Anda di halaman 1dari 43

RANGKUMAN BUKU AJAR NEUROLOGI

PEMBIMBING:
dr. HopHop Manurung Sp.S

NAMA:
Ardhana Reswari

NIM:
1765050024

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia


RS PGI CIKINI
Periodde 30 September – 5 November 2019
Jakarta
2019
PENDEKATAN KLINIS GANGGUAN NEUROLOGIS

Pendahuluan
Pendekatan klinis gangguan neurologis sangat ditentukan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis bertujuan untuk mendapatkan ada tidaknya deficit
neurologis. Oleh karena itu, anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan teliti menghasilkan
diagnosis klinis, topis, etiologidan patologis akan sangat membantu menentukan
pemeriksaan yang dibutuhkan serta tata laksana yang tepat.

Defisit Neurologis
Deficit Neurologis adalah istilah yang dipakai untuk suatu gejaala dan tanda yang
muncul pada pasien akibat gangguan di sistem pernafasan, baik sel otak hingga jarasnya
dari reseptor untuk sistem sensorik maupun ke target organ dalam sistem motoric dan
otonom.
Kategori deficit neurologis fokal diantaranya:
1. Paresis; hemiparesis, tetraparesis,paraparesis,paresis pada miotom saraf tertentu,
paresis pada polineuropati dsb.
2. Gangguan gerak motoric; gerakan involunter (tremor, balismus dsb) dan gangguan
koordinasi otot (dyskinesia,dismetria dsb)
3. Gangguan pola pernafasan
4. Kejang fokal; mulut mencong, salah satu tangan bergerak-gerak
5. Gangguan sensorik eksteroseptif hipestesi
6. Gangguan sensorik proprioseptif
7. Gangguan sensorik khusus akibat gangguan sistem saraf; sistem visual, sistem
penghidu, sistem pendengaran dan sistem pengecapan
8. Gangguan keseimbangan; vertigo dan ataksia
9. Nyeri fokal; nyeri leher, punggung bawah, dsb
10. Gangguan otonom
11. Gangguan fungsi luhur fokal; afasia
12. Gangguan neuropsikiatrik fokal; depresi, agitasi
13. Sindrom neurologis yang bersifat fokal
Kategori deficit neurologis global diantaranya;
1. Penurunan kesadaran
2. Delirium
3. Kejang umum
4. Nyeri kepala yang difus
5. Sindrom peningkatan TIK
6. Demensia

Anamnesis
1. Inventarisasi keluhan
2. Inventarisasi keluhan dipilah jika ada suspek deficit neurologis
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat pajanan

Anamnesis Neurologis, meliputi;


- Durasi
- Perjalanan penyakit
- Lesi bersifat fokal atau difus
- Onset yang bersifat akut

Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Pemeriksaan skrinning nyeri
c. Pemeriksaan fisik umum
2. Pemeriksaan Fisik Neurologis Dasar
a. Pemeriksaan kesadaran
b. Pemeriksaan pupil
c. Pemeriksaan nervus kranialis
d. Pemeriksaan motoric
e. Pemeriksaan sensorik
f. Pemeriksaan otonom
g. Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi otot
h. Pemeriksaan fungsi luhur

Diagnosis Neurologis
1. Diagnosis Klinis: berisi gejala klinis yang ditemukan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
2. Diagnosis Topis: merupakan perkiraan lokasi lesi atau topis paling mungkin
berdasarkan temuan pada diagnosis klinis.
3. Diagnosis Patologis: analisis ini biasanya ditentukan dari gambaran patologi
anatomi.
4. Diagnosis Etiologis: menganalisis proses patofisiologi mekanisme yang
mendasari kelainan pada sistem saraf yang terlibat.
PENURUNAN KESADARAN
Pendahuluan
Kesadaran merupakan manifestasi dari normalnya aktivitas otak. Menurut Plum
dan Posner, kesadaran memiliki 2 aspek; derajat dan kualitas, sehingga berhubungan
dengan tingkat kewaspadaan (alertness) atau tingkat keterjagaan (wakefulness).

Patofisiologi
Dua struktur anatomi yang mempengaruhi derajat kesadaran; kedua hemisfer otak
dan brainstem reticular activating sistem (RAS).
Ada dua lintasan yang digunakan untuk menyampaikan impul aferen ke korteks
serebri, yaitu:
1. Lintasan sensorik spesifik, menghantarkan impul dari reseptor ke satu titik di korteks
sensorik primer. Lintasan ini melalui traktur spinotalamikus, lemnikus medialis, lemnikus
lateralis atau radiasio optika.
2. Lintasan sensorik non spesifik, terdiri atas serabut-serabut yang ada pada formasio
retikularis. Serabut-serabut ini memanjang di sepanjang batang otak.
Berdasarkan lokasi lesi, penurunan kesadaran dapat terjadi akibat:
a. lesi difus kedua hemisfer
b. diakibatkan oleh kelainan metabolic
c. lesi di ensefalon atau hipotalamus di mesensefalon atas
d. pons atas seperti pada emboli di arteri basilar
e. lesi kompresi dan lesi distruksi; lesi kompresi yaitu lesi secara langsung
mengakibatkan distorsi ARAS, lesi menyebabkan peningkatan TIK secara difus sehingga
mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otak, lesi menyebabkan iskemik local, lesi
menyebabkan edema otak daan lesi menyebabkan heniasi. Lesi kompresi yaitu tumor,
hematomaa dan abses.
Sementara itu, penurunan kesadaran pada lesi destruksi disebabkaan oleh
kerusaka langsung struktur RAS, seperti lesi pada di ensefalon atau batang otak yang
bilateral, atau dapat juga fokal namun mengenai mesensefalon atau kaudal diensefalon.
Lesi destruksi kortikal dan subkortikal harus bersifat bilateral dan difus untuk dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran, misalkan lesi akibat gangguan metabolic, infeksi
dan trauma.
Pada kasus koma, penyebab seperti toksin metabolic endogen tidak selalu dapat
teridentifikasi.
Kemungkinan penyebab penurunan kesadaran berdasarkan anamesis
1. Penurunan kesadaran yang tiba-tiba disertai deficit neurologis adalah khas akiba
gangguan vascular, seperti stroke atau perdarahan subaraknoid
2. Penurunan kesadaran yang gradual( dalam hitungan beberapa hari hingga beberapa
minggu/ lebih) sering disebabkan oleh tumor, abses atau perdarahan subdural kronik
3. Penurunan kesadaran yang didahului oleh acut fungsional state atau delirium

Pemeriksaan yang harus dilakukan pertama kali:


