Anda di halaman 1dari 119

BUKU AJAR NEUROLOGI UI

•BAB 4
•BAB 5
•BAB 6
NEUROBEHAVIOR DASAR DAN
PEMERIKSAANNYA
PENDAHULUAN
Fungsi kognitif merupakan modal utama maanusia
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari

Fungsi ini terbagi menjadi 5 ranah besar : atensi,


memori, visuospasial, bahasa dan fungsi eksekutif.

Penurunan dan gangguan fungsi kognitif dapat terjadi


karena kerusakan struktur dan fungsi otak disebabkan
oleh bertambahnya usia, faktor komorbid, gangguan
gizi, penyakit pembuluh darah otak dan autoimun.
EPIDEMIOLOGI

Menurut RISKESDAS 2013, 61,7% pasien


pascastroke mengalami penurunan fungsi
kognitif

Terjadinya transisi epidemiologi di


Indonesia dan bertambahnya usia harapan
hidup dari 65 tahun menjadi 75 tahun
disertai tidak terkendalinya faktor-faktor
risiko yang dapat meningkatkan penyakit
neurodegeneratif
MEMORI

Proses pengambilan,
Secara garis besar terbagi
penyimpanan, dan
menjadi memori jangka
pemunculan kembali
panjang (long-term memory)
informasi yang telah
dan memori jangka pendek
terekam sesaat atau dalam
(short-term memory).
waktu yang lama
MEMORI JANGKA PENDEK

Mengingat kembali informasi


Informasi pada memori ini
yang baru diterima pada
Memori primer memiliki durasi singkat
jangka pendek yaitu 5-30
dengan kapasitas terbatas
menit hingga beberapa hari

“Working memory” yaitu


memori yang
bertanggungjawab untuk Komponen atensi lebih
mengingat kembali hal-hal banyak berperan
kecil terkait verbal maupun
spasial
MEMORI JANGKA PANJANG

Informasi tersimpan
secara permanen
Memori sekunder
dengan kapasitas yang
tidak terbatas

Informasi dapat di ingat


walau telah beberapa
menit atau tahun
setelah informasi
didapatkan.
MEMORI JANGKA PANJANG
• Dibedakan berdasarkan prosesnya, yaitu
memori deklaratif dan memori nondeklaratif.
• Memori deklaratif : memori yang diperoleh
dari pembelajaran deklaratif.
• Memori nondeklaratif : suatu pemanggilan
kembali ingatan yang telah tersimpan yang
didapat dari kebiasaan, priming, pembelajaran
prosedural.
MEMORI DEKLARATIF
• Basis pengetahuan seseorang yang
menyiratkan kesadaran dan kemampuan
untuk melaporkan sesuatu secara eksplisit.
• Didapatkan berdasarkan fakta dan peritiwa.
• Kedua subsistem yang termasuk dalam
memori deklaratif : memori episodik dan
memori semantik.
Memori semantik
Memori episodik Recall kosakata yang terkait
Pemanggilan kembali (recall) dengan pengetahuan umum
pengalaman pribadi atau (nama orang, tempat, benda).
kejadian spesifik Umumnya diperoleh pada usia
dini

Contoh : mengingat kembali


Contoh : ibukota Indonesia,
percakapan tadi pagi atau
mampu mengenali hewan
mengenai liburan tahun lalu
MEMORI NONDEKLARATIF
• Disebut juga memori implisit (prosedural).
• Suatu pemanggilan kembali ingatan yang
didapat dari :
Priming
Kebiasaan
Pemanggilan kembali yang
Proses pembelajaran tanpa
akurat berdasarkan potongan
disadari secara berulang dalam
informasi parsial atau
ativitas sehari-hari, sudah
informasi yang disajikan
menjadi pola
sebelumnya

Pembelajaran prosedural
Memori yang didapat
berdasarkan latihan atau
pembelajaran secara berulang.
TAHAPAN-TAHAPAN MEMORI
ATENSI

PENGKODEAN (ENCODING)

PENYIMPANAN (STORAGE)

PEMANGGILAN KEMBALI (RETRIEVAL)


GANGGUAN MEMORI
DEFINISI
• Gangguan memori disebut juga amnesia.
• Pada sindrom amnesia, pasien hanya terbatas
dengan gangguan memori murni, sementara
fungsi intelektual global lainnya masih baik.
Gangguan memori berdasarkan
neuroanatomi
Jenis gangguan Substrat neural yang
berkaitan
Eksplisit
Episodik Sulit mengingat pengalaman pribadi Sistem limbik
dan kejadian spesifik yang ditandai
dalam waktu dan tempat
Semantik Sulit mengingat pengetahuan umum Neurokorteks temporal
(nama orang, tempat, benda), fakta
dan konsep, termasuk kata-kata dan
maknanya.
Umumnya diperoleh pada usia dini,
berlanjut dan berkembang seumur
hidup
Implisit
Prosedural •Ketrampilan motorik (menyetir, Ganglia basal
memainkan alat musik).
•Priming Korteks serebri
PEMERIKSAAN GANGGUAN MEMORI

