Edisi ke-2
Oleh :
dr. Septy A. Rahmy
(PPDS Neuro UB)
DAFTAR ISI
1
Catatan EMG SEP
Anatomi dan Pemeriksaan
2
Catatan EMG SEP
Brachial Plexus
3
Catatan EMG SEP
4
Catatan EMG SEP
5
Catatan EMG SEP
6
Catatan EMG SEP
7
Catatan EMG SEP
8
Catatan EMG SEP
Lumbosacral Plexus
9
Catatan EMG SEP
10
Catatan EMG SEP
11
Catatan EMG SEP
12
Catatan EMG SEP
13
Catatan EMG SEP
14
Catatan EMG SEP
Istilah-istilah dalam ENMG
CMAP (Compound Muscle Action Potential) : Potensial aksi yang terjadi pada Saraf
motorik.
SNAP (Sensory Nerve Action Potential) : Potensial aksi yang terjadi pada Saraf sensorik.
Amplitudo (mV) : diukur dari garis dasar sampai defleksi negatif yang pertama.
Menggambarkan berapa banyak akson yang dapat terangsang. Amplitudo yang diukur
biasanya CMAP. Besar kecilnya amplitudo CMAP menunjukkan keadaan akson sepanjang
perjalanan dari motor neuron/kornu anterior sampai dengn saraf motorik. Amplitudo
rendah biasanya menunjukkan kelainan axonal
Durasi (mdet) : diukur dari defleksi pertama sampai dengan titik dimana gelombang
tersebut memotong garis dasar kembali. Durasi menunjukkan kemampuan serabut saraf
untuk menghantarkan impuls dalam waktu yang relatif bersamaan.
Latensi (mdet) : diukur dari stimulus sampai defleksi pertama dari garis dasar. Latensi
mengukur konduksi serabut motorik tercepat. Distal Latency merupakan latensi yang
timbul karena stimulasi pada tempat paling distal dari ekstremitas.
Conduction Velocity / Kecepatan hantar saraf (KHS): seberapa cepat saraf
menyebarkan potensial aksi. Dihitung dengan rumus:
15
Catatan EMG SEP
o Untuk menghitung KHS motorik minimal dibutuhkan dua titik stimulasi.
o KHS pada sensorik : ada 2 teknik, Ortodromik (bila stimulasi dikerjakan didaerah
distal dan elektroda pencatat di proximal) dan Antidromik (bila stimulasi dikerjakan
didaerah proximal dan elektroda pencatat di distal). Untuk menghitung KHS sensorik
bisa dikerjakan stimulasi pada satu titik saja. Pemeriksaan SNAP akan normal pada
lesi sentral atau radikulopati, dan akan abnormal pada ganglionopati, plexopathy dan
neuropati axonal.
Sirkuit F-wave baik aferen maupun eferen adalah motoris murni. Pada keadaan
dimana lesi hanya selektif mengenai saraf sensoris gambaran F-Wave akan normal
F-wave bisa diperoleh pada tiap saraf motoris, kecuali N. Peroneus yang sulit
dibangkitkan
16
Catatan EMG SEP
Respon F bisa nihil pada pasien yang tidur atau dengan obat penenang
Latensi F-wave lebih pendek pada lengan dibandingkan tungkai
Gelombang F hanya memeriksa saraf yang menginervasi otot yang diperiksa. Saraf
yang lazim diperiksa pada extremitas atas biasanya N. Medianus dan N. Ulnaris
dengan elektroda aktif pada otot distal (m. APB dan m. ADM) yang berasal dari root
C8 dan T1 sehingga lesi C5-C6-C7 tidak terdeteksi. Jadi pemeriksaan F-Wave hanya
berguna untuk mengetahui radikulopati C8-T1 pada extremitas atas dan radikulopati
L5-S1 pada extremitas bawah.
F-Wave masih normal pada lesi yang hanya mengenai sebagian kecil serabut saraf
motoris, karena kelainan F-Wave hanya terjadi kalau semua atau sebagian besar
serabut saraf terkena.
Latensi minimal adalah latensi terpendek.
Kronodispersion adalah perbedaan antara latensi minimal dan maksimal
Persistensi F-wave adalah jumlah respons F yang didapat pada sejumlah stimulasi.
Normal 80-100%, biasanya selalu diatas 50%
kegunaan F-wave sangat terbatas karena kurangnya spesifisitas dalam menentukan
lokasi atau penyebab lesi. Misalnya, sebagian besar polineuropati, respons F sedikit
memanjang. Pada neuropati entrapment distal, seperti CTS, respons F biasanya
memanjang
Respon F memiliki kegunaan terbesar dalam mengidentifikasi poliradikulopati awal,
seperti yang terjadi pada GBS. Respon F tidak sensitif dalam mendeteksi
radikulopati
Karena semua otot disuplai oleh setidaknya dua atau lebih miotom, serat dari miotom
yang tidak terlibat masih bisa memberikan respons F normal. Misalnya, pada
radikulopati C8 yang parah, gelombang F median dan ulnar masih normal karena
abductor pollicis brevis (persarafan median) dan abduktor digiti minimi (persarafan
ulnar) dipersarafi oleh akar saraf C8 dan T1, memungkinkan serabut T1 memberikan
respons F normal.
17
Catatan EMG SEP
18
Catatan EMG SEP
H-Reflex : digunakan untuk mengetahui adanya lesi proximal. Merupakan CMAP yang
ditimbulkan oleh stimulasi submaximal serabut aferent Ia. Perangsangan serabut tersebut
akan menyebabkan penjalaran impuls sesuai jalur refleks tendon, yaitu melalui serabut
sensoris - kornu posterior - kornu anterior - serabut motoris - otot. Sirkuit H-Reflex
aferennya serabut sensoris dan eferennya serabut motorik. Pada keadaan dimana lesi
mengenai saraf saraf sensoris/motoris gambaran H-refleks akan abnormal. H-reflex
hanya dikerjakan pada otot gastroknemius-soleus dengan stimulasi N. Tibialis di fossa
poplitea.
Pada stimulasi supramaksimal, H-reflex akan menghilang dan muncul potensial M yang
diikuti gelombang F yang menggantikan H-reflex
Latensi minimal. Latensi ini dibandingkan dengan sisi kontralateral. Perbedaan
bermakna bila lebih dari 1.5mdetik
19
Catatan EMG SEP
H/M ratio, yaitu perbandingan antara amplitudo H-reflex (diukur peak to peak)
dengan amplitudo M (diukur peak to peak). Normal H/M ratio > 50%. Ratio ini sering
meningkat pada UMN.
Perpanjangan latensi H-refleks bisa didapatkan pada polineuropati, neuropati tibialis
proximal dan nervus iskiadikus, pleksopati lumbosakral, dan lesi pada root S1.
20
Catatan EMG SEP
H-reflex terutama menilai serabut S1 aferen dan eferen. Secara klinis, radikulopati
L5 dan S1 mungkin tampak serupa pada EMG karena tumpang tindih miotom. Refleks-
H memiliki andil dalam membedakan S1 dari radikulopati L5.
