Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PENURUNAN KESADARAN

DI SUSUN OLEH :

DIAN DWI PRAWIRO

C1019064

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI

2022
KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi
cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. Pasien
dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat merespon
dengan baik beberapa rangsangan - rangsangan, seperti membedakan warna, raut wajah,
mengenali bahasa atau simbol, sehingga seringkali dikatakan bahwa penderita tampak
bingung4.

Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan
sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan
sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi
penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa
istilah yang digunakan diklinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, koma
ringan dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan
kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow4.

1. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif4,5

Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera (aware
atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari
dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.

Somnolen atau keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen
disebut juga sebagai : latergi, obtudansi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya
penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

Sopor atau stupor berarti kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti
suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita
tidak dapat dibangunkan sempurna.

Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal
dari penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.

Koma ringan (semi-koma). Pada keadaan ini tidak ada respon terhadap rangsang verbal.
Reflex (kornea, pupil dan lain sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai
respons terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban “primitif”. Penderita
sama sekali tidak dapat dibangunkan.

Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan tidak ada jawaban sama sekali
terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
Delirium adalah suatu keadaan mental abnormal yang dicirikan oleh adanya disorientasi,
ketakutan, iritabilitas, salah persepsi terhadap stimulasi sensorik, dan sering kali disertai
dengan halusinasi visual. Tingkah laku yang demikian biasanya menempatkan penderita di
alam yang tak berhubungan dengan lingkungannya, bahkan kadang penderita sulit mengenali
dirinya sendiri. Keadaan ini dapat juga diselingi oleh suatu lucid interval. Biasanya delirium
menimbulkan delusi seperti alam mimpi yang kompleks sistematis serta berlanjut sehingga
tak ada kontak sama sekali dengan lingkungannya serta secara psikologis.

Penderita umumnya menjadi banyak bicara, bicaranya keras, menyerang, curiga, dan agitatif.
Keadaan ini timbulnya cepat dan jarang berlangsung lebih dari 4-7 hari namun salah persepsi
dan halusinasinya dapat berlangsung sampai berminggu-minggu terutama pada penderita
alkoholik atau penderita yang berkaitan dengan penyakit vaskuler kolagen. Keadaan delinum
biasanya tampil pada gangguan-gangguan toksik dan metabolik susunan saraf seperti
keracunan atropin yang akut, sindroma putus obat (alkohol-barbiturat), porfiria akut, uremia,
gagal hati akut, ensefalitis, penyakit vaskuler kolagen. Bentuk status epileptikus yang
melibatkan sistem limbik sering kali juga menimbulkan sindrom yang sulit dibedakan dengan
keadaan delirium ini.

2. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif5

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow
yang memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai
pada respons tersebut. Tanggapan/respons penderita yang perlu diperhatikan adalah:

Mata:

 E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri

 E2 membuka mata dengan rangsang nyeri

 E3 membuka mata dengan rangsangsuara

 E4 membuka mata spontan

Motorik:

 M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri

 M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri

 M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri

 M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran

 M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran

 M6 reaksi motorik sesuai perintah


Verbal:

 V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)

 V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)

 V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)

 V4 bicaradengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)

 V5 bicaradengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8
menandakan koma.

Dua skala yang lebih sederhana ACDU (alert, confused, drowsy, unresponsive), dan AVPU
(alert, respon to voice, respon to pain, unresponsive). Skala AVPU adalah cara mudah dan
cepat untuk menilai tingkat kesadaran. Pemeriksaan ini ideal sebagai penilaian awal dan
cepat, yaitu terdiri dari:2

 Alert

 Respon terhadap suara

 Respon terhadap nyeri

 Penurunan kesadaran

AVPU termasuk ke dalam beberapa sistem skor peringatan dini untuk pasien – pasien kritis,
sebagai cara yang lebih sederhana dibanding dengan GCS, tetapi tidak cocok untuk observasi
jangka panjang2.