Gangguan memori anterograd/retrograd episodik

Gangguan pada tahapan memori

Gangguan memori semantik atau memori episodik

Gangguan memori deklaratif atau nondeklaratif


PENILAIAN GANGGUAN MEMORI
ANTEROGRAD / RETROGRAD EPISODIK
ANTEROGRAD RETROGRAD EPISODIK
ANTEROGRAD VERBAL (AUDITORIK) • Dapat diperiksa dengan
• Dapat dilakukan pemeriksaan pertanyaan sistematis tentang
dengan meminta pasien mengingat bulan, tahun kejadian yang cukup
nama dan alamat. terkenal, seperti peristiwa olah
• Tes formal dapat dilakukan dengan raga terbaru, pemilihan umum,
mengingat cerita dan daftar kata
(restricted reminding) atau ingatan mengenai orang jauh
ANTEROGRAD NONVERBAL (VISUAL) atau diri sendiri.
• Mempelajari rute • Disebut juga remote memory.
• Mengingat wajah • Dapat juga ditanyakan identitas
• Tes formal : tes ingatan Mengenali pribadi, tempat lahir, informasi
(wajah), Rey-Osterrieth complex sekolah, pekerjaan, informasi
figure test (ROCFT) keluarga, dan sebagainya.
PENILAIAN GANGGUAN PADA
TAHAPAN MEMORI
• Mini Mental State Examination (MMSE)
• Montreal Cognitive Assesment (MoCA-Ina)
khusus untuk memori delayed dan recall.
• Consortium to Establish A Registry for
Alzheimer’s Disease (CERAD) untuk menilai
penyimpanan (storage) dan pengambilan
kembali (retrieval).
PENILAIAN GANGGUAN MEMORI
SEMANTIK ATAU MEMORI EPISODIK
Semantik Memori episodik
• Terkait dengan penamaan • Gangguan kegiatan pribadi
orang-orang tertentu. dari informasi yang
• Nama tempat didapatkan sebelum
• Nama benda pemeriksaan
PENILAIAN GANGGUAN MEMORI
DEKLARATIF DAN NONDEKLARATIF
• Gangguan memori nondeklaratif tidak dapat
mengingat aktivitas sehari-harinya, sedangkan
deklaratif masih dapat mengeskpresikan
pengetahuan mengenai hal baru atau lampau.
• Penilaian menggunakan instrumen indeks
Kartz.
• Atensi: peningkatan aktivitas kegiatan otak berupa
pemilahan dan kategorisasi rangsangan yang diterima.
• Visuospasial: kemampuan pengenalan bagian-bagian
tubuh dan kesadaran posisi tubuh terhadap ruang pada
kedua belah otak.
• Bahasa: proses encoding dan decoding dari elemen-
elemen semantik dan sintaksis yang digunakan dalam
memproduksi dan memahami pemikiran atau ide yang
dimiliki seseorang.
• Fungsi eksekutif: kemampuan kognitif yang lebih
kompleks, gabungan berbagai proses perilaku yang
memiliki tujuan yang jelas.
AFASIA
PENDAHULUAN
• Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa
karena kerusakan pusat bahasa diotak.
• Dapat disebabkan langsung maupun tidak
langsung dari penyakit otak, atau karena
proses degeneratif.
• Stroke merupakan penyebab utama terjadinya
afasia.
EPIDEMIOLOGI
• Insidens afasia menurut National Stroke
Association tahun 2008 terdapat 80,000 kasus
baru pertahunnya di Amerika Serikat.
• National Institute of Neurogical Disorders and
Stroke menyatakan penderita afasia di
Amerika serikat mencapai 1 juta orang, 1 dari
250 orang mengalami afasia.
• 15% diantaranya berusia < 65 tahun dan 43%
diantaranya > 85 tahun.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Pengklasifikasian sindrom afasia dengan menilai
modalitas dari fungsi bahasa yaitu :
• Kelancaran bicara (fluency)
• Pemahaman
• Kemampuan pengulangan (repetisi)
• Kemampuan menemukan kata yang sesuai
dan atau penamaan.
Jenis kelancaran bicara
Variable Jenis kelancaran bicara
Tidak lancar lancar
Kecepatan Lambat (< 50 kata/menit) Normal (> 90 kata/menit)
Usaha Meningkat Normal
Artikulasi Disartrofonik Normal
Panjang kalimat Singkat (< 5 kata) Normal ( > 5 kata)
Ritme bicara Abnormal, disprosodik Normal, prosodik
Isi Agramatisme, banyak Berisi
tambahan
Kesalahan parafasik Jarang, biasanya literal Banyak kesalahan literal
dan semantik; neologisme
KLASIFIKASI AFASIA
• Afasia broca
• Afasia wernicke
• Afasia global
• Afasia transkortikal
• Afasia anomik
• Afasia konduksi
DIAGNOSIS
• Perlu dikaji dai 4 aspek yaitu : aspek klinis, topis,
patologis, dan etiologis.
• Melalui pemeriksaan klinis : anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
• Kajian diagnostik semakin akurat ditunjang oleh
pemeriksaan klinis fungsi luhur lanjutan (modalitas
bahasa), penunjang lainnya yang relevan pencitraan
pembuluh darah untuk sistem karotis dan vertebralis,
dan intrakranialis melalui angiografi, CT scan dan/ MRI
angiografi, USG Doppler arteri karotis dan vertebra,
serta Doppler transkrania;.
DIAGNOSIS BANDING
• Disartria berat
• Demensia
• Psikosis
• Gangguan pendengaran (Tuli reseptif maupun
perseptif)
• Afemia/mutisme
TATA LAKSANA
Medikamentosa
Donepezil
• Dosis : 4 minggu pertama
5mg, dilanjutkan 10mg
selama 12 minggu.
Memantin
• Dosis : 10mg 2x sehari
MILD COGNITIVE IMPAIRMENT
PENDAHULUAN
• Mild Cognitive Impairment didefinisikan
sebagai penurunan fungsi dari satu atau lebih
ranah (domain) kognitif sebanyak 1-1,5
standar deviasi dibawah usianya tanpa adanya
gangguan pada aktivitas sehari-hari.
• Gangguan kognitif sering diklasifikasikan
sebagai gangguan kognitif demensia dan
gangguan kognitif nondemensia.
EPIDEMIOLOGI
• Sering terjadi pada usia 65 tahun ke atas dengan
prevalensi 10-20% pad orang tanpa demensia.
• Prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia.
• MCI dapat menjadi salah satu bagian dari stadium
prodomal demesia alzheimer.
• MCI berisiko berkembang menjadi demensia
sebanyak 10-15% per tahun dan 80% setelah 6
tahun.
FAKTOR RISIKO
DEMOGRAFIS BIOLOGIS
• Usia • Penyakit dan faktor risiko
• Jenis kelamin penyakit kardiovaskular
• Cedera kepala
• Pendidikan
• Penyakit endokrin dan
metabolik
• Faktor genetik
• Faktor neuropsikiatrik
• Proses autoimun dan
inflamasi
• Radikal bebas
GEJALA DAN TANDA KLINIS
MCI Amnestik MCI Non-amnestik
Ranah tunggal Ranah tunggal
• Gangguan memori tanpa • Gangguan pada satu ranah
disertai dengan gangguan fungsi kognitif selain
fungsi kognitif. memori.
Ranah jamak Ranah jamak
• Gangguan memori sebagai • Gangguan pada lebih dari
gangguan utama dan satu ranah fungsi kognitif.
disertai dengan gangguan
fungsi kognitif lainnya.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
KLASIFIKASI ETIOLOGI
KLINIS DEGENERATIF VASKULAR PSIKIATRIK KEADAAN
MEDIS
MCI Amnestik -
Ranah tunggal DA - Depr -
Ranah jamak DA DVa Depr -
MCI non-amnestik
Ranah tunggal FTD - -
Ranah jamak DLB DVa -
DIAGNOSIS
• Anamnesis lengkap, pemeriksaan status neurologis
termasuk pemeriksaan mental dan neurobehaviour
lengkap.
• Kriteria penegakan MCI :
1. Keluhan penurunan fungsi memori dari pasien dan
informan
2. Gangguan memori sesuai dengan usia dan
pendidikan.
3. Fungsi kognitif secara umum masih baik
4. Fungsi aktivitas sehari-hari masih baik
5. Tidak demensia
Tatalaksana
• Pengendalian faktor risiko vaskular dan prevensi
stroke primer maupun sekunder.
• Misal : kontrol tekanan darah, berhenti merokok.
• Medikamentosa : memantin dan pemberian obat
golongan SSRI untuk mengatasi gejala depresi.
• Lakukan aktivitas kognitif berupa permainan
catur, teka teki silang, sudoku, kegiatan memasak,
mengerjakan hobi, membaca buku / majalah /
koran, menonton berita.
DEMENSIA
PENDAHULUAN
• Demensia adalah sindrom penurunan fungsi
intelektual yang cukup berat, sehingga
mengganggu aktivitas sosial dan profesional
dalam aktivitas hidup keseharian.
• Biasanya disertai perubahan perilaku yang
bukan disebabkan oleh delirium maupun
gangguan psikiatrik mayor
• Setengah kasus demensia disebabkan oleh
demensia alzheimer.
EPIDEMIOLOGI
• Menurut WHO, hampir 48 juta orang didunia
hidup dengan demensia.
• Terdapat 7,7 juta kasus baru setiap tahun, dan
lebih dari setengahnya (63%) hidup di negara
menengah ke bawah.
• Data statistik mengenai DA secara global
mencapai 24 juta kasus, yaitu 60% dari
keseleuruhan demensia. Sementara Demensia
vaskular merupakan tipe demensia tebanyak
kedua setelah DA.
DEMENSIA ALZHEIMER
• Ditandai dengan penurunan fungsi kognitif yang
didahului oleh penurunan daya ingat dan pada
akhirnya mengenai seluruh intelektualitas pasien
dan mengakibatkan keterbatasan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari ringan sekalipun.
• Ranah kognitif yang paling terganggu adalah
memori dengan kemampuan rekognisi.
• Gejala muncul perlahan-lahan dan makin berat
hingga ranah kognitif yang lain seperti
visuospasial, fungsi eksekutif, memori, atensi dan
bahasa dapat terganggu.
DEMENSIA VASKULAR
•Single strategic infarct dementia
Pascastroke •Dementia multi-infark