1. Airway: untuk memastikan jalan napas
2. Breathing: untuk menilai pernapasan spontan
3. Circulaation: untuk memastikan ada atau tidaknya hubungan penurunan kesadaran
pada pasien dengan perfusi darah ke jaringan
Pemeriksaan fisik umum dilakukan setelah yakinn pasien dalam kondisi stabil (airway,
breathing, circulation) untuk mencari tanda dan gejala kemungkinan penyebab terjadinya
penurunan kesadaran
I. Tekanan Darah: tekanan darah tinggi pd penurunan kesadaran umumnya berhubungan
dengan peningkatan TIK
II. Suhu: pada penurunan kesadran akibat intoksikasi obat sedative/ etanol, hipoglikemi,
etc.
III. Pernapasan: bertujuan memastikan pernapasan pasien adekuat untuk memasok
oksigen jaringan, terutama otak.
IV. Tanda Trauma: raccoon eyes, tanda battle, rinorea/otorea, palpasi ditemukan fraktur
tulang
V. Tanda pada kulit
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis merupakan pemeriksaan utama untuk menegakkan
etiologi penurunan kesadaran
1. Pemeriksaan derajat kesadaran
Penentuan derajat kesadaran secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
skala koma.
a. kompos mentis
b. kesadaran berkabut
c. delirium
d. letargi
e. obtundation
f. srupor
g. koma
2. Tanda Rangsang Meningeal
Tanda rangsang meningeal akan positif jijka terjadi iritasii pada meningen, berupa
kaku kuduk, brudzinki
3. Pemeriksaan Pupil
a. pupil normal: 3-4mm
b. thalamic pupils: lebih kecil <2mm
c. fixed, dilated pupils: lebih dari 7mm, ditemukan pada kompresi saraf
kranial III
d. fixed, midsized pupil: sekitar 5mm, ditemukan pada kerusakan batang
otak
4. Pemeriksaan Pergerakkan Bola Mata
Pasien dengan penurunan kesadaran, pergerakkan bola mata tetap harus
dilakukan penting untuk mengetahui lesi di batang otak
5. Pemeriksaan Respons Motorik Terhadap Nyeri
Pemeriksaan respons motoric terhadap nyeri dilakukan dengan cara emberikan
tekanan pada supraorbital , sternum atau kuku
6. Funduskopi
Pemeriksaan fuduskopi dapat memberikan gambaran papilledema atrau
perdarahan retina yang dapat terjadi pada kasus hipertensi akut atau kronik atau
peningkatan TIK

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Pada pasien dengan tanda dan gejala lesi structural atau peningkataan TIK,
memerlukan pemeriksaan CT scan atau MRI kepala.
Pemeriksaan darah terhadap konsentrasi glukosa, kreatinin, ureum, ammonia,
elektrolit, SGOT dan SGPT perlu dilakukan evaluasi awal pasien.

Diagnosis Banding
1. psychogenic unresponsiveness: merupakan manifestasi klinis dari skizofrenia,
kelainan somatoform atau malingering
2. persistent vegetative state: penurunan kesadaran akibat hipoksia serebral,
iskemik serebral global.
3. locked in syndrome: transeksi fungsional pada batang otak di bawah pons
tengah, dapat mengganggu jalur descending formation retikularis.
4. brain death: dimana fungsi respirasi dan sirkulasi berhenti dan seluruh fungsi
otak terhenti secara ireversibel

Tatalaksana
Setiap pasienn dengan penurunan kesadaran yang pertama dicari adalah adanya
gangguan intracranial, tatalaksana awal yang bersifat suportif, untuk memperbaiki kondisi
akut yang mengancam nyawa berikut;
- Bebaskan jalan nafas
- Berikn oksigen
- Pasang jalur intravena
- Berikan mannitol 25-50mg dalam solusio 20% IV selama 10-20 menit jika ada
gejala peningkatan TIK
- Antibiotic spectrum luas
- Jika pasien kejang berikan diazepam IV perlahan
- Pemasangan kateter urin
- Pemasangan pipa NGT
- Modifikasi pasif
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Pendahuluan
Tempurung kepala mempunyai tiga komponen yaitu, jaringan otak
(serebral, sereblum, batang otak dan medulla spinalis), darah didalam pembuluh
darah dan ciran serebrospinal (CSS).
Penambahan volume otak oleh massa intracranial, akan menyebabkan
kompensasi berupa pemindahan CSS ke rongga spinal, deformasi otak melalui
peregangan otak, ssert pengurangan porduksi CSS.

Epidemiologi
Penyebab tersering peningkatan TIK pada kasus neurologis adalah trauma
otak, stroke, neoplasma, hidrosefalus.

Patofisiologi
Peningkatan TIK akan menurunkan perfusi serebral yang selanjutnya
menyebabkan penurunan aliran darah serebral atau cerebral blood flow dan
memicu iskemik global yang berakhir pada kematian.
Mekanisme kedua, peningkatan TIK yang tinggi akibat penambahan massa
fokal di otak dapat mendorong sebagian parenkim otak ke daerah yang lemah
tidak dibatasi oleh duramater seperti falks atau tentorium, yang disebut herniasi
otak. Dorongan parenkim itu akan masuk ke satu-satunya daerah kosong di
intracranial, yaitu foramen magnum yang meuju area batang otak yang sangat vital
fungsinya. Inilah yang paling ditakutkan dari peningkatan TIK yaitu kematian akibat
herniasi ke batang otak sebagai pusat kesadaran, respirasi dan kardiovaskular.

Berdasarkan lokasinya herniasi otak dapat dibagi menjadi 4:


1. Herniasi cingulate
2. Herniasi sentral
3. Herniasi tentorial
4. Herniasi tonsillar

Gejala dan Tanda Klinis


Peningkatan TIK dapat menyebabkan perubahan tanda vital. Jika
peningkatan TIK terus berlanjut hingga menyebabkan penekanan batang otak,
maka akan terjadi trias cushing ( peningkatan TIK, bradikardi, pola napas ireguler).

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Tiga gejala cardinal keadaan peningkatan TIK yang sebelumnya
disebutkan adalah sakit kepala, muntah dan papil edema
Tatalaksana
Tatalaksana umum peningkatan TIK adalah menjaga oksigenasi dengan
target saturasi >94% atau paO2 >80mmHg, pemantauan keseimbangan cairan.
TIK untuk pertimbangan tatalaksana khusus pada peningkatan TIK:

VCSS+V Darah + V otak + V massa lain = V ruang intracranial

Volume CSS
Peningkatan TIK akibat hidrosefalus tatalaksana bisa dilakukan secara
mekanik yaitu; diversi aliran CSS yang dilakukan secara permanen dengan
pemasangan pirau ventrikel peritoneal (VP shunt), hal ini untuk mengalirkan CSS
dari sistem ventrikel ke ekstrakranial ataupun peritoneum.
Medikamentosa yang bisa diberikan adalah furosemide, asetazolamid dan
kortikoteroid.

Volume Darah
Peningkatan CBF dapat meningkatkan cerebral blood volume (CBV) yang
dapat berkonstribusi meningkatan TIK.
Beberapa tatalaksana yang dianggap efektif untuk menurunkan CBV
diantaranya hiperventilasi da elevasi kepala 300. Elevasi kepala akan
memperlancar drainase vena dan aliran CSS yang dikeluarkan melalui sistem
vena.

