Anda di halaman 1dari 44

STASE NEUROLOGI

Laporan Kasus
Stroke ec Wallenberg Syndrome
Disusun oleh:
Alamul Huda, S.Ked
NIM. FAA 113 044

Pembimbing:
dr. Hygea Talita Patrisia Toemon, Sp.S
1

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya
Bagian Neurologi RSUD dr. Doris Sylvanus
2019
PENDAHULUAN
◦ Wallenberg Syndrome ditemukan oleh seorang internist dan
neurologis yang berasal dari Jerman bernama Adolf
Wallenberg pada tahun 1895 mengenai gejala yang
didapatkan dan melakukan autopsi pada tahun 1901 dan
menemukan adanya oklusi pada arteri cerebelar posterior
inferior.
◦ Pada sindroma ini dikarakteristikan dengan adanya defisit
sensoris yang mengenai batang tubuh dan ekstremitas yang
berlawanan dengan lesi infark serta defisit motorik yang
megenai wajah dan nervus kranial di sisi yang sama dengan
lesi infark. Penyebab sindroma ini ialah oklusi dari arteri
cerebelar posterior inferior.

2
LAPORAN KASUS

3
Identitas Pasien

◦ Nama : Ny. S
◦ Umur : 41 Tahun
◦ Jenis Kelamin : Perempuan
◦ Alamat : Jl. Usman Harun, Kotim
◦ Agama : Islam
◦ Status Pernikahan : Menikah
◦ Pekerjaan : IRT

4
ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh secara autoanamnesis pada :


◦ Tanggal : 19 Juli 2019
◦ Tempat : Bangsal Nusa Indah

Keluhan Utama :
Tersedak

5
........LANJUTAN
Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan tiba-tiba tersedak dan muntah sejak 8 hari SMRS
(16/08/2019). Selain itu pasien juga mengeluh rasa baal pada sisi wajah bagian kanan sejak 3
hari SMRS. Selain itu juga pasien tiba-tiba merasa pusing berputar sejak 2 hari SMRS,
lamanya + 2 jam terus menerus dan kemudian mereda, seperti badan bergoyang terhadap
ruangan sekitar. Pusing berputar muncul spontan, tidak diperberat dengan gerakan kepala /
perubahan posisi badan, dan lebih ringan bila memejamkan mata. Pasien juga mengeluh
cegukan sejak 1 hari SMRS. Keluhan disertai dengan nafsu makan berkurang (-), telinga
berdenging (-), penurunan daya pendengaran (-).
Kemudian pasien merasakan bicara menjadi pelo, dan suara menjadi sengau. Pasien menjadi
tersedak bila minum dan makan. Besok paginya os dibawa ke RSUD Murjani Sampit, lalu
rawat inap. Pasien hanya diterapi menelan. Karena tidak ada perbaikan, pasien dirujuk ke
RSDS Palangka Raya. Keluhan disertai Bicara sengau (+), pusing berputar (+), tidak ada
lemah anggota gerak, pingsan (-), sakit kepala (-), kejang (-), mulut merot ke kanan (sudah
lama). BAB dan BAK dalam batas normal. 6
........LANJUTAN
Riwayat penyakit dahulu

Pasien sebelumnya dirawat di RSUD dr. Murjani Sampit pada


tanggal 10 Juli 2019 dengan keluhan sulit menelan sejak 3
bulan SMRS. Pasien dirawat selama 6 hari kemudian dirujuk
ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 16
Juli 2019.

7
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Demam (-)

Mual, muntah (+)

Riw. Hipertensi (-)

Riw. DM (-)

Penyakit jantung (-)

Riw. Stroke (-)

Riw. Trauma (-)


........LANJUTAN
Riwayat Penyakit Keluarga
◦ Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang sama seperti ini.

 
Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi
◦ Riwayat kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang
disangkal.
◦ Pasien lahir secara persalinan normal, cukup bulan,
perkembangan pada masa anak-anak baik.

