Anda di halaman 1dari 29

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

A. Anamnesis
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawtan pada system
persarafan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat.
Pengkajian dneurologis dimulai saat pertemuan pertama, percakapan
dengan klien dan kelurga adalah sumber yang amat penting dari data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi system persyarafan secara
keseluruhan anamnesis secara umum meliputi pengumpulan informasi
tentnag status kesehatan klien menyeluruh mengenai fisik, fisik, psikologi
budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
Pengkajian umum neurologis meliputi identitas umum, keluhan utama
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit
keluarga yang berhubungan dengan gangguan neurologis klie. Perawat
perlu memahami proses pengkajian tersebut dengan baik/
1. Identitas klien
Identitiask klien mencakup nama, usia (Pada masalah disfungsi
neurologis kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis kelamin,
pendidikan, alamat pekerjaan afama, suku bangsa, tanggal dna jam
masuk rumah sakit.
2. Keluahan utama
Keluhan utama pada klien gangguan system persyarafan biasanya akan
terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang sering
didapatkan meliputi kelemahan anggota gerak sebelah badan bicara
pelp tidak dapat berkomunikasi. Konvulasi kejang sakit kepala yang
hebat nyeri otot, kaku duduk, sakit punggung tingkat kesadaran
menurun (GCS < 15) akral dingin dan ekspresi rasa takut
3. Riwayat penyakit
Pengkajian dengan melakukan anamnesis atau wawancara untuk
menggali masalah keperawatan lainnya yang dilaksanakan perawat
adalah mengkaji riwayat kesehatan kesehatan klien
Riwayat yang mendukung keluhan utama perlu dikaji agar pengkajian
lebih kompherensif juga mendukung terhaap keluhan yang paling
actual dirasakan klien
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan serangkaian wawancara
yang dilakukan perawat untuk menggali permasalahan klien dari
timbulnya keluhan utama pada gangguan system persyarafan
sampai pada saat pengkajian.
Pada gangguan neurologis riawayat penyakit sekarang yang
mungkin didapatkan meliputi adanya riwayat trauma, riwayat
jatuh, keluhan mendadak, lumpuh pada saat klien sedang
melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti mual
dan muntah bahklan kejang sampai tidak sadar di gleisah, latarfi,
lelah apatis, perubahan pupil, pemakaian obat-obat sedative,
antipsikotik, perangsang saraf) dan lain-lain
b. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu dalam menggali permasalah
yang mendukung masalah saat ini pada klien dengan deficit
neurologi adalah sangat pentung.
Beberapa pertanyaan yang mengarah pada riwayat penyakit dahulu
dalam pengkajian neurologi adalah
a) Apakah klien menggunakan obat-obat seperti analgesic,
sedative, hipnotis, antipsikortik, anti depresi atau perangsang
system persyarafan
b) Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang,
tremor pusing, vertigo, kebas atau kesemutan pada bagian
tubuh, kelemahan nyeti atau perubahan dalam bicara masa lalu
c) Bila klien telah mengalami salah satu gejala diatas, gali lebih
detail
d) Diskusikan dengan pasangan klien atau anggota keluarga dan
teman klien mengenai perubahan prilaku klien akhir-akhir ini
e) Perawat sebaiknya bertanya mengenai riwayat perubahan
penglihatan pendengaran, penghidu, penegcapan, perabaan
f) Riwayat trauma kepala, atau batang spinal, meningitis, kelainan
congenital penyakit neurologism atau konseling psikiatri
g) Riwayat peningkatan kadar gula darha dan tekanan darah tinggi
h) Riwayat tumor baik yang ganas, maupun jinak pada system
persyarafan perlu ditanyakan karena kemungkinan ada
hubungan nya dengan keluhan yang sekarang yg dapat
memberikan metastasis ke system persyarafan pusat dengan
segala komplikasinya
c. Riwayat penyakit keluarga
Anamnesis akan adanya riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes mellitus yang memberikan hubungan
dengan beberapa masalah disfungsi neurologis seperti masalah
stroke haemorafik dan neuropati perifer
4. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien
Pengkajian status emosiolan dan mental secara fisik lebih banyak
termasuk pengkajian fungsi serebral meliputi tingkat kesadaran klien,
prilaku kdan penampilan bahasa dan fungsi intelektual termasuk
ingatan, pengetahuan kemampuan berpikir abstrak asosiasi dan
penilaian sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui
interaksi menyeluruh dengan klien dalam melaksanakan pengkajian
lain dengan memebri pertanyaan dan tetap melakukan pengawwasan
sepanjang waktu unutk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan
pikiran
a. Kemampuan koping normal.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga sera
masyarakat dan respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat apakah ada
dampak yang timbul pada klien yaitu seperti ktakutan akan
kecacatan rasa cemas, rasa ketidakmampuan utnuk melakukan
aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang
salah gangguan citra tubuh
b. Pengkajian sosiekonomispritual
Oleh Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus
mengkaji apakah keadaan ini member dampak pada status ekonomi
klien sebab biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana
yang tidak sedikit. Perawat juga melakukan pengkajian terhadap
fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan
terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu keterbatasan yang
diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan
peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan
individu
B. Pemeriksaan Fisik Neurologis
Secara Umum pemeriksaan fisik pada system persarafan ditujukan
terhadap area fungsi utama berikut :
 Pengkajian tingkat kesadaran
 Pengkajian fungsi serebral
 Pengkajian saraf kraniak
 Pengkajian system motorik
 Pengkajian respons reflex
 Pengkajian system sensorik
1. Pengkajian tingkat kesadaran
Kesadaran mempunyai arti yang halus, kesadaran dapat didefinisikan
sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen
dan aferen keseluruhan dari impuls aferen dapat disebut output
susunan saraf pusat
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kewaspadaan yaitu
aksi dan reaksi terhadap apa yang diserap bersifat sesuai dan tepat.
Keadaan saat suatu aksi sama sekali tidak dibalas dengan suatu reaksi
dikenal sebagai koma. Kesadaran terganggu dapat menonjolnya kedua
seginya yaitu unsur tingkat dan unsure kualitasnya
Apabila terjadi gangguan sehingga tingkat kesadaran menurun sampai
tingkat yg terendah maka koma yang dihadapo dapat terjadi akibat
neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidakberfungsi yang
disebut koma diensefalik yang dapat bersifat supratentorial atau
infantentorial (Priguna Sidartha, 1985)
Kualitas kesadaran yang menurun tidak senantiasa menurunkan juga
tingkat kesadaran. Tetapi tingkat kesadaran yang menurun senantiasa
menggangu kualitas kesadaran. Oleh karena itu fungsi mental yang
ditandai oleh berbagai macam kualitas kesadaran sangat ditentukan
oleh tingkat kesadaran.
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien
dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive
untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Istilah-istilah seperti letargi, stupor, dan semikomatosa adalah istilah
yang umum digunakan dalam berbagai area. Dapat dilihat pada table
berikut.
Tabel 2.1. Responsivitas Tingkat Kesadaran
Tingkat Responsivitas Klinis
Terjaga Normal
Sadar Dapat tidur lebih dari biasanya
atau sedikit bingung saat pertama
kali terjaga, tetapi berorientasi
sempurna ketika bangun.
Letargi Mengantuk tetapi dapat mengikuti
perintah sederhana ketika
dirangsang
Stupor Sangat sulit untuk dibangunkan,
tidak konsisten, dapat mengikuti
perintah sederhana atau berbicara
satu kata atau frase pendek.
Semikomatosa Gerakan bertujuan ketika
dirangsang; tidak mengikuti
Koma perintah atau berbicara koheren.
Dapat berespons dengan postur
secara reflex ketika distimulasi
atau dapat tidak berespons pada
setiap stimulus.
Pada keadaan perawatan sesungguhnya, ketika waktu mengumpulkan
data untuk penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas, Skala, Glasgow
(Glasgow Coma Scale – GCS) dapat memberikan jalan pintas yang
sangat berguna. Skala tersebut memungkinkan pemeriksa membuat
peringkat 3 respons utama klien terhadap lingkungan seperti respons
membuka mata, verbal dan motorik.