Volume Otak
a. edema intersisial: peningkatan tekanan CSS
b. edema sitotoksik: edem neuronal yang terjadi sekunder dari kerusakan
sel akibat gangguan ATPase
c. edema vasogenik: peningkatan permeabilitas endotel kapiler otak

Volume Massa Lain


Peningkatan volume akibat massa lain, seperti perdarahan, abses,
ataupun tumor. Tatalaksana tersebut merupakan neuroemergency dengan
prinsip-prinsip ABC( airway, breathing, circulation)
PUNGSI LUMBAL DAN ANALISIS CAIRAN SEEBROSPINAL

Pendahuluan
Analisis cairan serebrospinal (CSS) merupakan salah satu pemeriksaan
penunjang di bidang neurologi, disamping pemeriksaan neurofisiologi (EEG, EMG, CT
scan, MRI, Ultraonografi). Bertujuan untuk mendiagnosis beberapa penyakit antara lain,
meningitis, ensefalitis, perdarahan subaraknoid, sindrom guillain barre dan sindrom
paraneoplastic.
Cairan Serebrospinal
CSS merupakan filtrate jernih dari plasma yang diproduksi oleh sel-sel plekksus
koroid, yang berada di ventrikel lateral, ventrikel ketiga dan ventrikel keempat, 2/3 volume
CSS di produksi di ventrikel lateral dan ventrikel keempat.
Orng dewasa memiliki volume CSS sekitar 140mL, laju CSS sekitar 20-25mL/jam
atau 500-600mL/hari dengan demikian CSS mengalami pergantian sebanyak 4 kali
sehari.
Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal bertujuan untuk diagnostic dan terapeutikk. Dalam tindakan
diagnostic dilakukan untuk mendapatkan sampel CSS dan pengukuran tekanan
pembukaan, selain itu pungsi lumbal juga dilakukan untuk injeksi zat kontras pada
pemeriksaan mielografi dana gen radioaktif untuk sisternografi radionuklida. Untuk aspek
terapi, dapat menurukan TIK serta untuk memberikan antibiotic,kemoterapi dan obat
anestesi intratekal. Tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan secara steril dank arena
berkaitan dengan cairan tubuh pasien, maka operator harus memakai alat pelindung diri.
Pasien dianjurkan duduk secara lateral decubitus, bahu dan pinggul pasien
diposisikan tegak lurus terhadap bidang datar sumbu vertebra panggul dan lutut di
fleksikan, kemudian lokasi insersi jarum ditentukan dengan mengambil perpotongan garis
imajiner antara kedua krista iliaka dengan sumbu vertebra, perpotongan ini biasanya
jatuh pada celah intervertebralis L3-L4 sedasi dengan midazolam.
Analisis Cairan Serebrospinal
Analisis CSSS meliputi aspek makroskopik dan mikroskopik.
Pendahuluan
Secara umum, konsultasi neurologi dalam fase perawatan amat bemanfaat datam
manajemen pasien. Konsultasi neurologi membantu memperpendek lama perawatan
pada 65% kasus, membantu memperbaiki diagnosis secara bermakna pada 55% kasus,
dan 70% kasus akan mengalami perubahan manajemen perawatan yang signifikan. Di
Indonesia, belum ada data pasti mengenai angka konsultasi neurologi baik di unit gawat
darurat (UGD), ruang rawat, maupun ruang intensif. Namun
demikian diyakini angkanya tidak jauh berbeda dibandingkan data tersebut.
Komplikasi neurologis perioperatif
- Delirium
Delirium atau acute confusional state merupakan perubahan akut dalam hal kognitif dan
atensi yang dapat mencakup gangguan kesadaran dan organisasi berpikir
- Kejang
Kejang adalah salah satu komplikasi perioperatif yang paling dihindari karena
akan mengakibatkan prognosis yang buruk.
- Stroke
Stroke perioperatif berkaitan erat dengan masa rawat yang lebih lama serta morbiditas
dan mortalitas yang tinggi. Risiko kematian meningkat 8 kali lipat jika terjadi stroke
perioperatif dengan insidens mencapai 26%. Penyebab stroke pada periode perioperatif
umumnya adalah emboli,disusul hipoperfusi,infark hemoragik
EVALUASI NEUROLOGIS
Evaluasl neurologis mencakup anamnesis detail mengenal keluhan dan riwapt penyakit
pasien, pemeriksaan fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan penunjang yang
diperlukan.
Anamnesis
Ditanyakan dalam anamnesis keluhan neurologis riwayat penyakit nkon neurologis dan
penyakit neurologis, untuk mengidentifikan pasien dengan resiko tinggi mengalami
komplikasi preoperatif.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status neurologis lengkao amat penting untuk mengetahui kondisi klinis
terkini pasien

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin seperti darah perifer, hemostasis, fungsi ginjal, fungsi
hati, elektrolit dan gula darah penting untuk dievaluasi
EPILEPSI

BANGKITAN DAN EPILEPSI


Pendahuluan
Bangkitan epileptik dan epilepsi adalah dua terminologi yang berbeda, namun
saling berkaitan.
Bangkitan epileptik adalah tanda dan gejala yangbtimbul sepintas akibat aktivitas
neuron di otak yang berlebihan dan abnormal serta sinkron.
Epilepsi adalah gangguan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi
secara terus menerus untuk terjadinya suatu bangkitan epileptik dan ditandai faktor
neurobiologis, kognitif, psikologis dan konsekuensi sosial akibat kondisi tersebut.
Epidemiologi
Menurut WHO, diperkirakan terdapat 50 juta orang di seluruh dunia yang
menderita epilepsi. Populasi yang menderita epilepsi aktif (terjadi bangkitan terus
menerus dan memerlukan pengobatan) diperkirakan antara 4-10 per 1000
penduduk. Namun,angka ini jauh lebih tinggi di negera dengan pendapatan
perkapita menengah dan rendah yaitu antara 7-14 per 1000 penduduk, Secara
umum diperkirakan terdapat 2,4 juta pasien yang di diagnosis epilepsi setiap
tahunnya.

