Anda di halaman 1dari 361

C B T O P T I M A B AT C H F E B R U A R I 2 0 2 0

NEUROLOGI
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
SOAL NO 1
• Ny Arlina Suryani seorang wanita berusia usia 27
tahun datang ke Poliklinik Puskesmas dengan
keluhan nyeri kepala seperti diikat sejak 2 bulan
yang lalu. Keluhan nyeri kepala seperti terikat
yang dirasakan hilang timbul hampir setiap hari.
Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 78x/ menit, laju napas 16x/ menit,
dan suhu afebris. Pemeriksaan status neurologis
tidak ditemukan adanya deficit neruologis fokal.
Diagnosis kerja pada pasien Ini adalah…
A.Cluster headache
B.Tension type headache
C.Trigeminal neuralgia
D.Migren klasik
E. Arteritis temporalis

• Jawaban: B. Tension type headache


• Wanita 27 tahun dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan nyeri kepala seperti terikat
yang dirasakan hilang timbul hampir setiap hari. Pemeriksaan tanda vital dalam
batas normal dan tidak ditemukan adanya deficit neruologis fokal. Berdasarkan
gejala dan tanda yang ada tersebut diagnosis kerja yang tepat pada kasus ini
adalah Tension Type Headache.
• Cluster headache biasanya nyeri kepala dirasakan sebelah, dengan intensitas
hebat. Disertai gejala autonomy seperti mata merah berair atau rhinorea.
• Trigeminal neuralgia  salah satu jenis alodinia oleh karena adanya lesi pada n. V.
Nyeri dapat dirasakan pada sebagian dahi, pipi, dan atau rahang bawah. Nyeri
muncul dengan rangsangan yang normalnya tidak menyebabkan nyeri missal
sentuhan, sikat gigi, dsb.
• Migrain sifat nyeri seperti tertusuk/ berdenyut, dapat dirasakan pada sebagian/
seluruh kepala.
• Arteritis temporalis/ Giant Cell Arteritis  nyeri kepala akibat peradangan
pembuluh darah biasanya pada area temporal sehingga sering disebut pula
temporal arteritis. Selain sakit kepala, gejala biasanya disertai nyeri rahang, dan
penglihatan kabur atau ganda.
1. Tension Headache
Nyeri Kepala Tension

•Nyeri kepala ini sering ditemui dalam praktek sehari – hari


•Prevalensi antara 30 – 78%
• dapat dibagi lagi menjadi 4 kelas yaitu :
1. Infrequent episodic tension type headache
2. Frequent episodic tension type headache
3. Chronic tension type headache
4. Probable tension type headache

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis infrequent tension type
headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul <1 hari
per bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis frequent tension type headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul dalam 1 -
14 hari per bulan selama > 3bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Tatalaksana
• TTH umumnya mempunyai respon yang baik
dengan pemberian analgesik seperti ibuprofen,
parasetamol / asetaminofen, dan aspirin.
• Kombinasi Analgesik/sedative digunakan secara
luas (contoh , kombinasi analgesik/antihistamine
seperti Syndol, Mersyndol and Percogesic).
• Pengobatan lain pada TTH
termasuk amitriptyline / mirtazapine /
dan sodium valproate (sebagai profilaksi).
The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
SOAL NO 2
• Seorang laki-laki berusia 61 tahun dibawa ke IGD
RS karena kesadaran menurun sejak 2 jam yang
lalu. Sebelumnya pasien muntah menyemprot
dan kejang sebanyak 2 kali. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang Ialu,
namun tidak minum Obat dengan teratur. Tidak
terdapat riwayat trauma. Pemeriksaan fisik:
Sopor, TD 240/120 mmHg, Nadi 100 x/menit, RR
24x/menit, suhu 36OC, meningeal sign (-), refleks
Babinski (+). Diagnosis yang paling mungkin
adalah…
A.Stroke hemoragik
B.Transient Ischemic Attack
C.Epilepsi
D.Ensefalopati hipertensif
E.Stroke infark

• Jawaban: A. Stroke hemoragik


• Laki-laki berusia 61 tahun dengan kesadaran menurun yang sejak 2 jam yang lalu,
sebelumnya pasien muntah menyemprot dan kejang sebanyak 2 kali, tedapat
riwayat hipertensi tidak terkontrol. Pemeriksaan fisik: Sopor, TD 240/120 mmHg,
Nadi 100 x/menit, dan refleks Babinski (+). Berdasarkan gejala dan tanda tersebut
kondisi pasien menurun secara tiba-tiba dan cepat, sehingga diagnosis yang tepat
pada kasus ini adalah stroke hemoragik.
• Transient Ischemic Attack  gangguan deficit neurologis yang membaik <24 jam,
dan tidak ditemukan adanya bukti kerusakan saraf.
• Epilepsi  kejang berulang yang disebabkan aktifitas listrik abnormal pada
susunan saraf pusat yang tidak diketahui sebabnya.
• Ensefalopati hipertensif  merupakan suatu sindrom akibat dari peningkatan
tekanan arteri mendadak tinggi yang dapat mempengaruhi fungsi otak, pada
umumnya didahului oleh sakit kepala yang berat dan diikuti oleh konvulsi, mual,
muntah, perubahan penglihatan, dan menurunkan kesadaran.
• Stroke infark  deficit neurologis yang terjadi mendadak akibat terganggunya
aliran darah ke otak baik yang disebabkan thrombus maupun emboli.
2. Stroke
2. Stroke
“Suatu sindroma klinis yang ditandai oleh
gangguan fungsi otak fokal maupun global
mendadak berlangsung lebih dari 24 jam,
mempunyai kecenderungan perburukan bahkan
kematian yang diakibatkan oleh satu-satunya
gangguan vaskuler”

Terminologi Baru memasukkan juga stroke spinal

15 15
Jenis Stroke
Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

Lacunar small vessel


Intracerebral disease (25%)
hemorrhage (59%)

Atherothrombotic
disease (20%)

SAH (41%)
Embolism
(20%)

16 Cryptogenic (30%)
Albers GW et al. Chest. 1998;114:683S-
698S. 16
Rosamond WD et al. Stroke. 1999;30:736-
Stroke Hemoragik
• Stroke hemoragik ialah suatu
gangguan organik otak yang
disebabkan adanya darah di
parenkim otak atau ventrikel.
• Gejala prodomal yaitu :
– Gejala peningkatan tekanan
intrakranial dapat berupa :
sakit kepala, muntah-muntah,
sampai kesadaran menurun.
• Gejala penekanan parenkim
otak (perdarahan
intraserebral), memberikan
gejala tergantung daerah otak
yang tertekan/terdorong oleh
bekuan darah  defisit
neurologis.
Stroke Iskemik -- Infark
• Saat serangan stroke 
terjadi kerusakan sel otak di
daerah tertentu segera.
• Daerah yang rusak tersebut
dinamakan infark.
• Kerusakan akan terjadi
beberapa menit – jam
setelah serangan terjadi.
• Penumbra:
• Area dimana masih ada aliran
darah namun tidak mencapai
batas optimal.
• Berpotensi untuk menjadi
infark.
• Merupakan target
penanganan fase akut.

19 19
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
• Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
• Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
– Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
– Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
– Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
– Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
• Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
• Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
• Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik
• Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
Brain Vascularization
Gejala Stroke

27 27
Gejala Stroke
• Kelumpuhan mendadak wajah atau anggota badan (pada
umumnya sesisi – hemiparesis)
• Gangguan bicara/komunikasi mendadak ( disartria atau afasia)
• Gangguan sensibilitas (kebas atau kesemutan)
• Gangguan status mental (kesadaran menurun)
• Gangguan penglihatan (buta satu, dua mata atau sesisi)
• Gangguan keseimbangan (vertigo, ataksia )
• Gangguan daya ingat (amnesia,dll)

28 28
Deteksi dini Stroke:
Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS).
1. Facial droop. Suruh pasien tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
2. Arm drift. Suruh pasien mengangkat tangan
90º dari tubuh dan tahan 10 detik.
3. Slurred speech. Suruh pasien mengulang
kalimat sederhana.
4. Time. Segera mencari RS terdekat.

FAST
29 29
Diagnosis
• Anamnesis.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan penunjang
• golden standard CT Scan kepala)
Skor Stroke Siriraj

• (2.5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0.1 D) – (3 x A) – 12
– S : kesadaran (0 = CM, 1 = somnolen, 2 = sopor/koma)
– M : muntah (0 = tidak ada, 1 = ada)
– N : nyeri kepala (0 = tidak ada, 1 = ada)
– D : tekanan darah diastolik
– A: ateroma (0 = tidak ada, 1 = salah satu/lebih : DM,
angina, penyakit pembuluh darah)

• Penilaian
– SSS > 1 = perdarahan supratentorial,
– SSS < -1 = infark serebri,
– SSS -1 s/d 1 = meragukan

31
Algoritma Stroke Gadjah Mada

• Komponen yang • Penilaian


dinilai

1. Penurunan • Stroke perdarahan


:
kesadaran – 3 atau 2 dari 3 positif
– hanya penurunan
2. Nyeri kepala kesadaran (+)
3. Refleks – hanya nyeri kepala (+)
• Stroke iskemik :
Babinski – hanya refleks Babinski
(+)
– semua (-)

32
Pemeriksaan Penunjang

• CT scan atau MRI tanpa kontras.


• Darah: darah perifer lengkap, KGD, Elektrolit,
RFT, hemostasis lengkap.
• EKG
• AGD
• Lain-lain sesuai indikasi.

33
MANAJEMEN
Empat hal utama dalam penatalaksanaan stroke
akut di rumah sakit:
1. Penanganan kondisi fisiologi pasien.
2. Terapi spesifik yang berhubungan langsung dengan
berbagai patogenesis stroke.
– rekanalisasi/reperfusi - trombolisis, neuroproteksi)
3. Profilaksis dan penanganan komplikasi.
4. Rehabilitasi secepatnya.

35 35
Manajemen Umum Stroke Akut
(PPK Neurologi, 2016)
A. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
– Bebaskan jalan nafas:
• Triple maneuver.
• Pasang pipa orofaring.
• Suction (hati-hati pada peninggian TIK)
• Pertimbangkan intubasi atau pasang LMA bila SKG ≤ 8
– Terapi oksigen  Nilai oksigenasi  Target O2 Sat > 95%.
B. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
– Stroke  datang terlambat  dehidrasi??.
– Lakukan rehidrasi IV 50 – 150 cc/jam
– Pilih cairan isotonik, jangan berikan cairan hipotonik karena akan
menyebabkan/memperberat edema otak
– Bila TIK ↑, hati-hati kelebihan cairan.
– Pantau elektrolit setiap hari dan segera terapi bila ada kelainan.
C. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika diperlukan)
• Tinggikan posisi kepala 300
• Leher dalam posisi lurus
• Hindari cairan hipotonik
• Hindari demam.
• Jaga normovolemia
• Rapid sequence intubation
D. Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
E. Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
F. Gastroprotektor, jika diperlukan
G. Manajemen nutrisi
H. Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
Tatalaksana Spesifik Stroke Hemoragik
A. Koreksi koagulopati (PCC/Prothrombine Complex Concentrate, jika perdarahan
karena antikoagulan)
B. Manajemen hipertensi
• Stroke hemoragik TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg, berikan obat
antihipertensi,
• Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25 % dalam 1 jam
pertama.
• Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi (pilihan obat
Nicardipin atau Diltiazem)
• Pantau TD secara berkala.
C. Manajemen gula darah
• Stroke  hiperglikemia reaktif (akibat defisiensi insulin relatif).
• Hiperglikemia  neurotoksik  infark meluas  outcome buruk.
• Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin
D. Pencegahan stroke hemoragik (manajemen factor risiko)
E. Neuroprotektor
F. Perawatan di Unit Stroke
G. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Tindakan Operatif Stroke Hemoragik
A. Kraniotomi evakuasi hematom, sesuai
indikasi
B. Kraniotomi dekompresi, sesuai indikasi
C. VP Shunt / external drainage, sesuai indikasi
Kriteria Operatif pada Stroke Hemoragik

Stroke Hemoragik
dibuktikan dengan
CT Scan kepala non
kontras

Operatif: Non Operatif


•Perdarahan lobar ≥ 50 CC.
•Selain kondisi yang
•Perdarahan serebelar >3 cm.
•Hidrosefalus akut menjadi
•Lesi struktural vaskuler indikasi operatif.
tertentu •GCS ≤ 4
•IVH masif dengan ancaman
hidrosefalus
•Syarat : GCS > 4.

40
Tatalaksana Spesifik Stroke Iskemik
A. Trombolisis intravena :
• alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke iskemik onset
<6 jam
B. Terapi endovascular :
• trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi
karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <8
jam
C. Manajemen hipertensi
• Stroke iskemik TDS > 220 mmHg atau TDD > 120 mmHg; dan
stroke hemoragik TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg,
berikan obat antihipertensi,.
• Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25 %
dalam 1 hari pertama pada Stroke iskemik kecuali akan
dilakukan trombilisis).
• Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi
(pilihan obat Nicardipin atau Diltiazem)
• Pantau TD secara berkala.
D. Manajemen gula darah insulin
• Stroke  hiperglikemia reaktif (akibat defisiensi insulin relatif).
• Hiperglikemia  neurotoksik  infark meluas  outcome buruk.
• Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin
E. Pencegahan stroke sekunder
• antiplatelet :aspirin, clopidogrel, cilostazol
• atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban
F. Neroprotektor
• citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033
G. Perawatan di Unit Stroke
H. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Tindakan Intervensi/Operatif Stroke
Iskemik

A. Carotid Endartersctomy (CEA), sesuai indikasi


B. Carotid Artery Stenting (CAS), sesuai indikasi
C. Stenting pembuluh darah intracranial, sesuai
indikasi
Diagnosis Banding Stroke

• Kejang  Todd’s Paralysis


• Migren  migren dengan aura
• Sinkop
• Hipoglikemia
• Dll.

