NEUROLOGI
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
SOAL NO 1
• Ny Arlina Suryani seorang wanita berusia usia 27
tahun datang ke Poliklinik Puskesmas dengan
keluhan nyeri kepala seperti diikat sejak 2 bulan
yang lalu. Keluhan nyeri kepala seperti terikat
yang dirasakan hilang timbul hampir setiap hari.
Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 78x/ menit, laju napas 16x/ menit,
dan suhu afebris. Pemeriksaan status neurologis
tidak ditemukan adanya deficit neruologis fokal.
Diagnosis kerja pada pasien Ini adalah…
A.Cluster headache
B.Tension type headache
C.Trigeminal neuralgia
D.Migren klasik
E. Arteritis temporalis
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis infrequent tension type
headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul <1 hari
per bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis frequent tension type headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul dalam 1 -
14 hari per bulan selama > 3bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Tatalaksana
• TTH umumnya mempunyai respon yang baik
dengan pemberian analgesik seperti ibuprofen,
parasetamol / asetaminofen, dan aspirin.
• Kombinasi Analgesik/sedative digunakan secara
luas (contoh , kombinasi analgesik/antihistamine
seperti Syndol, Mersyndol and Percogesic).
• Pengobatan lain pada TTH
termasuk amitriptyline / mirtazapine /
dan sodium valproate (sebagai profilaksi).
The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
SOAL NO 2
• Seorang laki-laki berusia 61 tahun dibawa ke IGD
RS karena kesadaran menurun sejak 2 jam yang
lalu. Sebelumnya pasien muntah menyemprot
dan kejang sebanyak 2 kali. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang Ialu,
namun tidak minum Obat dengan teratur. Tidak
terdapat riwayat trauma. Pemeriksaan fisik:
Sopor, TD 240/120 mmHg, Nadi 100 x/menit, RR
24x/menit, suhu 36OC, meningeal sign (-), refleks
Babinski (+). Diagnosis yang paling mungkin
adalah…
A.Stroke hemoragik
B.Transient Ischemic Attack
C.Epilepsi
D.Ensefalopati hipertensif
E.Stroke infark
15 15
Jenis Stroke
Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Atherothrombotic
disease (20%)
SAH (41%)
Embolism
(20%)
16 Cryptogenic (30%)
Albers GW et al. Chest. 1998;114:683S-
698S. 16
Rosamond WD et al. Stroke. 1999;30:736-
Stroke Hemoragik
• Stroke hemoragik ialah suatu
gangguan organik otak yang
disebabkan adanya darah di
parenkim otak atau ventrikel.
• Gejala prodomal yaitu :
– Gejala peningkatan tekanan
intrakranial dapat berupa :
sakit kepala, muntah-muntah,
sampai kesadaran menurun.
• Gejala penekanan parenkim
otak (perdarahan
intraserebral), memberikan
gejala tergantung daerah otak
yang tertekan/terdorong oleh
bekuan darah defisit
neurologis.
Stroke Iskemik -- Infark
• Saat serangan stroke
terjadi kerusakan sel otak di
daerah tertentu segera.
• Daerah yang rusak tersebut
dinamakan infark.
• Kerusakan akan terjadi
beberapa menit – jam
setelah serangan terjadi.
• Penumbra:
• Area dimana masih ada aliran
darah namun tidak mencapai
batas optimal.
• Berpotensi untuk menjadi
infark.
• Merupakan target
penanganan fase akut.
19 19
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
• Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
• Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
– Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
– Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
– Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
– Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
• Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
• Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.
Stroke Embolik
• Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
Stroke Kriptogenik
• Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
Brain Vascularization
Gejala Stroke
27 27
Gejala Stroke
• Kelumpuhan mendadak wajah atau anggota badan (pada
umumnya sesisi – hemiparesis)
• Gangguan bicara/komunikasi mendadak ( disartria atau afasia)
• Gangguan sensibilitas (kebas atau kesemutan)
• Gangguan status mental (kesadaran menurun)
• Gangguan penglihatan (buta satu, dua mata atau sesisi)
• Gangguan keseimbangan (vertigo, ataksia )
• Gangguan daya ingat (amnesia,dll)
28 28
Deteksi dini Stroke:
Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS).
1. Facial droop. Suruh pasien tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
2. Arm drift. Suruh pasien mengangkat tangan
90º dari tubuh dan tahan 10 detik.
3. Slurred speech. Suruh pasien mengulang
kalimat sederhana.
4. Time. Segera mencari RS terdekat.
FAST
29 29
Diagnosis
• Anamnesis.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan penunjang
• golden standard CT Scan kepala)
Skor Stroke Siriraj
• (2.5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0.1 D) – (3 x A) – 12
– S : kesadaran (0 = CM, 1 = somnolen, 2 = sopor/koma)
– M : muntah (0 = tidak ada, 1 = ada)
– N : nyeri kepala (0 = tidak ada, 1 = ada)
– D : tekanan darah diastolik
– A: ateroma (0 = tidak ada, 1 = salah satu/lebih : DM,
angina, penyakit pembuluh darah)
• Penilaian
– SSS > 1 = perdarahan supratentorial,
– SSS < -1 = infark serebri,
– SSS -1 s/d 1 = meragukan
31
Algoritma Stroke Gadjah Mada
32
Pemeriksaan Penunjang
33
MANAJEMEN
Empat hal utama dalam penatalaksanaan stroke
akut di rumah sakit:
1. Penanganan kondisi fisiologi pasien.
2. Terapi spesifik yang berhubungan langsung dengan
berbagai patogenesis stroke.
