RSUD. DR. M. YUNUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU 2023 Definisi
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana
seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. Fisiologi Kesadaran Secara fisiologik, kesadaran memerlukan interaksi yang terus-menerus dan efektif antara hemisfer otak dan formasio retikularis di batang otak. Kesadaran dapat digambarkan sebagai kondisi awas-waspada dalam kesiagaan yang terus menerus terhadap keadaan lingkungan atau rentetan pikiran kita. Hal ini berarti bahwa seseorang menyadari seluruh asupan dari panca indera dan mampu bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh. Orang normal dengan tingkat kesadaran yang normal mempunyai respon penuh terhadap pikiran atau persepsi yang tercermin pada perilaku dan bicaranya serta sadar akan diri dan lingkungannya. Masukan impuls yang menuju SSP yang berperan pada mekanisme kesadaran pada prinsipnya ada dua macam, yaitu input yang spesifik dan non-spesifik. Input spesifik merupakan impuls aferen khas yang meliputi impuls protopatik, propioseptif dan panca- indera. Penghantaran impuls ini dari titik reseptor pada tubuh melalui jaras spinotalamik, lemniskus medialis, jaras genikulo-kalkarina dan sebagainya menuju ke suatu titik di korteks perseptif primer. Impuls aferen spesifik ini yang sampai di korteks akan menghasilkan kesadaran yang sifatnya spesifik yaitu perasaan nyeri di kaki atau tempat lainnya, penglihatan, penghiduan atau juga pendengaran tertentu. Sebagian impuls aferen spesifik ini melalui cabang kolateralnya akan menjadi impuls non- spesifik karena penyalurannya melalui lintasan aferen non-spesifik yang terdiri dari neuronneuron di substansia retikularis medulla spinalis dan batang otak menuju ke inti intralaminaris thalamus (dan disebut neuron penggalak kewaspadaan) berlangsung secara multisinaptik, unilateral dan lateral, serta menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang menggiatkan seluruh korteks secara difus dan bilateral yang dikenal sebagai diffuse ascending reticular system. Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu: gangguan metabolik/fungsional dan gangguan struktural 1. Gangguan metabolik/fungsional Gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemik/hiperglikemik, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat- obatan, intoksikasi makanan serta bahan-bahan kimia, infeksi susunan saraf pusat. 2. Gangguan struktural dapat dibagi lagi menjadi 2, yaitu: a. Lesi supratentorial i. Perdarahan intraserebral : ekstradural, subdural, intraserebral ii. Infark : emboli, thrombosis iii. Tumor otak : tumor primer, tumor sekunder, abses, tuberkuloma b. Lesi infratentorial i. Perdarahan : serebelum pons iv. Infark : batang otak v. Tumor : serebelum iii. Abses : serebelum Patofisiologi Kesadaran Menurun Dari studi kasus-kasus koma yang kemudian meninggal dapat dibuat kesimpulan, bahwa ada tiga tipe lesi /mekanisme yang masing-masing merusak fungsi reticular activating system : a. Disfungsi otak difus b. Efek langsung pada batang otak c. Efek kompresi pada batang otak Berdasar anatomi-patofisiologi, koma dibagi dalam: 1) Koma kortikal-bihemisferik, yaitu koma yang terjadi karena neuron pengemban kewaspadaan terganggu fungsinya. 2) 2) Koma diensefalik, terbagi atas koma supratentorial, infratentorial, kombinasi supratentorial dan infratentorial; dalam hal ini neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan Diagnosis penurunan kesadaran Untuk mendiagnosis penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi masalah apa yang menjadi penyebab penurunan kesadaran tadi dan bagaimana siatuasi koma yang sedang dihadapinya (tenang, herniasi otak). Pendekatan diagnostik tidak berbeda dengan kasus-kasus yang lainnya, yaitu melalui urutan anamnesa, pemeriksaan fisik neurologik, dan pemeriksaan penunjang a. Tanda vital • Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia. b. Bau nafas dan pola pernapasan Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu misalnya uremia, ketoasidosis, intoksikasi obat, dan bahkan proses kematian yang sednag berlangsung. Pemeriksaan pola pernafasan berupa: Cheyne-Stokes (pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah besar amplitudonya)→gangguan hemisfer dan atau batang otak bagian atas Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) →gangguan di tegmentum (antara mesensephalon & pons) Apneustik (inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama waktu yang lama) → gangguan di pons Ataksik (pernapasan dangkal, cepat, tak teratur) →gangguan di fomartioretikularis bagian dorsomedial & medula Oblongata c. Pemeriksaan kulit • Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda – tanda trauma, stigmata kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati – hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit. d. Kepala • Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur. e. Leher • Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka). f. Toraks/abdomen dan ekstremitas. • Perhatikan ada tidaknya fraktur. Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi derajat kesadaran dan pemeriksaan motoric : 1). Umum • Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma • Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral • Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas • seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama). 2). Level kesadaran • Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, soporo dan koma) • Kuantitatif (menggunakanGCS) 3). Pupil Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya Simetris/reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon baik.Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik(-), dicurigai suatu koma metabolik Midposisi(2-5mm),ƒixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal. Pupil reaktif point-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiate kolinergik. Dilatasi unilateral danƒixed,terjadi herniasi. Pupil bilateral ƒixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik – iskemi global, keracunan barbiturat. • Funduskopi Pemeriksaan pupil berupa: • Lesi di hemisfer →kedua mata melihat ke samping ke arah hemisfer yang terganggu.Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal • Lesi di talamus→kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil, reflekscahaya negatif. • lesi di pons →kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil, reflekscahaya positif, kadang terdapat ocular bobing. • lesi di serebellum→kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya positif normal • gangguan N oculomotorius→pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yanglebar, ptosis a. Pemeriksaan laboratorium ada yang bersifat segera, ada yang bersifat terencana. Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya meliputi pemeriksaan glukosa darah, jumlah leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, dan analisis gas darah. Pada kasus tertentu (meningitis, ensefalitis, perdarahan suabarahnoid) diperlukan tindakan pungsi lumbal dan kemudian dilakukan analisis cairan serebrospinal. b. Pemeriksaan elektrofisiologi pada kasus koma bersifat terbatas kecuali pemeriksaan EKG. Pemeriksaan eko-ensefalografi bersifat noninvasif, dapat dikerjakan dengan mudah, tetapi manfaat diagnostiknya terbatas. Apabila ada CT scan maka pemeriksaan ekoensefalografi tidak perlu dikerjakan. Pemeriksaan elektroensefalografi terutama dikerjakan pada kasus mati otak (brain death). c. Pemeriksaan radiologik dalam penanganan kasus koma tidak selamanya mutlak perlu. CT scan akan sangat bermanfaat pada kasus- 0kasus GPDO, neoplasma, abses, trauma kapitis, dan hidrosefalus. Koma metabolik pada umumnya tidak memerlukan pemeriksaan CT scan kepala Tatalaksana Penurunan kesadaran Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien dengan penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya seperti kelainan struktural maupun metabolik kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan, dan sirkulasi untuk reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat. Prinsip tatalaksana pasien dengan penurunan secara umum adalah : • Oksigenasi • Mempertahankan sirkulasi • Mengontrol glukosa • Menurunkan tekanan tinggi intrakranial • Menghentikan kejang • Mengatasi infeksi • Menoreksi keseimbangan asam-basa serta keseimbangan elektrolit • Penilaian suhu tubuh • Pemberian thiamin • Pemberian antidotum (contoh: nalokson pada kasus keracunan morfin) • Mengontrol agitasi