Demensia terkait •Subcortical ischemic vascular disease/Penyakit Binswanger


•Cerebral and Autosomal dominant anteriopathy with subcortical infarcts and
Small Vessel Disease leukoenchelopathy

Demensia terkait •Akibat deposisi amiloid di dinding pembuluh darah korteks dan leptomeningen
•Apoliprotein alel-E2 berkontribusi dalam deposisi B-amiloid => perdarahan mikro
angiopati amiloid

Demensia terkait •Terjadi kegagalan hemodinamik pada area perbatasan frontal yang diperdarahi
cabang distal dan cabang piamater arteri cerebri anterior dan media =>
hemodinamik menyebabkan lesi iskemikreversibel di lokasi yang berdekana dengan area Sylvii.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
SINGLE STRATEGIC INFARCT
DEMENSIA MULTIPLE INFARCT
• lesi girus angularis hemisfer kiri : sindrom
afasia, gangguan fungsi konstruksi, dan • Kejadian demensia
sindrom gertsmann.
• Lesi girus angularis nondominan : meningkat seiring dengan
hemineglek spasial dan gangguan
visuokonstruktif dapat disertai gangguan kejadian infark berulang.
memori.
• Infark pada mediotemporal : gejala amnesia
disertai gangguan fungsi bahasa,
visuospasial, dan apraksia konstruksional.
• Infark pada talamus : gangguan memori
episodik dan sindrom afasia transkortikal
motorik.
• Talamus paramedian : penurunan kesadaran,
gangguan neurolofisiologi, dapat disertai
amnesia dengan konfabulasi
Demensia terkait small vessel disease
Subcortical ischemic Cerebral and autosomal dominant arteriopathy with
vascular/penyakit Binswanger subcortical infarct and leukoencephalopathy