44
SOAL NO 3
• An. Chaerur Zamzami, seorang anak Jaki-laki
berusia 10 tahun datang ke Poliklinik Puskesmas
Tabur Daun diantar oleh ibunya dengan keluhan
anak sering melamun secara tiba-tiba. lbu pasien
juga mengeluhkan bahwa anaknya tersebut
kadang-kadang terlihat seperti kejang tetapi
tanpa adanya panas badan baik ketika kejang
maupun sebelumnya. Hasil pemeriksaan fisik
dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang
yang tepat untuk dianjurkan kepada pasien
adalah…
A.Darah lengkap
B.Electromyography
C.Electroencephalography
D.MRI
E. Lumbal pungsi

• Jawaban: C. Electroencephalography
• Anak laki-laki usia 10 tahun sering tampak melamun secara
tiba-tiba, terkadang terlihat seperti kejang tanpa disertai
demam. Kemungkinan diagnosis pada kasus ini mengarah
pada epilepsy. Pemeriksaan penunjang yang tepat pada
kasus ini adalah electroencephalography (EEG).
• Darah lengkap  mungkin dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya infeksi saraf pusat, namun sangat tidak
spesifik.
• Electromyography  pemeriksaan untuk neuropati perifer.
• MRI  pada kasus epilepsy, temuan MRI tidak spesifik.
• Lumbal pungsi  untuk menyingkirkan adanya infeksi saraf
pusat.
3. Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
– Durasi >30 detik,
– frekuensi tidak menentu
– Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh
– Dipicu oleh hiperventilasi
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
http://doosesyndrome.org/mae-explained/atypical-absence-seizures https://www.epilepsydiagnosis.org/seizure/absence-atypical-
overview.html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17484751

Atypical Absence Seizure


• Similar to absence seizures but, as the name suggests, they
are unusual or not typical.
• The child will stare, as with an absence seizure, but more
pronounced motor symptoms such as tonic (stiffening) or
clonic (jerking) spells or may have automatisms
(involuntary behaviours) or tone changes of the head (head
drop) and body.
• Variabel impairments of consciusnesswill be somewhat
responsive
• Last longer than typical absences
• Precipitated by drowsiness
• Not provoked by hyperventilation or photic stimulation
• Usually more difficult to treat
• Associated with a severely abnormal cognitive and
neurodevelopmental outcome in children
EEG
• Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
• Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
• Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
Epilepsi
• Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang akibat dari
adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


Epilepsy - Classification
• Focal seizures – account
for 80% of adult epilepsies
- Simple partial seizures
- Complex partial seizures
- Partial seizures secondarilly
generalised

• Generalised seizures
(include absance
type)

• Unclassified seizures
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014
Farmakoterapi Childhood Absence
Perbandingan Odds Ratio
Asam Valproat vs Ethosuximide 1,26 (95% CI; 0,80 – 1,98)
Ethosuximide vs Lamotrigine 2,66 (95% CI; 1,65 – 4,28)
Asam Valproat vs Lamotrigine 3,34 (95% CI; 2,06 – 5,42)

• Dari table di atas dapat disimpulkan asam valproate dan ethosuximide lebih
efektif dbandingkan lamotrigine dalam tatalaksasa kejang absans.
• Tidak ada perbedaan bermakna antara efektifitas asam valproate dan
ethosuximide.
• Di negara-negara barat ethoximide lebih dipilih dibandingkan asam valproate
karena memiliki efek samping terhadap attentional dysfunction yang lebih
rendah.
• Namun ethosuximide tidak terdapat di Indonesia (secara umum), sehingga
terapi lini pertama untuk kejang absans di Indonesia adalah asam valproate.

Ethosuximide, Valproic Acid, and Lamotrigine in Childhood Absence Epilepsy. Glauser TA, et al. 2010. NEJM, 362(9): 790-799.
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,

1. Syarat umum yang meliputi :


• Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana
penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.
• Gambaran EEG normal
• Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6bulan.
• Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
• Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan
kekambuhannya.
• Epilepsi simtomatik
• Gambaran EEG abnormal
• Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
• Penggunaan OAE lebih dari 1
• Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah
memulai terapi
• Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
• Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila
penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau
lebih dari 5 tahun.
• Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan
menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.
Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010
SOAL NO 4
• Tn. Dodi Mulyanto, seorang laki-laki berusia 23
tahun mengalami penurunan kesadaran sejak 30
menit yang lalu setelah mengalami benturan di
kepala akibat terjatuh dari sepeda motor 2 jam
yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan TD
130/80 mmHg, Nadi 88x/menit, RR 22x/menit,
GCS E3M5V4, dengan pupil anisokor. Dari hasil
pemeriksaan CT-Scan didapat gambaran bulan
sabit dan terdapat midline shift berjarak 10 mm.
Diagnosis pada pasien ini adalah…
A.Epidural Hematoma
B.Subdural Hematoma
C.Epidural Hematoma + Herniasi Cerebri
D.Subdural Hematoma + Herniasi Cerebri
E.Subarachnoid Hematoma + Herniasi Cerebri

• Jawaban: D. Subdural Hematoma + Herniasi


Cerebri
• Laki-laki berusia 23 tahun mengalami penurunan
kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas, pada
pemeriksaan fisik didapatkan GCS E3M5V4,
dengan pupil anisokor serta hasil pemeriksaan
CT-Scan didapat gambaran bulan sabit dan
terdapat midline shift berjarak 10 mm. Diagnosis
yang tepat berdasarkan gejala dan tanda yang
ada adalah D. Subdural Hematoma + Herniasi
Cerebri. Indikasi operasi pada SDH yakni apabila
terjadi midline shift > 5mm atau ketebalan
perdarahan >10 mm berdasarkan temuan CT
Scan.
4. SUBDURAL HEMATOM
• Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater  regangan dan robekan vena-vena drainase
yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus
duramater.
• Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat
efek massa.
• Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
 gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


• Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc.
• Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak,
gangg. Pemb. Drh arteri.
• Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak
mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam,
gangg. Pembekuan.
• Tindakan operasi dilakukan bila :
1. Perdarahan berulang.
2. Kapsulisasi.
3. Lobulat (multilobulat)
4. Kalsifikasi.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Subdural hematom
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • SDH akut : kurang dari • Kaku kuduk


• Kesadaran makin 72 jam • Nyeri kepala
menurun • SDH subakut : 3-21 hr • Bisa didapati
• Late hemiparesis pasca trauma. gangguan kesadaran
kontralateral lesi • SDH khronis : > 21 • Akibat pecah
• Pupil anisokor hari. aneurisme berry
• Babinsky (+) • Gejala: sakit kepala
kontralateral lesi disertai /tidak disertai
• Fraktur daerah penurunan kesadaran
temporal * akibat robekan
* akibat pecah a. bridging vein
meningea media
Midline Shift (MLS)
• Pergeseran/midline Shift dapat
dihitung dengan menarik garis
lurus dari crista galli ke
Protuberansia oksipitalis
interna, tegak lurus dengan
septum pellucidum.
• MLS menunjukan adanya
potensi herniasi.
• Pada SDH indikasi operasi
apabila MLS >5 mm atau
ketebalan perdarahan >10
mm.
• Pada ICH indikasi operasi lebih
ketat, yakni MLS > 2mm.
Macam-macam Herniasi Otak
Herniasi Subfalcine (Cingulate)
• Definisi: gyrus cingulai
mengalami herniasi ke
bawah falks cerebri.
• Etiologi: lesi supratentorial
lateral
• Gambaran klinis:
– Biasanya asymptomatic,
lakukan observasi ketat
secara klinis atau radiologis.
– Waspadai terjadinya herniasi
transtentorial, yang akan
beresiko menekan arteri
serebri anterior.
Herniasi Tentorial Central (Axial)
• Definisi: Pergeseran otak (diencephalon dan
mesencephalon) ke kaudal melalui incisura trans tentorial
• Etiologi: lesi supratentorial midline, pembengkakan
cerebral yang difus, herniasi uncal tahap lanjut.
• Gambaran klinis:
– Deteriorasi mulai dari rostral ke caudal ( kegagalan
diencephalon sampai medulla oblongata secara berurutan).
– Penurunan tingkat kesadaran ( penekanan mesencephalon).
– Gangguan pergerakan bola mata gangguan gerakan ke atas
(“sunset eyes“)
– Etiologi:
• Perdarahan batang otak akibat robekan vasa perforantes arteri
basilaris.
• Etiologi: Diabetes insipidus (akibat penarikan tangkai hipofisis
dan hypothalamus)
Herniasi Tentorial Lateral (Uncal)
• Definisi: uncus lobus temporalis
dan hipokampus bergeser ke
medial ke arah tepi tentorial dan
batang otak.
• Etiologi: lasi supratentorial lateral
(seringkali akibat hematoma post
trauma yang meluas secara
cepat).
• Gambaran klinis:
– Dilatasi pupil ipsilateral, refleks
negatif (tanda paling awal, dan
paling terpercaya), kelumpuhan
gerak bola mata (penekanan pada
N III).
– Penurunan tingkat kesadaran
(penekanan mesencephalon)
– Hemiplegia kontralateral.
• Beberapa kasus 
“Kernohan’s notch”: kompresi
pedunculus serebri
(mesencephali) kontralateral
karena pergeseran otak 
hemiplegia ipsilateral (bisa
mengakibatkan kesalahan
menentuan letak lesi).
• Bila berlanjut  gangguan
batang otak sebagai disfungsi
rostro-kaudal dari pons dan
medulla oblongata seperti
pada herniasi sentral.
Koma karena Lesi Supratentorial
• Ada 3 jenis proses lesi :
– Gangguan bilateral difus (kortikal dan substansia alba).
– Lesi destruktive sub-kortikal.
– Lesi destruktive oleh massa pada hemisferium serebri.
• Sindrom herniasi sentral dari rostro-kaudal.
• Tanda Klinik :
– Fase Diensefalik : penurunan kesadaran, pernafasan Cheyne-
Stokes, pupil midriasis dan hemiparese kontralateral.
– Fase Midbrain-Pons Atas: pernafasan takipneu, oftalmoplegia
intranuklear, gangguan reflek okulo-vestibuler dan postur
deserebrasi.
– Fase Pontin Bgn Bawah-Medulla Atas : pernafasan cepat dan
dangkal (hiperventilasi), oftalmoplegia intranuklear dan tidak ada
reflek okulo-vestibuler.
Herniasi Tonsil (“Coning”)
• Definisi: tonsil cerebelli
herniasi melalui foramen
magnum (disebut juga herniasi
foramen magnum)
• Etiologi: lesi infra tentorial,
atau terjadi setelah adanya
herniasi tentorial central
• Gambaran klinis:
– Kompresi pusat kardiovaskuler
dan respirasi di medulla
oblongata (fatal)
– Dapat diakibatkan oleh LP
(lumbar punction) pada pasien
dengan SOL (space occupying
lesion) (umumnya di fossa
posterior basis cranii)
Herniasi ke atas (Upward)
• Definisi: heniasi vermis cerebelli
melalui incisura tentorii, dan
menekan mesencephalon.
• Etiologi: massa yang besar di
fossa posterior basis cranii
sehingga menyebabkan herniasi
serebellum ke arah rostral, sering
kali setelah VP (ventriculo-
peritoneal) shunting.
• Gambaran klinis:
– Kompresi arteri cerebelli superior
infark cerebelli
– Kompresi aqueductus cerebri
(mesencephali)  hydrocephalus
Koma karena Lesi Subtentorial
• Lesi pada fossa posterior (Kompresi batang otak/
destruksi batang otang)  penyebab koma.
• Tekanan langsung pada tegmentum pons dan
midbrain menyebabkan iskemia dan oedem
ARAS.
“upward herniation” vermis superior serebelum
melalui insisura tentorial.
“downward herniation” tonsil serebelar melalui
foragmen magnum.
SOAL NO 5
• Tn. Effendi Tarantua, seorang laki-laki berusia 35
tahun, dibawa oleh keluarganya ke UGD Rumah
Sakit dengan keluhan kelemahan sisi tubuh
bagian kanan sejak 1 jam yang lalu. Pemeriksaan
tekanan darah 160/80mmHg, nadi 80x/ menit,
laju pernapasan 16x/ menit, dan suhu 36,8OC.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan wajah tidak
simetris, lipatan nasolabial kanan lebih
mendatar dibandingkan kiri, kerutan dahi masih
simetris. Apakah diagnosis klinis pada kasus ini?
A.Paresis N. fasialis kanan sentral
B.Paresis N. fasialis kanan perifer
C.Paresis N. fasialis kiri sentral
D.Paresis N. fasialis kiri perifer
E. Paresis N. fasialis bilateral

• Jawaban: A. Paresis N. fasialis kanan sentral


• Pasien mengalami kelemahan sisi tubuh bagian kanan dan
paresis wajah bagian kanan tiba-tiba sejak 1 jam yang lalu.
Diagnosis pada kasus ini mengarah pada stroke dengan
kemungkinan lokus setinggi korteks serebri yang
merupakan lesi sentral sehingga bermanifestasi pada sisi
kontralateral dari lesi. Pada pemeriksaan fisik wajah tampak
tidak simetris dengan lipatan nasolabial kanan lebih
mendatar dibandingkan kiri namun kerutan dahi masih
simetris. Dari keterangan yang telah didapatkan jawaban
yang tepat pada kasus ini adalah paresis N. fasialis kiri
sentral (secara topis/ diagnosis topis). Pada soal yang
ditanyakan adalah diagnosis klinis, sehingga jawaban yang
tepat adalah A. Paresis N. Fasialis kanan sentral.
5. Nervus Fasialis
Saraf fasialis
mempunyai 2 sub divisi:
1. Nervus fasialis yang
sebenarnya
2. Saraf intermediet:
– Aferen Otonom
– Eferen Otonom
– Aferen somatik
Manifestasi Klinis

• Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah


mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral,
sedangkan yang mengurus bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (kontralateral)
Lesi sentral dan perifer
a) Lesi pada bagian sentral,
yang lumpuh adalah
bagian bawah dari wajah
b) Lesi bagian perifer, yang
lumpuh adalah semua
otot sesisi wajah dan
mungkin juga termasuk
saraf yang mengurus
pengecapan dan salivasi
TO 2
SOAL NO 6
• Tn El Barrack Yudoso, laki-laki usia 42 tahun
dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan penurunan
kesadaran setelah terjatuh dari sepeda motor 1
jam yang lalu. Pasien sempat pingsan, namun
segera sadar dan bangun kembali. Saat sedang
beristirahat tiba-tiba pasien jatuh pingsan
kembali. Pada pemeriksaan tidak ditemukan
adanya kaku kuduk, jejas di temporal (+). Setelah
dilakukan pemeriksaan CT Scan, apakah hasil
yang diharapkan?
A.Lesi hiperdens berbentuk cressent
B.Lesi hiperdens berbentuk lenticular
C.Lesi hiperdens pada parenkim otak
D.Lesi hiperdens pada sisterna otak
E.Lesi hiperdens bikonkaf

• Jawaban: E. Lesi hiperdens bikonkaf


• Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah KLL. TErdapat lucid
phenomenon, yakni Pasien sempat pingsan, namun segera sadar
dan bangun kembali. Saat sedang beristirahat tiba-tiba pasien jatuh
pingsan kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jejas di
temporal, kaku kuduk (-). Berdasarkan gejal dan tanda tersebut
diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adalah perdarahan
epidural. Gambaran CT Scan kepala dari diagnosis tersebut B. Lesi
hiperdens nernemtuk lenticular, atau nama lainnya adalah
bikonveks.
• Lesi hiperdens berbentuk cressent  subdural hematom.
• Lesi hiperdens pada parenkim otak  intracerebral hematom.
• Lesi hiperdens pada sisterna otak  subarachnoid hematom.
• Lesi hiperdens bikonkaf  gambaran cressent pada subdural
hematom terkadang disebut sebagai “biconcave-lens shape”.
6. EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah
oleh karena ada fraktur atau robekan langsung.
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
 Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