2. Etiologi

Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu: gangguan
metabolik/fungsional dan gangguan struktural.2

A. Gangguan metabolik/fungsional

Gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemik/hiperglikemik, gangguan fungsi hati,
gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat-obatan,
intoksikasi makanan serta bahan-bahan kimia, infeksi susunan saraf pusat.
B. struktural dapat dibagi lagi menjadi 2, yaitu:

1. Lesi supratentorial

i. Perdarahan intraserebral : ekstradural, subdural, intraserebral

ii. Infark : emboli, thrombosis

iii. Tumor otak : Tumor primer, tumor sekunder, abses, tuberkuloma

2. Lesi infratentorial

i. Perdarahan : serebelum pons

ii. Infark : batang otak

iii. Tumor : serebelum

iv. Abses : serebelum

3. Diagnosis penurunan kesadaran

1. Anamnesis (riwayat penyakit)2

Tanyakan pada pasien atau pada pengantar tentang lingkungan sekeliling saat awitan terjadi
serta perjalanan penyakitnya. Beberapa poin penting yang harus ditanyakan:

a. Awitan: waktu, lingkungan sekeliling.

Usia pasien merupakan bagian penting dari anamnesis. Pada pasien yang sebelumnya sehat,
usia muda, penurunan kesadarannya terjadi tida-tiba, kemungkinan penyebabnya bisa
keracunan obat, perdarahan subarachnoid, atau trauma kepala. Sedangkan pada usia tua,
penurunan kesadaran yang tiba-tiba lebih mungkin disebabkan oleh perdarahan serebral atau
infark.

b. Gejala-gejala yang mendahului secara terperinci (bingung, nyeri kepala, kelemahan,


pusing, muntah, atau kejang), gejala-gejala fokal seperti sulit bicara, tidak bisa membaca,
perubahan memori, disorientasi, baal atau nyeri, kelemahan motorik, berkurangnya
enciuman, perubahan penglihatan, sulit menelan, gangguan pendengaran, gangguan
melangkah atau keseimbangan, tremor.

c. Pemakaian obat-obatan atau alkohol.

d. Riwayat penyakit jantung, paru-paru, liver, ginjal, atau yang lainnya

2. Pemeriksaan fisik8

a. Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan tentang
sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.

b. Bau nafas dan pola pernapasan

Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu misalnya uremia,
ketoasidosis, intoksikasi obat, dan bahkan proses kematian yang sednag berlangsung.

Pemeriksaan pola pernafasan berupa:

 Cheyne-Stokes (pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah besar


amplitudonya)→gangguan hemisfer dan atau batang otak bagian atas

 Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) →gangguan di tegmentum (antara


mesensephalon & pons)

 Apneustik (inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama waktu yang


lama) → gangguan di pons

 Ataksik (pernapasan dangkal, cepat, tak teratur) →gangguan di


fomartioretikularis bagian dorsomedial & medula Oblongata

c. Pemeriksaan kulit

Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda – tanda trauma, stigmata kelainan hati dan
stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma, kepala
pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati – hati atau tidak boleh
dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka
lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya
bruit.

d. Kepala

Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.

e. Leher

Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas,
kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).

f. Toraks/abdomen dan ekstremitas.

Perhatikan ada tidaknya fraktur.

Pemeriksaan fisik neurologis8


Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif dan
kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi derajat
kesadaran dan pemeriksaan motorik2.

1). Umum

• Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma

• Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral

• Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas

• seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).

2). Level kesadaran

• Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, soporo dan koma)

• Kuantitatif (menggunakanGCS)

3). Pupil

 Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya

 Simetris/reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon


baik.Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik(-), dicurigai suatu koma
metabolik

 Midposisi(2-5mm),ƒixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.

 Pupil reaktif point-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiate kolinergik.

 Dilatasi unilateral danƒixed,terjadi herniasi.

 Pupil bilateral ƒixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik – iskemi global, keracunan
barbiturat.