9
PEMERIKSAAN FISIK
Saat masuk IGD (16/07/2019)
◦ Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
◦ Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
◦ Tekanan darah : 110/80 mmHg
◦ Nadi : 93x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
◦ Napas : 21x/menit
◦ Suhu : 36,5 oC

10
........LANJUTAN

◦ Rambut : rambut hitam tidak mudah dicabut


◦ Kulit dan kuku : tidak ditemukan kelainan
◦ KGB : tidak ditemukan pembesaran
◦ Kepala : tidak ditemukan kelainan
◦ Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik
◦ Hidung : tak ditemukan kelainan
◦ Telinga : tidak ditemukan kelainan
◦ Leher : JVP 5-2 cm H2O

11
........LANJUTAN
Paru
◦Inspeksi : simetris, bentuk normal
◦Palpasi : Vocal fremitus di kedua lapang paru sama,
◦Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
◦Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- 

Jantung
◦Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
◦Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial dari linea midklavikularis
sinistra
◦Perkusi : batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dextra, batas
jantung kiri pada ICSV 2 jari lateral llinea midklavikula sinistra,
◦Auskultasi : BJ 1 BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

12
........LANJUTAN

Pemeriksaan abdomen
◦ Inspeksi : Datar
◦ Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
◦ Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
◦ Auskultasi :  BU (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas
◦ Edema -/-
◦ Sianosis -/-
◦ Capillary Refill Time <2 dtk

13
Status Neurologik
A. Kesan Umum :
Kesadaran
 Kualitatif: Composmentis
 Kuantitatif : G C S : E4—V5—
M6
Pembicaraan
 Disartri : (-)
 Monoton : (-)
 Scanning : (-)
 Afasia Motorik : (-)
 Afasia Sensorik : (-)
 Afasia Amnestik : (-)

14
Rangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk : (-)
Laseque Test : (-)
Kernig Test : (-)
Brudzinski Tanda Leher : (-)
Brudzinski Tungkai Kontra lateral : (-)
Brudzinski Tanda Pipi : (-)
Brudzinski Tanda simpisis pubis : (-)
 
Saraf Otak
Nervus I KANAN KIRI
Anosmia (-) (-)
Hiposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
Halusinasi (-) (-)
 
Nervus II KANAN KIRI
Visus 6/60 6/60
Yojana penglihatan (+) dbn (+) dbn
Melihat warna (+) (+)
Funduskopi Tidak dievaluasi 15
Nervus III , IV , VI KANAN KIRI
Kedudukan bola mata : Tengah Tengah
Pergerakan bola mata :
Ke nasal (+) (+)
Ke temporal atas (+) (+)
Ke bawah (+) (+)
Ke atas (+) (+)
Ke temporal bawah (+) (+)
Celah mata (ptosis) (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Lebar 3mm 3mm
Letak Sentral Sentral
Perbedaan lebar Isokor Isokor
RCL miosis miosis
RCTL miosis miosis
Refleks akomodasi (+) (+)
Refleks konvergensi (+) (+)

16
Nervus V KANAN KIRI
Otot masseter (+) simetris (+) simetris
Otot temporal (+) simetris (+) simetris
Otot pterygoideus int/ext (+) simetris (+) simetris
Refleks kornea langsung
Tidak di Evaluasi
Refleks kornea konsensuil

 Nervus VII KANAN KIRI


Waktu diam
Kerutan dahi (+) (+)
Tinggi alis Simetris Simetris
Sudut mata (+) Normal (+) Normal
Lipatan nasolabial (+) Normal (+) Normal
Waktu gerak
Mengerut dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Pengecapan 2/3 depan lidah TDE TDE
Hyperakusis (+) simetris (+) simetris
Sekresi air mata
Tidak di Evaluasi

17
Nervus VIII KANAN KIRI
Vestibular
Vertigo (+) (-)
Nistagmus ke (-) (-)
Tinnitus aureum (-) (-)
Cochlear
Weber dbn dbn
Rinne dbn dbn
Schwabach dbn dbn
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli perseptif (-) (-)

Nervus IX , X
Bagian Motorik
Suara biasa / parau / tak bersuara : Parau
Menelan : (-)
Kedudukan arcus pharynx : simetris
Kedudukan uvula : Tengah
Pergerakan arcus pharynx / uvula : Terangkat +/+
Detak jantung : Normal reguler
Bising usus : Normal
Bagian sensorik
Refleks muntah (pharynx) : (-) 18
Refleks pallatum molle : tde
 
NERVUS XI KANAN KIRI
Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan kepala (+) (+)
 
NERVUS XII KANAN KIRI
Kedudukan lidah
Waktu istirahat ke Tengah Tengah
Waktu gerak ke Tengah Tengah
Atrofi (-) (-)
Fasikulasi / tremor (-) (-)
Kekuatan lidah menekan (-) asimetris (+) simetris