– rekanalisasi/reperfusi - trombolisis, neuroproteksi)
3. Profilaksis dan penanganan komplikasi.
4. Rehabilitasi secepatnya.
35 35
Manajemen Umum Stroke Akut
(PPK Neurologi, 2016)
A. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
– Bebaskan jalan nafas:
• Triple maneuver.
• Pasang pipa orofaring.
• Suction (hati-hati pada peninggian TIK)
• Pertimbangkan intubasi atau pasang LMA bila SKG ≤ 8
– Terapi oksigen Nilai oksigenasi Target O2 Sat > 95%.
B. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
– Stroke datang terlambat dehidrasi??.
– Lakukan rehidrasi IV 50 – 150 cc/jam
– Pilih cairan isotonik, jangan berikan cairan hipotonik karena akan
menyebabkan/memperberat edema otak
– Bila TIK ↑, hati-hati kelebihan cairan.
– Pantau elektrolit setiap hari dan segera terapi bila ada kelainan.
C. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika diperlukan)
• Tinggikan posisi kepala 300
• Leher dalam posisi lurus
• Hindari cairan hipotonik
• Hindari demam.
• Jaga normovolemia
• Rapid sequence intubation
D. Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
E. Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
F. Gastroprotektor, jika diperlukan
G. Manajemen nutrisi
H. Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
Tatalaksana Spesifik Stroke Hemoragik
A. Koreksi koagulopati (PCC/Prothrombine Complex Concentrate, jika perdarahan
karena antikoagulan)
B. Manajemen hipertensi
• Stroke hemoragik TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg, berikan obat
antihipertensi,
• Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25 % dalam 1 jam
pertama.
• Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi (pilihan obat
Nicardipin atau Diltiazem)
• Pantau TD secara berkala.
C. Manajemen gula darah
• Stroke hiperglikemia reaktif (akibat defisiensi insulin relatif).
• Hiperglikemia neurotoksik infark meluas outcome buruk.
• Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin
D. Pencegahan stroke hemoragik (manajemen factor risiko)
E. Neuroprotektor
F. Perawatan di Unit Stroke
G. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Tindakan Operatif Stroke Hemoragik
A. Kraniotomi evakuasi hematom, sesuai
indikasi
B. Kraniotomi dekompresi, sesuai indikasi
C. VP Shunt / external drainage, sesuai indikasi
Kriteria Operatif pada Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik
dibuktikan dengan
CT Scan kepala non
kontras
40
Tatalaksana Spesifik Stroke Iskemik
A. Trombolisis intravena :
• alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke iskemik onset
<6 jam
B. Terapi endovascular :
• trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi
karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <8
jam
C. Manajemen hipertensi
• Stroke iskemik TDS > 220 mmHg atau TDD > 120 mmHg; dan
stroke hemoragik TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg,
berikan obat antihipertensi,.
• Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25 %
dalam 1 hari pertama pada Stroke iskemik kecuali akan
dilakukan trombilisis).
• Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi
(pilihan obat Nicardipin atau Diltiazem)
• Pantau TD secara berkala.
D. Manajemen gula darah insulin
• Stroke hiperglikemia reaktif (akibat defisiensi insulin relatif).
• Hiperglikemia neurotoksik infark meluas outcome buruk.
• Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin
E. Pencegahan stroke sekunder
• antiplatelet :aspirin, clopidogrel, cilostazol
• atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban
F. Neroprotektor
• citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033
G. Perawatan di Unit Stroke
H. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Tindakan Intervensi/Operatif Stroke
Iskemik
44
SOAL NO 3
• An. Chaerur Zamzami, seorang anak Jaki-laki
berusia 10 tahun datang ke Poliklinik Puskesmas
Tabur Daun diantar oleh ibunya dengan keluhan
anak sering melamun secara tiba-tiba. lbu pasien
juga mengeluhkan bahwa anaknya tersebut
kadang-kadang terlihat seperti kejang tetapi
tanpa adanya panas badan baik ketika kejang
maupun sebelumnya. Hasil pemeriksaan fisik
dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang
yang tepat untuk dianjurkan kepada pasien
adalah…
A.Darah lengkap
B.Electromyography
C.Electroencephalography
D.MRI
E. Lumbal pungsi
• Jawaban: C. Electroencephalography
• Anak laki-laki usia 10 tahun sering tampak melamun secara
tiba-tiba, terkadang terlihat seperti kejang tanpa disertai
demam. Kemungkinan diagnosis pada kasus ini mengarah
pada epilepsy. Pemeriksaan penunjang yang tepat pada
kasus ini adalah electroencephalography (EEG).
• Darah lengkap mungkin dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya infeksi saraf pusat, namun sangat tidak
spesifik.
• Electromyography pemeriksaan untuk neuropati perifer.
• MRI pada kasus epilepsy, temuan MRI tidak spesifik.
• Lumbal pungsi untuk menyingkirkan adanya infeksi saraf
pusat.
3. Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
– Durasi >30 detik,
– frekuensi tidak menentu
– Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh
– Dipicu oleh hiperventilasi
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
http://doosesyndrome.org/mae-explained/atypical-absence-seizures https://www.epilepsydiagnosis.org/seizure/absence-atypical-
overview.html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17484751
• Generalised seizures
(include absance
type)
• Unclassified seizures
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014
Farmakoterapi Childhood Absence
Perbandingan Odds Ratio
Asam Valproat vs Ethosuximide 1,26 (95% CI; 0,80 – 1,98)
Ethosuximide vs Lamotrigine 2,66 (95% CI; 1,65 – 4,28)
Asam Valproat vs Lamotrigine 3,34 (95% CI; 2,06 – 5,42)
• Dari table di atas dapat disimpulkan asam valproate dan ethosuximide lebih
efektif dbandingkan lamotrigine dalam tatalaksasa kejang absans.
