41221396100083
Penyakit toksik-metabolik:
1. Ensefalopati hipoksik-iskemik (tenggelam, tercekik, keracunan CO, infark miokard)
2. Keracunan eksogen (sedativa, logam berat, anti-konvulsan, asam asetil salisilat)
3. Infeksi susunan saraf pusat (meningitis, ensefalitis)
4. Kelainan metabolik (hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, gangguan keseimbangan elektrolit, koma
hepatik, koma uremik, kelainan kelenjar endokrin)
5. Status epileptikus
Patofisiologi
Ascending Reticular Activating System (ARAS) adalah sistem aferen non spesifik yang mengatur kesadaran.
Sistem ini responsif terhadap rangsangan dari luar. Koma terjadi karena adanya gangguan pada sistem ini
sehingga ia tidak lagi peka terhadap segala rangsangan dari luar. Lesi yang terjadi pada koma dapat dibagi secara
anatomik menjadi lesi supratentorial, infratentorial, dan kelainan difus.
RAS terdiri dari beberapa jaras saraf yang
menghubungkan batang otak dengan korteks serebri.
Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan
mesensefalon. Proyeksi neuronal berlanjut dari ARAS
ke talamus, dimana mereka bersinaps dan
diproyeksikan ke korteks.
Lesi ini terletak di fossa posterior. Lesi yang membesar (tumor atau
abses) dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan herniasi
ke atas melalui celah tentorium. Herniasi ke bawah dengan serebelum
akan menekan batang otak dan menimbulkan kematian.
Kelainan Difus
Jika pasien sudah lebih stabil dapat dilakukan anamnesis terinci mengenai timbulnya koma.
Jika curiga terdapat fraktur leher → foto leher dengan manipulasi minimal.
Memeriksa adanya kelainan pada fungsi saraf otak.
Pemeriksaan sensori-motor
Pemeriksaan penunjang laboratorium.
Pemeriksaan EEG-EKG.
Pemeriksaan pencitraan.
Derajat Kesadaran
Bau mulut tertentu dapat menunjukkan intoksikasi alkohol, ketoasidosis diabetik, uremia ataupun koma
hepatikum.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan fundus optik
Papil edema sebagai gambaran dari peningkatan tekanan intrakranial dan perdarahan retinal pada trauma kepala
2. Reaktivitas pupil
Tidak adanya refleks cahaya merupakan penanda penyebab struktural sebagai etiologi gangguan kesadaran. Refleks
pupil biasanya baik pada gangguan kesadaran yang disebabkan oleh penyebab medis (terutama oleh toksik dan
metabolik).
3. Kontrol gerakan bola mata
Gangguan gerak ekstraokular biasanya menyertai kelainan struktural.
4. Refleks kornea
5. Respons motorik & postur tubuh
Abnormalitas dalam fungsi motorik dapat menunjukkan lokalisasi dari lesi. Dekortikasi dengan fleksi lengan
menunjukkan kerusakan serebri hemisfer bilateral (kortikal atau subkortikal) atau depresi toksik-metabolik fungsi
otak dengan fungsi batang otak yang masih baik.
Deserebrasi dengan ekstensi lengan menunjukkan lesi destruktif otak tengah dan pons bagian atas dan juga dapat
terjadi pada kelainan metabolik berat seperti ensefalopati hepatik dan ensefalopati hipoksik anoksik.
6. Tanda-tanda rangsangan meningeal
Kaku kuduk, perasat Brudzinski dan Kernig dapat menunjukkan adanya rangsang meningeal, herniasi tonsilar, trauma
kranioservikal atau perdarahan subarakhnoid.
Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan CT Scan atau MRI
CT scan sebaiknya dilakukan pada setiap anak yang mengalami gangguan kesadaran tanpa diketahui
penyebabnya. CT scan kepala harus dilakukan pada setiap anak dengan koma akibat cedera kepala tertutup
dan pada setiap anak dengan penyebab yang tidak dapat segera dipastikan atau dengan onset yang tidak
diketahui.
Pungsi Lumbal
Harus dilakukan bila terdapat dugaan adanya infeksi susunan saraf pusat dengan atau tanpa demam.
Tergantung pada manifestasi klinis, CT scan mungkin perlu dilakukan sebelum dilakukan pungsi lumbal.
Penurunan Kesadaran → Kegawatan
Penurunan kesadaran merupakan kegawatan medis dan neurologik yang memerlukan intervensi segera
termasuk Basic Life Support, identifikasi penyebab koma, dan pemberian terapi spesifik.
- Memastikan Oksigenasi
Bila dibutuhkan maka bantuan ventilasi mekanik dapat diberikan. Immobilisasi leher sampai keadaan
ketidakstabilan tulang belakang servikal disingkirkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pencitraan
yang sesuai.