• Gejala yang paling menonjol • Pada 1/3 pasien CADASIL


: disfungsi eksekutif dengan usia awitan rata-rata
30 tahun, penyakit diawali
(perencanaan, abstraksi, dengan serangan mendadak
seri konsep, shifting of migren dengan aura.
idea), perlambatan proses • Manifestasi paling sering
pikir, gangguan konsentrasi adalah Transient Ischemic
dan working memory. Attack subcortical atau stroke
pada usia 40-50 tahun.
• Gangguan kognitif berupa
gangguan fungsi eksekutif dan
kecepatan proses pikir.
DEMENSIA TERKAIT MEKANISME
HEMODINAMIK
• Manifestasi klinis pada demensia tipe ini :
afasia, apraksia, atau hemineglek tanpa defisit
motorik yang nyata.
• Adanya stenosis yang berat pada arteri karotis
interna dapat menimbulkan iskemia berulang
tanpa disertai terjadinya infark.
• Manifestasi sindrom demensia yang reversibel
bila hemodinamik terkoreksi
DIAGNOSIS
Kriteris NINDS-AIREN :
• Gejala dan tanda demensia
• Penyakit serebrovaskular yang terbukti secara
pemeriksaan fisik dan pencitraan
• Adanya hubungan dari kondisi 1 dan 2. (a)
onset demensia dalam 3 bulan setelah
diketahui memiliki stroke dan (b) penurunan
fungsi kognitif yang drastis dan berfluktuasi.
TATA LAKSANA
MEDIKAMENTOSA NONMEDIKAMENTOSA
Inhibitor asetilkolinesterase • Intervensi psikososial untuk
• Donepezil, dosis 10mg/hari. meningkatkan kualitas
• Galantamin hidup.
• Rimvastigimin, dosis 6-
12mg/hari.
Antagonis reseptor NMDA
• Memantin, dosis 20mg/hari
Kombinasi obat golongan
AChE dengan memantin
DEMENSIA FRONTOTEMPORAL
DFT dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan
gejala awal yang muncul :
• DVT varian behavior : gangguan kepribadian/perilaku
secara progresif. Karakteristik gejala awal berupa
perubahan kepribadian, tingkah laku, emosi, dan
perubahan dalam mengambil keputusan.
• Afasia progresif primer : tipe penurunan bahasa secara
progresif, seperti kelancaran bahasa, kemampuan mengerti
sesuatu, membaca dan menulis.
• Penurunan fungsi motorik secara progresif dengan
karakteristik kesulitan gerakan fisik seperti berjabat tangan,
kesulitan berjalan, sering terjatuh dan kordinasi yang buruk.
DIAGNOSIS
• Anamnesis, pemeriksaan fisik umum,
neurologi), uji neuropsikologi, neuropsikiatri
dan pencitraan.
Kriteria DFT (Mc Khan dkk)
1. Perubahan perilaku dan berkurangnya
kemampuan kognitif dengan manifestasi :
• Perubahan perilaku berupa kesulitan dalam
mengatur perilaku, sehingga respon yang
diberikan tidak sesuai.
• Gangguan fungsi bahasa dengan karakteristik
kesulitan mengekspresikan kata-kata,
kesulitan menamai objek, dan gangguan
pemahaman kata dan kalimat.
2. Gejala yang terjadi pada poin 1, harus dapat
menyebabkan kelainan dalam bersosialisasi atau
mengganggu fungsi okupasi dan terlihat penurunan
fungsi dari sebelumnya.
3. Gejala tersebut terjadi secara kronik progresif.
4. Gejala pada poin 1 bukan disebabkan oleh kelainan
atau penyakit sistem saraf maupun sistem lainnya.
5. Penurunan fungsi tidak terjadi saat pasien mengalami
delirium.
6. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh gangguan
psikiatrik.
Kriteria tambahan dapat membantu
menegakkan diagnosis atau mengeliminasi
kemungkinan penyakit lain :
1. Onset sebelum usia 65 tahun
2. Memperlihatkan gejala penyakit motor neuron.
3. Gejala dan tanda motorik sama dengan sindrom
kortikobasal dan PSP, antara lain :
• Penamaan terganggu
• Penurunan kemampuan motorik berbicara
• Penurunan kemampuan tata bahasa, seperti
berkurangnya kemampuan mendeskripsikan gambar
secara lisan maupun tulisan. Pasien juga dapat
mengalami gangguan pemahaman kompleks.
Kriteria lain menurut Rascovsky dkk
1. Possible DFTvB, jika terdapat 3 dari 6 gejala dibawah ini :
• Perilaku sosial tidak sesuai, hilangnya aturan, impulsif,
tidak ada perhatian.
• Apatis/inersia dini
• Hilangnya rasa simpati dan empati
• Gejala preseverasi, stereotipik, atau kompulsif/ritualistik.
• Perubahan perilaku diet dan hiperoral
• Defisit fungsi eksekutif dan atau defisit kognitif umum
ditambah gangguan memori episodik dan fungsi
visuospasial.
2. Probable DFTvB, jika didapatkan lebih dari 3
gejala di atas ditambah dengan kriteria
pencitraan berupa :
• MRI atau CT : gambaran atrofi frontal dan atau
temporal anterior, atau
• Positron emission tomography (PET) atau Single
photon emission computed tomography (SPECT)
: gambaran hipoperfusi dan atau
hipometabolisme frontal dan/atau temporal
anterior.
3. Definite DFTvB, jika memenuhi kriteria :
• Possible atau Probable DFTvB
• Terbukti pada pemeriksaan histopatologi
(biopsi atau post mortem)
• Diketahui adanya mutasi patogen.
TATA LAKSANA
MEDIKAMENTOSA NONMEDIKAMENTOSA
• Simtomatik : untuk mengatasi • Bertujuan untuk
masalah kognitif, sosial dan
perilaku impulsif dapat meningkatkan kualitas
diberikan obat anti depresi hidup yaitu dengan
golongan SSRI. Untuk gejala manajemen masalah
agresi atau waham dapat
diberikan antipsikotik dosis perilaku, manajemen
rendah. masalah bahasa dan
• Disease modifying therapy : manajemen masalah gerak.
belum ada obat-obatanyang
dapat menghambat
progresivitas degenerasi lobus
frontotemporal.
NEUROINFEKSI
NEUROIMUNOLOGI
INFEKSI TUBERKULOSIS PADA
SUSUNAN SARAF PUSAT
PENDAHULUAN
• Patologi infeksi tuberkulosis pada susunan
saraf pusat adalah meningitis, ensefalitis,
massa intrakranial, mielitis, vaskulitis dan
infark.
• Keadaan yang memudahkan untuk terjadinya
reaktivasi dan penyebaran TB antara lain
HIV/AIDS, diabetes melitus, dan penggunaan
obat-obatan yang bersifat imunosupresif.
EPIDEMIOLOGI
• Meningitis TB merupakan manifestasi infeksi TB yang
paling berat dan menimbulkan kematian dan kecacatan
pada 50% penderitanya.
• Angka kejadian meningitis sekitar 1% dari seluruh kasus
TB.
• WHO 2016, estimasi insiden TB di Indonesia pada
tahun 2015 adalah 1,020,000 orang.
• 6 negara dengan insidens TB tertinggi : India,
Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan.
• Jumlah kematian akibat TB di Indonesia sebesar 61,000
per tahun.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
• Gambaran klinis infeksi TB pada SSP tiak khas,
terutama pada awal penyakit, bergantung pada
proses patologi yang terjadi dan perjalanan
penyakitnya.
• Onset gejala meningitis TB adalah 5-30 hari.
• Infeksi TB pada SSP juga dapat bermanifetasi
sebagai tuberkuloma, yang dapat terjadi tanpa
memperlihatkan gejala klinis yang berarti dan
baru menimbulkan keluhan setelah menimbulkan
efek massa ke jaringan sekitarnya.
Tingkat keparahan meningitis TB yang diperkenalkan
oleh Medical Research Council (MRC) pada tahun 1948,
untuk menentukan prognosis, yaitu :
• MRC Derajat I : GCS 15, tanpa defisit
neurologis fokal.
• MRC Derajat II : GCS 11-14, atau GCS 15
dengan defisit neurologis fokal.
• MRC Derajat III : GCS ≤ 10, dengan atau tanpa
defisit neurologis fokal.
• Gambaran pencitraan yang paling sering
ditemukan pada meningitis TB adalah
hidrosefalus, penyangatan meningen,
penyangatan pada daerah basal, tuberkuloma,
dan infark.
DIAGNOSIS
• Analisis cairan serebrospinal pada kasus
meningitis TB memperlihatkan pleiositosis
dengan predominan limfosit, protein yang
tinggi, dan rasio glukosa CSS dibandingkan
glukosa serum yang rendah.
• Pemeriksaan BTA di CSS.
• Pemeriksaan kultur (gold standard)
Berdasarkan konsensus International Tuberculous Meningitis
Workshop di Afrika Selatan (2009), diagnosis definitif meningitis
TB ditegakkan berdasarkan kriteria berikut :

• Ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada


CSS
• M.tuberculosis tumbuh pada kultur CSS
• Pemeriksaan asam nukleat M. tuberculosis
(GeneXpert MTB/Rif atau polymerasechain
reaction/PCR) positif pada pasien dengan
klinis meningitis TB.
TATA LAKSANA
Obat Dosis Harian (anak < 12 tahun ) Dosis Harian (dewasa)
Isoniazid 10mg/kgBB 5mg/kgBB
(kisaran 6-15mg/kgBB) (kisaran 4-6mg/kgBB)
Rifampisin 15mg/kgBB 10mg/kgBB
(kisaran 10-20mg/kgBB) (kisaran 8-12mg/kgBB)
Pirazinamid 35mg/kgBB 25mg/kgBB
(kisaran 30-40mg/kgBB) (kisaran 20-30mg/kgBB)
Streptomisin 17,5mg/kgBB 15mg/kgBB
(kisaran 15-20mg/kgBB) (kisaran 12-18mg/kgBB)
Etambutol 20mg/kgBB 15mg/kgBB
(kisaran 15-25mg/kgBB) (kisaran 15-20mg/kgBB)
Minggu MRC Derajat I MRC Derajat II dan III
Dosis dan Rute Deksametason Dosis dan Rute Deksametason
Minggu 1 0,3mg/kgBB/24 jam, intravena 0,4mg/kgBB/24 jam, intravena
Minggu 2 0,2mg/kgBB/24 jam, intravena 0,3mg/kgBB/24 jam, intravena
Minggu 3 0,1mg/kgBB/24 jam, intravena 0,2mg/kgBB/24 jam, intravena
Minggu 4 3mg/24 jam, per oral 0,1mg/kgBB/24 jam, intravena
Minggu 5 2mg/24 jam, per oral 4mg/24 jam, per oral
Minggu 6 1mg/24 jam, per oral 3mg/24 jam, per oral
Minggu 7 stop 2mg/24 jam, per oral
Minggu 8 1mg/24 jam, per oral
Rekomendasi Re-introduksi Regimen
OAT pada Hepatotoksisitas Imbas Obat
Hari Isoniazid Rifampisin Pirazinamid
Dewasa Anak Dewasa Anak
Hari ke 1 150mg 5mg/kgBB - - -
Hari ke 2 150mg 5mg/kgBB - - -
Hari ke 3 300mg 10mg/kgBB - - -
Hari ke 4 300mg 10mg/kgBB 150mg 5mg/kgBB -
Hari ke 5 300mg 10-20mg/kgBB 300mg 5mg/kgBB -
(Maks 500mg)
Hari ke 6 300mg 10-20mg/kgBB 450mg 10mg/kgBB -
(Maks 500mg)
Hari ke 7 300mg 10-20mg/kgBB 450mg 10-20mg/kgBB *
(Maks 500mg) (<50kg) (maks 60mg)
600mg
(≥50kg)
• *Pertimbangan reintroduksi bertahan setelah
14 hari pemberian isoniazid dan rifampicin.
Bila pirazinamid tidak diberikan, terapi selama
18 bulan
INFEKSI OPORTUNISTIK SUSUNAN
SARAF PUSAT PADA AIDS
MENINGITIS KRIPTOKOKUS
PENDAHULUAN
• Meningitis kriptokokus merupakan salah satu
infeksi oportunistik tersering pada pasien
imunokompromais.
• Penyakit ini memiliki angka mortalitas yang
sangat tinggi meskipun dengan pemberian
kombinasi antijamur.
EPIDEMIOLOGI
• Meningitis kriptokokus merupakan infeksi
jamur sistemik tersering dan penyebab infeksi
otak paling banyak pada pasien HIV.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
• Demam dan adanya tanda peningkatan TIK
akibat gangguan penyerapan CSS.
• Gejala peningkatan TIK yang paling banyak
adalah nyeri kepala (73-81%).
• Keluhan nyeri kepala pada pasien
imunokompromais terutama HIV, diagnosis
meningitis kriptokokus harus selalu
dipertimbangkan.
• Gejala peningkatan TIK lainnya : gangguan
penglihatan, diplopia, muntah proyektil,
hingga penurunan kesadaran.
• Tanda lain : meningismus, papil edema,
paresis saraf kranialis, ataupun kejang.
• Jika terjadi hidrosefalus : gangguan kognitif
atau gangguan gait.
DIAGNOSIS
• Diagnosis meningitis kriptokokus ditegakkan
melalui :
• Pemeriksaan mikroskopik langsung pada CSS =>
menggunakan tinta India =>
Cryptococcusneoformans
• Deteksi antigen kriptokokus => Lateral flow
immunochromatographic assay (LFA) => deteksi
Cryptococcal Antigen/CrAg
• Kultur (gold standard) => waktu 3-8 hari
menggunakan CSS
• Pemeriksaan histopatologi
Gambaran pencitraan :
• Penyangatan pada meningen
• Massa padat/granuloma
• Atrofi
• Edema serebri
• Hidrosefalus
TATA LAKSANA
• Amfoterisin B (0,7-1mg/kgBB perhari) intravena
selama 2 minggu dikombinasikan dengan
flukonazol 800-1200mg/hari peroral.
• Setelah 2 minggu, terapi dilanjutkan fase
konsolidasi dengan konsolidasi dengan
flukonazol 800mg/hari peroral selama 8 minggu.
• Pemberian profilaksis sekunder dengan
flukonazol 200mg/hari tetap dilanjutkan CD4 >
200sel/uL
ENSEFALITIS TOKSOPLASMA
PENDAHULUAN
• Ensefalitis toksoplasma merupakan etiologi
infeksi intrakranial tersering yang muncul
sebagai lesi desak ruang di otak pada pasien
HIV.
• Seroprevalensi toksoplasma di Indonesia
sangat tinggi dan pernah dilaporkan sebesar
80% pada populasi orang Indonesia sehat.
EPIDEMIOLOGI
• Data dari studi infeksi otak di RSCM tahun 2011
mendapatkan angka kejadian TE sebesar 48,5% dari
keseluruhan 470 kasus infeksi oprtunistik pada HIV.
• Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa case fatality
ratio pada TE (0,31) lebih rendah dari tuberkulosis otak
(0,6) dan meningitis kriptokokus (0,51). Hal ini
menekankan bahwa angka kejadian toksoplasmosis
otak sebagai infeksi oportunistik pada HIV sangat
tinggi.
• Namun apabila ditatalaksana secara cepat akan
menghasilkan keluaran yang baik.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
• Toksoplasmosis pada HIV terjadi karena
reaktivasi infeksi kronis dan bermanifestasi
sebagai TE.
• Pasien HIV dengan CD4 <50sel/uL memiliki
risiko tertinggi.
• Gejala klinis pada TE umumnya memiliki onset
subakut, dengan gejala tersering : nyeri
kepala, hemiparesis, demam, penurunan
kesadaran, dan kejang.
DIAGNOSIS
• Serologi : IgG antitoksoplasma
• Analisis cairan otak
• Pencitraan otak : CT scan atau MRI. Dengan
kontras akan memberikan gambaran massa yang
menyangat kontras (ring enhanced lesion),
disertai edema vasogenik disekitarnya. Tanpa
kontras, tampak lesi hipodens atau edema yang
dapat menyerupai lesi fokal otak lain. MRI,
tampak lesi hipointens pada sekuens 1 yang
berubah menjadi hiperintens pada sekuens 2
TATA LAKSANA
• Pencegahan paparan toksoplasma.
Pemeriksaan IgG toksoplasma, menghindari
daging mentah atau setengah matang, cuci
tangan setelah berkontak dengan daging
mentah atau tanah, serta mencuci buah dan
sayur sebelum dimakan.
• Pemberian profilaksis primer. Pemberian
Trimetoprim-sulfametoksazol (TMP-SMX)
960mg satu kali sehari.
Nama obat Dosis awal Dosis rumatan Efek samping
Sulfadiazin 1-2g/6 jam 1-2g/6 jam Gangguan fungsi hati,
(sediaan tablet 500mg) Selama 6 minggu fungsi ginjal, gangguan
hematologi
Pirimetamin 200mg, satu kali BB ≤60kg: Ruam kulit, depresi
(sediaan tablet 25mg) 50mg/hari sumsum tulang
BB >60kg: (neutropenia,
75mg/hari trombositopenia)
Asam folinat 10-20mg/hari 10-20mg/hari Alergi
(sediaan tablet 5mg
dan 10mg)
Klindamisin 600mg/6 jam 600mg/6 jam Demam, ruam kulit,
(sediaan tablet 300mg) muntah, diare (kolitis
pseudomembran)
Trimetoprim- 960mg/12 jam 960mg/12 jam Ruam kulit, demam,