H-reflex sering tidak ada pada individu normal yang berusia di atas 60 tahun
21
Catatan EMG SEP
Perhitungan H-reflex berdasarkan panjang dan usia :
22
Catatan EMG SEP
23
Catatan EMG SEP
Pemeriksaan NCV Tangan
CMAP N. Medianus
Penempatan elektrode :
- Elektrode aktif pada otot abduktor pollisis brevis (APB muscle)
- Elektode referens pada metacarpal-phalangeal joint jari 1
- Ground pada dorsum manus diantara elektrode aktif dan elektrode stimulasi
Stimulasi :
- Wrist (S1) : pada pergelangan tangan antara tendon M. Palmaris longus dan M. Flexor karpi
radialis
- Antecubital fossa (S2) : pada fossa antekubiti (medial tendon M. Bicepss brachii). Tepat
medial dari arteri brakialis
Ukur jarak (Distance) antara S1 dan S2 dengan pita ukur
Stimulasi N. Medianus pada wrist akan menimbulkan abduksi dan oposisi ibujari, pada rangsangan
di antecubital fossa , stimulasi N. Medianus akan menimbulkan fleksi pergelangan tangan
Jika amplitudo CMAP pada S2 lebih besar daripada S1, pertimbangkan Martin-Gruber
anastomosis (MGA)
24
Catatan EMG SEP
25
Catatan EMG SEP
26
Catatan EMG SEP
CMAP N. Ulnaris
Penempatan elektrode :
- Elektrode aktif pada sisi ulnar, pada otot abduktor digiti minimi (ADM muscle)
- Elektode referens pada metacarpal-phalangeal joint jari V
- Ground pada dorsum manus diantara elektrode aktif dan elektrode stimulasi
Stimulasi :
- Wrist (S1) : medial wrist, lateral dari tendon M. Flexor karpi ulnaris
- Below elbow (S2) : 3 cm distal dari medial epikondilus
Ukur jarak (Distance) antara S1 dan S2 dengan pita ukur
Stimulasi N. ulnaris pada wrist akan menimbulkan adduksi dan fleksi metakarfopalangeal, pada
rangsangan siku, stimulasi N. ulnaris akan menimbulkan fleksi pergelangan tangan
27
Catatan EMG SEP
CMAP N. Radialis
Penempatan elektrode :
- Elektrode aktif pada otot Extensor indicis proprius (EIP muscle) pada bagian dorsal sisi
ulnar lengan bawah (2 jari proximal prosesus stiloideus ulna)
- Elektode referens pada prosesus stiloideus ulna
- Ground pada dorsum manus diantara elektrode aktif dan elektrode stimulasi
Stimulasi :
- Forearm (S1) : 4-6 cm proximal dari elektrode aktif, tepat lateral dari M. Extensor karpi
ulnaris
- Elbow (S2) : di siku pada sulkus antara tendon brakioradialis dan tendon biseps
- Below elbow (S3) : Lateral mid-arm, antara M. Biceps brachii dan M. Triceps
Ukur jarak (Distance) antara S1 dan S2/S3 dengan pita ukur
Berguna dalam diagnosis dan penilaian neuropati interoseus posterior dan terutama neuropati
radial pada alur spiral
Pemeriksaan N. Radialis secara tekhnik sulit dikerjakan. Sering didapatkan defleksi awal positif,
jika terjadi seperti itu, semua lokasi harus didapatkan hal yang sama.
M. Extensor indisis proprius dapat dipalpasi dengan melakukan ekstensi jari telunjuk
28
Catatan EMG SEP
29
Catatan EMG SEP
Teknik pemeriksaan sensoris
- Orthodromik stimulasi menjauhi reseptor sensorik. Tekhnik ini memiliki keuntungan karena
tidak akan didapatkan cetusan MUAP yang dapat mengacaukan interpretasi gelombang
SNAP namun amplitudo SNAP yang didapat lebih rendah dari tekhnik antidromik
- Antidromik stimulasi menuju reseptor sensorik. Tekhnik ini lebih superior dibandingkan
orthodromik karena amplitudo yang dihasilkan lebih tinggi dan noise atau artefak lebih
sedikit
30
Catatan EMG SEP
SNAP N. Ulnaris (Antidromik)
Penempatan elektrode :
- Elektrode aktif menggunakan elektroda cincin pada metacarpopalangeal joint Jari 5 (di
RSSA pada jari 4) jarak dari katode 10-14 cm
- Elektode referens referens 3-4 cm distal dari interpalang joint
- Ground pada dorsum manus diantara elektrode aktif dan elektrode stimulasi
Stimulasi :
- Stimulasi pada pergelangan tangan, lateral dari tendon M. Flexor karpi ulnaris
Dapat abnormal pada neuropati ulnaris atau lower trunk brachial plexopathy (misalnya pada
thoracic outlet syndrome)
31
Catatan EMG SEP
Stimulasi :
- Stimulasi pada dorso lateral lengan bawah, 10-14 cm proximal dari elektroda aktif
Tendon M. Extensor pollicic longus membentuk batas medial dari ‘anatomical snuff-box’ (cekung
berbentuk segitiga, bila ibu jari ekstensi penuh). Elektroda aktif diletakkan pada persilangan
tendon dan saraf tersebut
Dapat abnormal pada neuropati radialis atau lesi dari posterior cord dan lesi pada plexus
braxialis upper/middle trunkus
32
Catatan EMG SEP
Pemeriksaan NCV Kaki
CMAP N. Peroneus
Penempatan elektrode :
- Elektrode aktif pada otot extensor digitorum brevis (EDB muscle), pada kaki dorsolateral
- Elektode referens pada metatarsal-phalangeal joint jari V atau pada tendon M. EDB jari V
- Ground pada malleolus medialis/lateralis antara elektroda aktif dan elektroda stimulasi
Stimulasi :
- Ankle (S1) : pada pergelangan kaki bagian anterior, diantara tendon M. Tibialis anterior
(medial) dan tendon M. Extensor hallucis longus (lateral).
- Below fibular head (S2) : stimulasi tepat dibawah caput fibula, saat saraf berbelok
melingkari tulang
Ukur jarak (Distance) antara S1 dan S2 dengan pita ukur
Stimulasi N. Peroneal akan terlihat eversi ankle, sedangkan jika N. Tibialis yang terstimulasi,
akan terlihat plantar flexi dari ankle
33
Catatan EMG SEP
CMAP N. Tibialis
Penempatan elektrode :
- Elektrode aktif pada otot abductor hallucis brevis (AHB muscle), 1 cm inferior (ke arah
permukaan plantar) dan 1 cm distal (ke arah ibu jari) dari tulang navikular
- Elektode referens pada metatarsal-phalangeal joint jari I atau pada tendon M. AHB jari I
- Ground pada dorsum pedis
Stimulasi :
- Median Ankle (S1) : pada pertengahan antara malleolus medialis dan tendon achilles
- Fossa Poplitea (S2) : mid-posterior knee, pada fossa poplitea
Ukur jarak (Distance) antara S1 dan S2 dengan pita ukur
Perhatikan respons plantar flexi dari ankle yang membuktikan bahwa N. Tibialis yang
terstimulasi
Bentuk gelombang seringkali defleksi awal yang positif, jika terjadi seperti itu, reposisikan
kembali elektroda
34
Catatan EMG SEP
35
Catatan EMG SEP
36
Catatan EMG SEP
SNAP N. Suralis (Antidromik)
Penempatan elektrode :
- Elektrode aktif pada posterior bawah melleolus lateralis
- Elektode referens 3-4 cm distal dari elektroda aktif sepanjang batas lateral kaki
- Ground antara elektroda aktif dan elektroda stimulasi
Stimulasi :
- 10-14 cm proximal dari stimulasi aktif, pada betis bagian posterior-lateral
37
Catatan EMG SEP
Pemeriksaan NCV N. Phrenicus
Penempatan elektrode :
- Elektrode aktif 2 jari (5 cm) diatas prosesus xipoideus (G1)
- Elektode referens (G2) ditempatkan di atas margin kosta anterior, 16 cm dari G1
Stimulasi :
- Opsi A: Lateral neck: Posterior dari
SCM, kira-kira 3 cm di atas klavikula
(Gbr. 10.18A)
- Opsi B: Anterior-lateral neck: Antara
sternum dan caput klavikula pada otot
sternocleidomastoid, tepat di atas
klavikula. Kedua otot
sternocleidomastoid dapat dengan
mudah dilihat dengan meminta pasien
menekuk lehernya selama beberapa
detik (Gbr. 10.18B)
Tekanan kuat dibutuhkan saat memegang
stimulator
Jika stimulator tidak berada pada lokasi
yang benar, saraf aksesorius spinal
mungkin salah distimulasi (menyebabkan
kontraksi trapezius), atau pleksus
brakialis mungkin salah distimulasi
(menyebabkan pergerakan bahu).