• Tidak ada perbedaan bermakna antara efektifitas asam valproate dan
ethosuximide.
• Di negara-negara barat ethoximide lebih dipilih dibandingkan asam valproate
karena memiliki efek samping terhadap attentional dysfunction yang lebih
rendah.
• Namun ethosuximide tidak terdapat di Indonesia (secara umum), sehingga
terapi lini pertama untuk kejang absans di Indonesia adalah asam valproate.
Ethosuximide, Valproic Acid, and Lamotrigine in Childhood Absence Epilepsy. Glauser TA, et al. 2010. NEJM, 362(9): 790-799.
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
Epidural
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID
• Jawaban: B. Mesensefalon
• Pasien wanita mengalami penurunan kesadaran
dengan GCS E1V1M3 pasca kecelakaan lalu lintas. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan cepat dan
dalam dengan frekuensi 30x/menit. Pemeriksaan fisik
ditemukan tanda rangsang meningeal (-), pupil dilatasi
(+), reflex cahaya langsung dan tak langsung (-), dan
reflex babinsky (+). Dapat disimpulkan lesi yang terjadi
pada mesensefalon/ midbrain dilihat dari pola
pernapasan yang cepat dan dalam/ hiperevntilasi (lebih
tepatnya central neurogenic hyperventilation); dan
ditemukan pupil dilatasi, unreactive (refleks cahaya
negative).
7. Koma
• Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
• Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
• Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Penyebab dapat disingkat “SEMENITE”
• S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan maupun infark)
• E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus,
jamur, dll
• M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang
menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar,
uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
• E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit
(seperti kalium, natrium).
• N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder
yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya
dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi,
muntah). I ; Intoksikasi – keracunan.
• T ; Trauma – kecelakaan.
• E ; Epilepsi.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi
Central
Neurogenic
hiperventilation
http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbo
x/7370/pulmonary/abnormbreathing.swf
Pola Pernapasan
ypes of brain herniation[3] 1) Uncal 2) Central
3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar
SOAL NO 8
• Seorang laki-laki, 32 tahun, dibawa ke UGD
dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2
jam yang lalu. Satu minggu sebelumnya
mengeluh demam disertai sakit kepala dan mual.
Riwayat penggunaan narkoba suntik sejak 2
tahun lalu dan 3 bulan terakhir berat badan
menurun. Pada pemeriksaan fisik GCS E2M5V3,
kaku kuduk (+). Analisis cairan serebrospinal
didapatkan warna jernih, jumlah sel 150/uL
dominan limfosit, glukosa 40 mg/dL, protein
meningkat, India ink (+). Apakah diagnosis
pasien?
A.Meningitis TB
B.Meningitis bakterial
C.Meningitis kriptokokus
D.Ensefalitis toksoplasma
E. Meningoensefalitis viral
Korteks/substansia grisea
Substansia alba
CMV Encephalitis
• Berkaitan dengan HIV
– Mengenai 12%pasien dengan HIV
– Sangat jarang mengenai pasien imunokompeten
• Umumnya pada pasien HIV dgn CD4 < 50 sel/mm³
• Manifestasi klinis:
– Confusion
– Penurunan kognitif
– Palsi nervus kranialis
• Diagnosis:
– Gejala klinis
– Deteksi antigen/DNA/isolat virus dari spesimen klinis (darah/LCS)
– CT dan MRI: hiperdensitas (CT)/hiperintensitas (MRI) pada substansia
alba
Korteks/substansia grisea
Substansia alba
Substansia grisea
Hiperdensitas
Substansia alba
Substansia alba
Substansia grisea
Hiperdensitas
HSV Encephalitis
• Etiologi: Herpes simplex • Herpes Simplex Encephalitis
virus (HSE)
• Manifestasi klinis: – disfungsi serebral general
– Demam (90%) atau vocal akibat penyebaran
HSV secara neuronal melalui
– Sakit kepala (81%) N. trigerminus atau N.
