Anda di halaman 1dari 130

Advanced Neurology Life Support

Penatalaksanaan
Cedera Kranioserebral

LATAR BELAKANG
cedera kranioserebral atau neurotrauma
merupakan masalah dalam bidang
neurologi yang jumlahnya dengan cepat
meningkat seiring dengan kemajuan di
bidang teknologi dan sarana transportasi.
Jumlah pasien yang bertambah setiap
tahun mengharuskan penanganan dengan
cepat dan tepat

LATAR BELAKANG
cedera akut pada susunan saraf pusat,
selaput otak, saraf kranial termasuk fraktur
tulang kepala dan tengkorak, kerusakan
jaringan lunak pada kepala dan wajah
disertai suatu keadaan perubahan fungsi
mental atau fisik akibat benturan pada
kepala
Adams RD, Victor M. Craniocerebral trauma. Principles of neurology 5th ed

LATAR BELAKANG
konsep sentral :
kerusakan neurologis tidak hanya terjadi pada saat
terjadinya trauma melainkan berkembang pada jam-jam
dan hari-hari berikutnya serta dipengaruhi juga oleh
kerentanan pasien terhadap trauma
Metode penanganan yang komprehensif, cepat, tepat,
monitoring yang benar serta penemuan obat-obat baru,
metode neurorestorasi dan rehabilitasi bertujuan
meningkatkan keluaran dari pasien neurotrauma
Joni Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Indarto Susilo RI. Pedoman tatalaksana cedera otak (Guideline for Management of Traumatic
Brain Injury). Tim Neurotrauma RSU Dr. Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, 2007

Epidemiologi
penyebab kematian dan kecacatan pada anak dan
dewasa pada usia produktif
Amerika Serikat 1,6 juta orang pertahunnya
250.000 orang berobat ke rumah sakit
60.000 orang meninggal
70.000 sampai 90.000 orang mengalami cacat
neurologis permanen
Kerugian finansial karena kehilangan produktifitas dan
biaya perawatan medis sekitar 100 milyar dolar Amerika
Marik PE, Varon J, Trask T. Management of head trauma. Chest 2002.122; 2:699

Epidemiologi
Inggris, 1800 pasien per 100.000 penduduk
India tiap tahun rata-rata terdapat 3,2 juta kasus
kecelakaan dengan angka kematian 48.000 pertahunnya
Angka rerata 200 per 100.000 penduduk
Puncak dekade ke 2 dan ke 3
Pria dua kali lebih banyak dibanding wanita
Penyebab paling sering kecelakaan lalu lintas

Dombovy ML. Traumatic Brain Injury. Dalam: Lazar RB. Principle of neurologic rehabilitation. New York. McGraw Hill.1998;79-104
Talwar S, Jain S, Porwal R, Laddha BL, Prasad P. Trauma Scoring in a Developing Country. Singapore Med J 1999; Vol 40(06)
Graham DI, Mac Intosh TK. Neuropathology of brain injury. Dalam: Evans RW. Neurology and trauma 2nd ed. Philadelphia. WB
Saunders.1996;4:53-90

Epidemiologi
ruang rawat neurologi kelas III (IRNA B) RSCM Jakarta,
1994
1002 orang
cedera kepala ringan (CKR) 532 orang
cedera kepala sedang (CKS) 240 orang dengan angka kematian
2 orang (0,9%)
cedera kepala berat (CKB) 230 orang dengan angka kematian
91 orang (39,6%)

Misbach J. Patofisiologi dan penatalaksanaan medik cedera kepala berat. Simposium cedera kepala ditinjau dari beberapa aspek.
Jakarta 1995

Epidemiologi
RSUD Dr. Sutomo 2002 - 2006
Tahun

Cedera

Cedera Otak Berat

Kematian

Kematian COB

Kranioserebral

2002

2005

455

225

11.22

169

37.14

2003

1910

467

210

10.99

127

27.19

2004

1621

275

134

8.27

81

29.45

2005

1670

199

103

6.17

65

32.66

2006

1588

195

98

6.17

49

25.13

Joni Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Indarto Susilo RI. Pedoman tatalaksana cedera otak (Guideline for
Management of Traumatic Brain Injury). Tim Neurotrauma RSU Dr. Soetomo Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya, 2007

Klasifikasi cedera kranioserebral


berdasarkan neuropatofisiologi :
1. Komosio serebri
tidak ada jaringan otak yang rusak tapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat, berupa
pingsan kurang dari 10 menit atau amnesia paska cedera kranioserebral.

2. Kontusio serebri
kerusakan jaringan otak dengan defisit neurologik yang timbul setara dengan
kerusakan otak tersebut, minimal pingsan lebih dari 10 menit atau ada lesi
neurologik yang jelas.

3. Laserasi otak
kerusakan jaringan otak yang luas dan jaringan otak robek yang umumnya
disertai fraktur tengkorak terbuka.
Misbach J. Patofisiologi cedera kranioserebral. Neurona 1999;16:4-7

Klasifikasi cedera kranioserebral


berdasarkan skala koma glasgow :

Cedera kranioserebral berat dengan skala koma glasgow 3-8.


