondisi sehari-hari, sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Jenis terapi ini mengajarkan keterampilan perawatan diri, seperti
makan, berpakaian, menulis, dan menggunakan komputer.

4) Terapi Okupasi

Terapi ini mungkin menawarkan alat khusus yang dapat membantu memperbaiki
fungsi sehari-hari, seperti pensil yang lebih mudah digenggam. Terapi okupasi
dapat membantu remaja mengidentifikasi pekerjaan karir, atau keterampilan yang
sesuai dengan minat dan kekuatan mereka.

Pencegahan Sindrom Down

1) Pemeriksaan kromosom melalui amniosentesis bagi para ibu hamil terutama


pada bulan-bulan awal kehamilan. Apalagi ibu hamil yang pernah memiliki anak
dengan Sindrom Down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun perlu hati-
hati untuk menyatukan janinnya karena memiliki risiko melahirkan anak dengan
Sindrom Down lebih tinggi.
2) Cukupi Kebutuhan Asam Folat Saat Hamil

Asam folat merupakan asupan yang wajib didapatkan oleh seorang wanita yang
sedang berencana hamil atau sedang dalam fase kehamilan. Ini karena zat gizi
tersebut terbukti efektif mencegah kelainan yang mungkin terjadi pada janin,
termasuk sindrom Down.

3. Melakukan konseling genetic sebelum merencanakan kehamilan. Dengan


melakukan konseling ini dapat mengetahui apakah memiliki riwayat melahirkan
anak dengan Sindrom Down atau tidak

4. Hindari Paparan Zat Kimia

Rokok dan alkohol dan zat kimia lainnya dapat memengaruhi kualitas sperma pria
dan sel telur pada wanita. Selain itu, paparan alkohol atau rokok selama

keh0amilan0 dapat memberikan dampak buruk secara langsung pada janin


dalam kandungan.

2. Prosedur Tindakan Pada Anak Syndrome Down

a. Konseling Keluarga Sindrom Down


Pasien Down syndrome membutuhkan support system yang baik untuk dapat
hidup dengan kualitas yang optimal. Untuk itu, edukasi dan promosi kesehatan
harus ditujukan juga kepada keluarga, pengasuh, dan masyarakat umum.
Beberapa tindakan pencegahan dapat dilakukan untuk mengurangi risiko Down
syndrome. Konseling dilakukan untuk mempersiapkan orang tua yang diketahui
akan memiliki anak Down syndrome dari hasil skrining dan diagnosis prenatal

b. Pemenuhan ADL Pada Anak Sindrom Down

Kemampuan perawatan diri (Bina diri) merupakan Activity of Daily Living


(ADL) atau aktivitas kegiatan harian yang biasanya diajarkan pada anak
berkebutuhan khusus (ABK), bina diri mengacu pada kegiatan yang bersifat
pribadi, tetapi memiliki dampak dan berkaitan dengan human relationship.
Beberapa kegiatan rutin harian yang biasa diajarkan pada anak berkebutuhan
khusus meliputi kegiatan atau keterampilan mandi, makan, menggosok gigi, dan
ke kamar kecil (toilet). Kegiatan atau keterampilan bermobilisasi (mobilitas),
berpakaian dan merias diri (grooming) selain berkaitan dengan aspek kesehatan
juga berkaitan dengan aspek sosial budaya, pakaian tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat biologis material, tetapi juga berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan sosial psikologis (Sudarsini, 2017).

c. Pemenuhan Istirahat Pada Anak Sindrom Down

Anak dengan down syndrome biasanya lebih sering mengalami masalah tidur
dibandingkan dengan anak-anak lain. Penyebabnya bisa secara fisik maupun
psikologis. Secara fisik misalnya karena pembesaran lidah dengan kemampuan
otot lemah sehingga memicu sleep apnea dan membuat anak berhenti bernafas
sesaat. Kondisi ini membuat merawat anak down syndrome lebih membutuhkan
kesabaran dan tenaga ekstra. Agar anak dengan down syndrome bisa tidur
nyenyak dengan cara antara lain:
1.) Ketahui Penyebab Gangguan Tidurnya
Jika penyebabnya adalah masalah fisik seperti infeksi telinga atau lainnya,
segeralah periksakan ke dokter untuk mendapatkan penanganan.
2.) Tangani Penyebab Gangguan Tidurnya

Setelah tahu penyebab gangguan tidur pada anak, diskusikan dengan dokter
langkah yang perlu diambil untuk mengatasinya.
3.) Buat Pola Tidur Rutin

Buatlah pola tidur secara rutin untuk anak dan lakukanlah secara konsisten.
Membiasakan anak tidur tepat waktu setiap hari membantu anak mengatasi
masalah gangguan tidurnya.
4.) Mengatur Aktivitas

Seperti halnya anak lain, anak dengan down syndrome juga akan mudah tertidur
bila lelah. Buatlah aktivitas rutin yang cukup melelahkan, seperti mendongeng,
memakai baju tidur, atau menyikat gigi. Lakukan secara konsisten agar anak juga
mengenalnya sebagai kegiatan menjelang tidur.
5.) Ciptakan Lingkungan Tidur yang Nyaman
Buatlah lingkungan tidur yang nyaman bagi anak. Jika anak terlalu sering
terbangun, mungkin ruangan tidurnya terlalu dingin, terlalu banyak cahaya, atau
ada suara yang mengganggu lainnya.

d. Pemenuhan Nutrisi Anak Sindrom Down

Pada dasarnya, komposisi makanan anak sindrom down dengan anak normal
sama saja. Namun, yang perlu diperhatikan adalah jumlah dan cara pemberian
makan pada anak dengan sindrom Down.
Pada umumnya anak-anak mendapatkan makanan padat di usia 6
bulan. Namun, anak dengan sindrom Down biasanya terlambat diberikan MPASI.
Salah satunya karena kondisi rongga mulut, tonus otot, dan terlambatnya
pertumbuhan gigi. Akibat keterlambatan ini mereka rentan anemia. Untuk
mengatasinya dokter akan memberikan suplemen zat besi. Pada anak dengan
sindrom Down yang mengalami penyakit jantung bawaan, sering mengalami
infeksi, atau masalah lain seperti leukemia, mereka membutuhkan pasokan kalori
yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kurang gizi.
Sementara itu, untuk anak dengan sindrom Down yang cenderung mengalami
kelebihan berat badan akibat kekurangan hormon tiroid, mereka membutuhkan
asupan kalori yang benar-benar sesuai (tidak berlebihan), juga pemberian
hormon tiroid agar fungsi tubuhnya bisa berlangsung sedikit lebih normal.

e. Stimulasi Tumbuh dan Kembang Anak Sindrom Down

1.) Yang pertama, sama halnya dengan anak yang normal, Anda tetap harus
memantau tumbuh kembang sang anak, "Apakah obesitas atau tidak. Anda tetap
harus perhatikan pertumbuhannya
2.) jangan sampai lupa dan terlewat dalam memberikan imunisasi pada anak dengan
sindrom down
3.) mengembangkan minat dan bakat sang anak sindrom down. Hal ini untuk
mengoptimalkan tumbuh kembang anak dan menjadikan anak tumbuh lebih
mandiri serta ahli dalam hal yang digemarinya.
Banyak anak dengan DS yang bisa menari, memasak, melukis, berenang dan
banyak lagi. Semua harus didukung sejak dini

Anda mungkin juga menyukai