Pada individu kurus, kontraksi diafragma
seringkali dapat divisualisasikan dan
tampak mirip dengan cegukan. Sulit
dilakukan pada individu yang mengalami obesitas.
Amplitudo sedikit lebih besar selama inspirasi
Jangan lakukan test di unit perawatan intensif pada pasien yang memiliki alat pacu jantung
eksternal (risiko penyebaran arus ke jantung); hati-hati jika ada kateter jugularis
internal, alat pacu jantung implan, atau defibrilator kardioverter di dekatnya.
38
Catatan EMG SEP
39
Catatan EMG SEP
Blink Reflex : refleks polisinaptik yang lengkung aferennya melalui akson sensorik n.V-1,
sinaps di pons, dan eferennya melalui akson motorik n.VII. Rangsangan pada n.V-1
diteruskan menuju nukleus sensoris utama (Vm) di pons dan nukleus traktus spinalis n.V
(Vs) di medula oblongata. Selanjutnya dari Vm akan memberikan impuls menuju inti n.VII
ipsilateral dan dari Vs akan menuju inti n.VII bilateral.
Potensial pada aferen dinyatakan dengan gelombang R1, potensial pada eferen dengan
gelombang R2 ipsilateral (R2i) dan R2 kontralateral (R2c)
R1 adalah impuls yang dihasilkan dari lengkung refleks monosinaptik yang melalui Vm
R2 adalah hasil impuls yang dihasilkan secara multisinaptik melalui Vs menuju inti n.VII
baik ipsilateral (R2i) dan kontralateral (R2c)
Pemeriksaan blink reflek dapat digunakan untuk evaluasi lesi n.V, n.VII, atau batang
otak
Sebelum mengerjakan blink refleks harus dikerjakan respons langsung dan dicatat
CMAP pada N. Facialis
40
Catatan EMG SEP
41
Catatan EMG SEP
Harga normal blink refleks :
Latensi R1, sekitar 10 mdet, tidak melebihi 13 mdet
Latensi R2, sekitar 30 mdet, tidak melebihi 40 mdet ipsilateral dan tidak melebihi
41 mdet kontralateral dari stimulus
Latensi respons langsung sekitar 3 mdet, tidak melebihi 4.1 mdet
Perbedaan latensi antar kedua sisi tidak lebih dari 1.5 mdet untuk R1, dan tidak
lebih dari 8 mdet untuk R2
Rasio latensi antara R1 dibanding respons langsung (R/D ratio) menunjukkan
perbandingan konduksi antara segmen distal n.VII dengan keseluruhan busur
refleks, normal sekitar 3.5
Dengan mengetahui latensi R1, R2i dan R2c pada stimulasi ipsilateral dan
kontralateral, dapat diketahui letak lesi apakah pada n.V, n.VII, pons, medula
oblongata, atau merupakan lesi demielinating difus.
42
Catatan EMG SEP
Pola blink refleks
A Normal response
B Lesi n.V kanan inkomplit. Merangsang sisi kanan yang terkena, terjadi
delay semua potensial, termasuk R1 dan R2 ipsilateral dan R2
kontralateral. Merangsang sisi kiri yang normal akan menghasilkan semua
potensial normal
C Lesi N.V kanan komplit. Merangsang sisi kanan yang terkena, semua potensial
tidak muncul. Merangsang sisi kiri yang normal menghasilkan semua potensial
normal
D Lesi N.VII kanan inkomplit. Rangsangan pada sisi yang terkena akan
mengakibatkan delay R1 dan R2 ipsilateral, tetapi R2 kontralateral normal.
Merangsang sisi kiri yang normal menghasilkan R1 dan R2 ipsilateral normal, tetapi
R2 kontralateral tertunda. Dalam pola ini, semua potensial di sisi yang
terpengaruh tidak normal, terlepas dari sisi mana yang dirangsang.
E Lesi N.VII kanan komplit. Merangsang sisi yang terkena menghasilkan potensi
R1 dan R2 ipsilateral yang tidak ada, tetapi R2 kontralateral normal. Merangsang
sisi kiri yang normal menghasilkan R1 dan R2 ipsilateral normal, tetapi tidak ada
R2 kontralateral
F Lesi mid-pontine kanan (inti sensorik utama n.V dan /atau lesi interneuron pontine
ke nukleus n.VII ipsilateral). Merangsang sisi yang terkena menghasilkan R1 yang
tidak ada atau tertunda, tetapi R2 ipsilateral dan kontralateral yang utuh.
Merangsang sisi kiri yang normal menghasilkan semua potensial normal.
G Lesi medulla kanan (nukleus spinal tract n.V, dan/atau lesi interneuron medulla
ke nukleus n.VII ipsilateral). Merangsang sisi yang terkena menghasilkan R1 normal
dan R2 kontralateral, tetapi R2 ipsilateral tidak ada atau tertunda. Merangsang
sisi kiri yang normal menghasilkan potensi R1 dan R2 ipsilateral normal, tetapi R2
kontralateral tertunda atau tidak ada.
43
Catatan EMG SEP
NCV Motorik N. Facialis
Penempatan elektrode : (recording site M. Nasalis)
- Elektrode aktif pada lateral dari mid-nose (G1)
- Elektode referens (G2) pada kontralateral hidung pada lokasi yang sama
Stimulasi : pada Anterior tragus : tepat depan dari telinga bawah
Teknik ini merangsang seluruh saraf facialis di mana saraf tersebut keluar pada foramen
stilomastoid. Seringkali arus yang lebih tinggi dibutuhkan, dan pemeriksaan bisa menjadi tidak
nyaman bagi pasien. Stimulasi cabang wajah (facial motor branch study) individu seringkali jauh
lebih mudah dan lebih nyaman bagi pasien
Saraf fasialis adalah saraf kompleks yang membawa beberapa berkas serat yang berbeda,
termasuk berikut ini:
Serabut motorik ke semua otot ekspresi wajah, serta posterior belly dari otot digastrik,
stapedius, dan stylohyoid
Serabut motorik parasimpatis yang menyuplai mukosa palatum serta kelenjar ludah dan
lakrimal
Serabut perasa di dua pertiga anterior lidah
Serabut sensorik parasimpatis untuk sensasi viseral dari kelenjar ludah dan mukosa hidung
dan faring
Serat sensorik somatik yang menyuplai sebagian kecil meatus auditorius eksterna dan kulit
telinga
Aferen sensorik proprioseptif dari otot wajah
44
Catatan EMG SEP
45
Catatan EMG SEP
Facial motor branch study bisa dilakukan pada: cabang frontal, zigomatik, dan mandubular
Cabang Frontal
Penempatan elektrode : (recording site M.
Frontalis)
o Elektrode aktif pada frontalis, di atas alis,
sedikit medial ke tengah alis (G1)
o Elektode referens (G2) pada kontralateral
otot frontalis
Stimulasi : Tiga sampai empat jari di samping
mata
Cabang Zigomatik
Penempatan elektrode : (recording site M.
Nasalis)
o Elektrode aktif pada lateral dari mid-nose
(G1)
o Elektode referens (G2) pada kontralateral
hidung pada tempat yang sama
Stimulasi : Di atas tulang zygomatik tepat di
anterior telinga
Cabang Mandibular
Penempatan elektrode : (recording site M.
Mentalis)
o Elektrode aktif pada otot mentalis di dagu
o Elektode referens (G2) pada kontralateral
otot mentalis
Stimulasi : Di atas sudut rahang
46
Catatan EMG SEP
Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
Salah satu pemeriksaan neurofisiologi untuk membantu mengetahui kelainan di neuromuscular
junction (NMJ).
RNS adalah cara pemeriksaan untuk mengetahui pola CMAP pada rangsangan berulang. Pada
umumnya dinilai 5-10 rentetan rangsangan dengan frekuensi 3 Hz untuk mengetahui adanya
decrement.