Cedera kranioserebral sedang dengan skala koma glasgow 9-12.
Cedera kranioserebral ringan dengan skala koma glasgow 13-15.
Perdarahan intra kranial dengan skala koma glasgow setara cedera
kranioserebral ringan atau cedera kranioserebral sedang dianggap
sebagai cedera kranioserebral berat

Misbach J. Patofisiologi cedera kranioserebral. Neurona 1999;16:4-7

Kausa Cedera Kranioserebral (TBI)


Kausa TBI ialah kekuatan mekanik yaitu;
Cedera kontak langsung (direct injury)
Cedera akselerasi dan decelarsi
Rotasi (torsional injury)

Kekuatan mekanik ini menimbul TBI;


Cedera Primer; cedera langsung pada jaringan
otak/sekitarnya (tengkorak, kulit kepala, dll)
Cedera Sekunder; komplikasi yg timbul akibat
cedera primer.
Dapat menimbulkan cedera mulai dari kulit
kepala sampai jaringan otak

CEDERA PRIMER
kerusakan fokal dan difus dari struktur intra kranial langsung
saat terjadinya benturan, dapat menimbulkan perdarahan
intra kranial, meningkatkan tekanan karena efek massa
(perdarahan epidural, subdural, subarakhnoid dan kontusio
jaringan parenkim otak), kerusakan luas yang langsung
mencederai akson, kontusio massa putih dan laserasi otak
karena fraktur tulang tengkorak yang fragmen tulangnya
mengenai jaringan otak

Dombovy ML. Traumatic Brain Injury. Dalam: Lazar RB. Principle of neurologic rehabilitation. New York. McGraw Hill.1998;79-104

CEDERA SEKUNDER
komplikasi cedera primer
terjadi pada sel neuron yang rusak akibat
cedera langsung dan juga pada sel neuron
yang yang relatif normal karena tidak
terkena dampak langsung cedera kepala
primer

Dombovy ML. Traumatic Brain Injury. Dalam: Lazar RB. Principle of neurologic rehabilitation. New York. McGraw Hill.1998;79-104

CEDERA SEKUNDER
penyebab
kegagalan respirasi
hipoksia
hiperkapnia
penurunan perfusi serebral
hipotensi
iskemia
infeksi
peningkatan tekanan intra kranial
respon inflamasi
radikal bebas
neurotransmitter eksitasi
Dombovy ML. Traumatic Brain Injury. Dalam: Lazar RB. Principle of neurologic rehabilitation. New York. McGraw Hill.1998;79104

Cedera sekunder menyebabkan kematian


neuron secara langsung melalui
mekanisme disrupsi jaringan otak atau
program kematian sel melalui mekanisme
tunda.
Mekanisme sekunder ini dapat dibagi dalam
2 komponen :
secondary brain damage
secondary brain insult

Secondary brain damage


Terjadi sesudah aktivasi langsung dari proses imunologi
dan biokimia yang merusak dan berpropagasi secara
otomatis, dengan mediator :

asidosis laktat
influk kalsium
asam amino eksitatorik
asam arakhidonat
oksida nitrit
radikal bebas
peroksidasi lipid
aktivasi jeram komplemen
sitokin
bradikinin
makrofag
pembentukan edema

Secondary brain insult


timbul sebagai akibat baik dari perburukan
sistemik maupun patofisiologi intra kranial
dan memperberat kerusakan neuron yang
sudah didapat saat cedera primer
jalur umum final proses iskemia otak

Secondary brain insult


Systemic secondary insult
Hipoksemia
hipoksia, apnoe, hipoventilasi, trauma dinding dada, hemothorax, bronkospasme, obstruksi jalan
nafas, kontusio paru, pneumothorax, aspirasi pneumonia, anemia.
Hipotensi
hipovolemia, perdarahan, penyebab farmakologi, kontusio miokardium, tamponade perikardium,
aritmia, henti jantung, gagal jantung, sepsis, pneumothorak, cedera medula spinal.
Hiperkapnia
depresi pernafasan, obstruksi jalan nafas
Hipokapnia
hiperventilasi (spontan atau induksi)
Hipertermia
hipermetabolisme, respon stress, infeksi
Hiperglikemia
dekstrose intra venous, respon stres
Hipoglikemia
nutrisi tidak adekuat, infus insulin
Hiponatremia
asupan yang tidak cukup, kehilangan yang eksesif, cairan hipotonik
Hipoproteinemia
malnutrisi, kelaparan

Secondary brain insult


Intracranial secondary insult

Tekanan intra kranial meningkat


pergeseran garis tengah, hematoma, edema, dilatasi vascular,
hidrosefalus
Kejang
cedera kortek serebri
Vasospasme
perdarahan subarakhnoid traumatik
Infeksi
fraktur dasar tengkorak, fraktur depresi tengkorak

Cedera
Kranioserebral
Cedera langsung

Coup
injury

Contrecoup
Injury

Traumatic Brain Injury

PRIMARY BRAIN INJURY


Focal Injury

Diffuse Injury

Vascular injury
- epidural hemorrhage
- subdural hemorrhage
- subarachnoid hemorrhage
- intra-cerebral hemorrhage
- intra-ventricular hemorrhage

Diffuse axonal injury

Axonal injury

Diffuse vascular injury

Contusional injury
Laceration
SECONDARY BRAIN INJURY
-Diffuse and focal hypoxic-ischemic injury
-Diffuse and focal brain edema
-Intracranial hypertension
-Hydrocephalus
-Infection

Focal Traumatic Vascular Injury


Types Causes

Clinicals

Diagnostic

management

EDH

TBI , ada fraktur &


laserasi pd arteri.
meningeal media

Lusid interval, koma


krn ekspansi hematoma, ICP, herniasi

CT Scan; hiperden, konvex lusensi, fraktur tengkorak

Evakuasi
emergen-si
(kraniotomi)

SDH

TBI ringan sp berat


sering pada orang
tua, neonatus dan
anak-anak.

Biasa lambat, kdg cepat. Gejala tdk khas;


ggn kepribadian,
kesadaran sp parese
dan koma

CT scan; acut (<1mg) hi- Evakuasi operasi


perden, cairan konkaf pd
sub dural

SAH

TBI, dpt juga krn


pecah anerisma
saccular, kdg AVM

Sefalgia akut yg berat


dgn kesadaran yg
gradual

CT scan; hiperden lusensi pd ruang SA tu pd sisterna basal, berhub dg


ventrikulomegali.