- Mempertahankan Sirkulasi
Mempertahankan fungsi kardiovaskular dan mempersiapkan akses intravaskular
- Pemberian glukosa
Anak dengan penyebab koma yang belum jelas diperiksa segera kadar gula darah dengan dextrostick
atau langsung diberikan dekstrose 25% sebanyak 1-4 ml/kgBB sambil diperhatikan responnya. Bila
terdapat perbaikan dramatis, selanjutnya diberikan infus dekstrose 10%. Kesadaran yang tidak pulih
setelah pemberian glukosa menyingkirkan diagnosis hipoglikemia.
Penatalaksanaan
- Mempertimbangkan Antidotum Spesifik
- Menurunkan Peningkatan Tekanan Intrakranial
Elevasi kepala 30 diatas bidang datar, hiperventilasi sampai pCO2 mencapai 20-25 mmHg dan pemberian
obat-obatan. Setelah gangguan sirkulasi teratasi, infus cairan dekstrose 5% dan NaCl 0,9% (3:1)
diberikan sebanyak 75% dari kebutuhan rumatan. Manitol juga bermanfaat menurunkan tekanan
intrakranial dan diberikan sebagai larutan 20% perdrip intravena dengan dosis 0,5-1 gr/kgBB selama
setiap 8 jam.
- Memberantas Kejang
Status epileptikus dan kejang lain harus diberantas. Perlu dipertimbangkan adanya kejang walaupun
tidak bermanifestasi secara klinis (status epileptikus nonkonvulsif subklinis); sehingga tersedianya EEG
sangat esensial.
- Mengobati Infeksi
Mengobati infeksi. Bila dicurigai adanya infeksi susunan saraf pusat dilakukan pungsi lumbal dan diobati
dengan antibiotik atau antivirus yang sesuai.
Penatalaksanaan
- Koreksi Gangguan Keseimbangan Asam-basa dan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit sering diakibatkan gangguan sekresi hormone antidiuretik.
Pemberian cairan yang tidak tepat pada keadaan ini dapat memperburuk keadaan. Hiponatremia,
hipernatremia, hipokalsemia atau hipomagnesemia yang menyertai penyakit sistemik jauh lebih sering
menyebabkan koma. Asidosis atau alkalosis metabolik atau respiratorik juga harus dikoreksi.
- Mengatur Suhu Tubuh
Antipiretik yang sesuai harus diberikan untuk menurunkan demam.
- Atasi Agitasi
Agitasi dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan menyulitkan bantuan ventilasi mekanik sehingga
dapat dipertimbangkan pemberian sedatif walaupun mungkin akan menyulitkan evaluasi neurologik
berkala.
Kematian Otak
Keadaan koma dapat berlanjut menjadi kematian batang otak jika tidak ada perbaikan keadaan klinis. Mati
otak adalah keadaan jaringan otak rusak sedemikian berat sehingga fungsi vitalnya rusak ireversibel.
Untuk mengetahui apakah koma masih reversible atau tidak dapat digunakan kriteria:
1. Tidak ada respon vokal maupun motor (refleks spinal masih ada setelah kematian)
2. Apneu dan tidak bernapas spontan selama 10 menit.
3. Refleks batang otak negatif (refleks kornea, okulosefalik, okulovestibular, dan refleks muntah)
4. Ketiga kriteria tersebut menetap minimal 12 jam dan pada anak kecil selama 72 jam.
Jika koma berlangsung lama, penyembuhan tergantung pada penyebabnya. Pada koma non traumatik 50%
sembuh sempurna, 30% meninggal dan 20% menjadi cacat. Koma metabolik lama, 50-75% sembuh sempurna
atau hanya cacat minimal, 25% yang meninggal biasanya disebabkan ensefalitis herpes simpleks.
Adanya perbaikan neurologis dinyatakan jika terdapat pemulihan kesadaran dalam 24 jam. Refleks kornea dan
pupil yang tidak timbul setelah 24 jam mempunyai prognosis yang kurang baik. Resiko paling tinggi ada di
koma struktural misalnya karena penyakit serebrovakular. Koma yang lama (>5 hari) kebanyakan disebabkan
trauma kapitis. TIK >20 mmHg dan tekanan perfusi otak >50 mmHg mempunyai resiko yang tinggi.
Referensi
1. Buku Ajar Neurologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1999.
2. Penurunan Kesadaran. Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga. 2017
3. Patofisiologi Kesadaran Menurun. Akina Maulidhany Tahir. 2019
4. Ganong W.F (2016). Review of Medical Physiology, 25nd ed. Mc Graw-Hill, Boston.
Thank You!