EPIDURAL
HEMATOM

Epidural
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • SDH akut : kurang dari • Kaku kuduk


• Kesadaran makin 72 jam • Nyeri kepala
menurun • SDH subakut : 3-21 hr • Bisa didapati
• Late hemiparesis pasca trauma. gangguan kesadaran
kontralateral lesi • SDH khronis : > 21 • Akibat pecah
• Pupil anisokor hari. aneurisme berry
• Babinsky (+) • Gejala: sakit kepala
kontralateral lesi disertai /tidak disertai
• Fraktur daerah penurunan kesadaran
temporal * akibat robekan
* akibat pecah a. bridging vein
meningea media
SOAL NO 7
• Nn Kim Joon Hara, seorang perempuan berusia
34 tahun, datang ke Unit Gawat Darurat RS
dengan GCS E1V1M3, dimana 1 jam SMRS
mengalami kecelakaan lalu lintas saat
bersepeda. Pada pemeriksaan tanda vital
tekanan darah 110/70 mmHg, pernapasan cepat
dan dalam dengan frekuensi 30x/menit.
Pemeriksaan fisik ditemukan tanda rangsang
meningeal (-), pupil dilatasi (+), reflex cahaya
langsung dan tak langsung (-), dan reflex
babinsky (+). Jika terdapat herniasi otak pada
pasien ini maka herniasi terjadi di bagian?
A.Medula oblongata
B.Mesensefalon
C.Pons
D.Subkorteks serebri
E. Korteks serebri

• Jawaban: B. Mesensefalon
• Pasien wanita mengalami penurunan kesadaran
dengan GCS E1V1M3 pasca kecelakaan lalu lintas. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan cepat dan
dalam dengan frekuensi 30x/menit. Pemeriksaan fisik
ditemukan tanda rangsang meningeal (-), pupil dilatasi
(+), reflex cahaya langsung dan tak langsung (-), dan
reflex babinsky (+). Dapat disimpulkan lesi yang terjadi
pada mesensefalon/ midbrain dilihat dari pola
pernapasan yang cepat dan dalam/ hiperevntilasi (lebih
tepatnya central neurogenic hyperventilation); dan
ditemukan pupil dilatasi, unreactive (refleks cahaya
negative).
7. Koma
• Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
• Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
• Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Penyebab dapat disingkat “SEMENITE”
• S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan maupun infark)
• E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus,
jamur, dll
• M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang
menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar,
uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
• E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit
(seperti kalium, natrium).
• N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder
yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya
dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi,
muntah). I ; Intoksikasi – keracunan.
• T ; Trauma – kecelakaan.
• E ; Epilepsi.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi

Central
Neurogenic
hiperventilation

Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management


Head Trauma
• Biot’s breathing (aka cluster • Cheyne-stokes
respiration)
• A respiratory pattern – Tidal volume waxes and
characterized by periods or wanes cyclically with
“clusters” of rapid respirations
of near equal depth or VT recurrent periods of
followed by regular periods of apnea.
apnea.
– Causes include CNS
• Causes:
– Biot’s breathing can be caused by
dysfunction, cardiac
damage to the medulla oblongata by failure with low cardiac
stroke (CVA) or trauma,
– pressure on the medulla due to uncal output, sleep, hypoxia,
or tentorial herniation profound hypocapnia
– can also be caused by prolonged
opioid abuse.
• Apneustic • Kussmaul
– End-inspiration pause before – Deep, rapid respiration with no end-
expiratory pause.
expiration.
– Causes profound hypocapnia
– Reflection of Pontine damage – Seen in profound metabolic acidosis,
• Central Neurogenic i.e. diabetic ketoacidosis
– Exhibits very deep and rapid
respirations
– Usually seen with lesions of
the midbrain and upper pons
– Respirations are generally
regular and the PaCO2
decrease due to the
hyperventilation

http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbo
x/7370/pulmonary/abnormbreathing.swf
Pola Pernapasan
ypes of brain herniation[3] 1) Uncal 2) Central
3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar
SOAL NO 8
• Seorang laki-laki, 32 tahun, dibawa ke UGD
dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2
jam yang lalu. Satu minggu sebelumnya
mengeluh demam disertai sakit kepala dan mual.
Riwayat penggunaan narkoba suntik sejak 2
tahun lalu dan 3 bulan terakhir berat badan
menurun. Pada pemeriksaan fisik GCS E2M5V3,
kaku kuduk (+). Analisis cairan serebrospinal
didapatkan warna jernih, jumlah sel 150/uL
dominan limfosit, glukosa 40 mg/dL, protein
meningkat, India ink (+). Apakah diagnosis
pasien?
A.Meningitis TB
B.Meningitis bakterial
C.Meningitis kriptokokus
D.Ensefalitis toksoplasma
E. Meningoensefalitis viral

• Jawaban: C. Meningitis kriptokokus


• Laki-laki 32 tahun, dengan penurunan kesadaran disertai
demam, sakit kepala, mual. Terdapat riwayat penggunaan
narkoba suntik dan penurunan berat badan yang mengarah
kepada ODHA. Pada pemeriksaan fisik GCS E2M5V3, kaku
kuduk (+). Analisis cairan serebrospinal didapatkan warna
jernih, jumlah sel 150/uL dominan limfosit, glukosa 40
mg/dL, protein meningkat, India ink (+). Adanya penurunan
kesadaran disertain demam, sakit kepala dan kaku kuduk
mengarhkan diagnosis kasus ini kepada meningitis. Kausal
meningitis pada kasus ini ditentukan dari analisis CSF yang
sesuai dengan infeksi kriptokokus (india ink (+)), ditambah
dengan factor risiko ODHA. Diagnosis yang tepat pada kasus
ini meningitis kriptokokus.
8. Manifestasi Neurologis pada Pasien
HIV (+)

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed.


Meningitis Kriptokokus
• Etiologi: Cryptococcus sp
• Pada HIV dgn CD4 <200
• Manifestasi klinis:
– Sakit kepala, demam, letargi
– Defisit sensoris
– Gangguan memori
Criprococcus pada LCS dengan
– Paresis nervus kranialis pewarnaan tinta India

– Penurunan visusAkibat peningkatan TIK


– Meningismus
Meningitis Kriptokokus
Pemeriksaan Penunjang Tatalaksana
• Visualisasi kapsul sel jamur • Fase induksi: (2 minggu)
pada LCS dengan tinta india – Amfoterisin B 0,7-1
• Kultur LCS dan darah mg/kgBB/hari +
– Flusitosine 100mg/kg
• Deteksi antigen di LCS dan
darah • Fase konsolidasi: (10
minggu)
• MRI: peripheral nodular
– Flukonazole 400 mg/hari
enhancement
• Maintenance: (seumur
hidup)
– Flukonazole 200 mg/hari
MRI: peripheral nodular enhancement

Korteks/substansia grisea

Substansia alba
CMV Encephalitis
• Berkaitan dengan HIV
– Mengenai 12%pasien dengan HIV
– Sangat jarang mengenai pasien imunokompeten
• Umumnya pada pasien HIV dgn CD4 < 50 sel/mm³
• Manifestasi klinis:
– Confusion
– Penurunan kognitif
– Palsi nervus kranialis
• Diagnosis:
– Gejala klinis
– Deteksi antigen/DNA/isolat virus dari spesimen klinis (darah/LCS)
– CT dan MRI: hiperdensitas (CT)/hiperintensitas (MRI) pada substansia
alba
Korteks/substansia grisea
Substansia alba

Substansia grisea

Hiperdensitas

Substansia alba

Substansia alba

Substansia grisea

Hiperdensitas
HSV Encephalitis
• Etiologi: Herpes simplex • Herpes Simplex Encephalitis
virus (HSE)
• Manifestasi klinis: – disfungsi serebral general
– Demam (90%) atau vocal akibat penyebaran
HSV secara neuronal melalui
– Sakit kepala (81%) N. trigerminus atau N.
– Gejala psikiatrik  halusinasi, olfaktorius
agitasi, psikotik (71%) • Biasanya terjadi pada
– Kejang (67%) neonatus, bayi, dan dewasa,
– Muntah (46%) tidak berkaitan dengan
– Defisit neurologi fokal  kondisi imunosupresi
afasia, ataksia, kelemahan
UMN/LMN, gerakan • Terutama mengenai lobus
involunter, defisit n.kranialis frontotemporalgejala
(33%) Memory loss menonjol
– Memory loss (24%)
Pemeriksaan penunjang:
• Analisis dan serologi LCS, PCR untuk HSV
• CT Scan/MRI (MRI lebih sensitif): adanya hiperdensitas (CT)/hiperintensitas (MRI)
pada area substansia alba dan cortex
• EEG: periodic focal temporal lobe spikes on a background of slow or low-amplitude
("flattened") activity

Hiperdensitas

Korteks

Substansia alba

Tatalaksana
• Asiklovir 10 mg/kg/8h selama 21 hari
Korteks/substansia grisea

Korteks

Substansia alba

Hiperdensitas

Substansia alba
Toxoplasma Encephalitis
• Disebabkan oleh Toxoplasma gondii
• Pada HIV stadium lanjut dengan CD4 < 200
• Manifestasi klinis:
Awal
– Gejala konstitusional
– Sakit kepala
– Demam (tidak selalu)
Lanjut:
– Bingung dan mengantuk
– Kejang
– Kelemahan fokal
– Gangguan bahasa
– Ataksia
– Palsi n. kranialis
Toxoplasma Encephalitis
Diagnosis Enhancing mass lesion

• Gejala klinis
• Satu atau lebih enhancing
mass lesions pada CT scan,
MRI, atau pemeriksaan
radiologis lainnya
• Ditemukan T. gondii pada
LCS/biopsi otak

Biopsi hanya dilakukan pada


pasien yang tidak merespon
terapi empiris selama 2-4 minggu
Lesi hipodens Ring enhancing lesions
Toxoplasma Encephalitis
Terapi:
• Sulfadiazine + pirimetamin + leukovorin
selama 4-6 minggu
Alternatif:
• Klindamisin + pirimetamin;
• Atovaquone + pirimetamin;
• Azitromisin + pirimetamin + rifabutin
Progressive Multifocal
Leukoencephalopathy
• Disebabkan oleh virus John Cunningham (JC), genus
polyomavirus
• Terjadi pada ±4% pasien dengan AIDS.
• Gejala klinis:
– Defisit neurologis multifokal, dengan/tanpa penurunan
kesadaran
– Kejang
– Ataksia
– Hemiparesis
– Defek lapang pandang
– Afasia
– Defek sensoris
• Jika terdapat demam, sakit kepala, mual, muntah 
pikirkan diagnosis lain
Pemeriksaan penunjang:
• MRI: Multifocal, asymmetric periventricular and subcortical
involvement with little/no mass effect/enhancement

• Pemeriksaan PCR JCV DNA dari LCS

Tatalaksana
• Belum ada tatalaksana yang terbukti efektif
SOAL NO 9
• Tn Ibrahim Samad Jaelolo, seorang laki-laki
berusia 63 tahun dibawa oleh keluarganya ke
Instalasi Gawat Darurat RS dengan gangguan
bicara yang mendadak. Pemeriksaan tanda vital
140/90 mmHg, denyut nadi 90x/ menit, laju
pernapasan 20x/ menit, dan suhu afebris. Pasien
dapat memahami, mengikuti, dan menjalani
pemeriksaan instruksi. Namun pasien tidak bisa
mengekspresikan dalam bentuk kata atau
kalimat. Letak kelainan pada pasien ini adalah…
A.Lobus Parietal
B.Lobus Oksipital
C.Lobus Frontal
D.Lobus Temporal
E. Cerebellum

• Jawaban: C. Lobus Frontal


• Laki-laki 63 tahun, dengan gangguan bicara
secara tiba-tiba. Pemeriksaan tanda vital
ditemukan hipertensi. Pasien dapat memahami,
mengikuti, dan menjalani pemeriksaan instruksi.
Namun pasien tidak bisa mengekspresikan dalam
bentuk kata atau kalimat. Dari gejala tersebut
diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah afasia
motoric. Area yang mengalami gangguan pada
afasia mototik adalah area Broca, yang berada
pada lobus frontal.
9. Afasia
• Kelainan yang terjadi • Afasia menimbulkan
karena kerusakan dari problem dalam bahasa
bagian otak yang lisan (bicara dan
mengurus bahasa. pengertian) dan bahasa
• yaitu kehilangan tulisan (membaca dan
kemampuan untuk menulis). Biasanya
membentuk kata-kata membaca dan menulis
atau kehilangan lebih terganggu dari pada
kemampuan untuk bicara dan pengertian.
menangkap arti kata-kata • Afasia bisa ringan atau
sehingga pembicaraan berat. Beratnya gangguan
tidak dapat berlangsung tergantung besar dan
dengan baik. lokasi kerusakan di otak.
Pembagian Afasia :
1. Afasia Motorik (Broca)
2. Afasia Sensorik (Wernicke)
3. Afasia Global
Afasia Motorik :
- Terjadi karena rusaknya area Broca di
gyrus frontalis inferior.
- Mengerti isi pembicaraan, namun tidak
bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat
- Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
- Bisa mengeluarkan 1 – 2 kata(nonfluent)
Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke
• Afasia Global
- Mengenai area Broca dan Wernicke
- Tidak mengerti dan tida bisa
mengeluarkan kata kata
• Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar
pinggiran area pengaturan bahasa.

• Terdiri dari: afasia transkortikal motorik, afasia


transkortikal sensorik, dan afasia transkortikal
campuran.