Klip anerisma
atau pasang
endovascu- lar
coiling

ICH

Hipertensi,
sekunder TBI

Tergantung letak lesi


& hematoma; kesadaran krn TIK ,
kompresi btg otak

CT scan; traumatik ICH


hiperden lusensi di temporal, frontal inferior &
oksipital

Tergantung luas
hematoma, jika di
evakuasi

IVH

Hipertensi atau TBI

Kesadaran sp koma

CT scan; hiperden lusensi pd sist ventrikel ada


hub dgn hidrosefalus

Pasang drainage
(shunting)

Epidural Hematoma (EDH)


perdarahan antara duramater &
tengkorak, akibat robeknya
arteri meningea media dengan
atau tanpa fraktur temporal.
70 % perdrhan terjadi didaerah
temporal/parietal.
Lusid interval; masa sadar dari
pingsan setelah kecelakaan lalu
turun
kembali
tingkat
kesadarannya.

Subdural Hematoma
(SDH)
perdarahan antara
dura dan arachnoid,
akibat robek- nya
vena-vena jembatan
sinus venosus dura
atau
robeknya
arachnoidea.

Cedera Primer : Focal Injury


Cedera axonal focal:
terjadi pada axon di lokasi tertentu,
hantaran impul terganggu total
/sebagian tergantung beratnya
cedera,
mungkin
ada defisit
neurologis sesuai lesi
Cedera confusional:
cedera fokal pd pembuluh darah
kecil
& parenkim otak, ada lesi
perdarahan
fokal,
umumnya
akibat akselerasi dan deselerasi
pada tonjolan tulang (temporal,
frontal dan oksipital) dapat juga
terjadi karen cedera langsung pada
sisi lesi (coup) dan sisi contre coup

Cedera - Primer
Diffus Axonal Injury
Cedera axon dapat total atau
parsial: sering pada hemisfer
serebri, corpus callosum,
batang otak & serebellum.
Gejala klinik bervariasi
Ringan; unresponsive,
Sering pada cedera akselerasi &
confuse & amnesia dengan
deselerasi, kadang terjadi pada
defisit neurologis ringan.
cedera langsung.
Berat; kesadaran sampai
CT scan biasa (n), jika ada
beberapa hari/minggu atau
edema cisterna (-) dan
vegetative state, disfungsi
terdapat midline shift
neurologis berat

Diagnostik dan Tatalaksana TBI


Lakukan secara profesional, cepat & cermat
Tatalaksana ada; prehospital dan hospital
Tujuan utama diagnostik dan tatalaksana
TBI, ialah :
Memperbaiki patologi cedera primer
Mencegah dan memperbaiki cedera sekunder
Meningkat fungsi fisiologis sistem saraf (otak)

Untuk Mencapai Tujuan Utama Diagnostik


dan tatalaksana
Perlu masyarakat mengerti cara memberikan P3K lakukan
penyuluhan dan pelatihan kepada kelompok masyarakat
(pramuka, Polisi, guru, dll)
Perlu ada tim neurotrauma yang profesional terdiri dari :
- Neurologist
- Paramedis/critical care nurse
- Emergency Physician
- Trauma Surgeon
- Neurosurgeon
- Lain-lain : psikiatri, therapist, social worker

Tatalaksana TBI - Prehospital


Menyelamatkan pasien dari lokasi kejadian
Survey primer (ABC), awasi kesadaran, fungsi vital,
hati-hati jejas leher (pasang collar neck)
Perawatan medis segera ditempat kejadian
Jaga jalan nafas ventilasi & oksigenisasi
Jegah/atasi hipotensi & hipoksia hemodinamik
hipotensi jika SBP < 90 mmHg, hipoksia jika O2 saturasi
<90% atau PaO2 < 60 mmHg.
GCS <9, SBP <90mmHg, CPP > 70mmHg, O2 sungkup tidak
cukup perlu pasang endotracheal intubasi.
Hipoksia dan iskemik tidak hanya menyebabkan cedera
langsung pada saraf, juga TIK karena respon
vasodilatasi

Tatalaksana TBI - Hospital


Survey primer :
A : airway; perhatikan gerakan torak, retraksi (+)/(-). dengar
suara nafas, stridor, sumbatan, rasakan aliran udara
pernafasan
B : pernafasan; perhatikan ventilasi adekuat?, cari apakah
ada pneumotorak, apakah ada fraktur iga? dengar suara
nafas dari kedua torak.
C : Circulation; raba nadi, cek tensi, buat EKG
D : disability (NEUROLOGI), cek tingkat kesadaran (orientasi
terganggu, alteration inpersonality), amnesia retrograde
dan antegrade, suhu tubuh, muntah proyentil, periksa rx
pupil.
cushings reflex : tensi , bradikardia, nafas tidak teratur.

Tatalaksana TBI - Hospital.. (2)


D : Neurologi
Cari apakah ada cedera medula spinalis (cervical !)
Cek cedera extra kranial (laserasi, kompresi fraktur)
Cari tanda fraktur basis cranii; Battles sign, Racoons eye,
CSF otorrhoe, rhinorrhoe, hemotympanum.
Cari tanda fraktur facial; fraktur zygoma,fraktur orbita
Periksa fungsi motorik dan reflek patologis
Evaluasi gejala TIK meninggi
? trauma non-neuro; cedera torak, abdomen, etc

Monitor ABC ulang; perbaikan/perburukan


Monitor GCS; perbaikan/perburukan

Tatalaksana TBI - Hospital .. (3)


* Pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan
- Laboratorium : DPL, GD, elektrolit, AGD.
- Radiologi : foto kepala AP/Lat.
impressi fraktur foto kepala tangensial.
jika ada indikasi foto servikal, basis cranii
* Collar neck bisa dilepas setelah pasti tidak ada
fraktur servikal
* Penilaian selanjutnya :