Patofisiologi Bangkitan Epileptik


Secara normal aktivitas otak terjadi oleh karena perpindahan sinyal dari satu
neuron ke neuron yang lain. Perpindahan ini terjadi antara akson terminal suatu neuron
dengan dendrit neuron yang lain melalui sinaps. Sinaps merupakan area yang penting
untuk perpindahan elektrolit dan sekresi neurontransmitter yang berada di dalam vesikel
presinaps. Komposisi elektrolit dan neurotransmitter saling mempengaruhi satu sama lain
untuk menjaga keseimbangan gradien ion didalam dan luar sel melalui ikatan antara
neurotransmitter dengan reseptornya serta keluar masuknya elektrolit melalui kanalnya
masing-masing. Aktivitas tersebut akan menyebabkan depolarisasi, hiperpolarisasi dan
repolarisasi sehingga terjadi potensial ekstasi dan inhibisi pada sel neuron.
Ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akan menyebabkan
hiperesitabilitas yang pada akhirnya akan menyebabkan bangkitan epileptik.
Status epileptikus terjadi karena kegagalan proses inhibisi di otak. Salah satunya
disebabkan oleh sifat reseptor glutamat dan GABA dalam merespons jumlah
neurotransmitter di celah sinaps.
Klasifikasi Epilepsi
Secara garis besar meurut klasifikasi ILAE tahun 1981, bangkitan epileptik dibagi
menjadi:
A. Bangkitan parsial (fokal atau lokal)
B. Bangkitan umum (tonik, klonik atau tonik klonik, mioklonik dan absans tipikal)
C. Bangkitan epileptik tidak terklasifikasi
D. Bangkitan berkepanjangan atau berulang (status epileptikus)

Klasifikasi sindrom secara garis besar dibagi menjadi;


a. Epilepsi dan sindrom localization-related (fokal, lokal dan parsial)
b. Epilepsi dan sindrom generalized atau umum
c. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan apakal fokal atau umum
d. Sindrom spesial

Gejala dan Tanda Klinis


- Bangkitan umum tonik klonik: tipe bangkitan yang terjadi di semua usia kecuali
neonatus. Manifestasi klinis; hilang kesadaran sejak awal bangkitan hingga akhir
bangkitank umum dapat disertai gejala autonom seperti mengompol dan mulut
berbusa. Gambaran EEG: aktivitas epileptiform berupa kompleks gelombang
paku-ombak(spike wave)

- Bangkitan tonik: kontraksi seluruh otot yang berlangsung terus-menerus


berlangsung selama 2-10 detik namun dapat hingga beberapa menit, disertai
hilangnya kesadaran. EEG: interiktal menunjukkan irama cepat dan gelombang
paku atau kompleks paku-ombak frekuensi lambat bersifat umum

- Bangkitan klonik: gerakan kontraksi klonik yang ritmik (1-5Hz) diseluruh


tubuhdisertai hilangnya kesadaran sejak awal bangkitan. EEG: iktal

- Bangkitan mioklonik: gerakan kontraksi involunter mendadak dan berlangsung


sangat singkat tanpa disertai kehilangan kesadaran 10-50mildetik durasi bisa
mencapai 100mil/detik. EEG: gelombang poluspikes bersifat umum dan singkat

- Bangkitan atonik: ditandai hilangnya tonus otot secara mendadak. EEG: berupa
gelombang paku atau polyspike bersifat umum dengan frekuensi 2-3Hz dan
gelombanga lambat.

- Bangkitan absans tipikal: berlangsung sangat singkat dengan onset mendadak


dan berhenti mendadak, bersifat pandangan kosong atau hilang kesadaran. EEG:
didapatkan aktifitas epileptiform umum berupa kompleks paku -ombak 3Hz
(<2,5Hz)
- Bangkitan absans atipikal: gangguan disertai perubahan tonus otot, tonik, atau
automatisme, pasien dengan keluhan ini mengalami kesulitan dalam belajar. EEG:
didapatkan gambaran kompleks paku-ombak frekuensi lambat (1-2,5Hz atau
<2,5Hz) yang ireguler dan heterogen dan dapat bercampur dengan irama cepat

- Bangkitan fokal/parsial: bentuk bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus
epileptik di otak. Fokus epileptik berasal dari area tertentu yang kemudian
mengalami propagasi dan menyebar ke bagian otak yang lain

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Epilepsi adalah suatu penyakit atau gangguan di otak yang ditegakkan jika
terdapat:
1. Paling sedikit 2 kali bangkitan tanpa provokasi dengan jarak antar 2 bangkitan
tersebut > 24jam
2. Satu kali bangkitan tanpa provokasi dan kemungkinan terjadinya bangkitan
berikutnya hampir sama dengan risiko timbulnya bangkitan setelah terjadi 2kali
bangkitan tanpa provokasi dalam 10 tahun ke depan
3. Diagnosis sindrom epilepsi

Tatalaksana
Medikamentosa
Titik berat tatalaksana epilepsi adalah pencegahan bangkitan berulang dan
pencarian etiologi. Bangkitan epileptik pertama, terapi obat anti epilepsi (OAE) dapat
langsung diberikan bila terdapat risiko yang tinggi untuk terjadi bangkitan berulang.
OAE diberikan sesuai tipe bangkitan. OAE pilihan pada kejang tipe parsial
berdasarkan pedoman ILAE 2013 antara lain adalah karbamazepin, levetirasetam,
zonisamid dan fenitoin. Pada anak adalah okskarbazepin dan pada lanjut usia adalah
lamotrigin dan gabapentin. Sementara pada bangkitan pertama umum tonik klonik pada
dewasa dan anak adalah karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin dan lamotrigin.
Dosis obat dimulai dari dosis kecil dan dinaikkan secara bertahap sampai
mencapai dosis terapi.
Prinsip pengobatan epilepsi adalah monoterapi dengan target pengobatan 3 tahun
bebas bangkitan.
Non Medikamentosa
Tatalaksana non medikamentosa pada epilepsi antara lain:
A. Pembedahan epilepsi
B. Stimulasi nervus vagus
C. Diet ketogenik

Sindrom Epilepsi
1. Benign Fokal epilepsy with centotemporal spikes (BECTS): sindroma epilepsi fokal
yang paking sering didapatkan pada anak-anak.
2. Childhood absence epilepsi: subtipe bangkitan umum idiopatik
3. Juvenile absence epilepsi
4. Juvenile myoclonic epilepsi
STATUS EPILEPTIKUS

Pendahuluan
Status Epileptikus(SE) penting untuk dikenali secara dini, menurut international
league againts epilepsi (ILAE) terdapat 2 jenis SE berdasarkan bentuk bangkitannya
yaitu;
1. SE dengan gejala motor yang prominen
2. SE tanpa gejala motor yang prominen
ILAE juga menentukan definisi operasional SE berdasarkan dua dimensi waktu,
yaitu
1. Durasi waktu kemungkinan bangkitan epileptik menjadi berkepanjangan atau terus
menerus
2. Durasi dan waktu bangkitan epileptik menyebabkan konsekuensi jangka panjang

Etiologi
1. Proses akut;
a. Gangguan metabolik
b. Sepsis
c. Infeksi SSP
d. Stroke
e. Trauma kepala
f. Obat-obatan
g. Hipoksia
h. Ensefalopati hipertensif
i. Ensefalitis automin
2. Proses kronik;
a. Epilepsi
b. Penyalahgunaan alkohol kronik
c. Gangguan SSP
d. Gangguan metabolik bawaan
3. Proses progresif;
a. Tumor SSP
Komplikasi
1. SSP: edema serebral, narkosis akibat penumpukan CO2
2. Kardivaskular: aritmia, henti jantung, takikardia
3. Respirasi: apneu, edema paru, ARDS
4. Metabolik: asidosis metabolik, hiperkalemia, hiponatremia
5. Ginjal: asidosis renal tubular, sindrom nefritik akut
6. Endokrin: hipopitutarisme, peningkatan prolaktin, vasopresin dan kortisol
7. Lain-lain: koagulasi intravaskular diseminata, penurunan motilitas intestinal

Tatalaksana
Prognosis
PENYAKIT PARKINSON

Pendahuluan
Parkinson merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari tremor, rigiditas,
bradikinesia dan instabilitas postural.