• Ketiga tipe afasia memiliki jenis gangguan


sesuai dengan penamaannya namun
penderita mampu mengulangi kata/ kalimat
lawan biacaranya.
Summary of Aphasias
Type of Spontaneous
Paraphasias Comprehension Repetition Naming
Aphasia speech

Broca’s Nonfluent - Good Poor Poor

Global Nonfluent - Poor Poor Poor

Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor

Wernicke’s
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia

Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory

Conduction Fluent + Good Poor Poor

Anomic Fluent + Good Good Poor


28/02/2006
SOAL NO 10
• Tn Gregorio Komang Widiasha, laki-laki berusia
30 tahun dibawa oleh Satpol PP ke IGD Rumah
Sakit. Pasien merupakan korban kecelakaan lalu
lintas. Pasien ditabrak mobil saat hendak
menyebrang di Zebra Cross. Keadaan
hemodinamik pasien stabil. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan respon membuka mata dengan
suara, menjauhi rangsangan nyeri dari
pemeriksa dan bicara melantur, tidak
nyambung. Berapakah GCS pada pasien?
A.E3V4M5
B.E3V4M4
C.E3V2M3
D.E2V3M4
E.E2V3M5

• Jawaban: B. E3V4M4
• Pasien mengalami penurunan kesadaran pasca
kecelakaan lalu lintas. Pasien membuka mata
dengan respon suara (E=3); Bicara melantur,
tidak nyambung (V=4); Menjauhi rangsangan
nyeri (M=4).
10. Glasgow Coma Scale
• Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang
dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan
ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon
yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata,
respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
· Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
· Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
· Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
• Berorientasi baik 5
• Berbicara mengacau (bingung) 4
• Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan 3
non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
• Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
• Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
• Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
• Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
• Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
• Tidak ada (flasid)
SOAL NO 11
• Nn Cinta Utama, wanita berusia 35 tahun datang
dibawa keluarganya ke Puskesmas Kecamatan
Kalipasir dengan keluhan nyeri kepala berdenyut
sebelah kanan sejak 4 jam yang lalu. Keluhan
nyeri kepala disertai mual dan muntah. Sebelum
serangan pasien melihat kilatan cahaya.
Pemeriksaan TD 120.80 mmHg, nadi 84x/ menit,
laju napas 20x/ menit, dan suhu afebris.
Pemeriksaan status neurologis dalam batas
normal. Apakah terapi yang tepat pada pasien
tersebut?
A.Karbamazepin
B.Asam mefenamat
C.Aspirin
D.Ergotamine
E.Sumatriptan

• Jawaban: C. Aspirin
• Pasien wanita 35 tahun dengan keluhan nyeri
kepala berdenyut sejak 4 jam yang lalu. Keluhan
nyeri kepala disertai mual dan muntah. Sebelum
serangan pasien melihat kilatan cahaya.
Pemeriksaan status neurologis dalam batas
normal. Dari gejala dan tanda yang dijabarkan
diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
migrain. Tatalaksana yang tepat menurun PPK
neurologi 2016 sebagai terapi lini pertama adalah
aspirin. Ergotamin dan sumatriptan diberikan bila
analgetik NSAID tidak memberikan respon
11. Migrain

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
• Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
• Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
• Gangguan neurobiologis
• Perubahan sensitivitas sistem saraf
• Avikasi sistem trigeminalvaskular
• Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.

Faktor Predisposisi
• Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
• Puasa dan terlambat makan
• Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
• Cahaya kilat atau berkelip
• Banyak tidur atau kurang tidur
• Faktor herediter
• Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
https://www.medscape.com/viewarticle/446557_3

Migraine Severity Index


https://www.medscape.com/viewarticle/446557_3
Tatalaksana Migrain
A. Terapi abortif migrain:
a) Abortif non spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non
steroid (OAINS)
b) Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin,
diberikan jika analgetik atau OAINS tidak ada respon.
B. Terapi profilaksi migrain:
– Prinsip umum :
• Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum
untuk meminimalkan efek samping.
• Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti dosis titrasi.
• Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid
pasien.
• Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara
bertahap.
A. Terapi Abortif Migrain
No Golongan Obat Dosis Keterangan
1. Analgetik dan OAINS
a. Aspirin 500-1000mg per 4-6 jam LOE A
b. Ibuprofen 400-800mg per 6 jam LOE A
c. Paracetamol 500-1000mg per 6-8 jam LOE B
d. Diklofenak 50-100mg Sediaan Powder
2. Antimuntah Mengurangi mual / muntah &
a. Metoklopramid 10mg per oral meningkatkan pengosongan
b. Domperidon 10mg p.o atau 30mg supp lambung (LOE B)
3. Triptan
a. Sumatriptan 30mg LOE A
b. Eletriptan 40-80 mg LOE A
c. Rizatriptan 10 mg LOE A
4. Ergotamin Ergotamin tidak
direkomendasikan untuk
migrain akut (LOE A)

NB: LOE (Level of Evidence)


PPK Neurologis 2016
B. Terapi Profilaksis Migrain
No Obat Dosis Keterangan
1. Beta bloker
a. Propanolol 80-240 per hari LOE A, terapi profilaksi lini pertama
b. Timolol 10-15mg; 2x/ hari LOE A, terapi profilaksis alternatif
c. Metoprolol 45-200mg per hari LOE A, terapi profilaksis alternatif
2. Antiepilepsi
a. Topiramat 25-200mg per hari LOE A, terapi migrain episodik
b. As. Valproat 400-1000mg per hari LOE A, terapi migrain episodik
3. Antidepresi
• Amitriptilin 10-75mg LOE B
4. OAINS
• Ibuprofen 2 x 200mg per hari LOE B

NB: LOE (Level of Evidence)


PPK Neurologis 2016
SOAL NO 12
• Nn Marie Antoinette, seorang wanita berusia 27
tahun, datang ke Unit Gawat Darurat RS dengan
keluhan wajahnya sebelah kiri tidak dapat
digerakkan sejak satu hari yang lalu. Mulutnya
tiba-tiba mencong ke kanan. Pasien riwayat
berpergian ke luar kota, sepanjang perjalanan
pasien duduk di dekat jendela dan jendelanya
terbuka. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/
menit, laju pernapasan 18x/ menit, dan suhu
36,7OC. Apakah diagnosis dari pasien tersebut?
A.Neuralgia post herpetik
B.Neuralgia Trigeminal
C.Stroke iskemik
D.Stroke hemoragik
E.Bells Palsy

• Jawaban: E. Bell’s Palsy


• Wanita 27 tahun, dengan keluhan wajahnya
sebelah kiri tidak dapat digerakkan sejak satu
hari yang lalu. Sebelumnya pasien bepergian
jauh dan duduk di dekat jendela yang terbuka.
Hemodinamik pasien stabil. Berdasarkan
petunjuka yang ada tersebut, diagnosis yang
paling mungkin pada kasus ini adlaah Bell’s
Palsy.
12. Bell’s Palsy
SOAL NO 13
• Seorang laki-laki berusia 35 tahun dibawa
keluarga ke UGD RS dengan keluhan bicara
ngelantur sejak 2 hari yang lalu. Keluhan terjadi
setelah mengalami demam. Keluhan demam
sejak 7 hari yang lalu disertai nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan penurunan
kesadaran perlahan-lahan, GCS 3-4-5, S 39O C,
kaku kuduk (+), dan motorik lateralisasi kanan.
Pemeriksaan lain dalam batas normal. Apakah
hasil pemeriksaan fisik yang khas pada kasus di
atas?
A.Nyeri kepala, meningeal sign (+), panas
B. Meningeal sign (+), panas, bicara ngelantur
C. Meningeal sign (+), panas, penurunan kesadaran
D.Nyeri kepala, meningeal sign (+), bicara ngelantur
E. Nyeri kepala, meningeal sign (+), penurunan
kesadaran

• Jawaban: C. Meningeal sign (+), panas,
penurunan kesadaran
• Laki-laki 35 tahun dengan penurunan
kesadaran, demam, dan nyeri kepala. Gejala
dan tanda yang ada pada pasien mengarahkan
diagnosis pada meningitis. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan penurunan kesadaran
perlahan-lahan, GCS 3-4-5, demam, kaku
kuduk (+), dan motorik lateralisasi kanan.
Gejala khas pada meningitis antara lain:
pemeriksaan tanda rangsang meningeal (+),
demam dan adanya penurunan kesadaran.
13. Meningitis Bakterialis
Akurasi TRM
Kernig’s Brudzinksi’s Kaku Kuduk
Sensitivitas 5% 5% 30%
Spesifisitas 95% 95% 68%
PPV 27% 27% 26%
NPV 72% 72% 73%

Diagnostic Accuracy of Signs of Meningitis • CID 2002:35 (1 July)


SOAL NO 14
• An Frans Sanjaya Liem, anak laki-laki 15 tahun
mengalami kejang 20 menit lalu. Pasien segera
dilarikan IGD Rumah sakit oleh orangtuanya. Saat
kejang, kepala pasien menengadah ke atas, mata
melotot, berkeringat, air liur keluar, dan seluruh
tubuh kaku kemudian kelojotan. Kejang terjadi 1
kali dengan durasi sekitar 2 menit. Setelah kejang,
pasien tidak sadar. Pasien memiliki riwayat
epilepsi sejak 10 tahun yang lalu. Jenis kejang
yang dialami pasien adalah....
A.Kejang umum tonik
B.Kejang umum petit mal
C.Kejang parsial sederhana
D.Kejang parsial kompleks
E.Kejang umum tonik-klonik

• Jawaban: E. Kejang umum tonik-klonik


• Anak laki-laki 15 tahun, engan riwayat epilepsy
mengalami kejang. Saat kejang, kepala pasien
menengadah ke atas, mata melotot,
berkeringat, air liur keluar, dan seluruh tubuh
kaku kemudian kelojotan. Kejang terjadi 1 kali
dengan durasi sekitar 2 menit. Setelah kejang,
pasien tidak sadar. Sesuai dengan penjabaran
tersebut jenis kejang yang dialami pasien
adalah E. Kejang umum tonik-klonik.
14. Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
– Durasi >30 detik,
– frekuensi tidak menentu
– Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh
– Dipicu oleh hiperventilasi
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
SOAL NO 15
• Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan nyeri disertai rasa
kesemutan pada kedua tungkai dan lengan sejak
3 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan tekanan darah 130/85 mmHg, denyut
nadi 78x/menit, temperatur 36,8◦C, frekuensi
nafas 20x/menit. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan hipoestesia kaos kaki dan sarung
tangan pada keempat ekstrimitas. Riwayat
mederita DM Tipe 2 selama 10 tahun. Apa
diagnosis paling tepat?
A.Miopati
B.Neuropati
C.Polineuropati
D.Mononeuropati
E. Motor Neuron disease

• Jawaban: C. Polineuropati
• Neuropati diabetikamerupakan komplikasi yang paling
sering padadiabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari
pasien dengan DM tipe 1 dan tipe2. Neuropati
diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda
disfungsipada saraf perifer pada penderita diabetes
mellitus setelah penyebab lainnya disingkirkan.
Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf
motorik serta sensorik ekstremitas bawah yang
disebabkan oleh
jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan ak
son saraf. Klasifikasi neuropati yang dialami pasien
merupakan distal symmetric polyneuropathy.
15. Neuropati Diabetikum
• Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling sering
pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM
tipe 1 dan tipe 2.
• Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda
disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus
setelah penyebablainnya disingkirkan.
• Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik
serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh
jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf.
• Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang
bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar
kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati
Faktor Resiko

• Hiperglikemia
• Kerusakan pembuluh darah
• Dislipidemia
• Hipertensi
• Penyakit kardiovaskular
• Gaya hidup

186
Klasifikasi Diabetic Neuropathy

• Peripheral simetric distal polyneuropathy


(sensoric >> motoric)

• Autonomic neuropathy

• Asymetric Mononeuropathy/ Mononeuropathy


(motoric >> sensoric)

187
Symmetric Polyneuropathy
• Bentuk paling lazim dari diabetic neuropathy
• Mengenai ekstremitas bawah distal dan
tangan (“stocking-glove” sensory loss)
• Gejala/tanda
– Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, arm
– Numbness
– Tingling
– Paresthesia

188
Autonomic neuropathy
• Mengenai saraf otonom yang mengendalikan organ internal
– Genitouri
kontrol kandung kemih (43-87% DM1, 25% DM-2))
erectile dysfunction (35-90%)
– Gastrointestinal
Kesulitan menelan (50%) Konstipasi
GET turun (40%) Diare
– Kardiovaskular (50%)
HR cepat-tidak teratur
Hipertensi orthosatik
- Disfungsi sudomotor - kulit kaki kering
- Gagal merespons - hipoglikemia 189
Mononeuropathy
• Peripheral mononeuropathy
– Saraf tunggal rusak karena kompresi atau iskemia

– Terjadi pada wrist (carpal tunnel syndrome), elbow,


atau foot (unilateral foot drop)

– Gejala
• numbness
• edema
• nyeri
• prickling
190
Mononeuropathy, lanjut.
• Cranial mononeuropathy
– Mempengaruhi saraf III, IV dan VI yang
menghubungkan otak dan kontrol penglihatan,
pergerakan mata, pendengaran, dan rasa

– Gejala dan tanda-tanda


• Nyeri unilateral dekat mata yang kena
• Paralisis otot mata
• Penglihatan ganda

191
192
Tatalaksana
• Strategi pengelolaan pasien DM dengan
keluhan neuropati diabetik dibagimenjadi tiga
bagian:
1. Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin.
2. Kendali glukosa darah
3. Perawatan kaki sebaik- baiknya. Strategi
perawatan kaki dilakukan setelah pengendalian
glukosa darah.
SOAL NO 16
• Pasien laki-laki, 60 tahun, mengeluh nyeri
punggung menjalar ke paha kiri terutama saat
angkat badan berat. Pada kaki kiri terasa
kesemutan dan terbakar hingga ke ibu jari.
Riwayat trauma disangkal. Tidak ada keluhan
pada buang air kecil/buang air besar.
Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pemeriksaan neurologis kaki kiri,
ditemukan laseque (+), tonus normal, tenaga
kaki kiri +4, reflex fsisiologis +2, babinski (-).
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah…
A.X-ray thorakolumbaL
B.Ct-scan
C.MRI
D.Electromyografi
E.X-ray lumbosacral

• Jawaban: C. MRI
• Laki-laki 60 tahun, dengan keluhan nyeri
punggung yang menjalar ke paha kiri terutama
saat mengangkat beban berat, disertai rasa
kesemutan dan terbakar di kaki kiri.
Pemeriksaan neurologis tungkai kiri diapatkan
lasegue (+). Berdasarkan gejala dan tanda
tersebut diagnosis pada kasus ni mengarah
pada HNP. Pemeriksan penunjang yang
diperlukan dalam kasus ini adalah MRI sebagai
Gold Standard.
16. HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Straight leg raise test

• The knee is extended and the hip • Reproduction of symptoms in


is flexed until a complaint of pain the opposite leg being tested
or tightness is reached. is termed crossed straight
• The leg is then carefully returned leg and indicates a large
to the table and the contralateral central lumbar disc herniation
leg is tested in a similar fashion • Sensitivity of 28%-29% and a
• A positive test is demonstrated specificity of 88%-90% for
when reproduction of symptoms nerve root impingement
radiating down the leg is
produced at 30-70° of leg
elevation
• Sensitivity of 91% and specificity
of 26%
• If pain radiates below the knee,
L4-S1 nerve root impingement
has been identified
• Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan
keluhan Nyeri Pinggang Bawah dan nyeri yang
dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup
meliputi:
– Tes laseque
– Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki.
Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
– Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
– Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
– Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk
HNP
• Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti
tidak ada HNP.
– Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP
L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP
• Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang
jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya
dengan pemeriksaan fisik saja.
– Tes Konfirmasi untuk SLR adalah test Bragard
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2647081/
Lasegue’s Test (Straight Leg Raising
Test)
• Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
• Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
– Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
– Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Straight Leg Raising Test

http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just
below the point of pain and quickly dorsiflex
the great toe
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.