GLASGOW COMA SCALE


Eyes
Motor
Verbal

Cara perangsangan, dikutip dari Lindsay KW, Bone I, Callander R

Eyes

4 = Spontan
3 = Terhadap perintah
2 = Terhadap rangsang nyeri
1 = Tidak ada respon

Respon membuka mata, dikutip dari Lindsay KW, Bone I, Callander R

Motor

6 = Sesuai perintah
5 = Dapat melokalisasi nyeri
4 = Fleksi terhadap nyeri (withdrawal)
3 = Fleksi abnormal (dekortikasi)
2 = Ekstensi abnormal (deserebrasi)
1 = Tidak ada respon

Verbal

5 = Orientasi baik
4 = Kalimat
3 = Kata
2 = Suara
1 = Tidak ada respon
T = intubasi

Tingkat Kesadaran
Dinilai dgn Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale)

Nilai

Eyes

Movement

Verbal

Sesuai perintah

Dapat melokalisasi
nyeri

Orientasi baik

Spontan

Fleksi terhadap nyeri


(withdrawal)

Kalimat

Terhadap perintah

Fleksi abnormal
(dekortikasi)

Kata

rangsang nyeri

Ekstensi abnormal
(deserebrasi)

Suara

Respon (-)

Respon (-)

Respon (-)

Total nilai SKG : maksimal 15, minimal 3

Klasifikasi Cedera Kranioserebral


No. Jenis CK
1. Minimal (SHI)
2. Ringan (CKR)
3.

Sedang (CKS)

4.
5.

Berat (CKB)
Critical

Kriteria
GCS = 15, LOC (-), amnesia (-)
GCS = 14 atau 15, LOC < 5 menit,
ada ggn kesadaran atau memori.
GCS = 9 13 atau LOC 5 menit
atau defisit neurologis fokal
GCS = 5 8
GCS = 3 -4

LOC : loss of consciousness


Kepustakaan 1 dan 3.

Fraktur Basis Kranii


Gambaran klinis :
* otorrhoe atau rhinorrhoe
* hemotympanum/laserasi liang telinga luar
* post auricular ecchymoses (Battles sign)
* periorbital ecchymoses (Raccoons eyes),
* cedera nn. Kranialis;
- n. VII dan/atau VIII hub dgn fraktur temporal.
- n. I lesi pd fosa anterior, anosmi jika lesi meluas
ke optik kanal dpt menimbulkan ggn n. II.
- cedera n. VI jika terjadi fraktur via clivus.
Foto basis cranii atau CT scan bone window.

Fraktur Basis Kranial .. 2

Rhinorrhoe

Otorrhoe

Fraktur
Basis Kranii .. (3)
Battles sign
(Post auricular ecchymosis)

Raccoon eyes
(Periorbital ecchymosis)

Tatalaksana TBI Ringan : SKG 14-15


1. Anamnesa : pingsan (LOC) < 5 menit, ada
ganguan kesadaran atau memori.
2. Pemeriksaan
* Umum singkirkan cedera sistemik.
* Neurologi: nilai tingkat kesadaran, pernafasan,
rx pupil, gerakan bola mata, nn. Kranial, fungsi
motorik, reflek patologis.
* Pemeriksaan penunjang lab : DPL, GDS,
electrolit dan AGD Foto: kepala, basis & leher
*Pemeriksaan kadar alkohol atau obat dalam
urine atas indikasi.

Tatalaksana TBI Ringan : SKG 14-15 .. (2)


3. Rawat ?
a. Tidak dirawat, jika; orientasi t/w/o baik, gejala
fokal neurologik (-),muntah (-), fraktur tengkorak (-),
ada yang mengawasi dirumah, rumah dalam kota.
b. Rawat, jika; pingsan <5 menit (+), muntah (+),
sakit kepala sedang/berat (+), intoksikasi obat atau
alkohol, amnesia, fraktur tengkorak, rhinohoe atau
otorrhoe, ada cedera tembus, tidak ada orang yang
mengawasi dirumah, cedera penyerta, tidak dapat
kembali ke RS.
4. Terapi : WT, antibiotik, analgetik, anti-inflamasi.

Sindroma Konkusi (Concussive Synd)


- Sering terjadi pada cedera kepala ringan
- konkusi gangguan kesadaran yang singkat dengan
disfungsi neurologi seperti amnesia, konfuse,
disorientasi, gangguan memori, respon verbal dan
motorik terganggu & gangguan koordinasi.
- timbul masalah konsentrasi, hiperakusis, vertigo
dan perubahan kepribadian.
- tidak ada abnormalitas mikroskopik yang jelas.
- CT & MRI tidak ada kelainan / hanya lesi minimal.

Tatalaksana TBI Sedang : SKG 9-13


1. Anamnesa : pingsan (LOC) > 5 menit, ada
gangguan defisit neurologis fokal.
2. Pemeriksaan
* Umum singkirkan cedera sistemik.
* Neurologi: nilai tingkat kesadaran, pernafasan,
rx pupil, gerakan bola mata, nn. Kranial, fungsi
motorik, reflek patologis.
* Pemeriksaan penunjang lab : DPL, GDS,
electrolit dan AGD Foto: kepala, basis & leher
* Pemeriksaan kadar alkohol atau obat dalam
urine atas indikasi.

Tatalaksana TBI Sedang : SKG 9-13 .. (2)


3. CT Scan otak, jika diduga ada hematoma intrakranial
4. Terapi :
- beri cairan kristaloid yaitu RL/NaCl 0,9% 1500 ml
s/d 2000 ml/hari, kecuali jika ada tanda shock
perdarahan, keseimbangan cairan tercapai jika
tensi dan nadi normal, produksi urine 0,5 ml/kg
BB per jam ( > 30 ml per jam).
- Terapi medikamentosa, sesuai indikasi .