Klasifikasi terbaru parkinsonisme yang digunakan hingga saat ini


1. Parkinson primer: idiopatik atau paralisis agitans
2. Parkinson sekunder: infeksi, toksin, obat-obatan tumor, trauma, vaskular dan
metabolik
3. Sindrom parkinson plus: progressive supranuklir palsi, multiple sistem atrophy,
corticobasal degeneration
4. Gangguan heredodegeneratif: benign parkinson

Dalam bahasan ini, tidak semua dibahas melainkan hanya Parkinson Primer(PP)
PP merupakan salah satu kelainan gangguan gerak neurodegeneratif yang
bersifat progresif ditandai dengan dengan parkinsonisme.
Penyakit ini termasuk ke dalam kelompok a-synucleinopathies, suatu protein yang
terlokalisir di terminal presinaps dan dikoding oleh kromosom 4. Fungsinya belum
sepenuhnya dimengerti, namun diduga berhubungan dengan pembentukan vesikel.

Epidemiologi
Data the global burden of disease study (2015) mengindikasikan adanya
kecenderungan usia yang lebih tua pada saat terjadi kematian. Fenomena demografik ini
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif yaitu penyakit Alzheimer
diikuti penyakit parkinson (PP) pada peringkat kedua.

Patofisiologi
Patofisiologi utama yang menyebabkan gejala motorik kardinal pada PP,
khususnya bradikinesia dikaitkan dengan disfungsi sirkuit motorik yang menghubungkan
korteks prefrontal, ganglia basal, talamus
Patologi Penyakit Parkinson
Hilangnya neuron dopaminergik pada SNc. Area SNc yang terkena adalah
ventrolateral tier yang mengandung neuron terproyeksi ke putames dorsal dari striatum.
Tanda patologis khas lain pada PP adalah badan lewy. Pada penyakit parkinson, protein
terbanyak yang menyusun badan lewy adalah a- sinuklein. Protein ini mengakami
agregasi dan membentuk inklusi intraseluler di dalam badan sel dan pada prosesus
neuron.

Gejala dan Tanda Klinis


Gejala motorik utama dari PP adalah bradikinesia, rigiditas, tremor dan instablilitas
postural
1. Tremor: terjadi pada bagian distal, gerakan berupa; fleksi ekstensi yang
melibatkan jari-jari atau pronasi-supinasi pergelangan tangan
2. Rigiditas: peningkatan tonus otot di seluruh lingkup gerak sendi dan tidak
tergantung dari kecepatan otot saat digerakkan. Rigiditas dapat ditemukan pada
leher, badan, dan ekstremitas dalam keadaan relaksasi.
3. Akinesia: salah satu gejala yang sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien,
karena gerakan volunter pasien menjadi lambat.

Manifestasi Nonmotorik

Diagnosis dan Diagnosis Banding


1. Magnetic Resonance imaging (MRI)
2. Positron emision tomography (PET) dan single photon emission computed
tomography(SPECT)
3. Ultrasonografi transkranial

Tatalaksana
Tatalaksana gejala motorik
1. Stadium awal
a. Edukasi
b. Non farmakologi: latihan regular sangat penting untuk meningkatkan mobilitas
dengan memperbaiki pola berjalan
c. Farmakologi: neuroprotektor, agonis dopamin, vitamin D, simtomatik
HEMIFASIAL SPASME

Pendahuluan
Hemifasial spasme(HSF) merupakan suatu gangguan gerak yang ditandai dengan
kontraksi tonik-klonik otot-otot wajah bagian atas dan bawah (termasuk M. Platysma)
yang di iinervasi oleh nervus fasialis (N.fasiakis atau N.VII) ipsilateral.

Patofisiologi
Ada 2 jenis HSF yaitu; HFS primer dan sekunder.
a. Hemifasial Spasme Primer: terjadi akibat kerusakan mielin dan transmisi ephatic
pada pintu keluar N.Fasialis, sehingga pasase impuls neuronal terhambat. Hal ini
menyebabkan penurunan ambang rangsang dan terjadi eksitasi ektopik sampai
ke taut saraf-otot.
b. Hemifasial Spasme Sekunder: terjadi bila ada kerusakan atau iritasi N.fasialis
sepanjang kanalis auditorik interna dan foramen stilomastoid.

Gejala dan Tanda Klinis


Unilateral, kontraksi otot-otot wajah yang terjadi biasanya bersifat singkat dan
repetitif. Gerakan spontan dapat juga terpicu saat upaya merelaksasikan wajah setelah
melakukan kontraksi otot-otot wajah secara maksimal.

Diagnosis dan Diagnosis Banding.


a. Diagnosis: tanda babinski II atau browlift sign, fenomena ini dikatakan positif bila
terjadi elevasi alis ipsilateral saat kontraksi Mm. Frontalis ipsilateral terhadap
spasme fasialis yang menunjukkan aktivitas asinkron antara Mm. Frontalis dan
Mm. Orbikularis berkontraksi seharusnya M. Frontalis sisi yang sama rileks,
sehingga alis dan dahinya turun. Menggunakan MRI statis dan MRI angiografi 3
dimensi dapat menvisualisasikan anatomi spesifik pada area pintu keluar N.
Fasialis terutama untuk pasien kandidat tindakan operatif.
b. Diagnosis Banding: blefarospasme, distonia oromandibularis, tardif diskinesia,
tirks motorik, soasme hemimastikatorius, miokimia, bangkitanfokal yang
melibatkan otot-otot wajah.
Tatalaksana
Manajemen HFS terdiri dari obat-obatan farmakologis oral, tindakan operatif, dan
injeksi lokal toksin botulinum (Botulinum neurotoxin / BoNT)
Obat-obatan farmakologis oral yang biasa digunakan adalah antikonvulsan atau
golongan GABAergik.
BoNT merupakan terapi standar untuk HFS, dimana BoNT adalah neurotoksin
paten yang menghambat pelepasan asetilkolin di taut sinaps dan menyebabkan
kemodenervasi lokal yang bersifat reversibel. BoNT serotipe A merupakan jenis yang
paling banyak digunakan, diinjeksikan subkutan pada Mm. Orbikularis okulli atau otot-
otot wajah bagian bawah, dimana diencerkan dahulu hingga mencapai konsentrasi
terendah.
VERTIGO VESTIBULAR SENTRAL

PENDAHULUAN
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dengan
lingkungan sekitamya. Keseimbangan pada manusia diatur oleh input yang bersifat kon-
tinu dari sistem vestibular propioseptic danvisual. Impuls dari ketiga sistem ini akan
mengalami proses integrasi dan modulasi dibatang otak, serebelum, dan serebral.
Lesi atau disfungsi dari sistem yang berperan padasistem keseimbangan ini a kan
menimbulkan gangguan keseimbangan atau dizziness. Gang-guan keseimbangan dibagi
datam 4 kelompok, yaitu vertigo vestibular, vertigo non vestibular, presinkop, dan
disekuilibrium.