sulfametoksazol (sediaan tablet 480mg) leukopenia,
trombositopenia,
gangguan fungsi hati
MULTIPLE SKLEROSIS
PENDAHULUAN
• MS adalah penyakit autoimun berupa
inflamasi kronik pada sistem saraf pusat.
• Terjadi proses demielinisasi pada SSP yang
dapat mengakibatkan kecacatan.
• Umumnya perempuan usia muda dengan
rasio kekerapan dibanding dengan laki-laki
sebesar 2:1 sampai 4:1.
EPIDEMIOLOGI
• Multiple Sclerosis International Federation,
jumlah penyandang MS didunia tahun 2008
sekitar 2,1 juta orang bertambah menjadi 2,3
juta orang ditahun 2013.
• Di Amerika Utara dan Eropa prevalensi MS
merupakan yang tertinggi didunia yaitu
140/100.000 dan 108/100.000
• Prevalensi MS di Indonesia berkisar antara 0-
5/100.000
PATOFISIOLOGI
• Ditemukan plak hasil dari demielinisasi,
degradasi neuronal dan aksonal, serta jaringan
parut astrosit.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Tipikal Lainnya
• Letih • Tremor
• Depresi • Ataksia
• Disfungsi kognitif • Vertigo
• Spastisitas • Kelemahan
• Nyeri • Gejala ekstrapiramidal
• Gangguan BAB dan BAK • Gangguan sensorik
• Disfungsi ereksi • Gangguan gerak
• Gangguan penglihatan
Terdapat 3 subtipe MS :
• Relapsing Remitting Multiple Sclerosis (RRMS)
• Secondary Progressive Multiple Sclerosis
(SPMS)
• Primary Progressive Multiple Sclerosis (PPMS)
• Gejala MS merupakan gambaran kerusakan
mielin pada SSP.
• Gejala awal dapat berupa gejala tunggal atau
kombinasi dengan gejala lain.
• Onset subakut dalam hitungan hari atau
minggu.
• Gejala awal umumnya akan membaik dalam
waktu 6-12 minggu.
DIAGNOSIS
• Kriteria McDonald revisi tahun 2010
1. Untuk menegakkan diagnosis MS dibutuhkan 2 atau lebih
serangan yang disertai dengan bukti klinis obyektif yang
menunjukkan adanya 2 lesi atau lebih atau hanya 1 bukti
klinis obyektif namun terdapat riwayat bukti klinis obyektif
dari serangan sebelumnya.
2. Apabila didapatkan 2 serangan atau lebih namun hanya
terdapat 1 bukti klinis obyektif maka dibutuhkan :
• Dissemination in space (DIS) yaitu apabila pada gambaran
MRI didapatkan lebih atau sama dengan 1 lesi pada
minimal 2 dari 4 area tipikal MS (periventrikular,
jukstakortikal, infratentorial dan medula spinalis).
• Jika tidak didapatkan DIS, maka tunggu serangan berikutnya
3. Apabila baru terjadi 1 kali serangan namun disertai
dengan bukti klinis obyektif maka dibutuhkan :
• Dissemination in time (DIT), yaitu apabila pada gambaran
MRI didapatkan lesi lain yang asimtomatik yang menyangat
atau tidak menyangat kontra. Atau adanya lesi baru pada T2
atau yang menyangat kontras yang dilakukan pada saat
follow up, tanpa melihat waktu pelaksanaan MRI
sebelumnya.
• Jika tidak didapatkan DIT, maka tunggu serangan
berikutnya.
4. Apabila baru terjadi 1 kali serangan dan hanya 1 bukti
klinis obyektif (clinically isolated syndrome/CIS) yang
menunjukkan adanya 1 lesi, maka dibutuhkan DIS dan DIT
Untuk PPMS, kriteria diagnosis yang
digunakan sebagai berikut :
• Terdapat DIS pada otak berdasarkan adanya 1
atau lebih lesi pada potongan T2 pada area
khas MS (periventrikular, jukstakortikal, atau
infratentorial).
• Terdapat DIS pada medula spinalis
berdasarkan adanya 2 atau lebih lesi T2 pada
medula spinalis.
• Pita oligoklonal pada CSS positif atau terdapat
peningkatan IgG pada CSS
Pemeriksaan penunjang
• MRI
• Evoked potential
• Visual evoked potential
• Pemeriksaan CSS
TATA LAKSANA
NEUROMIELITIS OPTIK
PENDAHULUAN
• NMO atau Devic’s syndrome merupakan
penyakit autoimun yang menyebabkan
demielinisasi berat terutama pada nervus
optikus dan medula spinalis.
EPIDEMIOLOGI
• Insidens NMO berkisar antara 0,053-0,4 per
100,000 penduduk. Sedangkan prevalensinya
0,52-4,4 per 100,000 penduduk.
• NMO lebih banyak menyerang wanita.
• Median usia saat onset 30,5-55,2 tahun,
sedikit lebih tua daripada usia MS.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
• Bersifat polifasik (90%), dapat pula muncul
sebagai gejala monofasik (10%).
• Polifasik : serangan neuritis optik atau mielitis
atau keduanya terjadi bersamaan. Monofasik
neuritis optik dan mielitis menyerang
bersamaan.
• Karakteristik klinis utama :
• Neuritis optik
• Mielitis akut
• Sindrom area postrema/dorsal medula
• Sindrom batang otak/periependimal akut
• Narkolepsi simtomatik atau sindrom klinis
diensefalik akut dengan MRI diensefalon yang
tipikal NMOSD
• Sindrom serebral simtomatik dengan lesi otak
tipikal NMOSD,
DIAGNOSIS
• Pemeriksaan antibodi NMO
• Pemeriksaan CSS
• Pencitraan
TATA LAKSANA
NEUROOFTALMOLOGI
NEUROOTOLOGI
VERTIGO VESTIBULAR PERIFER
PENDAHULUAN
• Vertigo merupakan keluhan neurologis
terbanyak kedua setelah nyeri kepala yang
membawa pasien datang ke fasilitas
kesehatan.
• Vertigo merupakan bagian dari gangguan
keseimbangan (dizziness bersama dengan
presinkop dan disekuilibrium.
EPIDEMIOLOGI
• Studi yang meneliti mengenai gejala vertigo pada
14.790 subyek mendapatkan benign paroxyama
positional vertigo (BPPV) sebagai etiologic terbanyak.
• 4000 kunjungan ke unit gawat darurat neurologi
didapatkan dizziness (12%) merupakan keluhan ketiga
terbanyak setelah nyerikepala (21%), dan stroke (13%).
• Pada kasuskegawatdaruratan neurologi, kemampuan
untuk dapat mendiagnosis vertigo sentral dan perifer
menjadi penting karena berkaitan dengan tata laksana
dan prognosis.
PATOFISIOLOGI
• Sistem vestibular secara umum dibagi menjadi komponen perifer dan
sentral.
• Komponen perifer terdiri dari kanalis semisirkularis (posterior, horizontal,
anterior) dan organ otolit (sakulus dan utrikulus) bilateral.
• Kanalis semisirkularis mendeteksi gerakan berputar sedangkan utrikulus
dan sakulus berespons terhadap akselerasi linea dan gravitasi. Organ
vestibular berada dalam aktivitas tonik simetris, bila tereksitasi akan
menstimulasi sistem vestibular sentral.
• Pada keadaan normal, sistem saraf pusat memberikan respons terhadap
setiap perbedaan aktivitas dari kedua kompleks nukleus vestibular. Dalam
keadaan statis (tidak ada pergerakan kepala), aktivitas neural pada kedua
nukleus vestibular simetris. Bila kepala digerakkan, terjadi aktivitas
asimetris pada nukleus vestibular, yang diinterpretasikan oleh sistem saraf
pusat sebagai gerakan kepala. Adanya proses patologis juga akan
diinterpretasikan sebagai aktivitas asimetris oleh system saraf pusat.