Tatalaksana TBI Berat : SKG 3-8


1. biasanya disertai cedera multipel, ditemukan juga
kelainan sistemik yang mengganggu sistem
kardiopulmoner.
2. Pemeriksaan umum cari kelainan sistemik.
3. Pemeriksaan neurologis lengkap: kesadaran, Rx
pupil, gerakan bola mata, pernafasan, fungsi
motorik, dan reflek patologis.
4. Pemeriksaan penunjang
a. lab : DPL, GDS, AGD, elektrolit, fungsi ginjal
b. Ro : foto kepala AP/Lat, foto thorak, dll sesuai
indikasi. CT Scan lakukan pd EDH, SAH.

Tatalaksana TBI Berat : SKG 3-8 .. (2)


5. Gangguan kardiopulmonal lakukan RJP yaitu,
-A (airway) bebaskan jalan nafas dari sisa makanan,
lendir, bekuan darah, atau posisi lidah yg jatuh ke
belakang.
-B (breathing) dapat terganggu krn mekanisme ;
. perifer : cedera torak, edema/emboli paru.
. sentral : lesi medula oblongata.
-C (circulation) :hipotensi sering karena perdarahan
extra kranial: eritoneal, torak/pelvis, fraktur tulang
panjang.
stop perdarahan. Beri cairan kristaloid RL or NaCl
0.9% sampai tensi (n) dan produksi urine 0,5
ml/Kgbb/jam

Tatalaksana TBI Berat : SKG 3-8 .. (3)


Nutrisi
hari I cairan NaCl 0,9% atau RL 1500-2000ml
Hari II dapat mulai makanan per oral melalui NGT
bising usus (+) beri Dx 10% 100 ml tiap 2 jam.
Hari III berikan susu dengan dosisi seperti glukosa.
Hari IV dst berikan makanan cair 2000-3000 kal,
protein 1.5-2 gr/kgbb/hr, lipid 10-40% dr kebutuhan kalori, Zn 12 mg/hr.
Kadar gula darah dijaga < 200 mg% per hari

Tatalaksana TBI Berat : SKG 3-8 .. (4)


TIK , turunkan dgn cara :
Posisi kepala ditingkatkan 30
Mild hiperventilasi (PaCO2 30-35 mmHg)
Diuretik osmotik (mannitol 20%) dosis 0.5-1 gr/kgbb,
berikan dalam waktu 30 menit, diulangi setelah 6 jam
dengan dosis 0.25-0.5 gr/kgbb dlm 30 menit, monitor
osmolality <310 mOsm.
Loop diuretik (furosemid) dosis 40 mg/hr, iv berikan bersama-sama mannitol, karena mempunyai efek sinergik
dan memperpanjang efek osmotik mannitol.
Jaga CPP > 70 mmHg (60-120 mmHg)
Jaga suhu tubuh (37.5C), cegah kejang (phenytoin)
Sedasi (narcotik, benzodiazepines)

Initial Management TBI Berat


CKB
(GCS < 8)

Evaluasi
trauma

Endotracheal intubation
Fluid resuscitation
Ventilation (PaCO2 35 mmHg)
Oxygenation
Sedation
pharmacologic paralysis
(short acting)

Emergency D/ or Th/
Procedures as indicated
Herniation ?
Deterioration ?
CT Scan
Surgical
Lesion ?

yes

hyperventilation
mannitol (1 g/Kg)

yes

Resolution

no

yes

no
ICU
Monitor ICP

Operating
theater

Th/ TIK

Resusitasi Serebral pd TBI Berat


Acute Brain Injury
GCS 8, edema serebri, CT ada shift, kompresi pada struktur vital otak
Intubasi tracheal dan ventilasi mekanik, ICP monitoring, drainage CSF jika ada
Monitor GCS: pemeriksaan neuro serial, jaga normovolemia / sedikit
hypervolemia, pertahankan CPP > 70mmHg jika perlu pakai vasopressor,
jaga cairan dgn NaCl 0.9%, monitor Na*Q 4-6 H dgn tujuan >140mEq/L,
diuretik

tanda klinis herniasi ICP > 20 mmHg


Hyperventilasi jaga PaCO2 30-35 mmHg, furosemid, jaga normovolemia,
CPP > 70 mmHg, mannitol 0.5-1.0 g/kg iv bolus, serum osmolality 300-320
mOsm/L, jaga Na* 145-155 mEq/L, koma berlanjut th/ barbiturat
(?propofol), pertimbangkan operasi dekompresi (hemikraniotomi,
lobektomi)

Poor Outcome in Traumatic Brain Injury


* Post-resucitation Glasgow Coma Score of 3
* Older than 65 years
* Abnormal pupil/s for at least one observation
* Shock on admission (blood pressure < 80mmHg)
and during hospital stay
* Persistent increased ICP (>20mmHg)
* Hypoxia on admission (PO2 < 60 mm Hg)
* CT scan abnormalities (absent cisterns, midline
shift, intraventricular hemorrhage, shearing in
corpus callosum)
Data from Jennet et al 78, Pal et al 79, Ross et al 80, Alberico et, al 81, Choi et al 82
Ref. 5 pg 384

Salah Satu Cara Penilaian utk Prediksi Keluaran

Salah Satu Cara Penilaian utk Prediksi Keluaran


(SYSTEMIC INFLAMATION RESPONS SYNDROME : SIRS)
Demam atau Hipotermia
(Suhu 38 C atau < 36C)
Takikardia
(Denyut jantung > 90 x / menit)
Takipneu
(Pernafasan > 20 x / menit atau PaCO2 < 32)
Hitung Leukosit yang Abnormal
(> 12.000 /mm atau < 4.000 /mm atau
> 10% ditemukan neutrofil immature)