DEFENISI
Vertigo adalah ilusi ketika seseorang merasadirinya bergerak (berputar) terhadap
seki-tamya atau lingkungan yang bergerak ter-hadap dirinya. pembahasan pada bagian ini
adalah mengenai vertigo sentral, didefinisi-kan sebagai vertigo yang disebabkan oleh tesi
pada jaras vestibular mulai dari nukleus ves-tibularis di batang otak sampai area proyek-
sinya di korteks temporoparietal.

PATOFISIOLOGI
Berdasarkan lokasi lesi, maka vertigo dibe-dakan menjadi 2
1, Vertigo perifec dengan lokasi lesi pada telinga datam dan nervus vestibularis.
2. Vertigo sentral, dengan lokasi tesi pada batang otak, serebelum, dan serebrum.

Jaras yang berperan pada refleks vestibu-lookular (vestibuloocular reFlex/VOR)


memegang peranan sangat penting pada vertigo sentral. Jaras ini dimulai darilabirin,
kemudian menuju ke nukleus vestibularis, nukleus N III, I, VI, pusat integrasi di pons dan
mesensefalon (nukleus interstisial Cajal dan rostral intersti tial medial longitudinal
fasciculus/rIMLF), serta serebelum.

Pusat integrasi di pons dan serebelum berperan pada gerakan mata horizontal,
sedangkan pusat integrasi di mesensefalon berperan pada gerakan mata vertikal. Impulsdari
batang otak akan diteruskan melalui dua jaras, yakni jaras asendens dan jarasdesendens.
Jaras asendens ialah jaras yang menuju korteks parieto-temporal melaluitalamus
posterolateral, sedangkan jaras desendens menuju ke medula spinalis me-lalui traktus
vestibulospinal lateral dan medial. Sebagai tambahan, jaras desendens ini mengatur postur
tubuh. Lesi pada jaras-jaras mtersebut akan menyebabkan vertigo sentral. Oleh karena itu,
pemeriksaan VOR memegang peranan penting untuk membedakan lesi sentral dan perifer.
un
GEJALA DAN TANDA KLINIS

Pada fase akut vertigo dimana gambaran defisit neurologi tidak ditemukan maka
dianjurkan untuk melakukan tiga pemeriksaan yang disebut HINTS:
1.Head impulse test
2. Nistagmus
3. Test of skew
Pada vertigo sentral maka akan didapat-kan head impulse test negatif (tidak
adasakadik), terdapat nistagmus bidireksion-al, dan test ofskew positif.

DIAGNOSIS BANDING
Etiologi tersering dari vertigo sentral adalah stroke (infark dan hemoragik), tumor, mutipel
slderosis, migren vestibular dan pe-nyakit degeneratif. Oleh karena itu, diperlu-kan
pemeriksaan pencitraan sesuai dengankecurigaan etiologi.

TATA LAKSANA
Pada prinsipnya, tata laksana vertigo ves-tibular sentral dibagi menjadi
1. Terapi kausal : sesuai dengan etiologi2.
2. Terapi simtomatik betahistin, flunarizin, cinarizin
3. Vestibular rehabilitation thernpy (V RT) cawthorne cooksey exercises

Terapi medikamentosa yang dapat dilakukanpada nistagmus sentral ialah


1. Upbeat nys tagmus
a. Baklofen : 5-10mg, 3 kali sehari
b. 4-aminopiridin 10mg, 3 kali sehari
2, Downbeat nys tag mus
c. 4-aminopiridin 10mg, 3 kali sehari
d. 3, 4-diaminopiridin 10-20m8 3 kali se-hari
e. Baklofen 5-10mg, 3 kali sehari
f. Klonazepam 0, 5mg, 3 kali sehari
g. Gabapentin 300mg, 3 kali sehari
NEUROBEHAVIOUR DASAR DAN PEMERIKSAANNYA

Pendahuluan
Fungsi kognitif merupakan modal utama manudia dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Fungsi ini terbagi menjadi lima ranah besar; atensi, memori, visuospasial,
bahasa dan fungsi eksekutif. Penurunan fungsi otak disebabkan bertambahnya usia,
faktor risiko; hipertensi, diabetes, dislipidemia, gangguan gizi, penyakit pembukuh darah
otak (otak, jantung, ginjal dan urin)

I. Memori: proses pengambilan, penyimpanan dan pemunculan kembali


informasi yang telah terekam sesaat atau dalam waktu yang lama.
a. Memori jangka pendek/ memori primer:
b. Memori jangka panjNg
c. Memori deklaratif
d. Memori episodik
e. Memori semantik
f. Memori nondeklaratif
g. Kebiasaan
h. Priming

II. Gangguan memori: disebut sebagai amnesia

III. Atensi: peningkatan aktivitas kegiatan otak berupa pemilahan dan kategorisasi
rangsangan yang diterima.

IV. Visuospasial: kemampuan pengenalan bagian-bagian tubuh dan kesadaran


posisi tubuh terhadap ruang pada kedua belah otak.
V. Bahasa: proses encoding dan decoding dari elemen-elemen semantik dan
sintaksis yang digunakan dalam memproduksi dan memahami pemikiran atau
ide yang dimiliki seseorang.

VI. Fungsi eksekutif: kemampuan kognitif yang lebih kompleks, gabungan


berbagai proses perilaku yang memiliki tujuan yang jelas.
AFASIA

Pendahuluan
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa karena kerusakan pusat bahasa
diotak.

Patofisiologi

Klasifikasi
Secara umum sindrom afasia terbagi menjadi:
a. Afasia broca: gangguan ekspresi bahasa dan repetisi yang buruk, bicara pasien
lambat. Pasien mengerti percakapan sehari-hari dan instruksi verbal namun mulai
kesulitan pada sintaksis yang kompleks
b. Afasia wernicke: pemahaman bahasa yang terganggu.
c. Afasia global: mempunyai kerusakan di bagian broca dan wernicke
Diagnosis dan Diagnosis Banding
I. Disartria Berat
II. Demensia
III. Psikosis
IV. Gangguan pendengaran
V. Afemia/mutisme

Pemeriksaan Penunjang
I. MRI angiografi
II. CT scan
Tatalaksana
Medikamentosa
a. Donepezil: penghambat antikolinesterase yang bekerja sentral dan selektif, diduga
memfasilitasi neurotransmisi pada sambungan kolinergik otak ke daerah bahasa.