Pada setiap kategori respons yang terbaik mendapatkan nilai. Nilai


total maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai
minimum 3 menandakan klien tidak memberikan respons. Nilai total 8
atau kurang menandakan adanya Koma dan jika bertahan pada waktu
yang lama dapat menjadi satu predictor buruknya pemulihan fungsi.

System penilaian ini dirancang sebagai pedoman untuk mengevaluasi


dengan cepat klien yang sakit kritis atau klien yang cedera sangat berat
yang status kesehatannya dapat berubah dengan cepat.
Respon Motorik Respon verbal
Membuka mata
Terbaik terbaik
Menurut 6 Orientasi 5 Spontan 4
Terlokalisasi 5 Bingung 4
Menghindar 4 Kata tidak dimengerti 3 Terhadap Panggilan 3
Fleksi abnormal 3 Hanya suara 2
Ekstensi 2 Tidak ada 1 Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
Tidak dapat 1

2. Pengkajian Fungsi Serebral


a. Status mental
Status mental merupakan keadaan kejiwaan yang dimiliki
seseorang. Secara ringkas prosedur pengkajian status mental klien
dapat dilakukan meliputi:
1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya dengan
melihat cara berpakaian klien, kerapihan, dan kebersihan diri.
2. Observasi postur, sikap, gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah
dan aktifitas motorik semua ini sering memberikan informasi
penting tentang klien.
3. Penilaian gaya bicara klien dan tingkat kesadaran juga
diobservasi.
4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal ?
5. Apakah klien sadar dan berespons atau mengantuk dan stupor
Untuk melihat lebih jauh penilaian status mental bagi perawat
terdapat pada table berikut
PENILAIAN RESPONS
Perhatian Rentang perhatian ke depan dan ke belakang
Daya ingat - Jangka pendek: mengingat kembali tiga item setelah 5
menit
- Jangka panjang : mengingat nama depan ibunya,
mengingat kembali menu makanan pagi, kejadian pada
hari sebelumnya.
Perasaan (efektif) - Amati suasana hati yang tercermin pada tubuh,
ekspresi tubuh
- Deskripsi verbal efektif
- Verbal kongruen, indicator tubuh tentang suasana hati.
Bahasa - Isi dan kualitas ucapan spontan
- Menyebutkan benda-benda yang umum, bagian-bagian
dari suatu benda
- Pengulangan kalimat
- Kemampuan untuk membaca dan menjelaskan pesan-
pesan singkat pada surat kabar, majalah.
- Kemampuan menulis secara spontan, di-dikte.
Pikiran - Informasi dasar (misalnya presiden terbaru, 3 presiden
terdahulu)
- Pengetahuan tentang kejadian-kejadian baru.
- Orientasi terhadap orang tempat dan waktu.
- Menghitung : menambahkan dua angka, mengurangi
100 dengan 7.
Persepsi - Menyalin gambar : persegi, tanda silang, kubus, tiga
dimensi.
- Menggambar bentuk jam membuat peta ruangan.
- Menunjuk ke sisi kanan dan kiri tubuh.
- Memperagakan : mengenakan jaket, meniup peluit,
menggunakan sikat gigi.
b. Fungsi Intelektual
Penilaian fungsi intelektual akan menggungkapkan banyak
informasi tentang kerusakan pada otak. Fungsi intelektual
mencakup kegiatan yang mencakup kemampuan untuk berfikir
secara abstrak dan memanfaatkan pengalama. Seluruh otak ikut
serta saling berhubungan dalam mengembangkan aktivitas
intelektual. Lesi serebral yang bersifat bilateral dan difusi sangat
menentukan pelaksanaan intelektual umum sedangkan lesi yang
bersifat fokal dapat menimbulkan aktivitas intelektual yang khusus
c. Daya Pikir
a) Apakah pikiran klien bersifat spontal, alamiah, jernih, relevan
dan masuk akal?
b) Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan dan
keasykan sendiri?
c) Apa yang menjadi pikiran klien?
d. Status emosional
Secara ringkas pengkajian status emosional klien yang dapat
dilakukan perawat meliputi
a) Apakah tingkah laku klien alamiah, datar peka, pemarah,
cemas, apatis, atau euphoria ?
b) Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal atau
iramnya tidak dapat diduga dari gembira menjadi sedih selama
wawancara?
c) Apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-kata atau isus
dari pikirannya
d) Apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan
komunikasi non verbal?
e. Kemampuan bahasa
Pengkajian fungsi serebral yang terakhir adalah kemampuan
bahasa. Orang-orang dengan fungsi neurologis normal mampu
menegerti dan berkomunikasi dalam pembicaraan dan bahasa
tulisan pada pengkajian ini perawat mungkin menemukan beberapa
hal sebagai berikut :
a) Disfasia
b) Disartria
c) Disfonia
Table 2.4. Pengkajian Klien Disfasia / Afasia
Bicara Lancar Bicara tidak lancer
(Disfasia Reseptif, Konduktif (Afasie Ekspresif
atau Nominal)
Menyebut nama-nama benda. Menyebutkan nama-nama benda
Klien dengan afasia nominal, sulit dilakukan tetapi lebih baik
konduktif atau reseptif sulit dari pada bicara spontan
menyebutkan nama-nama benda