Patrick Test Contra-patrick Test


Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan
penyempitan sela invertebrata dan pembentukan osteofit.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Tatalaksana
• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih
utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat
benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Latihan, seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Berenang adalah
pilihan terbaik dengan very low impact environment untuk meningkatkan
denyut jantung dan pembakaran kalori yang efektif tanpa membuat
persendian dan tulan belakang cedera.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari
atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
SOAL NO 17
• Tn Atma Widjaja, seorang laki-laki usia 48 tahun
datang ke Poliklinik dengan keluhan nyeri pada
pergelangan tangan kanan, 3 jari bagian medial,
dan terdapat rasa kebas. Diketahui pasien
bekerja sebagai tukang gado-gado. Keluhan nyeri
menjalar dan kesemutan dari pergelangan
tangan ke ujung-ujung jari setelah menekuk
pergelangan tangan selama kurang lebih 60
detik. Apakah pemeriksaan yang dapat
menunjang diagnosis pasien tersebut?
A.Tinnel test
B.Allen test
C.Psoas sign test
D.Menilai refleks biseps
E.Menilai Hoffman tromner

• Jawaban: A. Tinnel test


• Pasien dengan profesi penjual gado-gado, mengeluhkan nyeri pada pergelangan
tangan kanan dan 3 jari bagian medial. Keluhan disertai dengan rasa kebas. Dari
keterangan soal juga ditambahkan Keluhan nyeri menjalar dan kesemutan dari
pergelangan tangan ke ujung-ujung jari setelah menekuk pergelangan tangan
selama kurang lebih 60 detik. Berdasarkan gejala tersebut kemungkinan diagnosis
pada kasus ini adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS), pemeriksaan yang tepat
dalam hal ini: Tinnel Test.
• Allen test  pemeriksan yang digunakan untuk memeriksa perdarahan kolateral
dari a. radialis.
• Psoas sign test  salah satu pemeriksaan fisik dalam diagnosis appendicitis akut.
Pasien diminta terlungkup, kemudian secara pasif dilakukan ekstensi panggul. Hasil
positif apabila didapatkan nyeri pada perut kanan bawah saat dilakukan ekstensi
panggul.
• Menilai reflex biseps  untuk mengetahui tingkat reflex fisiologis biseps, sebagai
indicator adanya gangguan saraf UMN/ LMN dari system saraf.
• Menilai Hoffman trimmer  salah satu reflex patologis yang dapat muncul akibat
lesi di system saraf pusat.
17. Carpal Tunnel Syndrome
Pemeriksaan Penunjang
• Electrophysiology
– Nerve conduction study (NCS)
– Electromyograph (EMG)
• MRI – wrist & hand
Electromyography(EMG)
• is a technique for evaluating & recording the electrical
activity produced byskeletal muscles
• is performed using aninstrument called an
electromyograph, to produce a record called an
electromyogram

• a resting muscle does not show recordable electrical


potential but with increase force of contraction,
amplitude of potential increases
• an electromyograph detects electrical potential
generated by musclecells when these cells are
electrically or neurologically activated
SOAL NO 18
• Pasien laki-laki usia 60 tahun datang ke poliklinik
dengan kelemahan pada tungkai bawah disertai
demam sejak 3 bulan yang lalu. Tungkai juga
sering dirasakan seperti kesemutan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
120/80mmHg, denyut nadi 80kali/menit, RR
20kali/menit, suhu 37,2C. Ditemukan gibus
setinggi vertebra torakal X. Hipestesi dari
umbilikus ke bawah. Refleks fisiologis
meningkat, terdapat refleks babinsky.
Tatalaksana yang tepat adalah…
A.Metilprednisolon
B.Metilkobalamin
C.OAT + prednison
D.OAT + citicoline
E.OAT + metilkobalamin

• Jawaban: C. OAT + prednisone


• Laki-laki usia 60 tahun dengan kelemahan pada tungkai
bawah disertai demam sejak 3 bulan yang lalu disertai
kesemutan. Pada pemeriksaan ditemukan gibus
setinggi vertebra torakal X, hipestesi dari umbilikus ke
bawah, refleks fisiologis meningkat, dan terdapat
refleks babinsky. Berdasarkan temuan klinis tersebut
diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah Spondilitis
TB. PIlihan terapi yang tepat pada kaus ini adalah OAT +
prednisone. OAT diperlukan untuk eradikasi kuman TB,
sedangkan steroid (prednisone) banyak diberikan
sebagai terapi adjuntiva pada kasus TB, dalam hal ini
untuk memperbaiki gejala deficit neurologis yang
terjadi pada pasien.
18. Spondilitis TB
• “Spondilitis TB dikenal dengan Pott’s disease
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis yang
mengenai tulang belakang.
• Bersifat kronis destruktif yang mengenai tulang
vertebra .”
• Paling sering terkena di:
– Tulang penahan beban (weight bearing) dan tulang yang
bergerak cukup besar (mobile)
• Tulang vertebra, panggul, lutut dan tulang di kaki
– Area torako-lumbal
• terutama torakal bagian bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian atas
merupakan tempat yang paling sering, diikuti dengan area servikal223dan sacral
Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen.

Arteri

JALUR
Penyebaran dari abses
paravertebral yang PENYEBARAN
telah terbentuk
Vena  pleksus Batson
Anamnesis
• Adanya benjolan pada tulang
belakang yang disertai oleh nyeri
• Terdapat Gejala – gejala TB
• Paraparesis, rasa kebas, baal,
gangguan defekasi dan miksi
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium
• Kelainan bentuk tulang belakang
• Pernapasan cepat • Hitung-jumlah lekosit dapat
• Infiltrat paru akan terdengar sebagai normal atau meningkat
ronkhi, kavitas akan terdengar sedikit, pada hitung jenis
sebagai suara amforik atau bronkial ditemukan monositosis
dengan predileksi di apeks paru
• Terdapat abses paravertebra yang • Laju Endap Darah (LED)
dapat teraba, bahkan terlihat dari biasanya meningkat
luar punggung berupa
pembengkakan • Peningkatan kadar C-
• Pada pemeriksaan neurologis bisa reactive protein (CRP)
didapatkan gangguan fungsi motorik,
sensorik, dan autonom
• Uji Mantoux positif pada
• Jika kelumpuhan sudah lama, otot sebagian besar pasien
akan atrofi , yang biasanya bilateral

X-Ray Foto polos
tulang vertebra
menunjukkan
erosi end plate
vertebra

• Foto polos lateral


menunjukkan
terbentuknya gibbus
oleh karena kifosis
torakolumbal

• Foto lateral vertebra


menunjukkan adanya
penyempitan diskus • Foto vertebra AP
intervertebralis dan menunjukkan
erosi corpus vertebra adanya abses
CT Scan

▫ Gambaran CT scan non • CT scan vertebra potongan


kontras vertebra transaksial tampak
potongan aksial tampak paravertebral abses
abses pada m. psoas kiri
Gambaran CT scan dengan kalsifikasi di
tulang belakang dan tengah
toraks. (A) Terlihat
fraktur kompresi pada
vertebra torakal 3 ▫ Gambaran CT scan
dengan destruksi litik. vertebra
menunjukkan
terbentuknya abses
paravertebral dan
destruksi di bagian
MRI

• Foto MRI
• Gambaran MRI vertebra terlihat adanya • Gambaran MRI menunjukkan
fraktur kompresi, kifosis di T5-T6, dan terlihat akumulasi destruksi korpus
abses paravertebral. cairan di daerah vertebra dan
dorsal yang diskus
menggambarkan intervertebralis,
abses serta abses
paravertebral paravertebral
TATALAKSANA
• Penanganan spondilitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yang berjalan
dapat secara bersamaan, medikamentosa dan pembedahan.
• Tujuan penatalaksanaan :
– mengeradikasi kuman TB
– mencegah dan mengobati defisit neurologis
– memperbaiki kifosis
• Terapi Medikamentosa
– CDC merekomendasikan pengobatan spondilitis TB pada bayi dan anak-anak
setidaknya harus selama 12 bulan.
– Regimen terapi OAT untuk pasien TB :
⁻ Kategori I : kasus baru TB paru / kasus baru dengan TB ekstraparu 
2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4HR fase lanjutan atau 2HRZE(HRZS)
fase inisial dilanjutkan 4H3R3 fase lanjutan, atau 2RHZE(HRZS) fase inisial
dilanjutkan 6HE fase lanjutan
⁻ Kategori II : kasus gagal pengobatan, relaps, drop-out, diberikan 2RHZES
fase inisial dilanjutkan 5HRE fase lanjutan, atau 2HRZES fase inisial
dilanjutkan 5H3R3E3 fase lanjutan.
– dikatakan gagal jika dalam 3–4 minggu, nyeri dan atau defisit neurologis masih
belum menunjukkan perbaikan setelah pemberian OAT yang sesuai.
Tatalaksana Medikamentosa

• Multidrug resistance TB (MDR-TB) didefinisikan


sebagai basil TB yang resisten terhadap isoniazid dan
rifampisin.
– Regimen untuk MDR-TB harus disesuaikan dengan hasil kultur abses.
– Perbaikan klinis umumnya bisa didapatkan dalam 3 bulan jika terapi
berhasil.
– Rekomendasi penganganan MDR-TB, yaitu dengan kombinasi 5 obat,
antara lain
• Salah satu dari OAT lini pertama yang diketahui sensitif melalui hasil kultur resistensi
• OAT injeksi untuk periode minimal selama 6 bulan
• Kuinolon
• Sikloserin atau etionamid
• Antibiotik lainnya seperti amoksisilin klavulanat dan klofazimin
– Durasi pemberian OAT setidaknya selama 18–24 bulan.
Penggunaan Steroid pada
Spondilitis TB
• Pada PPK Neurologi 2016 penggunaan steroid termasuk ke
dalam tatalaksana spondilitis TB. Regimen dalam PPK Neurologi
2016:
– Obat anti TB oral
– Steriod: dexamethasone iv, dilanjut po
– Edukasi: pengobatan jangka panjang, perawatan di rumah,
– Diet:tinggi kalori dan protein
• Pada beberapa jurnal disebutkan peran steroid dalam terapi TB.
• Penggunaan steroid bermanfaat pada infeksi TB di Sistem Saraf
Pusat dan perikarditis TB.
• Tidak ada anjuran mengenai penggunaan neurotropik, seperti:
citicolin, piracetam, meticobal, dsb; untuk terapi spondilitis TB.
1. Chhabra N, Dixit R, Aseri ML. Adjunctive Corticosteroid Therapy in Tuberculosis Management: A Critical
Reappraisal. IJPSR/Vol. II/ Issue I/January- March, 2011/10-15.
2. Khadiravan T & Dee[anjali S. Role of Corticosteroids in the Treatment of Tuberculosis: An Evidence-based Update.
JIPMER. 2010.
3. PPK Neurologis 2016
Pembedahan
• Pada pasien yang direncanakan dioperasi, minimal
10 hari sebelum operasi OAT harus sudah
diberikan.
• Indikasi pembedahan spondilitis TB :
– Defisit neurologis akut, paraparesis, atau paraplegia
– Deformitas tulang belakang yang tidak stabil atau disertai nyeri,
dalam hal ini kifosis progresif (30º untuk dewasa, 15º untuk anak-
anak)
– Tidak responsif kemoterapi selama 4 minggu
– Abses luas
– Biopsi perkutan gagal untuk memberikan diagnosis
– Nyeri berat karena kompresi abses
SOAL NO 19
• Tn Juli Pangandaan Hutasoit, laki-laki usia 25
tahun dibawa ke IGD RS setelah kecelakaan lalu
lintas. Setelah dilakukan primary survey, dokter
memeriksa status neurologis pasien. Pada
pemeriksaan refleks cahaya didapatkan:
– Okular dekstra: refleks langsung (+), refleks tidak
langsung (+)
– Okular sinistra: refleks langsung (-), refleks tidak
langsung (-)
• Diagnosis klinis yang paling tepat pada pasien
adalah?
A.Paresis N. IV dekstra
B.Paresis N. III dekstra
C.Paresis N. III sinistra
D.Paresis N. II dekstra
E.Paresis N. II sinistra

• Jawaban: C. Paresis N. III Sinistra


• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, dan pada pemeriksaan
pupil didapatkan refleks cahaya langsung dan refleks cahaya tidak
langsung mata kiri negative, sedangkan tidak ada gangguan refleks
cahaya langsung dan refleks cahaya tidak langsung pada mata
kanan.
• Apabila terjadi gangguan pada salah satu N. II, dimisalkan N. II
Sinistra (secara total di bawah ciasma optikum), maka reflex cahaya
langsung Ocular Sinistra (-) dan reflex cahaya tidak langsung Ocular
Dextra (-), serta terdapat gangguan penglihatan pada mata kanan.
• Secara motoric pupil hanya mendapatkan persarafan eferen secara
ipsilateral dari midbrain, melalui jaras N. III yang mempersarafi otot
siliaris. Sehingga lesi pada N. III Sinsitra akan, menyebabkan
kelumpuhan otot siliaris ipsilateral, dan menghasilkan reflex cahaya
langsung Ocular Sinistra (-); Refleks cahaya tidak langsung Ocular
SInistra (-).
19. PUPIL

 MERUPAKAN LUBANG DI TENGAH IRIS


 INDIKATOR MENGENAI STATUS FUNGSIONAL JARINGAN SEKITARNYA
DAN KEADAAN RETINA
 SUSUNAN IRIS :
1. STROMA KOLAGEN LONGGAR, SARAF DAN VASA

2. LAPISAN OTOT POLOS


3. LAPISAN PIGMEN DI BELAKANG

 FUNGSI :
1. MENGATUR JUMLAH CAHAYA YANG MENCAPAI RETINA
2. MENGURANGI ABERASI SFERIS ABERASI KROMATIS
3. MENINGKATKAN KEDALAMAN FOKUS
REFLEKS CAHAYA

 REFLEKS CAHAYA LANGSUNG LINTASAN IMPULS DARI MATA YANG DISINARI

SAMPAI TERJADI PENGECILAN PUPIL.