Non medikamentosa
a. Ilmu yang mempelajari proses reorganisasi otak dan relearning pemulihan
fungsional suatu keterampilan pasca cedera otak.
MILD COGNITIVE IMPAIRMENT

Pendahuluan
MCI didefinisikan sebagai penurunan fungsi dari satu/lebih ranah kognitif
sebanyak 1-1,5 standar deviasi dibawah usianya tanpa adanya gangguan pada aktivitas
seharu-hari.

Faktor Risiko Demografis


a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan

Faktor Risiko Biologis


a. Penyakit dan faktor risiko kardiovaskular
b. Cedera kepala
c. Penyakit endokrin dan metabolik
d. Faktor genetik
e. Faktor neuropsikiatrik
f. Proses autoimun dan inflamasi
g. Radikal bebas

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Tatalaksana
Strategi utama tata laksana pencegahan terhadinya lebih ditekankan pada
pengendalian faktor risiko caskular dan prevensi stroke primer maupun sekunder.
Strategi ini mencakup kontrol tekanan darah, berhenti merokok, penggunakan statin,
terapi antiplatelet dan antikoagulan.
DEMENSIA

Pendahuluan
Demensia merupakan sindrom penurunan fungsi intelektual yang cukup berat
dibandingkan sebelumnya sehingga mengganggu aktivitas sosial dan profesional dalam
aktivitas hidup keseharian, biasanya disertai perubahan perilaku yang bukan disebabkan
oleh delirium maupun gangguan psikiatri mayor.

Patofisiologi
Gejala dan Tanda Klinis
Ditandai dengan penurunan fungsi kognitif yang didahului oleh penurunan daya
ingat dan pada akhirnya akan mengenai intelektualitas pasien dan menyebabkan beban
dalam menjalani aktivitas sehari-hari

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis demensia harus dilakukan melalui evaluasi komprehensif dengan
tujuan untuk diagnosis dini. Pedoman DSM-IV sering digunakan sebagai baku emas,
yaitu mengharuskan adanya gangguan memori ditambah satu dari; afasia,
apraksia,agnosia atau disfungsi eksekutif
Tatalaksana
Medikamentosa
a. Inhibitor asteilkolinesterase: donepezil, galantamun, rivastigmin
b. Antagonis reseptor NMDA: memantin
c. Kombinasi

Non medikamentosa
Tujuan meningkatkan kualitas hidup orang dengan demensia.
VERTIGO VESTIBULAR PERIFER

PENDAHULUAN
Vertigo merupakan keluhan neurologis terbanyak kedua setelah nyeri kepala yang
membawa pasien datang ke fasilitas kesehatan. Vertigo merupakan bagian dari gangguan
keseimbangan (dizziness bersama dengan presinkop dan disekuilibrium.

EPIDEMIOLOGI
Adanya perbedaan definisi dan konsep dari vertigo menyebabkan adanya variasi
frekuensi etiologi vertigo. Studi yang meneliti mengenai gejala vertigo pada 14.790 subyek
mendapatkan benign paroxyama positional vertigo (BPPV) sebagai etiologic terbanyak.
4000 kunjungan ke unit gawat darurat neurologi didapatkan dizziness (12%) merupa-kan
keluhan ketiga terbanyak setelah nyerikepala (21%), dan stroke (13%). Pada
kasuskegawatdaruratan neurologi, kemampuan untuk dapat mendiagnosis vertigo sentral
dan perifer menjadi penting karena berkaitan dengan tata laksana dan prognosis.

PATOFISIOLOGI
Sistem vestibular secara umum dibagi men-jadi komponen perifer dan sentral.
Komponenperifer terdiri dari kanalis semisirkularis (posterior, horizontal, anterior) dan
organ otolit (sakulus dan utrikulus) bilateral. Kanalis semisirkularis mendeteksi gerakan
berputar sedangkan utrikulu dan sakulus berespons terhadap akselerasi linea dan gravitasi.
Organ vestibular berada dalam aktivitas tonik simetris, bila tereksitasi akan menstimulasi
sistem vestibular sentral.
Pada keadaan normal, sistem saraf pusat memberikan respons terhadap setiap
perbedaan aktivitas dari kedua kompleks nukleus vestibular. Datam keadaan statis (tidak
ada pergerakan kepala), aktivitas neural pada kedua nukleus vestibular simetris. Bila kepala
digerakkan, terjadi aktivitas asimetris pada nukleus ves-tibular, yang diinterpretasikan oleh
sistemsaraf pusat sebagai gerakan kepala. AdanyaProses patologis juga akan
diinterpretasikan sebagai aktivitas asimetris oleh system saraf pusat.

Benign Paroxymal Positional Vertigo


BPPV terjadi saat otokonia, suatu kalsium karbonat yang terbentuk di makula
utrikulus, terlepas dan masuk ke datam kanalissemisirkularis. Hal ini menyebabkan sensasi
berputar ketika terjadi perubahan po-sisi kepala. Lokasi tersering BPPV ialah pada kanalis
semisirkularis posterio yaitu kanal yang paling dipengaruhi oleh perbedaan gravitasi.
Lepasnya otokonia j uga cukup sering terjadi pada kanalis semisirkularis horizontal, namun
keluhan umumnya akan spontan membaik dibandingkan dengan kanalis semisirkularis
posterior BPPV jarang terjadi pada kanalis semisirkularis anterior, dapat disebabkan karena
posisi kanal yang paling atas, sehingga otokonia jarang masukke dalamnya.

Neuritis Vestibular
Neuritis vestibular merupakan kondisi inflamasi pada nervus vestibularis yang
kemungkinan disebabkan oleh virus. Biasanya diawali gejala prodromal infeksi
menyerupai viraIikeilfness. Riwayat infeksi saluran napas ditemu-kan sebanyak 23-100%
mendahului gejal aneuritis vestibular. Gambaran klinis neuritis vestibular merupakan
gejala keterlibatan nervus vestibularis cabang superior, yaitu kanalis semisirkularis
horizontal, anterior serta utrikulus. Hal ini disebabkan oleh karena cabang su-oerior dari
nervus vestibularis melewati celah yang lebih panjang dan sempit pada os petrosum
dibandingkan cabang inferio sehingga lebih rentan mengalami edema dan kompresi. Bila
disertai dengan gangguanpendengaran telinga, tesi telinga datam seperti labirintitis, infark
labirin, dan fistula perilimfe harus dipertimbangkan.

Penyakit Meniere
Penyakit Mnire merupakan-penyaki, L mutifaktorial yang menycbabkan kelainan
telinga datam dan bermanifestasi sebagai sindrom vertigo episodik disertai dengan
gangguan pendengaran yang fluktuatif. Terdapatbeberapa pendapat mengenai
patofisiolopenyakit Mnire, namun yang paling banyak dikenal ialah teori hidrops
endolimfatik

GE}ALA DAN TANDA KLINIS


Benign Paroxysmal Positional Vert
Kanalis Semisirkularis Posterior
Gejala Utama BPPV pusing berputar (vertigo vestibular/rotatoar) berdurasi singkat
(beberapa detik), intensitas berat, dan disertai mual dan muntah. Keluhan ini
seringkaliterjadi pada pagi hari, dipicu oleh perubahan posisi kepala seperti berbaring
bangun dari tidur, berguling, membungkuk, dan posisi kepala menengadah dalam waktu
yang cukup lama. Gejala klinis BPPV umumnya sangat khas, sehingga sering-kali
diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, bahkan sekaligus dapat mengidentifikasi
sisi telinga yang terkena.