Repetisi klien dengan afasia Repetisis mungkind dapat


konduktif dan resptif tidak dapat dilakukan dengan usaha yang
mengulangi pesan bahasa keras repetisi frasa kurang baik

Komprehensi. Hanya klien Komprehensi normal (perintah


dengan afasia reseptif yang tertulis dan verbal dapat diikuti )
tidak dapat mengikuti perintah
(verbal dan tertulis)

Membaca. Klien dengan lesi Tulisan, disgrafia dapat


posterior dan area wernickle ditemukan
menderita disleksia

Menulis klien afasia konduktif Hemiparesis lengan lebih sering


sulit menulis (Disgrafia) terkena dari pada tungkai
sedangkan klein dengan afasia
reseptif isi tulisannya abnormal
klien dengan lesi lobus frontal
dominan dapat juga menderita
disgrafai
3. Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan saraf cranial dimuali dengan mengatur posisi klien
sehingga duduk ditepi tempat tidur bila memungkinkan perhatian
kepala wajah dan leher klien. Catat apakah terdapat hidrosefalus
(kepala dan wajah menyerupai segitifa terbalik) atau akromegali.
a. Saraf cranial I
b. Saraf Kranial II
a) Tes ketajaman Fisik
b) Tes konfrontosi
c) Pemeriksaan Fundus
c. Saraf III dan IV
d. Saraf Kranial V
e. Saraf Kranial VII
f. Saraf cranial VIII
g. Saraf cranial IX dan X
h. Saraf cranial XI
i. Saraf cranial XII
4. Pengkajian Sistem Motorik
Pemeriksaan yang teliti pada sistem motorik meliputi inspeksi umum
(postur, ukuran otot, gerakan abnormal, dan kulit), fasikulasi, tonus
otot, kekuatan otot, reflex koordinasi dan keseimbangan. Pada
peemriksaan system sensorik nilai persepsi nyeri, temeperatur, vibrasi
dan motorik halus.
Inspeksi umum
perawat mundur sebentar dan perhatikan adanya postur yang abnormal
misalnya pada klien dengan hemiplegia akibat stroke pada
pemeriksaan ini anggita badan atas dalam posisi refleksi dan lengan
dalam posisi aduksi dan pronasi sedangkan anggota badan bawah
dalam posisi ekstensi kemudian indentifikasi artrofi otot yang
menunjukan adanya denervasi otot, penyakit otot primer atau kelainan
atrofi.
Anggota badan atas
Secara umum pemeriksaan dimulai dari jabat tangan dengan klien dan
perkenalan diri anda. Klein yang tidak dapat melepaskan genggaman
tangannya merupakan tanda-tanda menderita miotonia, penyebab dari
kelainan penyakit otot yang peling sering ini adalah distrofia
miotonika. Setelah memelepaskan tangan dari genggaman klien dan
setelah melakukan inspensi umum sekilas sangat penting, klien diminat
melepaskan pakaianya sehingga lengan dan gelang bahu terbuka
selurhnya
Fasikulasi
Kelainan ini merupakan kontraksi bagian-bagian kecil dari otot yang
tidak regular yang tidak mempunyai pila yang ritmis. Fasikulasi dapat
bersifat kasar atau halus dan terlihat pada waktu isitirahat, tetapi tidak
terjadi selama gerakan volunteer. Jika tidak ditemukan fasikulasi.
Ketuk otot brakiordialisis dan biseps dengan palu reflex dan amati lagi.
Tindakan ini dapat menstimulasi fasikulasi. Jika fasikulasi terjadi
bersama-sama dengan kelumpuhan dan atrofi maka fasikulasi
menunjukan degenerasi dari LMN. Penyebab=peneyebab fasikulasi
meliputi penyakit saraf mototrik, kompresi radiks motorik, neuropati
mototrik (Misalnya keganasan), miopati auisita (misalnya polimiositis,
tirotoksikosis)
Tonus Otot
Pada waktu lengan bawah digerak-gerakkan pada sendi siku secara
pasif, otot-otot ekstensordan fleksor lengan membiarkan dirinya ditarik
dengan sedikit tahanan wajar. Jika semua unsure saraf disingkirkan
dari otot (Denervasi) maka tahanan tersebut sama sekali lenyao.
Tahanan itu disebut sebagai tonus otot yang merupakan manifestari
dari resultan gaya saraf (baik motorik maupun sensorik) yang berada di
otot dalam keadaan sehat
Kekuatan otot
Kekeuatan otot dinilai dari perbandingan antara kemampuan pemeriksa
dengan kemampuan untuk melawan tahanan otot volunter secara
penuh dari klien untuk menentukan apakah kekuata normal, maka
umum klien, jenis kelamin, dan bentuk tubuh harus dipertimbangkan.
Fungsi otot atau kelompok otot klien dievaluasi dengan cara
menempatkan otot pada keadaan yang tidak menguntukngkan. Sebagai
contoh otot kuadrisep adalah otot yang secara penuh bertanggung
jawab untuk meluruskan kaki pada saat kaki dalam keadaan lurus,
pengkaji sulit sekali membuat fleksi pada lutu sebaiknya jika lutut
dalam keadaan fleksi dan klien diperintahkan untuk meluruskan kaki
dengan diberi tahanan, maka akan menghasilkan ketidakmampuan
unutk meluruskan kakinya. Walaupun kurang sensitive pembagian
kekuatan otot berdasarkan tingkat dapat dijadikan panduan bagi
perawat untuk melakukan penelitian
5. Pengkajian Refleks
Refleks adalah respons terhadap suatu rangsang. Gerakan yang timbul
disebut gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan
gerakan yang bangkit untuk menyesuaikan diri baik untuk menjamin
ketangkasan gerakan volunteer maupun untuk membela diri. Gerakan
reflektorik tidak saja dilaksanakan oleh anggota gerak akan tetapi
setiap otot lurik dapat melakukan gerakan reflektorik. Selain itu
rangsangan tidak saja terdapat di permukaan tubuh, akan tetapi semua
impuls perseptif dapat merangsang gerakan reflektorik, termasuk
impuls panca indra. Setiap suatu rangsangan yang direspons dengan
gerakan, menandakan bahwa antara daerah yang dirangsang dan otot
yang bergerak secara reflektorik itu terdapat hubungan. Lintasan yang
rnenghubungkan reseptor dan efektor itu.dikenal sebagai busur refleks.
Reseptor di kulit mendapat perangsangan. Suatu impuls dicetuskan dan
Jikirim melalui serabut radiks dorsalis ke sebuah saraf di substansia
grisea medula spinalis. Atas kedatangan impuls tersebut, neuron itu