– Gejala psikiatrik halusinasi, olfaktorius
agitasi, psikotik (71%) • Biasanya terjadi pada
– Kejang (67%) neonatus, bayi, dan dewasa,
– Muntah (46%) tidak berkaitan dengan
– Defisit neurologi fokal kondisi imunosupresi
afasia, ataksia, kelemahan
UMN/LMN, gerakan • Terutama mengenai lobus
involunter, defisit n.kranialis frontotemporalgejala
(33%) Memory loss menonjol
– Memory loss (24%)
Pemeriksaan penunjang:
• Analisis dan serologi LCS, PCR untuk HSV
• CT Scan/MRI (MRI lebih sensitif): adanya hiperdensitas (CT)/hiperintensitas (MRI)
pada area substansia alba dan cortex
• EEG: periodic focal temporal lobe spikes on a background of slow or low-amplitude
("flattened") activity
Hiperdensitas
Korteks
Substansia alba
Tatalaksana
• Asiklovir 10 mg/kg/8h selama 21 hari
Korteks/substansia grisea
Korteks
Substansia alba
Hiperdensitas
Substansia alba
Toxoplasma Encephalitis
• Disebabkan oleh Toxoplasma gondii
• Pada HIV stadium lanjut dengan CD4 < 200
• Manifestasi klinis:
Awal
– Gejala konstitusional
– Sakit kepala
– Demam (tidak selalu)
Lanjut:
– Bingung dan mengantuk
– Kejang
– Kelemahan fokal
– Gangguan bahasa
– Ataksia
– Palsi n. kranialis
Toxoplasma Encephalitis
Diagnosis Enhancing mass lesion
• Gejala klinis
• Satu atau lebih enhancing
mass lesions pada CT scan,
MRI, atau pemeriksaan
radiologis lainnya
• Ditemukan T. gondii pada
LCS/biopsi otak
Tatalaksana
• Belum ada tatalaksana yang terbukti efektif
SOAL NO 9
• Tn Ibrahim Samad Jaelolo, seorang laki-laki
berusia 63 tahun dibawa oleh keluarganya ke
Instalasi Gawat Darurat RS dengan gangguan
bicara yang mendadak. Pemeriksaan tanda vital
140/90 mmHg, denyut nadi 90x/ menit, laju
pernapasan 20x/ menit, dan suhu afebris. Pasien
dapat memahami, mengikuti, dan menjalani
pemeriksaan instruksi. Namun pasien tidak bisa
mengekspresikan dalam bentuk kata atau
kalimat. Letak kelainan pada pasien ini adalah…
A.Lobus Parietal
B.Lobus Oksipital
C.Lobus Frontal
D.Lobus Temporal
E. Cerebellum
Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor
Wernicke’s
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia
Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory
• Jawaban: B. E3V4M4
• Pasien mengalami penurunan kesadaran pasca
kecelakaan lalu lintas. Pasien membuka mata
dengan respon suara (E=3); Bicara melantur,
tidak nyambung (V=4); Menjauhi rangsangan
nyeri (M=4).
10. Glasgow Coma Scale
• Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang
dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan
ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon
yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata,
respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
· Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
· Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
· Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
• Berorientasi baik 5
• Berbicara mengacau (bingung) 4
• Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan 3
non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
• Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
• Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
• Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
• Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
• Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
• Tidak ada (flasid)
SOAL NO 11
• Nn Cinta Utama, wanita berusia 35 tahun datang
dibawa keluarganya ke Puskesmas Kecamatan
Kalipasir dengan keluhan nyeri kepala berdenyut
sebelah kanan sejak 4 jam yang lalu. Keluhan
nyeri kepala disertai mual dan muntah. Sebelum
serangan pasien melihat kilatan cahaya.
Pemeriksaan TD 120.80 mmHg, nadi 84x/ menit,
laju napas 20x/ menit, dan suhu afebris.
Pemeriksaan status neurologis dalam batas
normal. Apakah terapi yang tepat pada pasien
tersebut?
A.Karbamazepin
B.Asam mefenamat
C.Aspirin
D.Ergotamine
E.Sumatriptan
• Jawaban: C. Aspirin
• Pasien wanita 35 tahun dengan keluhan nyeri
kepala berdenyut sejak 4 jam yang lalu. Keluhan
nyeri kepala disertai mual dan muntah. Sebelum
serangan pasien melihat kilatan cahaya.
Pemeriksaan status neurologis dalam batas
normal. Dari gejala dan tanda yang dijabarkan
diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
migrain. Tatalaksana yang tepat menurun PPK
neurologi 2016 sebagai terapi lini pertama adalah
aspirin. Ergotamin dan sumatriptan diberikan bila
analgetik NSAID tidak memberikan respon
11. Migrain
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
• Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
• Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
• Gangguan neurobiologis
• Perubahan sensitivitas sistem saraf
• Avikasi sistem trigeminalvaskular
• Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.
Faktor Predisposisi
• Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
• Puasa dan terlambat makan
• Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
• Cahaya kilat atau berkelip
• Banyak tidur atau kurang tidur
• Faktor herediter
• Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut
Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
https://www.medscape.com/viewarticle/446557_3
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
SOAL NO 15
• Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan nyeri disertai rasa
kesemutan pada kedua tungkai dan lengan sejak
3 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan tekanan darah 130/85 mmHg, denyut
nadi 78x/menit, temperatur 36,8◦C, frekuensi
nafas 20x/menit. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan hipoestesia kaos kaki dan sarung
tangan pada keempat ekstrimitas. Riwayat
mederita DM Tipe 2 selama 10 tahun. Apa
diagnosis paling tepat?
A.Miopati
B.Neuropati
C.Polineuropati
D.Mononeuropati
E. Motor Neuron disease
•
• Jawaban: C. Polineuropati
• Neuropati diabetikamerupakan komplikasi yang paling
sering padadiabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari
pasien dengan DM tipe 1 dan tipe2. Neuropati
diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda
disfungsipada saraf perifer pada penderita diabetes
mellitus setelah penyebab lainnya disingkirkan.
Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf
motorik serta sensorik ekstremitas bawah yang
disebabkan oleh
jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan ak
son saraf. Klasifikasi neuropati yang dialami pasien
merupakan distal symmetric polyneuropathy.
15. Neuropati Diabetikum
• Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling sering
pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM
tipe 1 dan tipe 2.
• Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda
disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus
setelah penyebablainnya disingkirkan.
• Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik
serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh
jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf.
• Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang
bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar
kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati
Faktor Resiko
• Hiperglikemia
• Kerusakan pembuluh darah
• Dislipidemia
• Hipertensi
• Penyakit kardiovaskular
• Gaya hidup
186
Klasifikasi Diabetic Neuropathy
• Autonomic neuropathy
187
Symmetric Polyneuropathy
• Bentuk paling lazim dari diabetic neuropathy
• Mengenai ekstremitas bawah distal dan
tangan (“stocking-glove” sensory loss)
• Gejala/tanda
– Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, arm
– Numbness
– Tingling
– Paresthesia
188
Autonomic neuropathy
• Mengenai saraf otonom yang mengendalikan organ internal
– Genitouri
kontrol kandung kemih (43-87% DM1, 25% DM-2))
erectile dysfunction (35-90%)
– Gastrointestinal
Kesulitan menelan (50%) Konstipasi
GET turun (40%) Diare
– Kardiovaskular (50%)
HR cepat-tidak teratur
Hipertensi orthosatik
- Disfungsi sudomotor - kulit kaki kering
- Gagal merespons - hipoglikemia 189
Mononeuropathy
• Peripheral mononeuropathy
– Saraf tunggal rusak karena kompresi atau iskemia
– Gejala
• numbness
• edema
• nyeri
• prickling
190
Mononeuropathy, lanjut.
• Cranial mononeuropathy
– Mempengaruhi saraf III, IV dan VI yang
menghubungkan otak dan kontrol penglihatan,
pergerakan mata, pendengaran, dan rasa
191
192
Tatalaksana
• Strategi pengelolaan pasien DM dengan
keluhan neuropati diabetik dibagimenjadi tiga
bagian:
1. Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin.
2. Kendali glukosa darah
3. Perawatan kaki sebaik- baiknya. Strategi
perawatan kaki dilakukan setelah pengendalian
glukosa darah.
SOAL NO 16
• Pasien laki-laki, 60 tahun, mengeluh nyeri
punggung menjalar ke paha kiri terutama saat
angkat badan berat. Pada kaki kiri terasa
kesemutan dan terbakar hingga ke ibu jari.
Riwayat trauma disangkal. Tidak ada keluhan
pada buang air kecil/buang air besar.
Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pemeriksaan neurologis kaki kiri,
ditemukan laseque (+), tonus normal, tenaga
kaki kiri +4, reflex fsisiologis +2, babinski (-).
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah…
A.X-ray thorakolumbaL
B.Ct-scan
C.MRI
D.Electromyografi
E.X-ray lumbosacral
• Jawaban: C. MRI
• Laki-laki 60 tahun, dengan keluhan nyeri
punggung yang menjalar ke paha kiri terutama
saat mengangkat beban berat, disertai rasa
kesemutan dan terbakar di kaki kiri.
Pemeriksaan neurologis tungkai kiri diapatkan
lasegue (+). Berdasarkan gejala dan tanda
tersebut diagnosis pada kasus ni mengarah
pada HNP. Pemeriksan penunjang yang
diperlukan dalam kasus ini adalah MRI sebagai
Gold Standard.
16. HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Straight leg raise test
http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just
below the point of pain and quickly dorsiflex
the great toe
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Tatalaksana
• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih
utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat
benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Latihan, seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Berenang adalah
pilihan terbaik dengan very low impact environment untuk meningkatkan
denyut jantung dan pembakaran kalori yang efektif tanpa membuat
persendian dan tulan belakang cedera.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari
atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
SOAL NO 17
• Tn Atma Widjaja, seorang laki-laki usia 48 tahun
datang ke Poliklinik dengan keluhan nyeri pada
pergelangan tangan kanan, 3 jari bagian medial,
dan terdapat rasa kebas. Diketahui pasien
bekerja sebagai tukang gado-gado. Keluhan nyeri
menjalar dan kesemutan dari pergelangan
tangan ke ujung-ujung jari setelah menekuk
pergelangan tangan selama kurang lebih 60
detik. Apakah pemeriksaan yang dapat
menunjang diagnosis pasien tersebut?
A.Tinnel test
B.Allen test
C.Psoas sign test
D.Menilai refleks biseps
E.Menilai Hoffman tromner
Arteri
JALUR
Penyebaran dari abses
paravertebral yang PENYEBARAN
telah terbentuk
Vena pleksus Batson
Anamnesis
• Adanya benjolan pada tulang
belakang yang disertai oleh nyeri
• Terdapat Gejala – gejala TB
• Paraparesis, rasa kebas, baal,
gangguan defekasi dan miksi
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium
• Kelainan bentuk tulang belakang
• Pernapasan cepat • Hitung-jumlah lekosit dapat
• Infiltrat paru akan terdengar sebagai normal atau meningkat
ronkhi, kavitas akan terdengar sedikit, pada hitung jenis
sebagai suara amforik atau bronkial ditemukan monositosis
dengan predileksi di apeks paru
• Terdapat abses paravertebra yang • Laju Endap Darah (LED)
dapat teraba, bahkan terlihat dari biasanya meningkat
luar punggung berupa
pembengkakan • Peningkatan kadar C-
• Pada pemeriksaan neurologis bisa reactive protein (CRP)
didapatkan gangguan fungsi motorik,
sensorik, dan autonom
• Uji Mantoux positif pada
• Jika kelumpuhan sudah lama, otot sebagian besar pasien
akan atrofi , yang biasanya bilateral
•
X-Ray Foto polos
tulang vertebra
menunjukkan
erosi end plate
vertebra
• Foto MRI
• Gambaran MRI vertebra terlihat adanya • Gambaran MRI menunjukkan
fraktur kompresi, kifosis di T5-T6, dan terlihat akumulasi destruksi korpus
abses paravertebral. cairan di daerah vertebra dan
dorsal yang diskus
menggambarkan intervertebralis,
abses serta abses
paravertebral paravertebral
TATALAKSANA
• Penanganan spondilitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yang berjalan
dapat secara bersamaan, medikamentosa dan pembedahan.