Perhitungan decrement/increment adalah perbedaan amplitudo antara kontraksi pertama dan
kelima. Karena setelah kontraksi kelima, vesikel Ach pada kelompok sekunder akan mulai
dimobilisasi, sehingga pada MG akan terjadi decrement. Hasil yang didapat berupa U-shaped
decrement yang sangat karakteristik untuk gangguan NMJ murni.
Pada MG (myasthenia gravis), CMAP biasanya masih dalam batas normal, karena sebagian besar
serabut miastenik dapat diaktifkan oleh stimulus tunggal. Pada LES (Lambert Eaton
Syndrome) CMAP akan rendah karena serabut otot tidak dapat diaktifkan oleh stimulus saraf
tunggal.
Ada 2 tipe stimulasi. Stimulasi frekuensi rendah (LRS/low rate of stimulation) dan Stimulasi
frekuensi tinggi (HRS/High rate stimulation). Kedua nya memiliki makna berbeda.
Gambaran RNS pada LRS :
Pada otot normal, tidak ada perubahan CMAP
Pada MG, terjadi decrement CMAP
Pada LES, terjadi decrement CMAP
47
Catatan EMG SEP
Gambaran RNS pada HRS :
Pada otot normal, tidak ada perubahan CMAP
Pada MG, ada dua jenis respons : respon normal pada MG ringan, dan respons decrement
abnormal pada MG berat
Pada LES, akan terjadi increment
Pada orang normal terkadang didapatkan sedikit increment pada stimulasi HRS karena
pseudofasilitasi. Gambarannya berupa peningkatan amplitudo CMAP disertai pemendekan
durasi
Respons post exercise. Exercise volunter maksimal yang dipertahankan terus-menerus selama
10 detik mempunyak efek yang sama dengan HRS disebut dengan post-exercise facilitation.
Sebaliknya, fenomena post exercise exhaustion terjadi setelah exercise/HRS yang lama
(biasanya 1 menit). LRS yang dikerjakan selama 2-4 menit setelah exercise akan terlihat
decrement yang nyata pada MG.
Faktor yang diperhatikan pada RNS :
Suhu. Decrement CMAP dapat hilang bila ekstremitas dingin
Obat-obatan. Obat asetilkolinesterase inhibitor harus dihentikan 3-4 jam sebelum
pemeriksaan, kecuali ada kontraindikasi
Pemilihan nerve yang diperiksa. Saraf yang
paling sering digunakan adalah N. Medianus
(m. Abduktor policis brevis), N. Ulnaris (m.
Abduktor digiti minimi), N. Axillaris (m.
Deltoid), N. Asesorius spinalis (m. Trapezius),
dan N. Facialis (m. Orbikularis okuli). Pada
penderita MG decrement akan lebih menonjol
pada saraf proximal
Frekuensi stimulasi. Frekuensi optimal untuk
LRS adalah 2-3 Hz. Pada HRS frekuensi
optimal adalah 30-50 Hz tetapi exercise singkat dapat menggantikan stimulasi tersebut.
Hanya pada penderita yang tidak kooperatif digunakan stimulasi frekuensi tinggi.
Jumlah stimulasi. Untuk LRS digunakan rentetan 5-10 stimulasi. Pada HRS, jika penderita
tidak dapat melakukan kontraksi volunter, digunakan rentetan stimulasi 5-10 detik.
48
Catatan EMG SEP
Perhitungan decrement dan increment.
Decrement abnormal jika > 10%. Pada orang
normal, pseudofasilitasi dapat menyebabkan
increment sampai 140%. Increment >200%
sering ditemukan pada kelainan presinaps.
Increment antara 140-200% dianggap
meragukan.
49
Catatan EMG SEP
Protokol pelaksanaan RNS
Perhatikan suhu extremitas, minimal 33oC
Imobilisasi otot yang diperiksa
Pertama lakukan pemeriksaan NCV rutin terlebih
dahulu untuk meyakinkan bahwa saraf normal
Kerjakan RNS resting. Stimulasi supramaksimal,
kerjakan RNS 3 Hz saat resting sebanyak 5-10
impuls, diulang 3x, tiap 1 menit. Normal
decrement <10% antara stimulasi pertama dan
kelima
Jika didapatkan decrement >10%, dan terjadi
secara konsisten, maka :
Penderita diminta melakukan kontraksi
maksimal selama 10 detik
Segera ulang RNS 3 Hz post exercise untuk
menunjukkan post exercise facilitation dan
perbaikan decrement
Jika didapatkan decrement <10% atau tidak
didaptkan decrement, maka :
Penderita diminta melakukan kontraksi
maksimal selama 1 menit, dan kerjakan RNS 3
Hz segera, dan 1, 2, 3, dan 4 menit setelah
exercise untuk menunjukkan post exercise
exhaustion
Jika terjadi decrement setelah exercise 1
menit, penderita diminta melakukan kontraksi
maksimal lagi setelah 10 detik, dan segera ulang RNS 3 Hz untuk menunjukkan
perbaikan decrement
Kerjakan RNS pada saraf motoris distal dan proximal. Usahakan selalu memeriksa otot
yang lemah. Jika pada otot distal decrement >25% maka sesuai dengan MG. Jika
decrement <10% atau antara 10-25%, kerjakan RNS proximal. Jika pada RNS otot
proximal ini decrement >10%, maka sesuai dengan MG. Jika pada otot ptoximal decrement
<10%, kerjakan RNS pada otot wajah atau single fiber EMG.
Jika amplitudo CMAP terlalu rendah pada keadaan awal, minta pasien kontraksi maksimal
selama 10 detik, kemudian segera stimulasi post exercise, perhatikan adanya increment
50
Catatan EMG SEP
abnormal (>140% dibanding awal). Jika exercise lebih lama dari 10 detik, atau tidak segera
dilakukan stimulasi post-exercise, increment yang seharusnya timbul tidak akan tampak
Selalu kerjakan EMG needle pada otot proximal dan distal, terutama pada otot lemah.
Adanya otot yang denervasi atau miotonia pada EMG jarum, dapat menunjukkan decrement
pada RNS, tapi tidak menandakan penyakit NMJ.
Stimulus VEP dapat berupa cahaya, fullfield pattern reversal, atau half-field pattern
reversal.
Pada stimulasi cahaya menggunakan kacamata google. Cahaya akan masuk melewati kelopak
mata untuk mengaktifkan retina. Adanya VEP cahaya mengindikasikan jaras yang intak dari
retina hingga lateral genikulata. VEP cahaya ini direkam tanpa adanya fungsi korteks. Oleh
51
Catatan EMG SEP
karena itu, stimulus cahaya ini tidak dipakai jika gelombang yang sama bisa didapatkan
dengan stimulus pattern-reversal.
Pada Pattern-reversal. Sebuah video diputarkan dari komputer EP di depan pasien yang
telah duduk di kursi. Pasien memfiksasikan pandangannya pada satu target kecil pada
display. Sebuah pola kotak catur keluar sebagai dari display dan tidak akan berubah pada
setiap uji. Ketika uji dimulai, kotak-kotak hitam dan putih akan bergantian warna, hitam
menjadi putih dan putih menjadi hitam (pattern-reversal). Respons yang didapatkan dari uji
ini adalah VEP pattern reversal (PR-VEP).
Pada Half-field pattern reversal. Stimulasi half-field disampaikan ke salah satu mata kanan
atau kiri pada suatu waktu dan satu half-field. Teknik ini sama dengan stimulasi full-field
dengan pola kotak catur pada satu sisi. Perbandingan respons yang didapatkan dari stimulasi
dua halffield menunjukkan jaras visual di belakang kiasma optik. Stimulasi half-field sudah
tidak lagi digunakan untuk evaluasi pasien dengan patologi otak.