merangsang saraf motorik di kornu anterioq yang pada gilirannya
menstimulasi serabut otot untuk berkontraksi.
Reseptor serabut aferen, interneuron di substansia grisea, saraf
motorik, serta aksonnya berikut otot yang dipersarafinya merupakan
busur refleks yang segmental. Sebagian besar refleks spinal adalah
refleks segmental.
Refleks-refleks yang melibatkan kegiatan pancaindra dan kebanyakan
reflex superfisial terjadi dengan perantara busur refleks segmental yang
dilengkapi juga dengan iintasan suprasegmental. Refleks-refleks yang
dibangkitkan dalam pemeriksaan klinis dapat bersifat refleks profunda
dan refleks superfisial. Refleks profunda berarti refleks'terjadi sebagai
respons atas perangsangan terhadap otot, sedangkan refleks superfisial
adalah refleks vang terjadi akibat perangsangan permukaan kulit atau
mukosa.
Tendon rerpengaruh langsung dengan palu refleks atau secara tidak
langsung melalui benturan pada ibu jari penguji yang ditempatkan
merekat pada tendon. uji refleks ini nremungkinkan orang yang
menguji dapat rnengkaji lengkung refleks yang tidak disadarri, yang
bergantung pada adanya reseptor bagian aferen. sinaps signal, serabut
eferen motorik, dan adanya beberapa pengaruh perubahan yang
bervariasi pada tingkat yang lebih tinggi.
a. Pemeriksaan Refleks Profunda
Gerakan reflekrorik yang timbul akibat perangsangan terhadap otot
dapat dilakukan dengan melakukan ketukan pada tendon,
ligamentum atau periosreum. Oleh karena itu, refleks profunda
disebut juga refleks tendon dan refleks periosteum. Hasil
pemeriksaan refleks tersebut merupakan informasi penting yang
sangar nrenentukan. Oleh karena itu, rangsangan dan penilaian
yang dilakukan harus repar. Penilaian ini selalu berarti penilaian
secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan. Respons terhadap
suatu rangsang bergantung pada intensitas pengerukan. Oleh
karena itu, refleks tendon atau periosteunl kecuali bagian tubuh
yang dapat dibandingkan harus merupakan hasil perangsangan
yang berintensitas sama. Selain itu, posisi anggota gerak yang
sepadan pada saat perangsangan dilakukan harus sama. Oleh
karena itu teknik untuk membangkitkan refleks tendon harus
sempurna. Pokok-pokok yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut.
b. Teknik Pengetukan.
Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras. Gagang palu refleks
dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk sedemikian rupa
sehingga palu dapat diayun secara bebas. Pengetukan tidak boleh
dilakukan seperti gerakan memotong atau menebas kayu,
melainkan menjatuhkan secara terarah kepala palu refleks ke
tendon atau periosteum (Gambar 2.1,9). Dalam hal ini, gerakan
pengetukan berpangkal pada sendi pergelangan tangan. Tanganlah
yang mengangkat palu refleks, bukan lengan. Kemudian tangan
menjatuhkan kepala palu refleks dengan tepat ke tendon atau
periosteum. Refleks tendon harus benar-benar berarti bahwa yang
diketuk adalah tendon. Untuk menjamin hal itu. pengetukan
hendaknya dilakukan secara tidak langsung ,yang berarti bahwa
yang diketuk oleh palu refleks adalah jari pemeriksa .vang
ditempatkan di tendon yang bersangkutan.
Metode perkusi tidak langsung ini dilakukan jika tendon yang
bersangkutan tidak ditopang pada topangan yang cukup keras.
Dalam hal ini, respons terhadap pengetukan pada tendon yang tidak
ditopang pada topangan yang keras adalah lemah atau kurang
nyata, sehingga metode tersebut dipakai untuk merangsang refleks
tendon biseps brakialis dan femoris.
c. Pemeriksaan Refleks Patologis
Refleks superfisial adalah gerakan reflektorik yang timbul sebagai
respons atas stimulasi terhadap kulit atau mukosa. Berbeda dengan
refleks profunda, reflex supervisulal tidak saja mempunyai busur
refleks yang segmental, melainkan mempunvai komponen supraspinal
juga. Oleh karena itu, refleks superficial dapat menurun atau hilang
jika terdapat lesi di busur refleks segmentalnya atau jika komponen
supraspinal mengalami kerusakan.
d. Pemeriksaan Refleks Patologis
Refeks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan
pada orang-orang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil.
Kebanyakan merupakan gerakan reflektorik defensif atau postural
yang jika pada orang dewasa yang sehat diatur dan ditekan oleh
aktivitas susunan piramidal.
Anak kecil berusia antara 4-5 tahun masih belum memiliki susunan
piramidal yang bermielinisasi sempurna, sehingga aktivitas susunan
piramidalnya masih belum sernpurna. Oleh karena itu, gerakan
reflektorik yang dinilai sebagai refleks patologis pada orang dewasa,
tidak selamanya patologis jika diiumpai pada anak-anak kecil. Akan
tetapi pada orang dewasa refleks patologis selalu merupakan tanda
terjadinya lesi UMN.
Refleks-refleks patologis sebagian bersifat refleks profunda dan
sebagian lainnva bersifat refleks superfisial. Reaksi yang diperlihatkan
oleh reflex parologis itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi
mendapat julukan yang bermacam-macam, karena cara
membangkitkannya berbeda-beda.
e. Refleks Plantar. Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan
menimbulkan plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki pada
kebanyakan orang yang sehat. Respons yang abnormal terdiri atas
ekstensi serta pengembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki.
Respons ini disebut respons ekstensor plantar yang lebih dikenal
dengan refleks Babinski positif
Respons patologis ini merupakan salah satu tanda yang menunjukkan
terjadinya lesi di susunan piramidal.
f. Gerakan Sekutu.
Gerakan sekutu (associated ntouements) adalah gerakan tidak