Dian S, Basuki A, 2012. Altered consciousness basic,
diagnostic, and management. Bagian/UPF ilmu penyakit saraf. Bandung. Prognosis Prognosis penurunan kesadaran bersifat luas tergantung kepada penyebab, kecepatan serta ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan diagnosis pada kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya kelainan yang sifatnya ireversible. Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi batang otak, seperti doll’s eye, refleks kornea yang negatif, refleks muntah yang negatif; Pupil lebar tanpa adanya refleks cahaya; dan GCS yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari Penurunan kesadaran Berdasarkan etiologi Berdasarkan Struktural Tatalaksanana lesi masa supratentorial • Hiperventilasi merupakan cara paling cepat untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) dan mungkin bisa secara efektif memulihkan pasien dari kecenderungan herniasi dalam satu atau dua menit. • Obat-obatan hyperosmolar : Mannitol adalah obat yang paling banyak digunakan; biasa diberikan sebagai solusi 20% dengan dosis 1,5- 2g/kg secara bolus. • Pada pasien dengan tumor otak, baik primer maupun metastatik, pasien dengan hematoma epidural dan empiema atau dengan lesi masa lain yang menginduksi neovaskularisasi pembuluh darah tanpa sawar darah-otak, pemberian kortikosteroid adrenal memulihkan tanda dan gejala herniasi secara dramatis. Dosis inisial yang disarankan adalah deksametason 10mg, meskipun dosis sampai 100mg deksametason dapat diberikan secara bolus intravena secara aman • Kortikosteroid juga diindikasikan pada pasien dengan suspek meningitis bakterialis, dan harus diberikan bersamaan atau sebelum pemberian antibiotika dengan dosis 10mg setiap 6 jam Langkah-langkah di atas hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk mengendalikan TIK, dan pada saat sudah terkontrol pemeriksaan CT-scan atau MRI bila tersedia harus dilakukan. Pencitraan ini akan menggambarkan etiologi lesi masa supratentorial dan seringkali menentukan derajat herniasi transtentorial. Apabila ditemukan hematoma subdural atau epidural, maka harus dilakukan evakuasi segera, demikian juga bila ditemukan abses otak harus dilakukan dekompresi dan kultur segera. Apabila salah satu dari lesi di atas dicurigai secara klinis dan pasien mengalami penurunan secara cepat maka pada saat pencitraan harus dilakukan juga konsultasi terhadap ahli bedah saraf. Untuk tumor-tumor otak, seringkali jalan terbaik adalah untuk membiarkan steroid menurunkan derajat edema sampai beberapa hari sebelum melakukan pembedahan. Perdarahan intraparenkimal, cedera kepala atau infark serebral palin baik diterapi secara suportif apabila TIK dapat dikendalikan dan pasien tidak mengalami bahaya herniasi. Tatalaksanana lesi masa infratentorial • Lesi infratentorial dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni menjadi lesi-lesi yang berasal dari dan lesi-lesi yang menekan batang otak. Pada pasien-pasien dengan masa infratentorial atau lesi-lesi destruktif penyebab koma, biasanya dapat diketemukan adanya riwayat sakit kepala oksipital, keluhankeluhan seperti vertigo, diplopia atau tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan adanya disfungsi batang otak. Pada saat-saat tertentu sulit untuk membedakan secara klinis antara lesi batang otak intrinsik (seperti infark dari oklusi arteri basilaris) dengan lesi kompresif ekstrinsik (seperti hematoma selebelar), namun harus diperhatikan bahwa tatalaksananya berbeda: pembedahan untuk lesi kompresif dan trombolisis untuk oklusi vaskular akut. Hematoma serebelum atau ruang subdural harus dievakuasi apabila pasien stupor atau koma, sebelum keadaan kesadaran menjadi memburuk secara progresif atau bila tanda-tanda lain menunjukkan adanya kompresi batang otak progresif. Perdarahan pontin primer biasanya tidak diterapi secara bedah, terutama bila pasien dalam keadaan koma. Prinsip- prinsip terapi untuk masa infratentorial dapat dilakukan sesuai dengan masa supratentorial di atas. Berdasarkan kelainan metabolic dan intoksikasi Menigoensefalitis Terimakasih…