Benign Paroxymal Positional Vertigo
• BPPV terjadi saat otokonia, suatu kalsium karbonat
yang terbentuk di makula utrikulus, terlepas dan masuk
ke datam kanalis semi sirkularis. Hal ini menyebabkan
sensasi berputar ketika terjadi perubahan posisi kepala.
• Lokasi tersering BPPV ialah pada kanalis semisirkularis
posterio yaitu kanal yang paling dipengaruhi oleh
perbedaan gravitasi. Lepasnya otokonia juga cukup
sering terjadi pada kanalis semisirkularis horizontal,
namun keluhan umumnya akan spontan membaik
dibandingkan dengan kanalis semisirkularis posterior
BPPV jarang terjadi pada kanalis semisirkularis anterior,
dapat disebabkan karena posisi kanal yang paling atas,
sehingga otokonia jarang masukke dalamnya.
Neuritis Vestibular
• Neuritis vestibular merupakan kondisi inflamasi pada nervus
vestibularis yang kemungkinan disebabkan oleh virus. Biasanya
diawali gejala prodromal infeksi menyerupai viraIikeilfness.
• Riwayat infeksi saluran napas ditemukan sebanyak 23-100%
mendahului gejala neuritis vestibular.
• Gambaran klinis neuritis vestibular merupakan gejala keterlibatan
nervus vestibularis cabang superior, yaitu kanalis semisirkularis
horizontal, anterior serta utrikulus.
• Hal ini disebabkan oleh karena cabang su-oerior dari nervus
vestibularis melewati celah yang lebih panjang dan sempit pada os
petrosum dibandingkan cabang inferior sehingga lebih rentan
mengalami edema dan kompresi.
• Bila disertai dengan gangguan pendengaran telinga, infeksi telinga
dalam seperti labirintitis, infark labirin, dan fistula perilimfe harus
dipertimbangkan.
Penyakit Meniere
• Penyakit Meniere merupakan penyakit
mutifaktorial yang menyebabkan kelainan
telinga datam dan bermanifestasi sebagai
sindrom vertigo episodik disertai dengan
gangguan pendengaran yang fluktuatif.
• Terdapat beberapa pendapat mengenai
patofisiologi penyakit Meniere, namun yang
paling banyak dikenal ialah teori hidrops
endolimfatik
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Benign Paroxysmal Positional Vert
Kanalis Semisirkularis Posterior
• Gejala Utama BPPV pusing berputar (vertigo
vestibular/rotatoar) berdurasi singkat (beberapa detik),
intensitas berat, dan disertai mual dan muntah.
• Keluhan ini seringkali terjadi pada pagi hari, dipicu oleh
perubahan posisi kepala seperti berbaring bangun dari
tidur, berguling, membungkuk, dan posisi kepala
menengadah dalam waktu yang cukup lama.
• Gejala klinis BPPV umumnya sangat khas, sehingga
seringkali diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
bahkan sekaligus dapat mengidentifikasi sisi telinga yang
terkena.
Respons positif pada manuver Dix-Hallpike
merupakan standar penegakan diagnosis klinis
BPPV dengan cara sebagai berikut:
1. Pasien duduk di atas tempat tidur
2. Kepala dirotasikan 45 ° ke satu sisi
3. Secara cepat baringkan pasien dengan kepala
menggantung pada tepi tempat tidur dengan
sudut 20 ° di bawah garis horizontal
4. Perhatikan adanya nistagmus
GEJALA DAN TANDA KLINIS
NEURITIS VESTIBULAR DAN LABRINITIS
• Pasien dengan neuritis vestibular mengeluh vertigo yang timbul berlangsung
beberapa hari, disertai gejala otonom, tanpa gejala koklear (gangguan
pendengaran).
• Keluhan vertigo akan membaik secara bertahap dalam hitungan hari hingga
minggu, walaupun demikian gangguan keseimbangan dapat bertahan selama
beberapa bulan setelah gejala akut vertigo menghilang.