volunter dan reflekrorik yang selalu timbul pada setiap gerakan
volunter. Gerakan-gerakan tersebut mengatur sikap dan mengiringi
gerakan voluntet agar ketangkasan dan efektivitas gerakan volunter
lebih terjamin. Dalam keadaan patologis, gerakan sekutu bisa
hilang atau bangkit secara berlebihan. Gerakan sekutu lenyap pada
penyakit ekstrapiramidal. Oleh karena adanya proses patologis di
susunan piramidal, gerakan sekutu tidak akan ditemukan pada
orang-orang sehat. Oleh karena itu, gerakan sekutu disebut gerakan
sekutu abnormal atau patologis. Jika sebelurn mengalami
kerusakan, gerakan sekuru fisiologis tidak hilang, akan tetapi
sinkronisasinya dengan gerakan volunter hilang, sehingga gerakan
volunter memperlihatkan kejanggalan. Gerakan volunter yang
terganggu ini dikenal sebagai gerakan tidak koordinatif. Gerakan
sekutu patologis dapat timbul pada anggota gerak yang paretic
sewaktu gerakan volunter teftentu dilakukan. Dengan demikian,
gerakan sekutu patologis dapat dianggap sebagai gerakan
reflektorik pada anggota gerak paretic yang timbul akibat stimulasi
otot-otot tertentu yang normal secara volunter. Gerakan Tidak
Volunter (Involunter). Gerakan involunter merupakan gerakan
yang tidak sesuai dengan kemauan, ddak dikehendaki, dan tidak
bertujuan. adapun gerakan involunter yang sering dijumpai,
meliputi gerakan tremotis spasmus, serta diskinesia dan distonia.
 Tremor. Tremor rnerupakan suatu gerarkan y'ang tidak dikehendaki
dan tidak bertujuan yang terdiri atas satu seri gerakan bolak balik
secara ritmik sebagai manifestasi kontraksi berselingan kelompok otot
yang fungsinya berlawanan. Istilah awam ,yang terkenal adalah
gemetar. Tremor dapat diklasifikasikan menurut frekuensi tremor
(tremor cepat atau lambat), menurut amplitr.rdonya (tremor halus atau
kasar), merurut sikap bagian tubuh yang memperlihatkan tremor
(tremor posturai, statik, dan intensional), dan seterusnya. Akan tetapi
pembagian tremor dengan rujukan praktik klinik adalah sesuai dengan
klasifikasi tremor menurut penyebabnya, meliputi: tremor fisiologis,
tremor esensial heredofamilial tremor penyakit Parkinson, tremor
iatrogenic dan tremor metabolic.
 Tic. 'Tic' adalah istilah Prancis yang telah sesuai dengan standar
internasional. 'Tic'merupakan suatu gerakan otot involunter yang
berupa kontraksi otot setempat, sejenak, namun berkali-kali, dan
kadang kala selalu serupa atau berbentuk majemuk. Menurut gerakan
otot involunter yang timbul. pengqolongan 'ric' diberi tambahan sesuai
lokasi kontraksi otot serempat. Dengan demikian dikenal 'tic' fasialts,
yang mengenai otot pror wajah, 'tic'orbikularis oris, dan'tic' orbikularis
okuli. Dalam hal ini. otot yang berkontraksi secara involunter adalah
otot orbikularis oris, orbikularis okuli, dan zigomatikus mayor, atau
otot fasial lainnya.
 Spasme. Spasme adalah kejang otot setempat yang mengenai
sekelompok atau beberapa kelornpok otot, yang timbul secara
involunter. Adanya kejang otot disebabkan oleh gangguan otot atau
karena gangguan saraf
Gangguan pada sistem persarafan bisa terjadi di tingkat perifer atau di
pusat. Dalam klinik dikenal keiang otot yang dinamakan (1) kram
muskulorum, (2) spasme tetani, (3) spasme fasialis, (4) krisis
okulogirik, (5) singultus, dan (6) spasme profesi di antaranya yang
paling sering di jumpai adalah writer cramp. Kram muskulorum pada
otot betis pernah dialami oleh semua orang yang telah mengeluarkan
banyak tenaga, seperti berenang, lari-lari, main tennis, dan sebagainya.
Pemberian garam seperti kalsium glukonat, KCI, atau NaCl dapat
rnencegah timbulnya kembali kram muskulorum pada orot betis, otot
latisimus dorsi, atau otot-otot jari.
Spasme tetani merupakan spasme akibat tetanus. Hipokalsemia dan
alkalosis sering kali menimbulkan spasme tetanik. Spasme tetanik
paling sering dijumpai pada jari-jari tangan. Fenomena tersebut dikenal
sebagai tanda trousseau. Juga pada keadaan hipoksemia otot wajah
mudah mengalami kejang jika saraf diketuk-ketuk pada bagian yang
berada didaerah glandula parotis. Fenomena tersebut dikenal sebagai
tanda chevostek
Krisis okulogirik terjadi apabila kedua bola mata melirik ke salah satu
sisi biasanya selama beberapa menit, tetapi adakalanya dapat
berlangsung sarnpai beberapa jam. Selama krisis, klien berada dalam
keadaan tegang karena mendapat seperti menghadapi maut atau
berhalusinasi menakutkan. Krisis okulogirik hanya timbul pada
penderita Parkinson akibat efensilitas. Tetapi sekarang, banyak orang
non parkinsonism mengalami kritis tersebut akibat efek obat
psikotropik
Spasme profesi, sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dalam
melakukan pekerjaan. Bila spasme tersebut tirnbui pada otot-otot jari
atau otot lengan, nutka bergantung pada pekerjaan, spasmus tersebut
dapat dicabut spasmus iuru ketik, spasmus penulis, atau spasmus
tukang separu,dan lain sebagainya. Diskinesia dan distonia. Diskinesia
dan distonia merupakan suatu gerakan involunter yang menunjukan
gerakan yang berbelit-belit dengan tonus otot meningkat dan menurun
secara tidak teratur
6. Pengkajian Sistem Sensorik
Sistem sensorik lebih kompleks dari sistem motorik karena model dari
system sensorik mempunyai perbedaan traktus,lokasi pada medula
spinalis. Pengkajian sensorik merupakan pengkajian subjektif, luas,
serta membutuhkan kerja sama klien. Penguji dianjurkan mengenali
penyebaran saraf perifer yang berasal dari medula spinalis. Di dalam
praktik klinis, ada lima jenis sensibilitas (sensori) yang perlu diketahui
perawat dan menjiadi objek pemeriksaan. Adapun kelima jenis sensasi