Respons positif pada manuver Dix-Hallpikemerupakan standar penegakandiagnosis


klinis BPPV dengan cara sebagai berikut:
1. Pasien duduk di atas tempat tidur
2. Kepala dirotasikan 45 ° ke satu sisi
3. Secara cepat baringkan pasien dengan kepala menggantung pada tepi tempat tidur dengan
sudut 20 ° di bawah garis horizontal
4. Perhatikan adanya nistagmus

Neuritis Vestibular dan Labirintitis


Pasien dengan neuritis vestibula mengeluh vertigo yang timbul berlangsung
beberapa hari, disertai gejotonom, tanpa gejala koklear (gangguapendengaran). Keluhan
vertigo akan membaik secara bertahap datam hitungan hari hingga minggu, walaupun
demikian gang-guan keseimbangan dapat bertahan selama beberapa bulan setelah gejala
akut vertigomenghilang. Gejala klinis neuritis vestibular akut meliputi

 Vertigo vestibular (rotatoar) persistendengan osilopsia


 Nistagmus horizontal spontan, makin nyata saat melirik ke sisi telinga yang sehat
 Gangguan gait dan kecenderungan jatuh ke sisi telinga yang sakit
 Mual dan muntah
 Adanya gangguan fungsi kanalis semisirkularis horizontal dapat dilakukan dengan
head-impulse test
Penyakit Menire
Penyakit Mnire ditandai dengan trias gejala, yaitu vertigo, tinitus, dan
gangguanpendengaran. Adanya keluhan seranganberulang dari vertigo vestibular
periferdisertai dengan gejala aurai/koklea (penurunan pendengaran, tinitus, atau rasa
penuh) merupakan dasar penegakan diag-nosis klinis penyakit Mnire. pada awalnya,
keluhan ini dapat sembuh sendiri (Lself-limiting symptoms). Bentuk atipikal penyakit
Mnire yang lain dapat berupa serangan berulang dari gangguan pende-ngaran Huktuatif
(hidrops koklea) atau (hidrops vestibular).

DIAGNOSIS DAN DMGNOSIS BANDING


Datam pendekatan diagnosis vertigo ves-tibular, sangat penting untuk
menentukanapakah vertigo berasal dari gangguan organvestibular perifer atau sentral.
Anamnesismerupakan kunci utama untuk memb e-dakan keduanya. Pokok-pokok yang
perludigali meliputi onset dan durasi vertigo,faktor pencetus atau memperberat, dan ge-jala
lain yang menyertai, khususnya defisitneurologis dan gangguan pendengara n.
Diagnosis banding pada penyakit Mnire di antaranya ialah migren basilar
Adanyagangguan vaskular kanalis auditorik internal yang terjadi pada migren basilar
dapatmenimbulkan gejala mirip dengan penyakitMnire. Diagnosis banding lain ialah
labirintitis dan penyakit autoimun lain yang menyerang telinga datam.

TATA LAKSANA
Tata laksana pada vertigo meilputi terapi kausal, terapi simtomatik dan terapi rehabili-tatif.
Khusus untuk perwakit Mnire, terdapa tbeberapa rekomendasi tata laksana pada saat
serangan, tata laksana pencegahan, hingga terapi pembedahan. Sebelum memulai terapi,
pasien perlu mendapat penjelasan bahwaprognosis vertigo vestibular perifer pada u-
mumnya baik dan dapat sembuh spontan, melalui perbaikan fungsi vestibular perifersebab
adanya kompensasi sentral.

Tata Laksana Medikamentosa


Pemberian obat-obatan simtomatik untuk mengobat gejala dizzines mual,
danmuntah pada vertigo meliputi golonganantikolinergik, antihistamin, dan benzo-
diazepin.

Obat-obatan antivertigo hanya diindikasi-kan untuk


· Gejala vertigo vestibular perifer atausentral akut (maksimal 3 hari)
· Profilaksis mual dan muntah datam tindakan liberatoty maneuver pada BPPV
· Profilaksis mabuk perj alanan
· Sebagai terapi pada vertigo posisionalsentral dengan mual
Obat-obatan tersebut tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka panjang
karenaakan mengganggu mekanisme kompensasisentral pada gangguan vestibular peri fer
bahkan dapat menyebabkan adiksi obat.
Tata Laksana Nonmedikamentosa
Terapi reposisi kanalit
Manuver Epley merupakan tindakan yang efektif untuk pasien dengan BPPV kanalis
semisirkularis posterior Keberhasilan terapi ini dilaporkan 80% pada satu kali terapi, dan
92% pada pengulangan. Cbcbrane syacematic review menyebutkan bahwa manuver Epley
aman untuk dikerjakan dan memperbaiki gejala hingga meny. Babkan ]«onversi ma
nuver Dix-Hallpike dari positif ke negatif.

Langkah-langkahnya adalah sbeagai berikut(Gambar 7)


1. Manuver Dix-Hallpike
2. Bila positif, pertahankan 30 detik
3. Putar kepala 90 derajat ke arah berta-wanan, pertahankan 30 detik
4. Putar kepala 90 derajat ke arah bawah (wajah menghadap ke lantai), perta-hankan 30
detik
5. Pasien kembali ke posisi duduk

Manuver Semont juga dapat digunakan se-bagai terapi reposisi kanalit pada 8PPVkanal
sirkular posterior Manuver ini diker-jakan dengan cara (Gambar 8)
1. Pasien duduk di tepi tempat tidur
2. Memutar kepala pasien sebanyak 45 °ke sisi telinga yang sehat.
3. Tubuh pasien diputar 90 ° ke sisi telinga
yang sakit, tetap berbaring selama 1menit.
4.Secara cepat diikuti posisi tubuh 180 ° ke sisi telinga yang sehat, dan tetap ber-baring
selama 1 menit. Manuver ini memiliki kelebihan dapat diker-jakan pada pasien yang
lehemya sulit diekstensikan.

Pada saat melakukan terapi reposis kant, P sien pe'lu m¢ ndapi pen
pasien juga dapat mengeluhkan gangguankeseimbangan serta dizziness yang dipe -
ngaruhi posisi kepala selama beberapa harisetelah manuver dilakuk an. Komplikasi laindari
manuver ini adalah konversi BPPV dari
kanalis semisirkularis posterior ke kanalhorizontal. Hal ini dapat di tata laksana de -
ngan manuver BPPV kanalis semisirkularishorizontal seperti dijelaskan di bawah ini.

Anda mungkin juga menyukai