• Tujuan penatalaksanaan :
– mengeradikasi kuman TB
– mencegah dan mengobati defisit neurologis
– memperbaiki kifosis
• Terapi Medikamentosa
– CDC merekomendasikan pengobatan spondilitis TB pada bayi dan anak-anak
setidaknya harus selama 12 bulan.
– Regimen terapi OAT untuk pasien TB :
⁻ Kategori I : kasus baru TB paru / kasus baru dengan TB ekstraparu
2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4HR fase lanjutan atau 2HRZE(HRZS)
fase inisial dilanjutkan 4H3R3 fase lanjutan, atau 2RHZE(HRZS) fase inisial
dilanjutkan 6HE fase lanjutan
⁻ Kategori II : kasus gagal pengobatan, relaps, drop-out, diberikan 2RHZES
fase inisial dilanjutkan 5HRE fase lanjutan, atau 2HRZES fase inisial
dilanjutkan 5H3R3E3 fase lanjutan.
– dikatakan gagal jika dalam 3–4 minggu, nyeri dan atau defisit neurologis masih
belum menunjukkan perbaikan setelah pemberian OAT yang sesuai.
Tatalaksana Medikamentosa
FUNGSI :
1. MENGATUR JUMLAH CAHAYA YANG MENCAPAI RETINA
2. MENGURANGI ABERASI SFERIS ABERASI KROMATIS
3. MENINGKATKAN KEDALAMAN FOKUS
REFLEKS CAHAYA
KALAU MATA KANAN BUTA (LESI N. II) MAKA REFLEKS LANGSUNG MATA
KANAN NEGATIF DAN REFLEKS INDIREK MATA KIRI NEGATIF
• Jawaban: B. Hiperalgesia
• Wanita 25 tahun dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 1
minggu. Keluhan nyeri seperti tersengat listrik terutama saat pasien sikat
gigi atau minum minuman dingin. Kemungkinan diagnosis berdasarkan
gejala dan tanda tersebut adalah neuralgia trigeminal. Patomekanisme
yang terjadi pada neuralgia trigeminal sebenarnya adalah Alodinia, yakni
gangguan pada pusat nyeri yang sehingga tubuh pasien mengenali nyeri
terhadap rangsangan yang normalnya tidak menyebabkan nyeri (mis: sikat
gigi, tersentuh, terkenan makanan/ minuman dingin). Sedangkan
hiperalgesia respon nyeri yang berlebihan terhadap rangsangan yang
normalnya menyebabkan nyeri. Pada beberapa literature kedua gejala
tersebut (alodinia dan hiperalgesia) dapat menyertai neuralgia trigeminal.
• Anhydrosis kondisi tubuh tidak dapat mengeluarkan keringat.
• Hemiparesis berkurangnya kekuatan motoric pada satu sisi tubuh.
• Anopsia kehilangan penglihatan.
• Hemiplegia hilangnya kekuatan motoric pada sisi tubuh secara total
(kelumpuhan).
20. Neuralgia Trigeminal
SOAL NO 21
• Laki – laki 31 tahun datang ke poliklinik RS
dengan keluhan nyeri kepala sebelah kiri yang
dirasakan setiap hari selama 2 minggu. Keluhan
dirasakan hingga 8x sehari dan masing – masing
durasinya 20 menit. Nyeri kepala terlokalisir
didaerah periorbital disertai mata kiri merah dan
banyak mengeluarkan air mata dan rhinorrhea.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 2
tahun lalu selama 3 minggu. Terapi profilaksis
yang tepat untuk kasus ini adalah…
A.Alopurinol
B.Verapamil
C.Sumatriptan
D.Paracetamol
E. Kolkisin
• Jawaban: B. verapamil
• Laki-laki 31 tahun dengan keluhan sakit kepala sebelah
kiri, yang terlokalisir pada area periorbita kiri disertai
gelala autonomy berupa marah dengan lakrimasi dan
rhinorea. Keluhan sakit kepala episodic 8x sehari
dengan durasi 20 menit yang berlangsung selama 2
minggu. Pasien juga pernah mengalami keluhan yang
sama 2 tahun yang lalu. Berdasarkan gejal dan
keterangan tersebut diagnosis yang paling sesuai pada
kasus ini adalah Cluster headache. Terapi pilihan untuk
prfilaksis Cluster headache adalah verapamil.
• Sumatriptan dapat diberikan untuk terapi akut.
21. Cluster Type Headache
SOAL NO 22
• Nn Dieni Estika Putri, wanita 21 tahun dibawa
oleh keluarganya ke IGD RS Ciputat Indah dengan
penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu. Satu
minggu yang lalu pasien mengeluhkan nyeri
kepala disertai demam. KU: Somnolen, TD
130/90 mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 20x/
menit, dan suhu 38,8OC. Status neurologis
didapatkan kaku kuduk dan hemiparesis kanan.
Riwayat keluar cairan dari telinga sejak 6 bulan
yang lalu. Apakah terapi antibiotik yang tepat
pada pasien ini?
A.Ampisilin
B.Tetrasiklin
C.Doksisiklin
D.Levofloxacin
E.Ceftriaxone
• Jawaban: E. Ceftriaxone
• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah abses
otak. Hal tersebut ditunjang dari adanya penurunan
kesadaran disertai riwayat sakit kepala dan demam,
gejala deficit fokal berupa hemiparesis dextra, dan port
d’ entry dari infeksi telinga. Terapi antibiotic yang tepat
adalah ceftriaxone yang merupakan terapi lini pertama,
dengan dosis 2gr/ 12 jam.