 Funduskopi

Pada pemeriksaan funduskopik perhatikanlah keadaan papil. apakah ada edema, perdarahan,
dan eksudasi, serta bagaimana keadaan pembuluh darah Tekanan intrakranlal yang meninggi
dapat menyebabkan terjadinya edema papli. Pada perdarahan subarakhnoid dapat dijumpai
perdarahan subhiaMd. Pada retinopati diabetik dapat dijumpai mikro-anerisma di pembuluh
darah retina

• Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)

Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur oleh nervus
okulomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls aferen dari cortical, tectal, dan
tegmental sistem oculomotor, serta impuls langsung dari sistem vestibular dan vestibule
cerebellum. Reflex okulovestibuler diperiksa dengan menolehkan kepala pasien, namun harus
hati-hati pada pasien trauma yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang cervical.
Selain dengan menolehkan kepala pasien, dapat juga tes kalori. Respon normal dari gerakan
yang menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem okulomotor dan membuat mata
berputar berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan pemeriksa. Pada pasien sadar,
refleks memfokuskan pandangan menutupi reflex tesebut, sehingga pemeriksaan doll’s eye
tidak dilakukan pada pasien sadar, namun pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Refleks okuloauditorik , bila dirangsang suara keras penderita akan menutup mata maka
gangguan di pons. Sedangkan pada refleks okulovestibular bila meatus autikus eksteernus
dirangsang air hangat akan timbul nistagmus ke arah rangsangan maka gangguan di pons.

Pemeriksaan pupil berupa:

• Lesi di hemisfer →kedua mata melihat ke samping ke arah hemisfer yang terganggu.Besar
dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal

• Lesi di talamus→kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil, reflekscahaya
negatif.

• lesi di pons →kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil, reflekscahaya
positif, kadang terdapat ocular bobing.

• lesi di serebellum→kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya positif
normal

• gangguan N oculomotorius→pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yanglebar,


ptosis

4). Pemeriksaan rangsang meningeal

5). Fungsi motorik

Perhatikan adanya gerakan pasien, apakah asimetrik (ada paresis). Gerak mioklonik dapat
dijumpai pada ensefalopati metabolik (mininya pada gagal hepar, uremta. htpoksia).
demikian juga gerak astcriksis Kejang miofokal dapat dijumpai pada gangguan metaboik.
Sikap dekortikasi (lengan dalam keadaan fleksi dan aduksi. Sedangkan tungkai dalam
keadaan okstensi) menandakan lesi yang dalam pada hemisfer atau tepat di alas
mesensefalon. Sikap deserebrasl (lengan dalam keadaan ekstensi, aduksi dan endorotasl,
sedangkan tungkai dalam sikap ekstensi) dapat dijumpai pada lesi batang otak bagian atas. di
antara nukleus ruber dan nukleus vestibular.
3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium ada yang bersifat segera, ada yang bersifat terencana.
Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya meliputi pemeriksaan glukosa
darah, jumlah leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, dan analisis gas darah. Pada kasus
tertentu (meningitis, ensefalitis, perdarahan suabarahnoid) diperlukan tindakan pungsi lumbal
dan kemudian dilakukan analisis cairan serebrospinal.

b. Pemeriksaan elektrofisiologi pada kasus koma bersifat terbatas kecuali pemeriksaan EKG.
Pemeriksaan eko-ensefalografi bersifat noninvasif, dapat dikerjakan dengan mudah, tetapi
manfaat diagnostiknya terbatas. Apabila ada CT scan maka pemeriksaan ekoensefalografi
tidak perlu dikerjakan. Pemeriksaan elektroensefalografi terutama dikerjakan pada kasus mati
otak (brain death).

c. Pemeriksaan radiologik dalam penanganan kasus koma tidak selamanya mutlak perlu. CT
scan akan sangat bermanfaat pada kasus-0kasus GPDO, neoplasma, abses, trauma kapitis,
dan hidrosefalus. Koma metabolik pada umumnya tidak memerlukan pemeriksaan CT scan
kepala.

4. Penatalaksanaan penurunan kesadaran

Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien dengan
penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya seperti kelainan struktural maupun
metabolik kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan, dan sirkulasi untuk
reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat. Prinsip tatalaksana pasien dengan penurunan
secara umum adalah:2

• Oksigenasi

• Mempertahankan sirkulasi

• Mengontrol glukosa

• Menurunkan tekanan tinggi intrakranial

• Menghentikan kejang
• Mengatasi infeksi

• Menoreksi keseimbangan asam-basa serta keseimbangan elektrolit

• Penilaian suhu tubuh

• Pemberian thiamin

• Pemberian antidotum (contoh: nalokson pada kasus keracunan morfin)

• Mengontrol agitasi

1. Mengontrol jalan napas (airway)2

Jalan napas yang baik dan suplementasi oksigen yang adekuat merupakan tindakan yang
sangat penting dalam mencegah terjadinya kerusakan otak lebih lanjut akibat kondisi
penurunan kesadaran terutama pada kasus-kasus yang akut.