itu adalah:
1) Sensasi kbusus atar sensasi pancaindra, seperti sensasi penciuman atau
sensasi olfaktorik, sensasi visual, perasaan auditorik, pengecapan
gustatorik, dan sebagainya.
2) Sensasi eksteroseptif atau sensasi protopatik.
a. Sensasi raba
Hilangnya sensasi raba disebut anestesia. Menurunnya sensasi raba
dikenal sebagai hipestesia. Sensasi raba secara berlebihan disebut
hiperestesia.
b. Sensasi nyeri
Hilangnya sensasi nyeri disebut aralgesla. Berkurangnya sensasi
nyeri disebut hipalgesia. Sensasi nyeri secara berlebihan disebur
hiperalgesia.
c. Sensasi suhu
Hilangnya sensasi suhu disebut termoanetesia, berkurangnya
sensasi suhu disebut termohipestesia, terasanya sensasi suhu secara
berlebihan disebut termohiperestesia
d. Sensasi abnormal di permukaan rubuh
Kesemutan disebut juga parestesia. Nyeri-panas-dingin yang terus
menerus disebut sebagai disestesia-hiperpasia.
3) Sensasi propriosefsi,yaitu sensasi gerak, getar, sikap, dan tekan.
Perasaan eksteroseptif dan proprioseptif sering diklasifikasikan juga
sebagai somastesia, yaitu sensasi yang bangkit akibat rangsangan
sensasi di jaringan yang berasal dari somatopleura. Sensasi gerak
dikenal juga sebagai kinestesia, sensasi sikap dikenal juga sebagai state
tesia sensasi getar dikenal juga sebagai palestesra, sensasi tekan
dikenal juga sebagai barestesia.
4) Sensasi interoseptif atau uiseroestesia, yaitu sensasi yang bangkit
akibat rangsang sensasi di iaringan yang berasal dari viseropleura
(usus, paru, limpa, dan sebagainya).
5) Sensasi diskriminatif atau sensasi multintodalitas, yaitu sensasi yang
sekaligus memberikan pengenalan secara banding.
Penurunan sensorik yangada merupakan akibat dari neuropati perifer dan
sesuai dengan keadaan anatomi yang rerganggu. Kerusakan otak akibar
lesi yang luas mencakup hilangnya sensasi, yang mempengaruhi seluruh
sisi tubuh lain neuropati berhubungan dengan penggunaan alkohol dengan
penyebaran seperti sarung tangan dan kaos kaki. Pengkajian sistem sensori
mencakup tes sensasi raba, nyeri superfisial, ian posisi rasa (propriosepsi).
Keseluruhan pengkaiian sensori dilakukan dengan mata klien terturup.
jikaa sama klien didukung dengan petuniuk sederhana dan dengan
menenangkan klien bahwa penguji tidak menyakiti dan mengejutkan klien.
Sensasi taktil dikaji dengan menventuh lembut gumpalan kapas pada
masing-masing sisi tubuh. Sensitivitas ekstremitas bagian proksimal
dibandingkan dengan bagian distal. Sensasi nyeri dan suhu ditransmisikan
bersama di bagian lateral medulla spinalis. Sehingga, tidak perlu menguji
sensasi suhu dalam keadaan ini. Nyeri superfisial dapat dikaji dengan
menentukan sensitivitas klien terhadap objek yang tajam. Klien
diinstruksikan memejamkan mata dan membedakan antara ujung yang
tajam dan tumpul dengan menggunakan lidi kapas yang dipatahkan arau
spatel lidah. Demi keamanan, hindari penggunaan peniti karena dapat
mcnrsak integritas kulit. Kedua sisi objek tajanm dan tumpul digunakan
dengan inrensitas yang salah pada semua pelaksanaan dan kedua sisi diuji
dengan simetris
C. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada sistem persarafan dilakukan untuk
melengkapi pengkajian setelah melakukan pengkajian umum dan
perneriksaan fisik system persarafan. Perkembangan teknologi ,yang
begitu cepat dengan semakin modernnya jenis-jenis alat pemeriksaan
dalam penegakan diagnosis perlu disikapi oleh perarwat dengan turut
mengenal jenis pemeriksaan terbaru dan menilai seberapa jauh implikasi
keperawatan yang akan diberikan pada klien' Beberapa jenis pemeriksaan
diagnostik untuk menilai gangguan pada system persarafan memerlukan
persiapan dan memberikan implikasi keperawatan yang perlu dipersiapkan
oleh perawat. Perarvat harus mempertimbangkan kondisi klien dengan
perlunya jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Pemeriksaan diagnostik
yang sering dilakukan untuk penegakan diagnostik sistem persarafan
tersebut, meliputi foto rontgen, CT Scan, PET, MRI, angiografi serebral,
EEG, mielografi, elekrroensefalografi, lumbal pungsi dan pemeriksaan
cairan serebrospinal, serta pemeriksaan laboratorium klinik,
1. Foto Rontgien
Foto rontgen polos tengkorak dan medula spinalis sering kali
digunakan untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan
abnormalitas tulang lainnya, terurama dalam penatalaksanaan trauma
akut. Selain itu, foto rontgen polos mungkin menjadi diagnostik bila
kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil
foro rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL
(space occupring lesion) Adanya udara dalam tulang tengkorak juga
merupakan suatu indikasi adanya fraktur kepala terbuka, seperti fraktur
tengkorak frontal atau basilar, yang mungkin tidak tampak secara jelas
dari luar. Foto rontgen polos kepala juga dapat memperlihatkan adanya
infeksi atau neoplasma yang ditandai oleh perubahan kepadatan tulang
atau kalsifikasi inrrakranial lainnya. Prosedur pembuatan foto polos
kepala dan medula spinalis mengharuskan klien dalam yang cermat
dan secara relatif tidak menimbulkan nyeri. Peran perawat mencakup
pemantauan klien dan peralatan yang digunakan selama prosedur dan
selalu waspada terhadap komplikasiyang berhubungan dengan posisi
klien dan lamanya prosedur.
Pemeriksaan foto rontgen di tempat lainnya iuga diperlukan jika
terdapat kelainan pada pemeriksaan fisik, seperti adanya masalah pada
system pernapasan, yang memerlukan Pemeriksaan rontgen torak atau
jika ada trauma pada ekstremitas, pemeriksaan foto rontgen di lokasi
tempat trauma harus dilakukan.