 REFLEKS CAHAYA TIDAK LANGSUNG ADALAH ADANYA PENGECILAN PUPIL
APABILA MATA YANG LAIN DISINARI.
 REFLEKS CAHAYA DIREK NORMAL KALAU BAGIAN AFEREN DAN EFEREN
IPSILATERAL NORMAL.
 REFLEKS CAHAYA INDIREK NORMAL KALAU AFEREN DAN EFEREN
KONTRALATERAL NORMAL.
 ORANG BUTA ?

KALAU MATA KANAN BUTA (LESI N. II) MAKA REFLEKS LANGSUNG MATA
KANAN NEGATIF DAN REFLEKS INDIREK MATA KIRI NEGATIF

PENYINARAN MATA KIRI : DIREK NORMAL, INDIREK MATA KANAN NORMAL


Swinging light test
• The swinging light test :
– Used to detect a RAPD; detecting differences between the
two eyes in how they respond to a light shone in one eye
at the time
• The test can be very useful for detecting unilateral or
asymmetrical disesase of the retina or optic nerve (but
only optic nerve disease that occurs in front of the
optic chiasm)
• Interpretation:
– Swinging light test Normal
– Swinging light test positif RAPD
– Swinging light test negatif  non reactive pupil
The swinging light test
Swinging light test Normal Swinging light test + Swinging light test -
Pemeriksaan refleks cahaya pada Paresis N. III
Sinsitra:
• Pupil OD: RCL (+); RCTL (+)
• Pupil OS: RCL (-); RCTL (-)
TO 3
SOAL NO 20
• Nn Kartika Wulan Bestari, wanita karir berusia 25
tahun datang ke Poliklinik RS Setia Bunda dengan
keluhan nyeri wajah sebelah kanan sejak 1
minggu yang lalu. Keluhan nyeri dirasakan seperti
tersengat listrik. Nyeri terutama muncul saat
pasien sikat gigi atau minum minuman dingin.
Pemeriksaan TD 110/70mmHg, nadi 80x/ menit,
laju napas 20x/ menit, dan suhu afebris. Keluhan
penyerta apa yang mengikuti diagnosis kasus
diatas?
A.Anhidrosis
B.Hiperalgesia
C.Hemiparesis
D.Anopsia
E. Hemiplegia

• Jawaban: B. Hiperalgesia
• Wanita 25 tahun dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 1
minggu. Keluhan nyeri seperti tersengat listrik terutama saat pasien sikat
gigi atau minum minuman dingin. Kemungkinan diagnosis berdasarkan
gejala dan tanda tersebut adalah neuralgia trigeminal. Patomekanisme
yang terjadi pada neuralgia trigeminal sebenarnya adalah Alodinia, yakni
gangguan pada pusat nyeri yang sehingga tubuh pasien mengenali nyeri
terhadap rangsangan yang normalnya tidak menyebabkan nyeri (mis: sikat
gigi, tersentuh, terkenan makanan/ minuman dingin). Sedangkan
hiperalgesia respon nyeri yang berlebihan terhadap rangsangan yang
normalnya menyebabkan nyeri. Pada beberapa literature kedua gejala
tersebut (alodinia dan hiperalgesia) dapat menyertai neuralgia trigeminal.
• Anhydrosis  kondisi tubuh tidak dapat mengeluarkan keringat.
• Hemiparesis  berkurangnya kekuatan motoric pada satu sisi tubuh.
• Anopsia  kehilangan penglihatan.
• Hemiplegia  hilangnya kekuatan motoric pada sisi tubuh secara total
(kelumpuhan).
20. Neuralgia Trigeminal
SOAL NO 21
• Laki – laki 31 tahun datang ke poliklinik RS
dengan keluhan nyeri kepala sebelah kiri yang
dirasakan setiap hari selama 2 minggu. Keluhan
dirasakan hingga 8x sehari dan masing – masing
durasinya 20 menit. Nyeri kepala terlokalisir
didaerah periorbital disertai mata kiri merah dan
banyak mengeluarkan air mata dan rhinorrhea.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 2
tahun lalu selama 3 minggu. Terapi profilaksis
yang tepat untuk kasus ini adalah…
A.Alopurinol
B.Verapamil
C.Sumatriptan
D.Paracetamol
E. Kolkisin

• Jawaban: B. verapamil
• Laki-laki 31 tahun dengan keluhan sakit kepala sebelah
kiri, yang terlokalisir pada area periorbita kiri disertai
gelala autonomy berupa marah dengan lakrimasi dan
rhinorea. Keluhan sakit kepala episodic 8x sehari
dengan durasi 20 menit yang berlangsung selama 2
minggu. Pasien juga pernah mengalami keluhan yang
sama 2 tahun yang lalu. Berdasarkan gejal dan
keterangan tersebut diagnosis yang paling sesuai pada
kasus ini adalah Cluster headache. Terapi pilihan untuk
prfilaksis Cluster headache adalah verapamil.
• Sumatriptan  dapat diberikan untuk terapi akut.
21. Cluster Type Headache
SOAL NO 22
• Nn Dieni Estika Putri, wanita 21 tahun dibawa
oleh keluarganya ke IGD RS Ciputat Indah dengan
penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu. Satu
minggu yang lalu pasien mengeluhkan nyeri
kepala disertai demam. KU: Somnolen, TD
130/90 mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 20x/
menit, dan suhu 38,8OC. Status neurologis
didapatkan kaku kuduk dan hemiparesis kanan.
Riwayat keluar cairan dari telinga sejak 6 bulan
yang lalu. Apakah terapi antibiotik yang tepat
pada pasien ini?
A.Ampisilin
B.Tetrasiklin
C.Doksisiklin
D.Levofloxacin
E.Ceftriaxone

• Jawaban: E. Ceftriaxone
• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah abses
otak. Hal tersebut ditunjang dari adanya penurunan
kesadaran disertai riwayat sakit kepala dan demam,
gejala deficit fokal berupa hemiparesis dextra, dan port
d’ entry dari infeksi telinga. Terapi antibiotic yang tepat
adalah ceftriaxone yang merupakan terapi lini pertama,
dengan dosis 2gr/ 12 jam.
• Diagnosis banding pada kasus ini adalah
meningoencephalitis, namun pada soal jelas tertulis
deficit neurlogis yang terjadi adalah deficit fokal yakni
hemiparesis. Sedangkan pada meningoencephalistis
deficit neurologis terjadi secara difus  penurun
kesadaran, kaku, kuduk, kejang
22. Abses Otak
• Infeksi supuratif fokal di dalam parenkim otak, diliputi oleh kapsul
bervaskular
• Faktor Predisposisi :
– Otiti media dan mastoiditis
– Sinusitis paranasal
– Infeksi pyogenik di torax atau bagian tubuh lainnya
– Trauma tembus kepala atau prosedur neurosurgery
– Infeksi dental
• Etiologi :
– Immunocompetent : Streptococcus spp. [anaerobic, aerobic, and
viridans (40%)], Enterobacteriaceae [Proteus spp., E. coli sp., Klebsiella
spp. (25%)], anaerobes [e.g., Bacteroides spp., Fusobacterium spp.
(30%)], and staphylococci (10%).
– Immunocompromised : HIV infection, organ transplantation, cancer,
or immunosuppressive therapy  Nocardia spp., Toxoplasma gondii,
Aspergillus spp., Candida spp., and C. neoforma
• Manifestasi klinis abses serebri bergantung dari lokasi abses,
lokasi fokus primer dan tingginya tekanan intrakranial

• Trias Klasik :
– Nyeri kepala : konstan, tumpul di sebelah atau seluruh kepala,
makin lama makin memberat
– Demam  muncul pada 50% pasien
– Defisit neurologis fokal  hemiparesis, aphasia, gangguan lapang
pandang, kejang
Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi

Lobus frontalis 1. Kulit kepala lunak/lembut Sinus paranasal


2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal
3. Letargi, apatis, disorientasi
4. Hemiparesis /paralisis
5. Kontralateral
6. Demam tinggi
7. Kejang
Lobus temporal 1. Dispagia
2. Gangguan lapang pandang
3. Distonia
4. Paralisis saraf III dan IV
5. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum 1. Ataxia ipsilateral Infeksi pada telinga


2. Nystagmus tengah
3. Dystonia
4. Kaku kuduk positif
5. Nyeri kepala pada suboccipital
6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.
Tatalaksana
• Terapi kausal:
– Terapi empiricKombinasi
• Sefalosporin generasi III intravena
– Ceftriaxone 2 g/12 jam iv atau Cefotaxime 2 g/8 jam iv
• Metronidazole 500 mg/8 jam IV
– Terapi empirik diberikan hingga didapatkan antibiotik yang
sesuai dengan hasil tes sensitivitas kuman yang diisolasi
dari abses atau dari sumber infeksi.
– Jika hasil isolasi tidak ditemukan kuman penyebab, maka
terapi empirik dapat dilanjutkan hingga 6-8 minggu.
• Antiedema:
– dexamethason/manitol sesuai indikasi
• Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses
berdiameter >2,5 cm
PPK Neurologi 2016
SOAL NO 23
• Ny Fatimah Nelwan, seorang perempuan 30
tahun datang ke RS Umum Daerah Kreo
Selatan dengan keluhan nyeri pada wajah dan
dahi sebelah kiri. Keluhan nyeri dirasakan
sudah sejak 1 bulan yang lalu. Sebelumnya
pernah terkena herpes pada tempat yang
sama. Tanda – tanda vital dalam batas normal,
terdapat reaksi hiperalgesia pada wajah dan
dahi sebelah kiri. Terapi yang tepat pada
kasus ini adalah…
A.Amoksisilin
B.Tramadol
C.Kolkisin
D.Ibuprofen
E. Cialis

• Jawaban: B. Tramadol
• Perempuan 30 tahun, dengan keluhan nyeri pada wajah
dan dahi sebelah kiri disertai riwayat terkena herpes di
tempat yang sama. Pada pemeriksaan ditemukan
hiperalgesia pada wajah dan dahi sebelah kiri. Diagnosis
yang tepat pada kasus ini adalah neuralgia pasca herpes
(post herpetic neuralgia). Terapi pilihan menurut American
Academy of Neurology pada neuralgia pasca herpes adalah
amitriptilin, pregabalin, atau gabapentin. Namun, Tramadol
bisa menjadi pilihan alternative, dengan dosis 50-100mg/
hari selama 6 minggu.
• Golongan NSAID hanya memiliki efikasi yang sedikit
terhadap nyeri neuropatik. (Ibuprofen).
• Cialis  Tadalafil  untuk disfungsi ereksi.
23. Neuralgia Post Herpetik
• Neuralgia Post Herpetik (NPH) merupakan
nyeri persisten yang muncul setelah ruam Herpes
Zoster telah sembuh (biasanya dalam 1 bulan).
• Nyeri pada NPH merupakan nyeri neuropatik
yang diakibatkan dari perlukaan saraf perifer
sehingga terjadi perubahan proses pengolahan
sinyal pada sistem saraf pusat.
• Saraf perifer yang sudah rusak memiliki ambang
aktivasi yang lebih rendah sehingga menunjukkan
respon berlebihan terhadap stimulus.
Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3.
2006. Canada:Elsevier.
Manifestasi Klinis
Dworkin membagi neuralgia post herpetik ke dalam
tiga fase:
• Fase akut:
– fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit.
– Biasanya berlangsung < 4 minggu2.
• Fase subakut:
– fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit
tetapi < 4 bulan
• Neuralgia post herpetik:
– dimana nyeri menetap >4 bulan setelah onset lesikulit
atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster
Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3.
2006. Canada:Elsevier.
SOAL NO 24
• Tn Edi Sudjana Marwan, laki-laki 35 tahun
datang ke Puskesmas Tegal Barang dengan
keluhan nyeri kepala berdenyut sebelah
kanan. Keluhan dirasakan semakin memberat
saat stress, beraktivitas dan mereda dengan
istirahat. Pasien gemar makan keju dan
coklat. Pada pemeriksaan hemodinamik stabil
dan tidak ditemukan kelainan neurologis. Apa
terapi non farmakologi yang paling sesuai
untuk pencegahan keluhan pasien tersebut?
A.Mengurangi konsumsi keju dan coklat
B.Hindari pencetus
C.Istirahat
D.Pola hidup bersih dan sehat
E. Olahraga teratur

• Jawaban: B. Hindari pencetus


• Laki-laki 35 tahun dengan keluhan nyeri kepala sebelah
yang dirasakan berdenyut memberat saat stress,
beraktifitas, dan mereda dengan istirahat. Dengan
adanya nyeri kepala berdenyut mengarahkan diagnosis
Migraine. Terapi non-farmakologis pada pasien
migraine salah satunya adalah hindari pencetus. Selain
itu, tidak dipilih pilihan A. Mengurangi konsumsi keju
dan cokelat, karena meskipun pada beberapa literature
disebutkan dapat mencetuskan migraine, dalam kasus
ini pencetus migraine pasien masih belum jelas,
kemungkinan akibat stress (merujuk pada kalimat
kedua pada soal) sehingga jawaban A tidak dipilih.
24. Migrain

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
https://www.medscape.com/viewarticle/446557_3

Migraine Severity Index


Tatalaksana Migrain
A. Terapi abortif migrain:
a) Abortif non spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non
steroid (OAINS)
b) Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin,
diberikan jika analgetik atau OAINS tidak ada respon.
B. Terapi profilaksi migrain:
– Prinsip umum :
• Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum
untuk meminimalkan efek samping.
• Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti dosis titrasi.
• Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid
pasien.
• Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara
bertahap.
A. Terapi Abortif Migrain
No Golongan Obat Dosis Keterangan
1. Analgetik dan OAINS
a. Aspirin 500-1000mg per 4-6 jam LOE A
b. Ibuprofen 400-800mg per 6 jam LOE A
c. Paracetamol 500-1000mg per 6-8 jam LOE B
d. Diklofenak 50-100mg Sediaan Powder
2. Antimuntah Mengurangi mual / muntah &
a. Metoklopramid 10mg per oral meningkatkan pengosongan
b. Domperidon 10mg p.o atau 30mg supp lambung (LOE B)
3. Triptan
a. Sumatriptan 30mg LOE A
b. Eletriptan 40-80 mg LOE A
c. Rizatriptan 10 mg LOE A
4. Ergotamin Ergotamin tidak
direkomendasikan untuk
migrain akut (LOE A)

NB: LOE (Level of Evidence)


PPK Neurologis 2016
B. Terapi Profilaksis Migrain
No Obat Dosis Keterangan
1. Beta bloker
a. Propanolol 80-240 per hari LOE A, terapi profilaksi lini pertama
b. Timolol 10-15mg; 2x/ hari LOE A, terapi profilaksis alternatif
c. Metoprolol 45-200mg per hari LOE A, terapi profilaksis alternatif
2. Antiepilepsi
a. Topiramat 25-200mg per hari LOE A, terapi migrain episodik
b. As. Valproat 400-1000mg per hari LOE A, terapi migrain episodik
3. Antidepresi
• Amitriptilin 10-75mg LOE B
4. OAINS
• Ibuprofen 2 x 200mg per hari LOE B