NILAI
1

Risiko Relatif kematian nilai SIRS 1 : sebesar 3.5


SIRS 4 :s ebesar 37.3

1
1
1

Complications of Traumatic Brain Injury


1. Fistula LCS & Pneumocephalus.
2. Vascular
3. Delayed Traumatic ICH & coagulopathies
4. Infection.
5. Facial Fractures
6. Injuries of Cranial Nerves.
7. Post Traumatic Epilepsy.
8. Post concussion synd & neurobehavior Disorder
9. Metabolic abnormalities
* hyponatremia, hyperkalemia, dll.
* respiratory alkalosis
* neuroendocrine (DM, DI, SIADH)

Cedera Medula
Spinalis (CMS)

Pendahuluan
Cedera Medula Spinalis (CMS) :
Kerusakan pada medula spinalis karena pergeseran atau
kompresi tulang yang mengakibatkan gangguan baik
secara komplit atau parsial, merupakan keadaan darurat
neurologi yg perlu tindakan cepat, tepat dan cermat untuk
mengurangi kecacatan
Prognosis tergantung dari 2 faktor :
- beratnya defisit neurologis yg timbul
- lamanya defisit neurologis sebelum dilakukan
tindakan dekompresi.

Epidemiologi
Pria lebih sering terkena (80%)
Sering pada dewasa muda (15-30 tahun)
Pada orang tua sering karena kecelakaan
kendaraan bermotor
Penyebab tersering:
Olah raga Full Contact (Rugby, American
wrestling)
Olah raga High speed (Skii, Skate, surfing)
Olah raga melompat (trampoline, berkuda)
Menyelam

Epidemiologi
Penyebab utama CMS ialah trauma (55% cedera
cervicalis)
KLL :40-50%
Terjatuh : 20%

- berkelahi : 10-25%
- kecelakaan kerja : 10-25%

Penyebab lain :
Penyakit degeneratif tulang belakang
Iskemik, demyelinisasi, inflamasi
Tumor, perdarahan, abses yg tumbuh cepat

Insiden : 28-55 juta/tahun


Prevalensi : 200.000, ratio pria : wanita = 4:1, usia
rata-rata 32 tahun

Cedera Medula Spinalis (CMS)


CMS primer: cedera mulai pd awal tekanan mekanik, kerusakan maksimal berjalan selama proses
tekanan, th/ intervensi mungkin gagal.
CMS sekunder: komplikasi akibat CMS primer mempengaruhi fungsi sistemik (tensi, C O & oksigenasi).
CMS sekunder menimbulkan :
Ggn vaskuler: permeabilitas, vasospasm, trombosis,
dan perdarahan
Ggn inflamasi: mediator sistemik & lokal release. Adhesi
molekul sel jadi lebih cepat, dan infiltrasi sel leukosit.
Disfungsi sel; ATP, kerusakan membran sel, terbentuk
radikal bebas, excitatory asam amino lepas, Ca sel, dan
disfungsi mitochondria.

Patofisiologi
Anatomi
Potongan transversa : substansia grisea spt huruf
H, yg dikelilingi oleh substansia alba. Hanya ada
3 traktus yg dpt dinilai pd pem neurologi ialah
Traktus spinotalamik anterolateral : nyeri, suhu, rasa
raba halus dan rasa tekanan
Traktus kortikospinal posterolateral : gerakan motorik
Kolumna posterior : rasa raba, vibrasi dan posisi.

Letak anatomi substansia alba : serabut cervical


di medial, torakal di tengah dan lumbal di lateral.
Resiko infark watershed perbatasan arteri anterior/posterior, cervical/thorakal, torakal/lumbal

Patofisiologi .. (2)
Gambaran mikroskopik pasca CMS :
30 menit timbul petechiae masa abu-abu pd
kornu anterior dan sekitar canalis sentralis.
2 jam invasi sel-sel inflamasi microglia & PMN
4 jam hampir med spinalis mengalami nekrotik
6 jam terjadi edema primer vasogenik.
48 jam terjadi edema dan nekrotik kros seksional
2 jam MBF dari 40-50ml/100 gr turun 20 ml/100 gr
pd masa abu-abu kongesti vaskuler edema
tek perfusi tek O2 tek CO2 hipoksia,
iskemik dan infark

The Spinal Column


Vertebrae Cervical 7
Vertebrae Thoracal 12

Vertebrae Lumbal 5

Vertebrae Sacral 5

Cedera Cervical
Curiga bila :
Ada cedera kepala / atas clavicula
Pernafasan paradoksal (diafragma)
Kelumpuhan tangan / kaki
Refleks lutut (-) periksa sphinkter ani
Hipotensi (+ bradikardia)

CMS NEURO-EMERGENSI ?
CMS emergensi karena komplikasi hiperakut yaitu,
a. Hipotensi/shock
- Effek simpatektomi.
- Blood loss.
b. Bradycardia
- dengan atau tanpa hipovolemia
c. Hipotermia
- dengan atau tanpa infeksi
d. Komplikasi Iatrogenik dislokasi CMS karena
cedera sekunder medula spinalis (tindakan)

CMS NEURO-EMERGENSI ? .. (2)


e. Hipoventilasi/kegagalan nafas
* oksiput-C2 : fungsi nafas (-), nn. Kranialis
bag bawah lumpuh.
* C3-C4 : gerakan diaphragma & intercostal (-),
fungsi faring/laring baik
* C5-T1: fungsi diafragma masih baik, gerakan
intercostal (-),
f. Perdarahan lambung dgn/tanpa steroid.
g. Ileus : distensi abdominal/muntah, aspirasi.