• Diagnosis banding pada kasus ini adalah
meningoencephalitis, namun pada soal jelas tertulis
deficit neurlogis yang terjadi adalah deficit fokal yakni
hemiparesis. Sedangkan pada meningoencephalistis
deficit neurologis terjadi secara difus penurun
kesadaran, kaku, kuduk, kejang
22. Abses Otak
• Infeksi supuratif fokal di dalam parenkim otak, diliputi oleh kapsul
bervaskular
• Faktor Predisposisi :
– Otiti media dan mastoiditis
– Sinusitis paranasal
– Infeksi pyogenik di torax atau bagian tubuh lainnya
– Trauma tembus kepala atau prosedur neurosurgery
– Infeksi dental
• Etiologi :
– Immunocompetent : Streptococcus spp. [anaerobic, aerobic, and
viridans (40%)], Enterobacteriaceae [Proteus spp., E. coli sp., Klebsiella
spp. (25%)], anaerobes [e.g., Bacteroides spp., Fusobacterium spp.
(30%)], and staphylococci (10%).
– Immunocompromised : HIV infection, organ transplantation, cancer,
or immunosuppressive therapy Nocardia spp., Toxoplasma gondii,
Aspergillus spp., Candida spp., and C. neoforma
• Manifestasi klinis abses serebri bergantung dari lokasi abses,
lokasi fokus primer dan tingginya tekanan intrakranial
• Trias Klasik :
– Nyeri kepala : konstan, tumpul di sebelah atau seluruh kepala,
makin lama makin memberat
– Demam muncul pada 50% pasien
– Defisit neurologis fokal hemiparesis, aphasia, gangguan lapang
pandang, kejang
Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi
• Jawaban: B. Tramadol
• Perempuan 30 tahun, dengan keluhan nyeri pada wajah
dan dahi sebelah kiri disertai riwayat terkena herpes di
tempat yang sama. Pada pemeriksaan ditemukan
hiperalgesia pada wajah dan dahi sebelah kiri. Diagnosis
yang tepat pada kasus ini adalah neuralgia pasca herpes
(post herpetic neuralgia). Terapi pilihan menurut American
Academy of Neurology pada neuralgia pasca herpes adalah
amitriptilin, pregabalin, atau gabapentin. Namun, Tramadol
bisa menjadi pilihan alternative, dengan dosis 50-100mg/
hari selama 6 minggu.
• Golongan NSAID hanya memiliki efikasi yang sedikit
terhadap nyeri neuropatik. (Ibuprofen).
• Cialis Tadalafil untuk disfungsi ereksi.
23. Neuralgia Post Herpetik
• Neuralgia Post Herpetik (NPH) merupakan
nyeri persisten yang muncul setelah ruam Herpes
Zoster telah sembuh (biasanya dalam 1 bulan).
• Nyeri pada NPH merupakan nyeri neuropatik
yang diakibatkan dari perlukaan saraf perifer
sehingga terjadi perubahan proses pengolahan
sinyal pada sistem saraf pusat.
• Saraf perifer yang sudah rusak memiliki ambang
aktivasi yang lebih rendah sehingga menunjukkan
respon berlebihan terhadap stimulus.
Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3.
2006. Canada:Elsevier.
Manifestasi Klinis
Dworkin membagi neuralgia post herpetik ke dalam
tiga fase:
• Fase akut:
– fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit.
– Biasanya berlangsung < 4 minggu2.
• Fase subakut:
– fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit
tetapi < 4 bulan
• Neuralgia post herpetik:
– dimana nyeri menetap >4 bulan setelah onset lesikulit
atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster
Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3.
2006. Canada:Elsevier.
SOAL NO 24
• Tn Edi Sudjana Marwan, laki-laki 35 tahun
datang ke Puskesmas Tegal Barang dengan
keluhan nyeri kepala berdenyut sebelah
kanan. Keluhan dirasakan semakin memberat
saat stress, beraktivitas dan mereda dengan
istirahat. Pasien gemar makan keju dan
coklat. Pada pemeriksaan hemodinamik stabil
dan tidak ditemukan kelainan neurologis. Apa
terapi non farmakologi yang paling sesuai
untuk pencegahan keluhan pasien tersebut?
A.Mengurangi konsumsi keju dan coklat
B.Hindari pencetus
C.Istirahat
D.Pola hidup bersih dan sehat
E. Olahraga teratur
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut
Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
https://www.medscape.com/viewarticle/446557_3
Stroke Embolik
• Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
Stroke Kriptogenik
• Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
SOAL NO 26
• Tn Jaipur Omar, seorang laki-laki, 30 tahun,
dibawa oleh keluarganya ke Puskesmas
Matraman Dalam dengan keluhan sering kejang.
Berdasarkan alloanamnesis pasien mengalami
kejang tiga kali dalam satu bulan. Durasi tiap
kejang selama 5-10 menit, badan kaku,
kemudian kejang klojotan, mulut berbusa dan
tidak sadarkan diri. Riwayat penyakit kronis
sebelumnya disangkal. Keadaaan umum pasien
saat ini stabil. Status neurologis dalam batas
normal. Terapi awal untuk maintenance pada
pasien ini adalah…
A.fenitoin
B.limotrigin
C.karbamazepin
D.phenobarbital
E.Asam valproat
• Generalised seizures
(include absance
type)
• Unclassified seizures
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Farmakoterapi Childhood Absence
Perbandingan Odds Ratio
Asam Valproat vs Ethosuximide 1,26 (95% CI; 0,80 – 1,98)
Ethosuximide vs Lamotrigine 2,66 (95% CI; 1,65 – 4,28)
Asam Valproat vs Lamotrigine 3,34 (95% CI; 2,06 – 5,42)
• Dari table di atas dapat disimpulkan asam valproate dan ethosuximide lebih
efektif dbandingkan lamotrigine dalam tatalaksasa kejang absans.
