Anda di halaman 1dari 26

Koma

Pembimbing: dr. Fatmawaty, Sp.A

Oleh: Indira Wildany Chairunnisa

41221396100083

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Haji Jakarta

Periode 27 Maret 2023 – 9 Juni 2023


Definisi
Ketidaksadaran adalah keadaan tidak sadar terhadap diri sendiri dan lingkungan dan dapat
bersifat fisiologis (tidur) ataupun patologis (koma atau keadaan vegetatif).
Koma → gangguan kesadaran yang paling berat dan yang tidak dapat bereaksi terhadap
sekitarnya atau dibangunkan dengan rangsangan nyeri yang kuat (hanya refleks primitif yang
masih tampak).
Skor GCS <8 dinilai sebagai keadaan koma.
Etiologi
Penyakit otak struktural yang terdiri atas:
1. Trauma → perdarahan
2. Neoplasma
3. Penyakit vaskular (infark, perdarahan malformasi arteri-vena)
4. Infeksi otak lokal

Penyakit toksik-metabolik:
1. Ensefalopati hipoksik-iskemik (tenggelam, tercekik, keracunan CO, infark miokard)
2. Keracunan eksogen (sedativa, logam berat, anti-konvulsan, asam asetil salisilat)
3. Infeksi susunan saraf pusat (meningitis, ensefalitis)
4. Kelainan metabolik (hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, gangguan keseimbangan elektrolit, koma
hepatik, koma uremik, kelainan kelenjar endokrin)
5. Status epileptikus
Patofisiologi
Ascending Reticular Activating System (ARAS) adalah sistem aferen non spesifik yang mengatur kesadaran.
Sistem ini responsif terhadap rangsangan dari luar. Koma terjadi karena adanya gangguan pada sistem ini
sehingga ia tidak lagi peka terhadap segala rangsangan dari luar. Lesi yang terjadi pada koma dapat dibagi secara
anatomik menjadi lesi supratentorial, infratentorial, dan kelainan difus.
RAS terdiri dari beberapa jaras saraf yang
menghubungkan batang otak dengan korteks serebri.
Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan
mesensefalon. Proyeksi neuronal berlanjut dari ARAS
ke talamus, dimana mereka bersinaps dan
diproyeksikan ke korteks.

Kelainan yang mengenai lintasan RAS tersebut


berada diantara medulla, pons, mesencephalon
menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan
akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari
susunan saraf pusat dimana kedua korteks ini
berperan dalam kesadaran akan diri terhadap
lingkungan atau input-input rangsangan sensoris
(awareness).
Patofisiologi
Koma dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu:
1. Lesi yang meliputi kedua belahan otak (proses metabolik atau trauma kapitis).
2. Lesi yang mempengaruhi secara langsung/tidak langsung pada sistem ARAS (ascending
reticular activating system) di talamus, mesensefalon, atau pons.
3. Lesi campuran
Lesi pada Koma
Lesi Supratentorial

Lesi di daerah ini dapat menyebabkan gangguan ARAS secara langsung


atau tidak, misalnya pada perdarahan, tumor otak, dan trauma kapitis.
Adanya massa akan mendorong jaringan otak melewati garis tengah
atau kebawah.
1. Herniasi singulatus → bergesernya girus singulatus ke medial
di bawah falks dan menyebabkan penekanan pada pembuluh
darah, iskemia otak, kongesti vena sehingga timbul edema otak.
2. Herniasi transtentorial atau sentral → terdorongnya batang
otak ke bawah melalui celah tentorium dan menekan
diensefalon, mesensefalon, → mengganggu peredaran darah
batang otak.
3. Herniasi unkus → Terdorongnya unkus dan girus hipokampus
lobus temporalis medialis melalui celah tentorium dan
menekan mesensefalon serta meregangkan N III sisi yang sama.
Lesi pada Koma
Lesi Infratentorial

Lesi ini terletak di fossa posterior. Lesi yang membesar (tumor atau
abses) dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan herniasi
ke atas melalui celah tentorium. Herniasi ke bawah dengan serebelum
akan menekan batang otak dan menimbulkan kematian.

Kelainan Difus

Beberapa penyebab terjadinya kelainan difus:


1. Overdosis obat-obatan (barbiturat, benzzodiazepin,
antidepresan trisiklik, alkohol, dan opiat)
2. Koma diabetikum karena ketoasidosis
3. Koma hipoglikemia
4. Hipoksia otak (henti kardiorespi, tenggelam, hipotensi lama)
5. Ensefalopati hepatik

Koma juga dapat disebabkan oleh infeksi (meningitis, ensefalitis),


epilepsi, dan perdarahan subaraknoidal.
Lesi pada Koma
Pemeriksaan Pasien Koma
Anamnesis & pemeriksaan fisik untuk mengetahui penyebab dan progresifitas gangguan kesadaran
1. Onset gejala neurologis
2. Penyakit mendasari, penyulit suatu penyakit, atau kejadian tidak terduga
3. Waktu, lokasi, dan durasi gejala awal
4. Tiba-tiba atau didahului kantuk dan ketidakstabilan
5. Adanya demam pada koma akibat infeksi
6. Riwayat nyeri kepala dan gejala peningkatan tekanan intrakranial
7. Tanda herniasi
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital
2. Derajat Kesadaran
3. Pernapasan
4. Kelainan pupil
5. Gerakan bola mata
6. Refleks kornea
7. Fungsi motor