Trauma Medula Spinalis


Sering terjadi pada cedera leher atau
punggung
Berhubungan dengan cedera kepala
tertutup terutama pada pasien tidak sadar
Transpor korban yang salah dapat
memperburuk keluaran

Mekanisme
Spinal Injury

Hyperextension
Hyperflexion
Compression
Rotation
Lateral Stress
Distraction

Whiplash
Gerakan tiba-tiba hiperekstensi diikuti hiperfleksi
servikal, menyebabkan cedera jaringan lunak spinal
jarang menimbulkan kerusakan medula spinalis

Trauma Hiperfleksi-rotasi
menyebabkan fraktur dan dislokasi, sering di
daerah C5 - 6 dan T12 - L1 menimbulkan
kerusakan yg luas pada medula spinalis.

Trauma Hiperfleksi-rotasi .. 2

Trauma longitudinal
terjadi kompresi fraktur yg lebih stabil, misal fraktur
Jefferson (C1), kepala daerah vertex membentur
tanah waktu terjun/menyelam.

Pedicle C1
(atlas)

Pedicle C2
odontoid

Trauma Hiperekstensi
sering menyebabkan ligamentum spinalis anterior
robek, lokasi umumnya di C4-5.

Tanda dan Gejala Trauma Medula Spinalis

Nyeri leher atau punggung


Jejas pada leher
Trauma Clavicula
Multipel trauma pada pasien yang tidak
sadar
Tetra/Para/Monoparesis
Tetra/Para/Monohipestesi
Inkontinensia

Vertebrae Cervical
Lokasi terlemah dan tempat paling sering terjadi trauma (44%)

Komplit
Lesi setinggi Cervical
Tetraplegi
Inkontinensia
Paralisis otot pernafasan

Lesi di bawah Thorakal 1


Inkontinensia
Paraplegi

Inkomplit
Anterior Cord Syndrome
Central Cord Syndrome
Posterior Cord Syndrome
Brown-Sequards Syndrome
Cauda equina

Anterior Cord Syndrome


Sering mengenai A Spinalis anterior
Kehilangan fungsi motorik dan
sensasi terhadap pain, light touch &
temperatur
Sensasi posisi dan vibrasi utuh

Central Cord Syndrome


Hyperextensi cervical spine
Kelemahan terutama pada ektremitas
atas (tipe flasid) dengan ektremitas
bawah yang relafit masih kuat (spastis)
Sensasi perineal, fungsi BAB & BAK
kadang masih terdapat

Posterior Cord Syndrome


Sering akibat hiperekstensi, fraktur pada
bagian posterior vertebrae
Kekuatan baik, sensasi terhadap pain
dan temperatur baik
Gangguan propioseptif, terdapat ataksia,
sehingga sulit berjalan

Brown-Sequards Syndrome
Penetrating injury yang mengenai
salah satu sisi medula spinalis
Kelemahan dan gangguan
sensorisensorik Ipsilateral
Gangguan sensorik pain dan
temperatur kontralateral

Cauda equina
Gangguan motorik atau sensori ringan
pada tungkai
Gangguan sensorik pada regio perineal
(saddle anesthesia)
Gangguan BAB & BAK
Disfungsi Ereksi pada pria & gangguan
respon seksual pada wanita
Tonus spinkter anal terganggu, reflek
bulbocavernosus dan anal terganggu

ASIA Impairment Scale


( American Spinal Injury Association)
Grade

Description

Incidence

outcome

Complete motor and


sensory loss

25%

10-15% convert to grades


B-C, 3% to grade D

Incomplete sensory loss,


complete motor loss

15%

54% convert to grade C-D

Incomplete motor &


sensory loss: more than
50% of muscles <3/5

10%

86% of grades C-D


eventually regain
ambulating

Incomplete motor and


sensory loss; more than
50% of muscle 3/5

30%

Ability

Normal motor and sensory


function

Critical Care Issues in SCI


System

Problem

Management

Neurologic

Secondary injury

Immobilization, surgical decompression


adequate perfusion and oxygenation

Cardiovascular

Neurogenic shock
Autonomic dysreflexia

Invasive monitoring, volume resucitation


vasopressor agents, inotropic agents,
removal of stimulus, vasodilators

Hemostasis

DVT, pulmonary embolism

LMWH prophylaxis, therapeutic heparin,


vena cava filter

Respiratory

Ventilatory failure
pneumonia atelectasis

Mechanical ventilation, tracheotomi


antimicrobila therapy, incentive spirometry,
PEEP

GIT

Stress ulcer, gastro-paresis, H2-blocker prophylaxis, metoclopramide,


paralytic ileus, occult
erythromycin, surgery, antimicrobials
peritonitis

Urinary

Urinary tract infection

Antimicrobials

Skin

Decubitus ulcers

Prevention protocols, wound toilet, surgery

Psychiatric

Anxiety, depression suicide Sedation, pain control, counseling

Gambaran Klinis CMS Komplit


1. Spinal shock : mula-mula parese flaksid,
sensibilitas dibawa lesi (-), berlangsung selama
3-6 minggu atau lebih.
2. Aktivitas reflek meningkat - setelah fase shock.
lesi servikal : jika ada stimuli internal (dekubitus,
uretritis, cystitis) timbul fleksor spasme.
3. Nyeri radikuler mungkin timbul utk beberap
minggu atau bulan karena lesi radik.
4. Gangguan otonom yaitu:
a pengaturan suhu :
- lesi setinggi C8, termoregulasi (-)
- lesi setinggi T9-T10, keringat berkurang (-)

Gambaran Klinis CMS Komplit .. 2


4. Gangguan Otonom
b. Pengaturan tekanan darah :
- hipotensi ortostatik, gagalnya reflek kontraksi
pembuluh darah pada perubahan posisi
- kadang hipertensi paroksismal karena distensi
kandung kemih atau rektum.
c. Disfungsi buli-buli : akan menimbulkan CRF,
salah satu kausa kematian CMS.