Tindakan menjaga jalan napas tetap baik yang paling sederhana adalah dengan mencegah
jatuhnya lidah ke dinding faring posterior dengan jaw lift maneuver yaitu dengan
mengekstensinya kepala samapi menyentuh atlanto-occipital joint bersamaan dengan menarik
mandibula ke depan. Manuver ini dapat memperlebar jarak antara lidah dan dinding faring
sekitar 25%. Manuver ini tidak boleh dilakukan pada kecurigaan adanya fraj=ktur atau lesi
pada daerah cervical.

Pemasangan oropharingeal tube dapat juga dilakukan untuk menjaga patensi jalan napas pada
pasien dengan penurunan kesadaran. Oral airway device dapat digunakan untuk mencegah
tergigitnya lidah pada pasien dengan penurunan kesadaran disertai kejang. Sedangkan nasal
airway juga dapat digunakan dengan menempatkan selang oksigen ke lubang hidung maupun
nasofaring. Nasal airway dapat digunakan pada pasien dengan kecurigaan adanya lesi pada
cervical dan kontraindikasi untuk dilakukan maneuver jaw lift maupun head-tilt.

Tindakan intubasi merupakan indikasi untuk jalan napas tetap terjaga dengan baik pada
pasien dengan penurunan kesadaran dan gangguan fungsi bulber. Pasien dengan GCS yang
rendah memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan pernafasan walaupun
masalah utamanya bukan pada sistem pernafasan. Pasien dengan nilai GCS 8 harus dilakukan
tindakan intubasi.

2. Pernafasan

Pada pasien dengan penurunan kesadaran perlu diperhatikan frekuensi pernafasan dan pola
pernafasan. Frekuansi pernafasan normal adalah 16-24 kali permenit dengan pola nafas
torakoabdominal. Pada psien dengan gangguan pernafasan seringkali disertai retraksi otot-
otot ekstrapulmonal, seperti rektarksi suprasternal, retraksi supraklavikula, dan retraksi otot
abdominal. Suara nafas tambahan juga perlu diperhatikan pada pasien dengan penurunan
kesadaran. Suplai oksigen binasal dapat diberikan sesuai dengan oksigenasinya. Pada
keadaan tertentu seperti kecurigaan adanya penyakit paru yang berat dapat siperiksa analisis
gas darah dan digunakan ventilator bila terdapat kondisi gagal nafas.

3. Sirkulasi2

Pada pasien dengan penurunan kesadaran, untuk monitor dan evaluasi kondisi sirkulasi
sebaiknya dipasang kateterisasi vena sentral untuk memudahkan dalam monitoring cairan dan
pemberian nutrisi. Selain itu pula optimalkan tekanan darah dengan target Mean Arterial
Pressure di atas 70mmHg. Pada kondisi hipovolemia berikan cairan kristaloid isotonik seperti
cairan NaCl fisiologis dan ringer laktat. Kita harus menghindari pemberian cairan hipotonik
seperti cairan glukosa maupun dektrosa terutama pada kasus stroke kecuali penyebab
penurunan kesadarannya adalah kondisi hipoglikemi. Bila cairan infus sudah diberikan tetapi
MAP belum mencapoai target, maka diusahakan untuk pemberian obat-obatan vasopresor
seperti dopamine dan epinefrin/norepinefrin.

5. Pathway penurunan kesadaran

masalah apa yang menjadi penyebab penurunan kesadaran tadi dan bagaimana siatuasi koma
yang sedang dihadapinya (tenang, herniasi otak).

PASIEN MENGELUH DADANYA SAKIT

PASIEN JATUH DI KAMAR MANDI

PASIEN KEJANG

PASIEN MENGALAMI PENURUNAN KESADARAN

HAMBATAN PERTUKARAN GAS MUAL

SOMNOLEN PENINGKATAN SALIVASI

Anda mungkin juga menyukai