Jika pasien sudah lebih stabil dapat dilakukan anamnesis terinci mengenai timbulnya koma.
Jika curiga terdapat fraktur leher → foto leher dengan manipulasi minimal.
Memeriksa adanya kelainan pada fungsi saraf otak.
Pemeriksaan sensori-motor
Pemeriksaan penunjang laboratorium.
Pemeriksaan EEG-EKG.
Pemeriksaan pencitraan.
Derajat Kesadaran

Skor < 8 dinilai sebagai keadaan koma


Pernapasan

Bau mulut tertentu dapat menunjukkan intoksikasi alkohol, ketoasidosis diabetik, uremia ataupun koma
hepatikum.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan fundus optik
Papil edema sebagai gambaran dari peningkatan tekanan intrakranial dan perdarahan retinal pada trauma kepala
2. Reaktivitas pupil
Tidak adanya refleks cahaya merupakan penanda penyebab struktural sebagai etiologi gangguan kesadaran. Refleks
pupil biasanya baik pada gangguan kesadaran yang disebabkan oleh penyebab medis (terutama oleh toksik dan
metabolik).
3. Kontrol gerakan bola mata
Gangguan gerak ekstraokular biasanya menyertai kelainan struktural.
4. Refleks kornea
5. Respons motorik & postur tubuh
Abnormalitas dalam fungsi motorik dapat menunjukkan lokalisasi dari lesi. Dekortikasi dengan fleksi lengan
menunjukkan kerusakan serebri hemisfer bilateral (kortikal atau subkortikal) atau depresi toksik-metabolik fungsi
otak dengan fungsi batang otak yang masih baik.
Deserebrasi dengan ekstensi lengan menunjukkan lesi destruktif otak tengah dan pons bagian atas dan juga dapat
terjadi pada kelainan metabolik berat seperti ensefalopati hepatik dan ensefalopati hipoksik anoksik.
6. Tanda-tanda rangsangan meningeal
Kaku kuduk, perasat Brudzinski dan Kernig dapat menunjukkan adanya rangsang meningeal, herniasi tonsilar, trauma
kranioservikal atau perdarahan subarakhnoid.
Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan CT Scan atau MRI
CT scan sebaiknya dilakukan pada setiap anak yang mengalami gangguan kesadaran tanpa diketahui
penyebabnya. CT scan kepala harus dilakukan pada setiap anak dengan koma akibat cedera kepala tertutup
dan pada setiap anak dengan penyebab yang tidak dapat segera dipastikan atau dengan onset yang tidak
diketahui.

Pungsi Lumbal
Harus dilakukan bila terdapat dugaan adanya infeksi susunan saraf pusat dengan atau tanpa demam.
Tergantung pada manifestasi klinis, CT scan mungkin perlu dilakukan sebelum dilakukan pungsi lumbal.
Penurunan Kesadaran → Kegawatan
Penurunan kesadaran merupakan kegawatan medis dan neurologik yang memerlukan intervensi segera
termasuk Basic Life Support, identifikasi penyebab koma, dan pemberian terapi spesifik.

1. Airway, Breathing, Circulation


2. Periksa kadar glukosa untuk deteksi hipoglikemia
3. Pengambilan sampel darah → pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kadar glukosa, kalsium, dan
magnesium, fungsi hati (terutama bilirubin dan ammonia), test koagulasi, dan uji tapis toksikologi
4. Kateter Foley & pengambilan sampel urine
5. Pemasangan monitor EKG
6. Pelaksanaan pemeriksaan pencitraan
Penatalaksanaan
Prioritas utama pada anak yang datang dengan penurunan kesadaran ialah untuk mempertahankan jalan
nafas dan sirkulasi sistemik dan untuk memperbaiki gangguan metabolik yang signifikan.