2. Computed Temography
Computed tomography (CT) merupakan suatu teknik diagnostik
dengan digunakan sinar sempit dari sinar-x untuk memindai kepala
dalam lapisan berurutan. Bayangan yang dihasilkan memberi
gambaran potongan melintang dari otak, dengan membandingkan
perbedaan jaringan padat pada tulang kepala, korteks, struktur
subkortikal, dan ventrikel. Gambaran yang jelas masing-masing bagian
atau "irisan" otak, pada bayangan akhir merupakan proporsi dari
derajar sinar-x diabsorpsi. Bayangan ditunjukkan pada osiloskop atau
monitor TV dan difoto.
Lesi pada otak terlihat sebagai variasi kepadatan jaringan yang berbeda
dari jaringan otak normal sekitarnya. Jaringan abnormal sebagai
indikasi kemungkinan adanya masa tumor, infark otak perpindahan
ventrikel, dan atrofi kortikal. CT scan keseluruhan tubuh memberikan
gambaran bagian dari medulla spinalis. Pennyuntikan zat kontras iodin
ke dalam ruang subaraknoid melalui fungsi dapat memperbaiki
visualisasi isispinaldan intrakranial sebagai prosedur diagnostik untuk
mendiagnosis hernia diskus lumbal.
CT scan selalu dilakukan pertama tanpa zat kontras dan jika dengan zat
kontras. maka zar kontras dimasukkan melalui intravena. Klien
berbaring ditas meja yang dapat disesuaikan dengan kepala pada posisi
terfiksasi, sementara pemindaian berputar di sekitar kepala klien, (klien
diam sebagai pusat dan mesin, yang berputar sekitar pusat, yang
menghasilkan gambaran potongan melintang) Klien harus dibaringkan
dengan kepala pada posisi yang sangat mantap dan dengan hati-hati
unruk tidak bicara dan menggerakkan wajah, karena gerakan kepala
menyebabkan penyimpangan pada bayangan.
CT scan dilakukan noninvasif, tidak nyeri, dan memiliki derajat
sensitivitas untuk mendeteksi lesi atau luka. Kemudian jenis
pemindaian yang baru berkembang dan semakin banyaknya orang-
orang yang berpengalaman menginterpretasi hasil pemindaian CT
sehingga iumlah penyakit dan cedera yang lain dapat didiagnosis serta
kebutuhan prosedur diagnostik invasif berkurang.
3. PET
Possitron emissiontomograplry PET) adalah teknik pencitraan nuklir
berdasarkan komputer yangdapat menghasilkan bayangan fungsi organ
secara aktual. Klien menghirup gas radioaktif atau diinjeksi dengan zat
radioaktif yang memberikan partikel bermuatan positif. Bila positron
ini berkombinasi dengan elektronelektron bermuatan negatif
(normalnya didapat dalam sel-sel tubuh), resultan sinar gama dapat
dideteksi oleh alat pemindai. Dalam alat-alat pemindai, detektor
tersusun dalam sebuah cincin dan seri-seri yang dihasilkan berupa
gambar dua dimensi pada berbagai tingkatan otak. Informasi ini
terintegrasi oleh komputer dan memberikan sebuah komposisi
bayangan kerja otak.
4. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan medan magnetik
untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto
magnetic (nukleus hidrogen) di dalam tubuh seperti magnet-magnet
kecil di dalam medan magnet. Setelah pemberian getaran
radiofrekuensi, foto memancarkan Sinyal-sinyal, yang diubah menjadi
bayangan. MRI mempunyai potensial untuk mengidentifikasi keadaan
abnormalserebral dengan mudah dan lebih jelas dari tes diagnostik
lainnva. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan kimia
dalam sel, juga memberikan informasi kepada dokter dalam memantau
respons tumor terhadap pengobatan. Pemindaian MRI tidak
menyebabkan radiasi ion.
Pemindaian MRI memberikan gambaran grafik dari struktur tulang,
cairan, dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih
jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu seseorang
mendiagnosis tumor yang kecil atau sindrom infrak dini.
Implikasi Keperawatan
1) Pemeriksaan ini merupakan kontraindikasi pada klien yang
sebelumnya menjalani tindakan pembedahan yaitu tertanam klip
hemostatik atau aneurisme. Medan magnet yang sangat kuat
menyebabkan klip seperti ini berubah posisinya, sehingga
membuat klien berisiko mengalami hemoragik atau perdarahan.
2) Beritahukan kepada klien bahwa prosedur tersebut sangat bising.
3) Lakukan tindakan kewaspadaan bila klien nrengalami klaustrofobi.
4) Kontraindikasi lainnya pada klien dengan pemakaian benda logam
dalam tubuh seperti alat pacu jantung, katup jantung buatan,
fragmen bullet, pinortopedik, alat intrauterin.
5) Klien (dan setiap pemberi asuhan keperawatan di ruang tersebut)
harus menyingkirkan semua benda-benda dengan karakteristik
magnetic 1 misalnya gunting, stestoskop).
6) Sebelum klien dimasukkan ke dalam ruang MRI, semua benda-
benda Logam (anting, cincin kawin, jam tangan, jepitan rambut,
dan lain-lain) dilepaskan, demikian pula kartu kredit (medan
magnet dapat menghapus data dalam kartu kredit).
7) Benda-benda ini harus dibuka. Benda tersebut bila dibiarkan
terpasang dapat menyebabkan gangguan fungsi, dapat keluar atau
menjadi panas karena mengabsorpsi energi.
5. Angiografi Serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan menggunakan
sinar-x terdap sirkulasi serebral setelah zat kontras disuntikkan ke
dalam arteri yang angiografi serebral adalah alat yang digunakan untuk
menyelidiki penyakit menular, aneurisma, dan malformasi arteriovena.
Hal ini sering dilakukan sebelum klien menjalani kraniotomi sehingga
arteri dan vena serebral terlihat untuk dan menentukan letak, ukuran,
dan proses patologis. Digunakan untuk rnengkaji keadaan yang baik
dan adekuarnya sirkulasiserebral' Angiografi merupakan pilihan
terakhir iika dengan pemeriksaan CT scan dan MRI, didiagnosis masih
belum bisa ditegakkan
Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukan kateter:
melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk menuju
pembuluh darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan dengan
tusukan langsung pada arteri karotis atau arteri vertebral atau dengan
suntikan mundur ke dalam arteri brakialis dengan zat kontras. Metode
pemeriksaan dengan memasukkan zat warna kontras ke struktur
sirkulasi serebral. Jaras pembuluh diperiksa untuk mengetahui
kepatenan, penyempitan, oklusi, dan abnormalitas struktur
(aneurisma), pergeseran pembuluh (tumor dan edema), dan perubahan
aliran darah (tumor, malformasi AV).
6. Mielogram
Mielogram adalah sinar-x yang digunakan untuk melihat ruang
subarknoid spinal dengan menyuntikkan zat kontras atau udara ke
ruang subaraknoid spinal ' melalui fungsi spinal. Mielogram
menggambarkan ruang subaraknoid spinal dan menunjukkan
adanyapenyimpangan medula spinalis dan sakus dural spinal yang
disebabkan oleh tumor, kista, hernia diskus vertebral, atau lesi lain.
Implikasi keperawatan
Banyak klien mempunyai kesalahpahaman tentang prosedur ini,
perawat harus dapat menjarvab pertanyaan dan mengklarifikasi
penjelasan yang diberikan dokter. Klien harus diberi tahu bahwa meja
sinar-x dapat dimiringkan dalam beberapa variasi posisi selama
tindakan. Makanan yang dapat dimakan sebelum prosedur berupa
makanan normal. Sedatif dapat dipertimbangkan untuk membantu
klien menjalani pengujian yang cukup lama.
7. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di otak,
dengan meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau dengan
menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini
memberikan pengkajian fisiologis aktivitas serebral. EEG adalah uji
yang bermanfaat untuk mendiagnosis gangguan kejang seperti epilepsi
dan merupakan prosedur pemindaian untuk klien koma arau
mengalami sindrom otak organik. EEG juga bertindak sebagai
indikator kematian otak. Tumor, abses, jaringan parut otak, bekuan
darah, dan infeksi dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari
pola normal irama dan kecepatan.
8. Lumbal Fungsi Dan Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Lumbal pungsi dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam ruang
subaraknoid untuk mengeluarkan CSS yang berfungsi untuk diagnostik
atau pengobatan.
Tujuan memperoleh CSS adalah menguji, mengukur, dan menurunkan
tekanan CSS: menentukan ada atau tidak adanya darah di dalam CSS
mendeteksi sumbatan subarakanoid spinal dan pemberian antibiotik
intratekal yaitu ke dalam kanal spinal pada kasus infeksi. Jarum
biasanya dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid di antara tulang
belakang area lumbal ketiga dan keempat atau antara lumbal keempat
dan kelima Oleh karena medula spinalis terbagi dalam sebuah berkas
saraf pada tulang belakang bagian lumbal yang pertama, iarum
ditusukkan di bawah tingkat ketiga tulang belakang daerah lumbal,
untuk mencegah medula spinalis tertusuk
Lumbal pungsi yang berhasil. memerlukan klien dalam keadaan rileks.
kecemasan yang memrbuat klien tegang dan peningkatan kecemasan
dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada saat hasil identifikasi.
Jarak normal tekanan cairan spinal dengan posisi rekumben adalah 70
sampai 200 mmHr tekanan sampai 200 mmH. dikatakan abnormal.
Lumbal pungsi sangar berbahaya jika dilakukan pada lesi intrakranial,
karena tekanan intracranial ditentukan melalui pengeluaran CSS,
herniasi otak akan sampai tentorium dan foramen magnum normalnya,
tekanan CSS meningkat dengan cepat akibat penenkanan pada vena
jugularis dan menurun cepat sampai normal jika penekanan dikurangi.
Penurunan tekanan merupakan indikasi adanya hambatan sebagian
perubahan penekanan sebuah lesi pada jalur subarakhnoid spinal. Jika
tidak ada perubahan tekanan, hal ini merupakan indikasi adanya
hambatan total. Tes ini digunakan jika dicurigai ada lesi intrakranial.
Implikasi Keperawatan
Tes Ini merupakan kontraindikasi pada klien dengan dugaan
peningkatan tekanan intrakranial karena reduksi mendadak tekanan
dari bawah dapat menyebabkan struktur otak, menyebabkan kematian.
Dalam mempersiapkan pemeriksaan ini, baringkan klien dengan posisi
miring, dan lutut serta kepala fleksi. Jelaskan kepada klien bahwa
sebagian tekanan mungkin teraba bersamaan dengan jarum yg
dimasukan dan jangan bergerak atau batuk mendadak. Setelah
prosedur ini, pertahankan klien tetap berbaring datar selama 8 sampai
10 jam untuk mencegah sakit kepala dan dianjurkan untuk
memperbanyak asupan cairan
9. Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan hal yang rutin untuk
dilaksanakan sebagai media utuk menonton reaksi pengobatan dan
dampak klinis yang memerlukan penanganan lanjut. Tujuan
pemeriksaan laboratorium klinik .sebagai berikut.
1) Membantu menegakkan diagnosis berbagai macam penyakit
serebral.
2) Melakukan kontrol untuk klien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami penyakit serebral (misalnya pemeriksaan kolesterol
darah).
3) Mengukur abnormalitas kimia darah yang dapat memengaruhi
prognosis klien gangguan serebral.
4) Mengkaii derajat proses inflamasi.
5) Mengkaji kadar serum obat.
6) Mengkaii efek pengobatan (misalnya efek diuretik osmotik seperti
manitol).
7) Menetapkan data dasar klien sebelum intervensi terapeutik.
8) Skrining terhadap setiap abnormalitas. Oleh karena terdapat
berbagai metode pengukuran yang berbeda, maka nilai normal dapat
berbeda antara satu tes laboratorium dengan tes lainnya.
9) Menentukan hal-hal yang dapat memengaruhi upaya intervensi
(misalnya diabetes melitus, gangguan keseimbangan elektrolit).

Anda mungkin juga menyukai