NB: LOE (Level of Evidence)


PPK Neurologis 2016
Terapi Non Farmakologi
• Identifikasi dan menghindari pencetus
migrain
• Meditasi
• Latiham relaksasi
• Psikoterapi
SOAL NO 25
• Laki-laki, 50 tahun, mengeluhkan kelemahan
pada tangan dan kaki kiri tiba-tiba saat bangun
tidur. Keluhan dirasakan sejak 1 jam yang lalu.
Keluhan pusing atau mual-mual tidak ada.
Terdapat riwayat darah tinggi dan kencing manis
sejak 10 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran Compos mentis, TD 180/
90 mmHg, nadi 80x/ menit, dan RR 20x/ menit,
pupil isokor. Pemeriksaan neurologis:
hemiparesis sinistra, refleks babinsky (+).
Kemungkinan diagnosis pasien adalah...
A.Stroke hemoragik
B.Stroke infark
C.Epilepsi
D.Tumor serebri
E. Parkinson

• Jawaban: B. Stroke infark


• Pasien mengalami hemiparesis sinistra secara
mendadak saat bangun tidur yang merupakan tanda
adanya Cerebro-Vascular Disease (CVD). Darin tanda
dan gejala yang ditemukan kemungkinan pasien
mengalami stroke infark. Manifestasi klinis dari stroke
infark biasanya terjadi pada saat aktifitas ringan dan
jarang ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
• Pilihan A tidak dipilih oleh karena biasanya terjadi
saat pasien beraktifitas, terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial, dan penurunan
kesadaran terjadi dengan cepat.
25. Stroke
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
• Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
• Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
– Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
– Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
– Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
– Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
• Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
• Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
• Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik
• Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
SOAL NO 26
• Tn Jaipur Omar, seorang laki-laki, 30 tahun,
dibawa oleh keluarganya ke Puskesmas
Matraman Dalam dengan keluhan sering kejang.
Berdasarkan alloanamnesis pasien mengalami
kejang tiga kali dalam satu bulan. Durasi tiap
kejang selama 5-10 menit, badan kaku,
kemudian kejang klojotan, mulut berbusa dan
tidak sadarkan diri. Riwayat penyakit kronis
sebelumnya disangkal. Keadaaan umum pasien
saat ini stabil. Status neurologis dalam batas
normal. Terapi awal untuk maintenance pada
pasien ini adalah…
A.fenitoin
B.limotrigin
C.karbamazepin
D.phenobarbital
E.Asam valproat

• Jawaban: E. Asam valproat


• Dari keterangan soal, kemungkinan diagnosis
yang dialami pasien adalah epilepsi tonik
klonik. Terapi rumatan lini pertama yang
sesuai pada kasus ini adalah asam valproat.
26. Epilepsi
• Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang akibat dari
adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


Epilepsy - Classification
• Focal seizures – account
for 80% of adult epilepsies
- Simple partial seizures
- Complex partial seizures
- Partial seizures secondarilly
generalised

• Generalised seizures
(include absance
type)

• Unclassified seizures
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Farmakoterapi Childhood Absence
Perbandingan Odds Ratio
Asam Valproat vs Ethosuximide 1,26 (95% CI; 0,80 – 1,98)
Ethosuximide vs Lamotrigine 2,66 (95% CI; 1,65 – 4,28)
Asam Valproat vs Lamotrigine 3,34 (95% CI; 2,06 – 5,42)

• Dari table di atas dapat disimpulkan asam valproate dan ethosuximide lebih
efektif dbandingkan lamotrigine dalam tatalaksasa kejang absans.
• Tidak ada perbedaan bermakna antara efektifitas asam valproate dan
ethosuximide.
• Di negara-negara barat ethoximide lebih dipilih dibandingkan asam valproate
karena memiliki efek samping terhadap attentional dysfunction yang lebih
rendah.
• Namun ethosuximide tidak terdapat di Indonesia (secara umum), sehingga
terapi lini pertama untuk kejang absans di Indonesia adalah asam valproate.

Ethosuximide, Valproic Acid, and Lamotrigine in Childhood Absence Epilepsy. Glauser TA, et al. 2010. NEJM, 362(9): 790-799.
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,

1. Syarat umum yang meliputi :


– Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana
penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.
– Gambaran EEG normal
– Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6bulan.
– Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
– Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan
kekambuhannya.
– Epilepsi simtomatik
– Gambaran EEG abnormal
– Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
– Penggunaan OAE lebih dari 1
– Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah
memulai terapi
– Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
– Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila
penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih
dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan
menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.
Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010
SOAL NO 27
• Tn. Seno, 52 tahun, dibawa dengan keluhan
tangan gemetar terutama saat sedang
istirahat. Keluhan ini sudah berlangsung lama
sejak 2 tahun lalu. Pasien sering terjatuh bila
berjalan sendiri, oleh karena itu pasien perlu
dituntun oleh salah satu anggota keluarganya.
Pada pemeriksaan ditemukan pill rolling
tremor (+), cogwheel phenomenon (+). Apa
pemeriksaan lain yang dilakukan pada pasien?
A.Tes Epley
B.Tes Wartenberg
C.Tes Tensilon
D.Tes Allen
E.Tes Romberg

• Jawaban: E. Tes Romberg


• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah Parkinson.
Tampak adanya gangguan koordinasi motoric yang ditandai
dengan adanya tremor kasar dan cogwheel phenomenon.
Pasien juga sering terjatuh saat berjalan. Pemeriksaan lain
yang daoat dilakukan adahal tes Romberg untuk menguji
gangguan keseimbangan dan postural pasien.
• Tes epley/ Epley’s maneuver  dilakukan dalam diagnosis
BPPV.
• Tes wartenberg & tensilon  dilakukan dalam diagnosis
Myasthenia Gravis.
• Tes Allen  pemeriksaan fisik untuk menilai system
kolateral arteri radialis.
27. Parkinson
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
• Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
• Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik

• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson :

1. Rigiditas : peningkatan tonus otot


2. Bradykinesia : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi
wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan
tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif
3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan
saat mata agak menutup
4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk
Pemeriksaan Fisik
• Empat gejala utama parkinson:
– Resting tremor/ shaking
– Bradykinesia – slowness of movement
– Rigidity (stiffness) of the arms, legs, or trunks
– Postural instability – balance problems and
possible falls
• Jika terdapat 2 dari 4 gejala utama di atas
maka, perlu dipertimbangkan diagnosis
Parkinson’s Disease.
• Assymetric Resting
Tremors – khas
pada Parkinson.

• Finger tapping test/ Dexterity test:


• Pasien diminta untuk melakukan finger
tapping dan mempertahankan
kecepatan (10-15 dtk) dan amplitudo.
• Kecepatan dan amplitudo yang
menurun, menunjukan adanya
bradykinesia.
Cogwheel rigidity
Postural instability
Pull-test:
• Berdiri di belakang penderita, kemudian
berikan sedikit tarikan pada bahu
penderita.
• Lalu perhatikan ada atau tidaknya gerakan
menstabilkan postur tubuhnya.
• Hilangnya refleks ini akan memberikan
gambaran sikap jatuh penderita seolah-olah
akan duduk di kursi atau biasa disebut
sitting en bloc.
Penatalaksanaan Parkinson
• Prinsip pengobatan parkinson adalah
meningkatkan aktivitas dopaminergik di
jalur nigrostriatal dengan memberikan :
– Levodopa  diubah menjadi dopamine
di substansia nigra
– Antagonis dopamine
– Menghambat metabolisme dopamine
oleh monoamine oxydase dan cathecol-
O-methyltransferase
– Obat- obatan yang memodifikasi
neurotransmiter di striatum seperti
amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005


SOAL NO 28
• Tn Sanzhez Oliviera, pasien laki-laki, 68 tahun,
datang ke tempat praktek Anda karena keluhan
nyeri punggung sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan
nyeri muncul terutama saat membungkuk
mengambil barang. Tidak ditemukan adanya
riwayat oenyakit kronis sebelumnya. Keadaan
umum pasien baik, hemodinamik stabil.
Pemeriksaan status neurologis tungkai bawah:
kekuatan motoric 4444/ 4444. Dari pemeriksaan
rontgen didapatkan penyempitan foramen
intervertebralis L4 – S1. Kemungkinan diagnosis
pasien adalah…
A.Canal stenosis
B.Ischialgia
C.Spondilolistesis
D.Spondilitis
E. Ankylosing Spondilitis

• Jawabanan: A. Canal stenosis


• Laki-laki, 68 tahun, dengan keluhan nyeri punggung sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan nyeri muncul terutama saat membungkuk mengambil barang.
Pemeriksaan status neurologis tungkai bawah: kekuatan motoric 4444/ 4444.
Berdasarkan gejal dan tanda tersebut diagnosis yang paling mungkin pada kasis ini
adalah canal stenosis. Istilah lain: spinal stenosis, yakni penyempitan abnormal
(stenosis) pada kanal tulang belakang (kanal spinalis) yang mungkin terjadi di salah
satu daerah tulang belakang, paling sering di punggung bawah atau leher.
Penyempitan ini menempatkan tekanan pada saraf dan sumsum tulang belakang
dan dapat menyebabkan rasa sakit.
• Ischialgia  lesi saraf ischiadicus, yang menyebabkan nyeri di belakang paha yang
menjalar hingga telapak kaki, keluhan dapat disertai kesemutan ataupun rasa baal.
• Spondilolisthesis: pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih
rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan
pada pars interartikularis.
• Spondilitis/ spondiloartritis: peradangan pada persendian tulang belakang, mis:
ankylosing spondylitis.
• Ankylosing Spondilitis  peradangan kronis yang dapat
menyebabkan menutupnya celah antar ruas tulang belakang.
28. Spinal Stenosis
• Definisi: penyakit degeneratif, terjadi akibat
penyempitan kanal spinal secara perlahan, mulai dari
gangguan akibat penebalan ligamen kuning, sendi faset
yang membesar, dan diskus yang menonjol.
• Penyempitan  kompresi saraf  nyeri (nyeri
punggung bawah, nyeri pantat, dan rasa sakit di kaki
dan mati rasa) biasanya memburuk saat berjalan dan
berkurang saat istirahat.
• Istilah stenosis tulang belakang bukan merujuk pada
ditemukannya penyempitan kanal spinal, namun lebih
pada adanya nyeri tungkai yang disebabkan oleh
penekanan saraf yang terkait.
• Etiologi
– Penyebab paling umum:
arthritis degeneratif dan
penyakit degeneratif
diskus.
– Penyebab lain: tumor,
infeksi, gangguan
metanolisme tulang, mis:
Paget’s disease
• Gejala dan Tanda:
– Nyeri punggung bawah
– Kelemahan (kelumpuhan)
– Mati rasa / baal
– Nyeri
– Kesemutan
• Diagnosis
– Ditegakan secara klinis
– X-ray
– MRI
– Pemeriksaan khusus lain:
EMG
Penatalaksanaan
Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif:
• NSAID
• Analgesik untuk menghilangkan nyeri.
• Blok akar saraf
• Fisioterapi untuk mempertahankan gerakan tulang belakang, memperkuat
otot perut dan punggung, serta membangun stamina, semua hal tersebut
membantu menstabilkan tulang belakang.
• Korset lumbal
• Akupunktur dapat menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada kulit melalui
berbagai teknik, sebagian besar dengan memanipulasi jarum tipis dan
keras dari bahan metal yang memenetrasi kulit.

Operasi dipertimbangkan dilakukan sesegera mungkin apabila ada rasa baal


atau kelemahan yang mengganggu proses berjalan, gangguan fungsi usus
besar (buang air besar) atau kandung kemih (buang air kecil).
SOAL NO 29
• Seorang laki-laki usia 35 tahun terjatuh
sewaktu naik kuda, dengan kepala jatuh lebih
dulu dan leher terpuntir, penderita sadar, bisa
jalan normal, pada pemeriksaan otot bahu dan
lengan kiri (m.Deltoid, m.Biceps, m.Triceps)
lumpuh tipe LMN, sikap lengan terjulai tak
bergerak dengan posisi pronasi sedang tangan
dan jari-jari tangan masih bisa bergerak normal,
kulit bahu dan lengan atas tebal, kedua tungkai
normal, Berak dan Kencing normal. Sindroma di
atas disebut…
A.Brown Sequard Palsy
B.Cervical Root Palsy
C.Erbs Palsy
D.Klumpke Palsy
E.Carpal Tunnel Palsy

• Jawaban: C. Erbs Palsy


• KeKerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus brakialis (Erb’s Palsy)
menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi,
dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks bisep. Lengan
penderita berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah
dalam pronasi, dan telapak tangan ke dorsal.
• Brown sequard palsy  Gangguan motorik dan propioseptik sisi ipsilateral
dan gangguan sensasi rasa suhu dan nyeri pada sisi kontralateral
• Cervical root palsy  suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau
penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan diskus intervetebralis.
• Klumpke palsy  lesi pada lower brachial plexus (C8 – T1), gejala berupa
claw hand, gangguan sensorik pada aspek medial ekstrimitas atas,
terkadang dapat disertau ptosis ataupun Horner’s syndrome.
• Carpal tunnel palsy  Carpal tunnel syndrome  kondisi yang membuat
tangan mengalami sensasi kesemutan, mati rasa, nyeri, atau lemah pada
digiti 1, 2, 3, dan sebagian digiti 4.
29. Cedera Pleksus Brakhialis

• Pleksus brakhialis
dibentuk oleh radiks C5
– T1
• Cedera pleksus
Brakhialis dapat dibagi
menjadi cedera pleksus
bagian atas dan bawah
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of
elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis

Bayne & Costas


(1990)

Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw
hand”

2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997
Diagnosis Karakteristik
Brown-sequard syndrome Akibat hemilesi medulla spinalis. Manifestasi klinisnya
adalah :
1. Kelumpuhan LMN ipsilateral setinggi lesi
2. Defisit sensorik ipsilateral setinggi lesi
3. Kelumpuhan UMN ipsilateral dibawah tingkat lesi
4. Defisit proprioseptif ( getaran, posisi, gerakan )
ipsilateral dibawah lesi
5. Deficit protopatik ( nyeri, suhu, perabaan )
kontralateral dibawah lesi.
Cervical Root syndrome Cervical Root Syndrome adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf
servikal oleh penonjolan discus invertebralis. Gejalanya
adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas
atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau
spasme otot.
Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome atau CTS (sindrom
terowongan/lorong karpal) adalah kondisi yang
memengaruhi tangan dan jari hingga mengalami sensasi
rasa kesemutan, mati rasa, atau nyeri. Saraf yang
mengalami kelainan adlah nervus medianus.
SOAL NO 30
• Ny Theresia Simampoue, seorang perempuan
berusia 43 tahun, dibawa oleh keluarganya ke IGD
Rumah Sakit dengan penurunan kesadar sejak 1
jam yang lalu. Keluhan tersebut diawali dengan
keluhan anggota gerak sebelah kanan terasa
lemas sejak 2 jam sebelumnya, disertai nyeri
kepala (+) dan muntah (+). KU: Sopor, TD
210/110mmHg, nadi 90x/ menit, laju napas 24x/
menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan neurologis
didapatkan refleks babinski (+) pada tungkai
kanan. CT Scan: midline shift ke kiri. Tindakannya
adalah…
A.Berikan anti muntah
B.Infus mannitol
C.Berikan nitroprusside
D.Turunkan TIK
E. Analgesik

• Jawaban: D. Turunkan TIK


• Pasien mengalami gejala peningkatan tekanan
intrakranial, antara lain, nyeri kepala, muntah
menyemprot, dan terjadi defisit neurologis.
Tatalaksana yang tepat pada pasien adalah
menurunkan TIK untuk mengembalikan cerebral
blood flow ke tingkat normal. Tatalaksan untuk
menurunkan TIK, termasuk elevasi kepala 30°,
hiperventilasi ringan, pertahankan tekanan
perfusi otak, pertahankan normovolemia,
pertahankan normothermia, pencegahan kejang,
diuretika, dan kortikosteroid.
30. Tekanan Intra Kranial

• Normal : 4-14 mmHg.