Identifikasi Bentuk Gelombang. VEP normal menghasilkan 3 bentuk gelombang, yaitu N75,
P100, dan N145. P100 merupakan potensial positif pada 100 milidetik dan satu-satunya
gelombang yang digunakan untuk interpretasi VEP. Potensial negatif pada 75 milidetik dan
145 milidetik membantu identifikasi oleh P100, tetapi keduanya terlalu bervariasi dan tidak
konsisten untuk digunakan dalam interpretasi rutin.
Tipe abnormalitas: (1) Perpanjangan unilateral dari latensi VEP; (2) Perpanjangan hemifield
dari latensi VEP; (3) VEP yang tidak ada; (4) Amplitudo VEP yang berkuran
Perpanjangan unilateral dari VEP menunjukkan adanya perlambatan konduksi pada satu
saraf optik
EMG Needle
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum menusukkan jarun EMG pada penderita:
o Gangguan pembekuan darah dan antikoagulan. Pemeriksaan sebaiknya dihindari pada
penderita hemofilia. Pada penderita trombositopenia pemeriksaan dapat dikerjakan bila
trombosit >30.000/mm3
o Infeksi. Perhatian khusus pada penderita infeksi hepatitis atau AIDS yang berpotensi
menular
o Obesitas. Kesulitan akan dijumpai dalam menentukan lokasi dan palpasi otot yang
diperiksa. Persiapkan jarum 75mm atau lebih
o Kulit. Hindari daerah infeksi, ulkus, dermatitis, bendungan vena maupun jaringan parut
o Nyeri. Beberapa penderita biasa tidak tahan nyeri atau pada pasien anak
52
Catatan EMG SEP
Pemeriksaan EMG dapat dibagi menjadi empat komponen:
1) Insertional activity
2) Pemeriksaan otot saat istirahat (analisa aktivitas spontan)
3) Analysis of the motor unit
4) Recruitment
53
Catatan EMG SEP
1) Insertional activity Ketika jarum digerakkan dengan
cepat melalui otot, muscle fiber mengalami depolarisasi
singkat selama beberapa ratus milidetik, yang dikenal
sebagai aktivitas insersional, yang merupakan temuan
normal. Saat otot dalam keadaan istirahat, dalam keadaan
normal, jarum EMG tidak menangkap adanya aktivitas
listrik. Adanya aktivitas insersional untuk memastikan
bahwa jarum berada di otot bukan mengenai jaringan
lemak ataupun subkutan. Peningkatan aktivitas insersional
> 300 ms menunjukkan kelainan baik neuropati maupun miopati. Aktivitas insersional dapat
juga menurun pada kelainan yang sangat parah, dimana otot telah digantikan jaringan ikat
atau lemak.
54
Catatan EMG SEP
- Kunci membedakan gambaran end-plate spike dengan fibrilasi adalah defleksi
awal yang negaif dan firing rate yang sangat irregular
55
Catatan EMG SEP
- Gambaran berupa gelombang positif yang cepat, diikuti gelombang negatif yang
relative panjang
- Amplitudo 10-100 μV, dapat mencapai 3mV
- Regular, dengan frekuensi 0.5-10 Hz ~30 Hz
b) Fibrillation potentials
- Depolarisasi spontan pada serabut otot yang mengalami denervasi
- Berupa gelombang bifasik (kadang trifasik) yang cepat, dimulai dengan gelombang
positif
- Amplitudo 10-100 μV. Pada denervasi kronis amplitudo dapat turun < 10 μV
- Durasi 1-5 mdet
- Regular, dengan frekuensi 0.5-10 Hz
- Berbunyi seperti suara “rintik hujan diatas genting”
56
Catatan EMG SEP
- Positive sharp wave dan Fibrillation potensial ada 4 grade :
57
Catatan EMG SEP
- Aspek lain dalam interpretasi Positive sharp wave dan Fibrillation potensial adalah
waktu ketika gelombang pertama kali muncul dalam kaitannya dengan onset cedera.
PSW dan FP tidak terjadi segera tetapi umumnya membutuhkan waktu berminggu-
minggu untuk berkembang. Lebih tepatnya, waktu kemunculan pertama mereka
bergantung pada panjang saraf antara otot yang sedang dipelajari dan lokasi lesi.
Pertimbangkan contoh-contoh ini pada kedua ekstrem panjang saraf
- Lesi pada nerve root L5-S1 (saraf terpanjang). PSW dan FP pertama muncul pada:
o 10-14 hari pada otot paraspinal
o 2-3 minggu pada proximal thigh
o 3-4 minggu pada tungkai bawah
o 5-6 minggu pada distal leg dan kaki
- Lesi pada saraf distal atau dekat NMJ (contoh pada jarak terpendek antara saraf
dan lesi). PSW dan FP akan muncul dalam beberapa hari
58
Catatan EMG SEP
c) Complex Repetitive Discharges
- Merupakan letupan listrik berulang (repetitive discharge), hasil depolarisasi serabut
otot yang mengalami denervasi, yang diikuti oleh transmisi potensial secara ephaptic.
Transmisi ephaptic adalah transmisi impuls antara serabut yang bersebelahan, tidak
melalui sistim sinaps
- Timbul dan menghilang secara mendadak, dengan suara seperti mesin (motorcycle or
motorboat)
- Frekuensi 20-150 Hz, berbentuk gerigi
- Dijumpai pada neuropati dan miopati yang kronis (cedera > 6 bulan)
d) Myotonic Discharge
- Aktivitas spontan pada serabut otot (mirip dengan PSW dan FP) tetapi berbeda dalam
hal karakteristiknya yaitu amplitudo dan frekuensinya bersifat “waxing and winning”
- Frekuensi antara 20-150 Hz
59
Catatan EMG SEP
- Ciri khas pada myotonic dystrophy, myotonia congenita, and paramyotonia congenita.
Dapat juga dijumpai pada beberapa jenis miopati, periodik paralisis hiperkalemia,
polymyositis
- Mempunyai karakteristik suara “revving engine”
e) Fasciculation Potentials
- Merupakan letupan tunggal, spontan, involunter
pada satu motor unit
- Irregular, sangat lambat, frekuensi berkisar 0.1-
10 Hz
- Pada orang normal dapat timbul fasikulasi yang
dinamakan “benign fasciculation” yang timbul
berulang-ulang pada satu tempat tertentu dan
tidak disertai adanya kelemahan dan atrofi otot.
- Secara klinis, fasikulasi dikenali sebagai kedutan
singkat individu yang jarang menyebabkan
pergerakan sendi yang signifikan. Fasikulasi
60
Catatan EMG SEP
berhubungan dengan berbagai proses penyakit yang mempengaruhi lower motor
neuron. Penyakit neuron motorik, seperti amyotrophic lateral sclerosis, adalah yang
paling terkenal. Namun, fasikulasi dapat dilihat pada radikulopati, polineuropati, dan
neuropati entrapment.
f) Myokymic Discharge
- Merupakan letupan berkelompok, bersifat berulang-ulang, ritmis dan spontan pada
satu motor unit
- Berasal dari depolarisasi spontan serabut saraf yang mengalami denervasi, yang
diikuti oleh transmisi ephaptic
- Jumlah potnsial dalam kelompok bervariasi
- Dapat dijumpai pada radikulopati dan neuropati terutama oleh karena efek radiasi
- Dapat ditimbulkan pada keadaan hipokalsemia dengan cara hiperventilasi (carpopedal
spasm)
- Secara klinis, miokimia biasanya dikenali sebagai gerakan otot yang terus menerus
bergetar, berdesir, atau bergelombang. Penemuan myokymic discharge pada EMG
sangat membantu dalam membatasi diagnosis banding
61
Catatan EMG SEP
g) Cramps potentials
- Secara klinis, kram adalah kontraksi otot yang tidak disengaja dan menyakitkan yang
cenderung terjadi saat otot dalam posisi pendek dan berkontraksi. Potensi kram
sebenarnya adalah pelepasan akson motorik frekuensi tinggi dan pada dasarnya bukan
fenomena otot. EMG secara khas menunjukkan beberapa potensi unit motor yang
tampak normal yang meletup berulang-ulang dan terkadang tidak teratur pada
frekuensi tinggi (biasanya 40–75 Hz).