Gambaran Klinis CMS Komplit .. 3


c. Disfungsi buli-buli, ada 3 stadium :
stad. 1 : segera pasca cedera CMS reflek bulibuli (-), atoni dan over distensi buli-buli karena
fase shock berlangsung beberapa hari sampai
minggu.
stad. 2 : tergantung letak lesi jika lesi,
* diatas lumbosacral - reflek bladder pulih.
* conus medularis/cauda equina-timbul otonomik
bladder.
stad. 3 : pasien dengan otonomik bladder dapat
mengenal tanda distensi bladder, sehingga
pengosongan buli-buli dapat dilakukan dengan
cara kompresi abdominal.

Gambaran Klinis CMS Komplit .. 4


d. Disfungsi rektum
stad. 1 : rektum distensi, atoni, dan peristaltik (-)
selama fase 1 secara dramatis dapat timbul
gastrik atonia, utk cegah perforasi gaster
pasang NGT.
stad. 2 : bising usus (+), flatus (+), evakuasi
tinja (+) jika diberi obat stool softener, reflek
evakuasi dipicu oleh kompresi abdominal.
rekondisi disfungsi rektum > mudah daripada
buli-buli
stad. 3 : otonomik rektum : rektum inkontinen.
e. Disfungsi seksual : bervariasi tergantung ringan/
beratnya proses CMS.

Tipe dan lokasi CMS


Complete CMS (Grade A)
Uni level
Multi level

Incomplete CMS (Grade B, C, D)

Cervico medullary syndrome


Central cord syndrome
Anterior cord syndrome
Posterior cord syndrome
Brown sequard syndrome (Hemicord syndrome)
Conus medullary syndrome

Complete cauda equina injury (Grade A)


Incomplete cauda Equina injury (Grade B,C, D)

Penatalaksanaan CMS
Tujuan :
- Pemulihan maksimal defisit neurologi
- Medula spinalis stabil
- Mobilisasi dan rehabilitasi
Penatalaksanaan :
- Prehospital
- Hospital atau UGD

Penatalaksanaan Prehospital
Umum
10-25% defisit neurologis karena tindakan pre
hospital tidak adekuat.
jika ada fraktur / dislokasi vertebra servikalis
fiksasi leher pasang coller, kepala dan leher
jangan digerakkan.
cek ABC, jika ada ganguan kardiopulmonal
RJP, intubasi nasogastrik atau tracheostomi
jika ada fraktur vertebra torakalis, fiksasi torakal
dgn korset.
fraktur vertebra lumbalis fiksasi dgn korset.

Neck Collar / Collar Brace


-Servikal difiksasi pd posisi
netral/ekstensi ringan.
-pasang cervical collar cara
tanpa menggerakkan leher
(terlalu banyak), kepala
harus dipegang in-line
fixasi dibantu sandbags
(bantal pasir).

C-1

C-7

Segmen yang paling mudah cedera : Cervical-spine

Akibatnya: tetraplegia

Foto x-ray C1-C7

Penatalaksanaan Prehospital .. 2
Medikamentosa
CMS dapat menyebabkan tonus pembuluh darah turun
karena paralisis fungsi sistem ortosimpatik sehingga
hipotensi
Beri infus bila mungkin dengan koloid atau kristaloid
Bila perlu berikan 0.2 mg adrenalin s.c. boleh di ulang 1
jam kemudian.
Bila denyut nadi < 44 kali/mnt beri SA 0,25 mg iv
Hipotensi : beri cairan NaCl 0.9% atau vasopressor
phenilephrine 10mg/500ml, or dopamine 400mg per
250ml

Penatalaksanaan Hospital
Penatalaksanaan umum
1. Tentukan apakah cedera tersebut akut
2. Terapi CMS akut dgn methylprednisolon
a. methylprednisolon 30mg/kgbb iv bolus 15
menit
b. 45 menit istirahat
c. methylprednisolon 5,4 mg/kgbb/hari iv selama
23 jam.
3. Foto vertebra sesuai algoritma.

Radiologi
A for alignment
B for bones
C for cartilages
S for soft tissues

Radiologi
1. Ligamentum Anterior Longitudinal
2. Ligamentum Posterior
Longitudinal
3. Ligamentum Flavum
4. Ujung Prosesus Spinosus

Algoritma foto Vertebra


no
Sadar,
Kooperatif ?
ya
neurologis
baik ?
ya

no

nyeri
spinal
no
punggung
kaku/abn
no
Med spin (-)

ya

ya

Evaluasi
spesialis

Med
Spin ?

Foto vertebra
* Cervical
AP/lat
Odontoid/obliq
* Torak &L/S
AP/lat
Immobilisasi
dilanjutkan

Langkah
lanjutnya
sesuai
indikasi

Penatalaksanaan
Cedera Med Spin

Cegah Trauma
Sekunder

Resusitasi cairan
monitoring
CVP
Kateter
Urine

Kateter
Lambung

Steroid
Desifit neuro
< 8 jam
30mg/Kgbb 10 15
5,4mg/Kgbb/jam 23jam

Manajemen cedera spinal


Survei primer
Evaluasi awal
Airway
Breathing
Circulation

Survei sekunder
Nilai neurologis

Tentukan
level

Anamnesis

Motorik level

Ulang nilai
disabiliti

-Tetraparese

-Paraparese
Disabiliti
Nilai :
-kesadaran
& pupil
-kenali parese

Nilai vertebra
dgn palpasi :
nyeri, sensasi,
motorik, refleks
Nilai cedera
penyerta

Prinsip
terapi
C5
C6
C7
C8
T1

Sensorik
Landmark
anatomis

L2
L3
L4
S1

Anda mungkin juga menyukai