• Tekanan intrakranial
diatas 20mmHg :
kerusakan otak.
• Doktrin Monro-Kellie.
• Isi kavitas kranial : otak,
darah, & cairan
cerebrospinal.
Doktrin Monro-Kellie
• TIK tinggi  kerusakan otak.
• Lesi massa fokal  pergeseran garis tengah dan
herniasi otak.
• 4 macam herniasi otak :
1. herniasi subfalcine
2. herniasi uncal
3. herniasi transtentorial
4. herniasi tonsillar
• Tekanan perfusi otak : pertukaran oksigen dan nutrisi
dari pembuluh darah ke jaringan otak.

Tekanan Perfusi Otak =


Tekanan Arteri Rata-Rata – Tekanan Intrakranial.

Tekanan intrakranial > 30 mmHg


Tekanan arteri rata-rata < 90 mmHg
Tekanan perfusi otak < 50 mmHg

Morbiditas dari penderita.
ypes of brain herniation[3] 1) Uncal 2) Central
3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar
Pengelolaan peningkatan TIK
• Tindakan umum
– Elevasi kepala 30°
• Meningkatkan venous return  CBV menurun  TIK turun
– Hiperventilasi ringan
• Menyebabkan PCO2   vasokonstriksi  CBV  TIK 
– Pertahankan tekanan perfusi otak
• (CPP) > 70 mmHg
• (CPP=MAP-ICP)
– Pertahankan normovolemia
• Tidak perlu dilakukan dehidrasi, karena menyebabkan CPP  
hipoperfusi iskemia
– Pertahankan normothermia
• Suhu dipertahankan 36-37°C
• Terapi hipothermia (ruangan berAC)
• Setiap kenaikan suhu tubuh 1°C meningkatkan kebutuhan cairan ±
10%

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


– Pencegahan kejang – Manitol 20%
• Diphenil hidantoin loading • Osmotik diuresis, bekerja
dose 13-18mg/kgBB diikuti intravaskuler pada BBB yang
dosis pemeliharaan 6- utuh
8mg/kgBB/hari • Efek
– Diuretika – Dehidrasi (osmotik diuresis)
• Menurunkan produksi CSS – Rheologis
• Tidak efektif dalam jangka – Antioksidan (free radical
scavenger)
lama
• Dosis 0,25-
– Kortikosteroid 1g/kgBB/pemberian, diberikan
• Tidak dianjurkan untuk cedera 4-6x/hari
otak • Diberikan atas indikasi:
• Bermanfaat untuk anti edema – Ada tanda klinis terjadinya
pada peningkatan TIK non herniasi
trauma, misal tumor/abses – Klinis & radiologis TIK
otak meningkat

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


• Terapi primer peningkatan TIK
– Evakuasi/eksisi massa (hematoma)
• Kraniotomi
– Memperbaiki BBB
– Mengurangi penekanan CBF   iskemia
– Drainase CSS
• Dengan ventrikulostomi
• 100-200 cc/hari
SOAL NO 31
• Tn Ibas Baskoro Sukmoro, laki-laki, 28 tahun,
dibawa teman kantornya ke IGD Rumah Sakit
setelah mengalami keluhan nyeri kepala berat
sejak 2 jam SMRS. Berdasarkan alloanamnesis,
pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis
sebelumnyya. Keadaan umum: somnolen, TD
180/100mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 24x/
menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan status
neurologis didapatkan kaku kuduk dan defisit
neurologis minimal. Dokter segera melakukan
pemeriksaan CT Scan kepala, dan didapatkan
hasil sebagai berikut:
Kemungkinan etiologi
pada kasus di atas
adalah…
A.Ruptur Aneurisme Berry
B.Robekan pada Bridging Vein
C.Ruptur A. Cerebri Media
D.Ruptur A. Meningea Media
E. Tromboemboli

• Jawaban: A. Ruptur Aneurisme Berry


• Laki-laki, 28 tahun mengalami keluhan nyeri
kepala berat sejak 2 jam SMRS. Pemeriksaan fisik
didapatkan penurunan kesadaran, tekanan darah
meningkat, kaku kuguk, dan deficit neurologis
minimal. Hasil CT Scan kepala menunjukan lesi
hiperdens di dalam ventrikel. Berdasarkan gejala
dan tanda tersebut diagnosis yang paling tepat
pada kasus ini adalah perdarahan subarachnoid.
Etiologi yang mendasari perdarahan
subarachnoid tersebut adalah rupture aneurisme
berry.
31. Subarachnoid Hematom
• Perdrhan fokal di daerah subarahnoid. CT
scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah
girus-girus serebri daerah yg berdktan dg
hematom.
• Gjl klinik = kontusio serebri.
• Penatalaks : perwatan dg medikamentosa dan
tidak dilakukan op.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • akut: 1- 3 hr pasca • Kaku kuduk


• Kesadaran makin trauma • Nyeri kepala
menurun • Subakut: 4-21 hr pasca • Bisa didapati
• Late hemiparesis trauma gangguan kesadaran
kontralateral lesi • Kronik : > 21 hari • Akibat pecah
• Pupil anisokor • Gejala: sakit kepala aneurisme berry
• Babinsky (+) disertai /tidak disertai
kontralateral lesi penurunan kesadaran
• Fraktur daerah * akibat robekan bridging
temporal vein
* akibat pecah a.
meningea media
Aneurysm

12/20/2019© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
CT Scan non-contrast showing blood in basal
cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery

12/20/2019© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
SOAL NO 32
• Laki-laki, 35 tahun, sering berobat ke poliklik
sejak 1 tahun yang lalu karena keluhan kejang.
Karena merasa sudah sembuh pasien mulai
jarang berobat. Kemudian pasien dibawa ke
RS dengan serangan yang berulang-ulang
setiap 5 menit, dari satu serangan ke
serangan berikutnya pasien tidak sadar
penuh. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD
110/70mmHg, suhu 37⁰C, nadi 110x/mnt. Apa
diagnosa yang tepat?
A.Epilepsi umum sekunder terhadap partial
seizures
B.Epilepsi ensefalopati metabolik
C.Status epileptikus
D.Epilepsi psikomotor
E. Epilepsi umum grandmal

• Jawaban: C. Status epileptikus


• Status epileptikus didefinisikan sebagai kejang yang berlangsung lebih dari
5 menit atau kejang berulang dimana di antara serangan yang pertama
dan berikutnya kesadaran pasien tidak kembali normal. Pada pasien ini
serangan terjadi berulang namun kesadaran tidak kembali sempurna, oleh
karena itu dapat didiagnosis sebagai status epileptikus.
• Epilepsi umum sekunder terhadap partial seizures  epilepsy dengan
awitan yang diawali dengan kejang partial yang kemudian berkembang
menjadi kejang umum (biasanya tonik klonik).
• Epilepsi ensefalopati metabolic  kejang yang terjadi akibat ensefalopati
metabolic (mis: insufisiensi adrenal, ensefalopati hepatikum, intoksikasi,
dsb).
• Epilepsi psikomotor  terminologi yang digunakan untuk kasus kejang
parsial kompleks dengan awitan psikomotor atau epilepsi lobus temporal.
Gejala epilepsy lobus tempotal antara lain: sensasi abnormal (“funny
feeling” pada area tungkai bawah atau abdomen), halusinasi (penglihatan,
rasa, atau penciuman), vivid déjà vu.
• Epilepsi umum grandma  epilepsy dengan awitan kejang tonik-klonik
32. Status Epileptikus
• Definisi Konseptual
– Bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya
dua bangkitan atau lebih di mana di antara bangkitan-bangkitan
tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran.
• Definisi operasional status epileptikus konvulsif
– Adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau
bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran
diantara bangkitan.
• Definisi status epileptikus non konvulsif
– Adalah bangkitan epileptik berupa perubahan kesadaran
maupun perilaku tanpa disertai manifestasi motorik yang jelas
namun didapatkan aktivitas bangkitan elektrografik pada
perekaman elektroensefalografi (EEG).

PPK Neurologis Perdossi 2016.


Tatalaksana Status Epileptikus
• Status epileptikus adalah keadaan yang mengancam nyawa.

• Tujuan pengobatan : menghentikan kejang yang terjadi secara


klinis dan elektrofisiologis.

• Tatalakana :
1. Lakukan CAB (Circulation, Airway, Breathing)
2. Hentikan kejang
3. Cari penyebab
4. Mengatasi penyebab
Algoritme
Stadium 1 (0−10 menit)
• Diazepam 10 mg IV bolus lambat dalam 5 menit,
stop jika kejang berhenti, bila masih kejang dapat
diulang 1 kali lagi atau Midazolam 0.2 mg/kgBB
IM
• Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi
• Berikan oksigen
• Periksa fungsi kardiorespirasi
• Pasang infus
Stadium 2 (0−30 menit)
• Monitor pasien
• Pertimbangkan kemungkinan kondisi non
epileptik
• Pemeriksaan emergensi laboratorium
• Berikan glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine
250 mg i.v bila ada kecurigaan penyalahgunaan
alkohol atau defisiensi nutrisi
• Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium 3 (0−60 menit)
• Pastikan etiologi
• Siapkan untuk rujuk ke ICU
• Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang
terjadi
• Vasopressor bila diperlukan
• Phenytoin i.v dosis of 15–18 mg/kg dengan
kecepatan pemberian 50 mg/menit dan/atau
bolus Phenobarbital 10–15 mg/kg i.v.dengan
kecepatan pemberian100 mg/menit.
Stadium 4 (30−90 menit)
• Pindah ke ICU
• Anestesi umum dengan salah satu obat di bawah ini :
– Propofol 1–2 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 2–10 mg/kg/jam
dititrasi naik sampai SE terkontrol
– Midazolam 0.1–0.2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0.05–0.5
mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol
– Thiopental sodium 3–5 mg/kg bolus, dilanjut 3–5
mg/kg/jam dititrasi naik sampai terkontrol
• Perawatan intensif dan monitor EEG
• Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
• Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
Behrouz, R. : JAOA • Vol 109 • No 4 • April 2009 •
SOAL NO 33
• Perempuan dibawa ke RS dengan kelemahan
anggota gerak bawah setelah jatuh terduduk.
Selain itu didapatkan saddle anastesi dan
gangguan BAB dan BAK. Tanda vital TD: 120/80,
N: 100, RR: 22, S: afebris. Pemeriksaan neurologi
adanya kelemahan di kedua tungkai; Saddle
anestesi (+); Kekuatan anggota gerak bawah
33333/33333; Terdapat penurunan sensasi
terhadap nyeri dan suhu dari setinggi dermatom
lumbal. Apakah diagnosis pasien tersebut?
A.HNP Lumbal
B.Radikulopati lumbal
C.Syringomyelia
D.Sindrom conus medullaris
E. Mielopati

• Jawaban: D. Sindrom conus medularis


• Pasien mengalami kelemahan anggota gerak bawah
setelah jatuh terduduk. Dari pemeriksaan didapatkan
paraparesis, saddle anesti, dan gangguan sensorik nyeri
dan suhu setinggi dermatom lumbal. Diagnosis yang
paling mungkin pada kasus ini adalah sindrom conus
medullaris.
• Syringomyelia: tumbuhnya kista berisi cairan (syrinx) di
dalam sumsum tulang belakang. Gejala yang
ditimbulkan antara lain kelemahaan otot, atrofi otot,
hilangnya reflex, dan sensitivitas sesuai dengan letak
lesi.
33. Conus Medullaris Syndrome
• A constellation of signs and symptoms including:
– Bowel dysfunction
– Bladder dysfunction
– Sexual dysfunction
– Poor rectal tone
– Perianal sensory changes
– Sometimes, lower extremity weakness
• Most distal bulbous part of spinal cord situated at level of L1-L2
vertebral bodies and comprises of sacral segments S1-S5.
• Signs shows involvement of:-
1. Saddle anesthesia ( S3-S5)
2. Absent Bulbocavernous reflexes ( S2-S4)
3. Absent anal reflexes ( S4-S5)
• Symptoms include both upper and lower motor neuron lesions.
Conus Medullaris Syndrome
• Etiologies
– Tumor
– Vascular lesion
– Diabetic neuropathy
– Trauma
– Disc herniation
• Symptoms
– Back pain
– Unilateral or bilateral leg pain
– Bladder dysfunction
– Bowel dysfunction
– Sexual dysfunction
– Diminished rectal tone
– Perianal sensory loss
– Lower extremity weakness
Cauda Equina Syndrome
Etiologies
– Disc herniation
• Cauda equina is the collection – Disc fragment migration
of nerve containing nerve – Iatrogenic epidural hematoma
roots from L1-L5 and S1-S5. • Post LP or spinal anesthesia

• Most centrally located nerve Postoperatively
– Infection
roots are from most caudal
segments. – Tumor
– Trauma
• Lesions give rise to lower
motor neurons symptoms. Symptoms
• Radicular pain is prominent • Back pain
and symptoms are usually • Radicular pain
unilateral. • Bilateral
• Bladder dysfunction with a • Unilateral
• Motor loss
decrease in perianal sensation • Sensory loss
• Urinary dysfunction
• Overflow incontinence
• Inability to void
• Inability to evacuate the bladder completely
• Decrease in perianal sensation

Anda mungkin juga menyukai