- Kram mungkin benign (misalnya, kram betis nokturnal, kram pasca olahraga) atau
mungkin terkait dengan berbagai kondisi neuropatik, endokrinologis, dan metabolik.
62
Catatan EMG SEP
h) Neuromyotonic discharge
- Letupan berulang dari satu motor unit
- Frekuensi 150-250 Hz bersifat decrement
- Dapat dijumpai pada keadaan neuropati kronis, polio, adult spinal muscular atrophy,
dan sindroma continuous motor unit activity (CMUA)
- Memiliki frekuensi paling tinggi dari discharge lain. Merupakan fenomena langka
- Secara klinis, pasien dengan neuromyotonia menunjukkan kekakuan umum (generalized
stiffness), hiperhidrosis, dan relaksasi otot yang tertunda setelah kontraksi.
Penundaan dalam relaksasi dan perbaikan dengan penggunaan berulang bisa sulit
dibedakan secara klinis dari myotonia yang berasal dari otot. Namun, pada myotonia
yang berasal dari otot, perkusi otot langsung dapat menyebabkan myotonia, sedangkan
hal ini tidak terjadi pada neuromyotonia.
- Secara elektrik, sindrom ini mudah dibedakan. Sindrom miotonik berhubungan dengan
pelepasan serabut otot secara spontan (dengan positive wave atau brief spike
morphology), sedangkan gangguan neuromiotonik berhubungan dengan pelepasan
spontan neuron motorik atau aksonnya (dengan morfologi MUAP). Pada gangguan
neuromiotonik, tidak jarang terlihat pelepasan spontan lain yang berasal dari saraf
motorik, termasuk fasciculation potentials dan myokymic discharges
63
Catatan EMG SEP
64
Catatan EMG SEP
3) Analisis Motor Unit Action Potential (MUAP)
Setelah melalukan analisis aktivitas spontan pada saat otot dalam keadaan istirahat,
selanjutnya dilakukan penilaian MUAP pada saat otot berkontraksi, baik kontraksi minimal
maupun maksimal.
MUAP merupakan potensial serabut otot akibat letupan motor neuron yang telah mengalami
depolarisasi, yang selanjutnya dilanjutkan menuju akar saraf, saraf perifer, NMJ dan ke
serabut otot.
65
Catatan EMG SEP
Setiap motor unit mempuyai jumlah serabut otot yang bervariasi
Motor unit besar memiliki ciri : axonnya besar, selubung mielin tebal, KHS cepat, nilai ambang
depolarisasi tinggi, jenis serabut otot tipe II (fast switch)
Motor unit kecil memiliki ciri : axonnya kecil, selubung mielin tipis, KHS lambat, nilai ambang
depolarisasi rendah, jenis serabut otot tipe I (slow switch)
Pada awal kontraksi, motor unit kecil akan berkontraksi lebih dahulu, apabila kontraksi
diperkuat akan diikuti oleh motor unit yang lebih besar
Analisis MUAP meliputi : (1) morfologi MUAP (mencakup durasi, amplitudo, dan fase), (2)
Stabilitas, dan (3) Firing (letupan)
Pola kelainan MUAP yang muncul dari pemeriksaan biasanya akan memungkinkan penentuan
apakah kelainan tersebut terutama neuropatik atau miopatik dan sering membantu
menentukan perjalanan waktu (akut vs kronis) dan tingkat keparahan lesi. Klasifikasi MUAP
sebagai normal, neuropatik, atau miopati tidak didasarkan pada temuan tunggal
66
Catatan EMG SEP
(A) Morfologi MUAP
a) Durasi
- Adalah waktu mulai defleksi awal dari garis
dasar sampai dengan defleksi akhir yang
memotong garis dasar kembali
- Merupakan parameter untuk mengetahui jumlah
serabut otot dalam satu motor unit
- Normal : 5-15 msec
- Dalam keadaan normal durasi dipengaruhi oleh :
o Usia : semakin lanjut usia durasi MUAP akan
semakin meningkat
o Letak otot : otot proximal memiliki durasi yang lebih singkat
o Suhu : penurunan suhu akan menyebabkan durasi meningkat
- Durasi akan meningkat apabila semakin luas wilayah inervasi suatu motor neuron. Pada
kasus denervasi yang telah mengalami reinervasi, makan inervasi motor unit akan semakin
luas, sehingga timbul gambaran MUAP dengan durasi lebih panjang dari normal
67
Catatan EMG SEP
b) Amplitudo
- Diukur dari puncak ke puncak (peak to peak)
- Normal : 100 μV – 2mV
- Amplitudo MUAP hanya mencermnkan beberapa serabut terdekat dengan jarum (hanya 2-
12 serabut otot). Berbeda dengan durasi yang dipengaruhi jumlah serabut otot pada motor
unit.
- Faktor yang mempengaruhi tingginya amplitudo :
o Dekatnya jarum EMG pada motor unit akan menghasilkan amplitudo yang tinggi
o Jumlah serabut otot dalam motor unit meningkat
o Diameter serabut otot meningkat (misal pada hipertrofi)
o Serabut otot berkontraksi secara serentak dan simultan (sinkron)
- Amplitudo yang optimal didapatkan apabila jarum EMG berada tepat pada motor unit. Pada
saat itu akan terdengar bunyi yang nyaring dan tajam
- Pada miopati, amplitudo kecil oleh karena berkurangnya kaliber serabut otot
c) Fase
- Adalah perubahan defleksi potensial yang memotong garis dasar
- Merupakan parameter yang menunjukkan apakah semua serabut otot dalam satu motor
unit dapat berkontraksi secara bersamaan dalam satu waktu (sinkron)
- Normal setiap MUAP memiliki 2-4 fase, kecuali pada otot deltoid yang normal memiliki
fase lebih banyak
- Jumlah fase didefinisikan sebagai berapa kali potensi melintasi garis dasar ditambah satu
(yaitu, fase = baseline crossings + 1). Biasanya, MUAP memiliki empat fase atau kurang,
68
Catatan EMG SEP
dan biasanya biphasic atau triphasic. Konfigurasi tersebut tergantung pada sinkronisasi
serat-serat otot di sekitar jarum. MUAP dengan lebih dari empat fase disebut polifasik
- Abnormal bila didapatkan lebih dari lima fase untuk setiap MUAP. Pada serabut otot yang
mengalami denervasi, serabut otot tidak mampu berkontraksi secara serentak, sehingga
akan muncul gambaran polifasik
- Gerigi (serration) adalah perubahan defleksi potensial yang tidak melewati garis dasar.
Memiliki arti klinis yang sama dengan fase.
69
Catatan EMG SEP
(C) Firing Pattern MUAP (Aktivasi, Recruitment, Interference pattern)
Salah satu tugas yang paling penting namun paling sulit bagi ahli elektromiograf adalah
penilaian pola firing dan hubungannya dengan
jumlah MUAP.
MUAP biasanya meletup (firing) dalam pola
semirhythmic; Artinya, ada sedikit variasi dalam
interval waktu antara MUAP yang sama saat
diaktifkan secara berurutan. Pola firing unik ini
membantu untuk mengidentifikasi potensial
sebagai MUAP di bawah kontrol volunter,
berbeda dengan berbagai bentuk gelombang
spontan yang tidak berada di bawah kontrol
volunter dan memiliki pola firing berbeda lainnya
seperti potensial fibrilasi dan PSW, yang
memiliki pola teratur; complex repetitive
discharge, yang teratur sempurna atau berubah
secara tiba-tiba; myotonic discharge, yang
memiliki amplitudo waxing/waning; atau potensial
fasikulasi, yang sangat lambat dan irregular.