- Memastikan Oksigenasi
Bila dibutuhkan maka bantuan ventilasi mekanik dapat diberikan. Immobilisasi leher sampai keadaan
ketidakstabilan tulang belakang servikal disingkirkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pencitraan
yang sesuai.
- Mempertahankan Sirkulasi
Mempertahankan fungsi kardiovaskular dan mempersiapkan akses intravaskular
- Pemberian glukosa
Anak dengan penyebab koma yang belum jelas diperiksa segera kadar gula darah dengan dextrostick
atau langsung diberikan dekstrose 25% sebanyak 1-4 ml/kgBB sambil diperhatikan responnya. Bila
terdapat perbaikan dramatis, selanjutnya diberikan infus dekstrose 10%. Kesadaran yang tidak pulih
setelah pemberian glukosa menyingkirkan diagnosis hipoglikemia.
Penatalaksanaan
- Mempertimbangkan Antidotum Spesifik
- Menurunkan Peningkatan Tekanan Intrakranial
Elevasi kepala 30 diatas bidang datar, hiperventilasi sampai pCO2 mencapai 20-25 mmHg dan pemberian
obat-obatan. Setelah gangguan sirkulasi teratasi, infus cairan dekstrose 5% dan NaCl 0,9% (3:1)
diberikan sebanyak 75% dari kebutuhan rumatan. Manitol juga bermanfaat menurunkan tekanan
intrakranial dan diberikan sebagai larutan 20% perdrip intravena dengan dosis 0,5-1 gr/kgBB selama
setiap 8 jam.
- Memberantas Kejang
Status epileptikus dan kejang lain harus diberantas. Perlu dipertimbangkan adanya kejang walaupun
tidak bermanifestasi secara klinis (status epileptikus nonkonvulsif subklinis); sehingga tersedianya EEG
sangat esensial.
- Mengobati Infeksi
Mengobati infeksi. Bila dicurigai adanya infeksi susunan saraf pusat dilakukan pungsi lumbal dan diobati
dengan antibiotik atau antivirus yang sesuai.
Penatalaksanaan
- Koreksi Gangguan Keseimbangan Asam-basa dan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit sering diakibatkan gangguan sekresi hormone antidiuretik.
Pemberian cairan yang tidak tepat pada keadaan ini dapat memperburuk keadaan. Hiponatremia,
hipernatremia, hipokalsemia atau hipomagnesemia yang menyertai penyakit sistemik jauh lebih sering
menyebabkan koma. Asidosis atau alkalosis metabolik atau respiratorik juga harus dikoreksi.
- Mengatur Suhu Tubuh
Antipiretik yang sesuai harus diberikan untuk menurunkan demam.
- Atasi Agitasi
Agitasi dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan menyulitkan bantuan ventilasi mekanik sehingga
dapat dipertimbangkan pemberian sedatif walaupun mungkin akan menyulitkan evaluasi neurologik
berkala.
Kematian Otak
Keadaan koma dapat berlanjut menjadi kematian batang otak jika tidak ada perbaikan keadaan klinis. Mati
otak adalah keadaan jaringan otak rusak sedemikian berat sehingga fungsi vitalnya rusak ireversibel.

Untuk mengetahui apakah koma masih reversible atau tidak dapat digunakan kriteria:
1. Tidak ada respon vokal maupun motor (refleks spinal masih ada setelah kematian)
2. Apneu dan tidak bernapas spontan selama 10 menit.
3. Refleks batang otak negatif (refleks kornea, okulosefalik, okulovestibular, dan refleks muntah)
4. Ketiga kriteria tersebut menetap minimal 12 jam dan pada anak kecil selama 72 jam.

Pemeriksaan yang dapat mengkonfirmasi:


1. Electrocerebral silence atau EEG isoelektrik (dengan maximal gain) selama 30 menit dinyatakan
sebagai mati otak, kecuali pada koma akibat obat-obatan, hipotermia, dan pada anak kecil EEG sering
memperlihatkan aktivitas sedikit, meskipun peredaran darah otaknya sudah berhenti.
2. Tidak adanya aliran darah lagi di otak yang dapat dilihat dengan arteriografi atau brain flow study
dengan isotop.
Prognosis
Prognosis dari penurunan kesadaran tergantung pada etiologi, dalamnya koma, lamanya koma dan
tanda-tanda klinis. Tidak diragukan, koma yang panjang akibat hipoksik-iskemik memberikan prognosis yang
sangat buruk, tetapi kebanyakan anak dengan ensefalopati infeksius mempunyai prognosis yang baik.

Jika koma berlangsung lama, penyembuhan tergantung pada penyebabnya. Pada koma non traumatik 50%
sembuh sempurna, 30% meninggal dan 20% menjadi cacat. Koma metabolik lama, 50-75% sembuh sempurna
atau hanya cacat minimal, 25% yang meninggal biasanya disebabkan ensefalitis herpes simpleks.

Adanya perbaikan neurologis dinyatakan jika terdapat pemulihan kesadaran dalam 24 jam. Refleks kornea dan
pupil yang tidak timbul setelah 24 jam mempunyai prognosis yang kurang baik. Resiko paling tinggi ada di
koma struktural misalnya karena penyakit serebrovakular. Koma yang lama (>5 hari) kebanyakan disebabkan
trauma kapitis. TIK >20 mmHg dan tekanan perfusi otak >50 mmHg mempunyai resiko yang tinggi.
Referensi
1. Buku Ajar Neurologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1999.
2. Penurunan Kesadaran. Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga. 2017
3. Patofisiologi Kesadaran Menurun. Akina Maulidhany Tahir. 2019
4. Ganong W.F (2016). Review of Medical Physiology, 25nd ed. Mc Graw-Hill, Boston.
Thank You!

Anda mungkin juga menyukai