Gejala klinis neuritis vestibular akut meliputi


• Vertigo vestibular (rotatoar) persisten dengan osilopsia
• Nistagmus horizontal spontan, makin nyata saat melirik ke sisi telinga yang sehat
• Gangguan gait dan kecenderungan jatuh ke sisi telinga yang sakit
• Mual dan muntah
• Adanya gangguan fungsi kanalis semisirkularis horizontal dapat dilakukan dengan
head-impulse test
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Penyakit Meniere
• Trias gejala, yaitu vertigo, tinitus, dan gangguan
pendengaran.
• Adanya keluhan serangan berulang dari vertigo vestibular
perifer disertai dengan gejala aura/koklea (penurunan
pendengaran, tinitus, atau rasa penuh) merupakan dasar
penegakan diagnosis klinis penyakit Meniere.
• Pada awalnya, keluhan ini dapat sembuh sendiri (self-
limiting symptoms).
• Bentuk atipikal penyakit Meniere yang lain dapat berupa
serangan berulang dari gangguan pendengaran Huktuatif
(hidrops koklea) atau (hidrops vestibular).
TATA LAKSANA
MEDIKAMENTOSA NONMEDIKAMENTOSA
• Pemberian obat-obatan • Terapi reposisi kanalit
simtomatik untuk mengobat
gejala dizzines mual, dan
muntah pada vertigo
meliputi golongan anti
kolinergik, anti histamin,
dan benzodiazepin.
Manuver Semont
Langkah-langkahnya adalah • Pasien duduk di tepi tempat
sebagai berikut tidur
• Manuver Dix-Hallpike • Memutar kepala pasien
• Bila positif, pertahankan 30 sebanyak 45 °ke sisi telinga
detik yang sehat.
• Putar kepala 90 derajat ke arah • Tubuh pasien diputar 90 ° ke
berlawanan, pertahankan 30
detik sisi telinga yang sakit, tetap
berbaring selama 1menit.
• Putar kepala 90 derajat ke arah
bawah (wajah menghadap ke • Secara cepat diikuti posisi
lantai), pertahankan 30 detik tubuh 180 ° ke sisi telinga yang
• Pasien kembali ke posisi duduk sehat, dan tetap berbaring
selama 1 menit.

Anda mungkin juga menyukai