Selama kontraksi otot, hanya ada dua cara untuk
meningkatkan kekuatan otot: apakah lebih banyak unit motor yang dapat meletup, atau unit
motor yang meletup dapat meningkatkan kecepatan firing-nya.
70
Catatan EMG SEP
Normal satu motor unit akan meletup dengan pola semiritmik frekuensi 4-5 Hz. Jika tenaga
ditingkatkan, pertama kali motor unit akan meningkatkan laju letupannya, kemudian motor
unit yang kedua mulai meletup, dengan perhitungan setiap peningkatan frekuensi 5 Hz akan
bertambah satu motor unit. Jadi saat frekuensi MUAP pertama mencapai 10 Hz, MUAP
yang kedua mulai muncul; saat mencapai 15 Hz, motor unit ketiga muncul,dan seterusnya.
Sehingga otot yang berkontraksi volunter dengan frekuensi 30 Hz, normal akan mencakup
6 motor unit yang berbeda. Pada kontraksi maximal, beberapa motor unit akan berkontraksi
secara simultan dan saling tumpang tindih, membentuk interference pattern yang
sempurna, tidak dapat lagi dibedakan setiap motor unit satu demi satu (gambar A).
Umumnya, otot akan berkontraksi dengan frekuensi 30-50 Hz.
Interference pattern dipengaruhi oleh dua hal : aktivasi dan recruitment
Aktivasi merupakan gambaran pengaruh susunan saraf pusat. Aktivasi adalah kemampuan
atau usaha untuk meningkatkan kontraksi/ firing rate. Dipengaruhi oleh faktor kooperatif
dari penderita, nyeri, gangguan pergerakan. Aktivasi yang buruk dapat terlihat pada
penyakit sistem saraf pusat (SSP) atau sebagai manifestasi nyeri, koordinasi yang buruk,
atau gangguan fungsional.
71
Catatan EMG SEP
Recruitment merupakan gambaran pengaruh susunan saraf perifer. Recruitment adalah
kemampuan untuk menambah jumlah motor unit yang berkontraksi. Akan menurun pada
neuropati, dan pada keadaan end stage miopati. Dan meningkat pad miopati (early) karena
pada miopati terjadi pengurangan jumlah serabut otot, sehingga dengan kontraksi minimal
sudah melibatkan semua motor unit yang ada.
Pola interference incomplete dapat disebabkan oleh aktivasi yang buruk atau recruitment
yang buruk
Contoh : dua kasus incomplete interference.
Dalam kedua kasus tersebut, pasien diminta
untuk mengontraksi otot yang diinginkan
secara maksimal. Dalam kasus pertama (atas),
perhatikan bahwa MUAP yang sama meletup
dengan cepat pada 30 Hz. Meskipun firing
rate-nya maksimal, hanya satu MUAP yang
terlihat meletup pada 30 Hz (rasio 30: 1).
Dalam otot normal, pada saat kecepatan
tembak mencapai 30 Hz, seseorang akan
melihat lima atau enam MUAP yang berbeda
(rasio sekitar 5: 1). Jadi, dalam hal ini, pola
interferensi berkurang karena rekrutmen
menurun, tetapi aktivasi (firing rate) normal.
Penurunan rekrutmen dapat terjadi jika hilang MUAP, biasanya akibat axonal loss atau blok
konduksi atau miopati stadium akhir.
Bandingkan dengan pola pasien kedua (bawah), terlihat satu letupan MUAP. Dalam kasus ini,
MUAP tunggal meletup pada 5 Hz. Jadi, firing rate (aktivasi) jelas submaksimal, meskipun
jumlah MUAP yang meletup (rekrutmen) adalah normal untuk firing rate tersebut (rasio
sekitar 5: 1). Dalam kasus ini, pola interferensi berkurang terutama karena aktivasi yang
menurun, tetapi perekrutan (yaitu, jumlah MUAP) sesuai untuk tingkat letupannya. Pola
aktivasi yang berkurang ini dapat dilihat jika pasien tidak dapat bekerja sama sepenuhnya,
mungkin karena nyeri, atau memiliki lesi SSP (misalnya, stroke, MS).
Contoh lain. Baik aktivasi yang menurun (yaitu, gangguan UMN) dan penurunan perekrutan
(yaitu, gangguan LMN) dapat terjadi pada otot yang sama. Misalnya, selama kontraksi
maksimal, satu unit motor terlihat meletup pada 18 Hz. Tingkat pengaktifan maksimum 18
Hz menunjukkan berkurangnya aktivasi. Namun, untuk 18 Hz, setidaknya tiga unit motor
berbeda harus menyala. Rasio 18: 1 ini menunjukkan penurunan perekrutan. Situasi ini
72
Catatan EMG SEP
terjadi paling klasik pada ALS, kelainan pada UMN dan LMN. Dapat terjadi juga pada pasien
dengan gangguan neuropatik yang juga mengalami kesulitan menggerakkan anggota tubuh
karena nyeri (misalnya, karena radiculopathy L5 yang menyakitkan). Dalam hal ini, terjadi
penurunan rekrutmen karena hilangnya serabut akar saraf L5 dan penurunan aktivasi karena
nyeri.
73
Catatan EMG SEP
Neuropati akut (axonal loss)
o Pada gangguan axon akut (akibat trauma, kompresi, atau infark) akan terjadi degenerasi
wallerian dalam waktu 4-7 hari diikuti denervasi serabut otot distal dari motor unit yang
terkena
o Reinervasi akan terjadi dalam waktu beberapa minggu sampai bulan kemudian, dalam
bentuk sprouting dari axon yang masih sehat disekitar serabut saraf yang telah mengalami
denervasi.
o Pada keadaan tersebut, jumlah serabut otot pada MUAP yang reinervasi akan lebih besar
dari normal, dengan durasi, amplitudo, dan jumlah fase yang meningkat.
o Pada keadaan akut, morfologi MUAP masih normal. Satu-satunya abnormalitas yang
terlihat pada lesi neuropatik akut adalah penurunan recruitment pada otot yang lemah
karena berkurangnya jumlah motor unit
74
Catatan EMG SEP
Neuropati demielinating
o Pada neuropati demielinating murni, tidak didapatkan kelainan axon sama sekali, sehingga
tidak didapatkan proses denervasi. Impuls tetap dapat disampaikan sampai ke serabut
otot, walaupun dalam waktu yang lebih lambat. Morfologi MUAP masih normal, demikian
juga recruitmentnya
o Pada neuropati demielinating disertai blok konduksi, jumlah motor unit yang efektif akan
berkurang. Walaupun morfologi MUAP masih normal, pola firing menunjukkan penurunan
recruitment.
o Gambaran penurunan recruitment dengan morfologi MUAP yang masih normal ini hanya
terlihat pada lesi demielinating dengan blok konduksi (misalnya GBS, CTS) atau pada kasus
axon loss sebelum cukup waktu reinervasi
Miopati akut
o Pada miopati terjadi pengurangan jumlah dan ukuran serabut otot, akibatnya akan
menimbulkan MUAP dengan durasi cepat dan amplitudo kecil.
o Dengan disfungsi dari serabut otot yang tersisa, letupan yang terjadi tidak sinkron,
sehingga MUAP polifasik. Jumlah sebenarnya dari motor unit yang berfungsi (jumlah sel
di kornu anterior dan axon) tetap normal, sehingga pola recruitment tetap normal untuk
level aktivasi itu. Untuk level tertentu akan terjadi early recruitment
Miopati kronik
o Pada miopati kronik terutama oleh karena nekrosis atau inflamasi (misal polimiositis,
distrofi) sering terjadi denervasi dan reinervasi. Konsekuensinya dapat timbul MUAP
dengan durasi panjang, amplitudo tinggi dan polifasik, yang sering terlihat pada gambaran
penyakit neuropati kronik
o Sebagian besar miopati kronik, pada satu otot dapat terlihat dua populasi MUAP, yaitu (1)
MUAP dengan durasi panjang, amplitudo tinggi, polifasik, dan (2) MUAP dengan durasi
singkat, amplitudo kecil, polifasik.
o Pada miopati kronik, recruitment biasanya normal atau muncul early.