• Tidak ada perbedaan bermakna antara efektifitas asam valproate dan
ethosuximide.
• Di negara-negara barat ethoximide lebih dipilih dibandingkan asam valproate
karena memiliki efek samping terhadap attentional dysfunction yang lebih
rendah.
• Namun ethosuximide tidak terdapat di Indonesia (secara umum), sehingga
terapi lini pertama untuk kejang absans di Indonesia adalah asam valproate.
Ethosuximide, Valproic Acid, and Lamotrigine in Childhood Absence Epilepsy. Glauser TA, et al. 2010. NEJM, 362(9): 790-799.
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat
• Pleksus brakhialis
dibentuk oleh radiks C5
– T1
• Cedera pleksus
Brakhialis dapat dibagi
menjadi cedera pleksus
bagian atas dan bawah
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of
elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis
Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis
“claw
hand”
Netter 1997
Diagnosis Karakteristik
Brown-sequard syndrome Akibat hemilesi medulla spinalis. Manifestasi klinisnya
adalah :
1. Kelumpuhan LMN ipsilateral setinggi lesi
2. Defisit sensorik ipsilateral setinggi lesi
3. Kelumpuhan UMN ipsilateral dibawah tingkat lesi
4. Defisit proprioseptif ( getaran, posisi, gerakan )
ipsilateral dibawah lesi
5. Deficit protopatik ( nyeri, suhu, perabaan )
kontralateral dibawah lesi.
Cervical Root syndrome Cervical Root Syndrome adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf
servikal oleh penonjolan discus invertebralis. Gejalanya
adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas
atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau
spasme otot.
Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome atau CTS (sindrom
terowongan/lorong karpal) adalah kondisi yang
memengaruhi tangan dan jari hingga mengalami sensasi
rasa kesemutan, mati rasa, atau nyeri. Saraf yang
mengalami kelainan adlah nervus medianus.
SOAL NO 30
• Ny Theresia Simampoue, seorang perempuan
berusia 43 tahun, dibawa oleh keluarganya ke IGD
Rumah Sakit dengan penurunan kesadar sejak 1
jam yang lalu. Keluhan tersebut diawali dengan
keluhan anggota gerak sebelah kanan terasa
lemas sejak 2 jam sebelumnya, disertai nyeri
kepala (+) dan muntah (+). KU: Sopor, TD
210/110mmHg, nadi 90x/ menit, laju napas 24x/
menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan neurologis
didapatkan refleks babinski (+) pada tungkai
kanan. CT Scan: midline shift ke kiri. Tindakannya
adalah…
A.Berikan anti muntah
B.Infus mannitol
C.Berikan nitroprusside
D.Turunkan TIK
E. Analgesik
CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery
• Tatalakana :
1. Lakukan CAB (Circulation, Airway, Breathing)
2. Hentikan kejang
3. Cari penyebab
4. Mengatasi penyebab
Algoritme
Stadium 1 (0−10 menit)
• Diazepam 10 mg IV bolus lambat dalam 5 menit,
stop jika kejang berhenti, bila masih kejang dapat
diulang 1 kali lagi atau Midazolam 0.2 mg/kgBB
IM
• Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi
• Berikan oksigen
• Periksa fungsi kardiorespirasi
• Pasang infus
Stadium 2 (0−30 menit)
• Monitor pasien
• Pertimbangkan kemungkinan kondisi non
epileptik
• Pemeriksaan emergensi laboratorium
• Berikan glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine
250 mg i.v bila ada kecurigaan penyalahgunaan
alkohol atau defisiensi nutrisi
• Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium 3 (0−60 menit)
• Pastikan etiologi
• Siapkan untuk rujuk ke ICU
• Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang
terjadi
• Vasopressor bila diperlukan
• Phenytoin i.v dosis of 15–18 mg/kg dengan
kecepatan pemberian 50 mg/menit dan/atau
bolus Phenobarbital 10–15 mg/kg i.v.dengan
kecepatan pemberian100 mg/menit.
Stadium 4 (30−90 menit)
• Pindah ke ICU
• Anestesi umum dengan salah satu obat di bawah ini :
– Propofol 1–2 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 2–10 mg/kg/jam
dititrasi naik sampai SE terkontrol
– Midazolam 0.1–0.2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0.05–0.5
mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol
– Thiopental sodium 3–5 mg/kg bolus, dilanjut 3–5
mg/kg/jam dititrasi naik sampai terkontrol
• Perawatan intensif dan monitor EEG
• Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
• Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
Behrouz, R. : JAOA • Vol 109 • No 4 • April 2009 •
SOAL NO 33
• Perempuan dibawa ke RS dengan kelemahan
anggota gerak bawah setelah jatuh terduduk.
Selain itu didapatkan saddle anastesi dan
gangguan BAB dan BAK. Tanda vital TD: 120/80,
N: 100, RR: 22, S: afebris. Pemeriksaan neurologi
adanya kelemahan di kedua tungkai; Saddle
anestesi (+); Kekuatan anggota gerak bawah
33333/33333; Terdapat penurunan sensasi
terhadap nyeri dan suhu dari setinggi dermatom
lumbal. Apakah diagnosis pasien tersebut?
A.HNP Lumbal
B.Radikulopati lumbal
C.Syringomyelia
D.Sindrom conus medullaris
E. Mielopati