75
Catatan EMG SEP
Penyakit NMJ
o Morfologi MUAP dan firing pattern pada kelainan NMJ bergantung pada derajat
keparahannya. Jika kelainannya ringan, hanya mengakibatkan sedikit perubahan firing rate
sehingga morfologi maupun recruitmentnnya normal
o Pada kasus blok NMJ yang hebat, misal botulisme, semua serabut dalam beberapa motor
unit akan diblok, mengakibatkan hilangnya motor unit. Pada kasus ini, MUAP yang tersisa
adalah durasi singkat, amplitudo kecil, dan polifasik dengan recruitment yang menurun,
mencerminkan berkurangnya jumlah motor unit yang ada.
76
Catatan EMG SEP
Lampiran tambahan
77
Catatan EMG SEP
78
Catatan EMG SEP
79
Catatan EMG SEP
80
Catatan EMG SEP
81
Catatan EMG SEP
Carpal Tunnel Syndrome
Temuan elektrodiagnostik klasik pada carpal tunnel
syndrome termasuk yang berikut ini:
1. Perlambatan kecepatan hantar saraf sensorik
median melintasi terowongan karpal.
2. Prolong distal latency dari saraf motorik median.
3. Amplitudo rendah dari SNAP N. medianus.
4. Amplitudo rendah dari CMAP N. medianus.
5. Potensial spontan (fibrilasi dan/atau PSW) pada
otot abduktor pollicis brevis dan bukan pada otot
yang dipersarafi N. Medianus yang lebih
proksimal atau otot tangan lain yang diinervasi
oleh C8/T1
82
Catatan EMG SEP
83
Catatan EMG SEP
Ulnar neuropathy at the elbow
Temuan elektrodiagnostik klasik pada neuropati ulnar pada siku termasuk yang berikut ini:
1. Perlambatan kecepatan hantar saraf motorik ulnaris melintasi siku
2. Penurunan amplitudo CMAP motorik ulnaris dengan stimulasi di atas siku (blok konduksi)
3. Penurunan amplitudo SNAP ulnaris
4. Potensial spontan (fibrilasi dan PSW) pada otot yang dipersarafi ulnaris
5. Penurunan amplitudo SNAP kutaneus ulnaris dorsal (jika diperiksa)
6. Dengan lesi aksonal, potensial spontan abnormal (fibrilasi dan PSW) dapat ditemukan pada
otot tangan yang dipersarafi ulnaris serta flexor carpi ulnaris. (Hasil harus ditafsirkan
dengan hati-hati karena FCU mungkin negatif karena alasan yang tercantum di atas)
84
Catatan EMG SEP
85
Catatan EMG SEP
Radial neuropathy
Temuan elektrodiagnostik klasik pada neuropati radialis termasuk yang berikut ini (tergantung
lokasi dan jenis lesi):
1. Penurunan amplitudo SNAP radial
2. Penurunan amplitudo CMAP radial
3. Perlambatan kecepatan hantar saraf motorik radial melintasi segmen yang terkena (atau
peningkatan latensi distal)
4. Penurunan amplitudo CMAP radial hanya pada segmen yang terpengaruh (blok konduksi)
5. Potensial spontan (fibrilasi dan PSW pada otot yang dipersarafi radial distal dari lesi)
6. Abnormalitas rekrutmen
7. Jika saraf interoseus posterior (cabang motorik) terpengaruh, CMAP radial mungkin abnormal,
tetapi SNAP radial harus normal. (terlihat pada sindrom supinator)
8. Jika saraf sensorik radial superfisial (saraf sensorik murni) terpengaruh, SNAP radial mungkin
abnormal, tetapi CMAP radial harus normal
86
Catatan EMG SEP
87
Catatan EMG SEP
Radiculopathy
Temuan elektrodiagnostik klasik pada radikulopati termasuk yang berikut ini :
1. Amplitudo SNAP dan kecepatan konduksi normal
2. Latensi CMAP normal, amplitudo dan kecepatan konduksi (terutama)
3. Potensial spontan (fibrilasi dan PSW) pada otot paraspinal dan dua otot dari persarafan tepi
berbeda dinervasi oleh tingkat akar saraf (root) yang sama
Fibular/Peroneal neuropathy
Temuan elektrodiagnostik klasik pada neuropati fibular termasuk yang berikut ini :
1. Pengurangan amplitudo CMAP fibula dibandingkan dengan sisi kontralateral
2. Blok konduksi saraf motorik fibula
3. Berkurangnya amplitudo saraf sensorik fibular superfisial (SNAP)
4. Respons-F fibula yang tidak ada atau memanjang pada sisi yang terkena
5. Sensorik sural normal, motorik tibialis, dan refleks-H
6. Temuan EMG dari aktivitas spontan dan/atau reinnervasi pada otot yang disuplai oleh saraf
fibular profunda dan superfisial
88
Catatan EMG SEP
89
Catatan EMG SEP
Peripheral polyneuropathy
Temuan elektrodiagnostik klasik pada peripheral polyneuropathy termasuk yang berikut ini :
1. Peningkatan latensi dan/atau penurunan kecepatan hantar pada neuropati demielinasi
(peningkatan latensi motorik dan/atau penurunan kecepatan hantar pada neuropati demielinasi
motorik dan peningkatan latensi sensorik dan/atau penurunan kecepatan konduksi pada
neuropati demielinasi sensorik)
2. Penurunan amplitudo CMAP atau SNAP pada neuropati aksonal (penurunan amplitudo CMAP
pada neuropati aksonal motorik dan penurunan amplitudo SNAP pada neuropati aksonal
sensorik)
3. Aktivitas spontan yang abnormal dapat ditemukan pada pemeriksaan jarum pada neuropati
aksonal motorik.
Myopathy
Temuan elektrodiagnostik klasik pada peripheral miopati termasuk yang berikut ini :
1. SNAP normal
2. CMAP normal
3. Potensial spontan (PSW dan fibrilasi) pada otot yang terkena
4. Durasi pendek, amplitudo kecil, polifasik dengan early recruitment pada otot yang terkena
Brachial plexopathy
Temuan elektrodiagnostik klasik pada plexopati brakialis termasuk yang berikut ini :
1. Amplitudo SNAP menurun
2. Amplitudo CMAP menurun
3. Perlambatan kecepatan hantar saraf dengan stimulasi melintasi Erb’s point
4. Temuan EMG normal pada otot paraspinal
5. Aktivitas spontan (fibrilasi dan PSW) pada otot distal dari otot yang dipersarafi oleh
segmen yang cedera
Lumbosacral plexopathy
Temuan elektrodiagnostik klasik pada plexopati lumbosakral termasuk yang berikut ini :
1. Amplitudo SNAP menurun
2. Amplitudo CMAP menurun
3. Temuan EMG normal pada otot paraspinal
4. Aktivitas spontan (fibrilasi dan PSW) pada otot distal dari segmen yang cedera
90
Catatan EMG SEP
Motor Neuron Disease
Temuan elektrodiagnostik klasik pada MND termasuk yang berikut ini :
1. Amplitudo dan kecepatan konduksi SNAP normal.
2. Amplitudo CMAP menurun dengan latensi normal (atau sedikit meningkat) dan kecepatan
konduksi normal (atau sedikit menurun).
3. EMG akan menunjukkan potensial spontan (fibrilasi dan PSW) pada otot yang terkena.
Fasikulasi dan complex repetitive discharges (CRD) juga dapat ditemukan. MUAP mungkin
menunjukkan peningkatan durasi, amplitudo besar, dan/atau potensi polifasik jika reinnervasi
telah terjadi. Rekrutmen juga akan berkurang. Ingatlah untuk menguji otot di keempat wilayah
anatomi.
91
Catatan EMG SEP