19
Extremitas KANAN KIRI
A. Superior
Inspeksi
Atrofi otot (-) (-)
Pseudohypertrofi (-) (-)
Palpasi
Nyeri (-) (-)
kontraktur (-) (-)
konsistensi padat kenyal padat kenyal
Perkusi
normal normal normal
reaksi myotonik (-) (-)
Lengan KANAN KIRI
M. Deltoid (abduksi lengan atas): 5 5
M. biceps (flexi lengan bawah): 5 5
M. Triceps (ekstensi lengan bawah): 5 5
Flexi sendi pergelangan tangan: 5 5
Ekstensi pergelangan tangan: 5 5
Membuka jari – jari tangan: 5 5
Menutup jari – jari tangan: 5 5 20
Tonus otot KANAN KIRI
Tonus Otot Lengan Normal Normal
Hypotoni (-) (-)
Spastik (-) (-)
Rigid (-) (-)
Rebound Phenomen (-) (-)
Refleks fisiologis
BPR (+2) (+2)
TPR (+2) (+2)
Refleks Patologis
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)

21
SENSIBILITAS KANAN KIRI
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial Berkurang normal
Rasa suhu tde tde
Rasa raba ringan Berkurang normal
Proprioseptik
Rasa getar tde tde
Rasa tekan normal normal
Rasa nyeri tekan normal normal
Rasa gerak dan posisi normal normal
Enteroseptik
Refered pain (-) (-)
Rasa kombinasi
Stereognosis normal normal
Barognosis normal normal
Grapestesia normal normal
Sensory extinction normal normal
Loss of body image tde tde
Two point tactile discrimination turun turun
22
Inferior KANAN KIRI
Inspeksi
Atrofi otot (-) (-)
Pseudohypertrofi (-) (-)
Palpasi
Nyeri (-) (-)
Kontraktur (-) (-)
Konsistensi padat kenyal padat kenyal
Perkusi
Normal normal normal
Reaksi myotonik (-) (-)
Tungkai KANAN KIRI
Flexi artic coxae (tungkai atas): 5 5
Extensi artic coxae (tungkai atas): 5 5
Flexi sendi lutut (tungkai bawah): 5 5
Extensi sendi lutut (tungkai bawah): 5 5
Flexi plantar kaki: 5 5
Ekxtensi dorsal kaki: 5 5
Gerakan jari-jari: 5 5
23
Tonus otot tungkai KANAN KIRI
Hypotoni (-) (-)
Spastik (-) (-)
Rigid (-) (-)
Rebound Phenomenon (-) (-)
Refleks fisiologis
KPR (+2) (+2)
APR (+2) (+2)
Refleks patologis
Babinski (-) (-) Chaddok
(-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Gonda (-) (-)
Schaffer (-) (-)
Rossolimo (-) (-)
Mendel-Bechterew (-) (-)
Stransky (-) (-)
24
SENSIBILITAS KANAN KIRI
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial berkurang normal
Rasa suhu tde tde
Rasa raba ringan berkurang normal
Proprioseptik
Rasa getar tde tde
Rasa tekan normal normal
Rasa nyeri tekan normal normal
Rasa gerak dan posisi normal normal
Enteroseptik
Refered pain (-) (-)
Rasa kombinasi
Stereognosis normal normal
Barognosis normal normal
Grapestesia normal normal
Sensory extinction normal normal
Loss of body image tde tde
Two point tactile discrimination normal normal
25
Badan
Inspeksi : Normal
Palpasi
Otot perut : Dalam Batas Normal
Otot pinggang : Dalam Batas Normal Motorik
Kedudukan diafragma: - gerak: simetris Gerak Cervical vertebrae
- istirahat: simetris Fleksi : Normal
Perkusi Ekstensi : Normal
thorax : sonor / sonor Rotasi : Normal
Abdomen: Timpani / timpani Lateral deviation : Normal
Auskultasi Gerakan dari tubuh
thorax : vesikuker / vesikuler Membungkuk : tde
Abdomen: Bising usus (+) Ekstensi : tde
Lateral deviation : tde
Refleks-refleks
Refleks dinding abdomen : Normal
Refleks interscapula : Normal
Refleks gluteal : Normal

26
Kolumna Vertebralis
Kelainan lokal
Skoliosis : (-)
Kifose : (-)
Kifoskoliosis : (-)
Gibbus : (-)
Nyeri tekan/ketok lokal : (-) Respon terhadap perkusi
Nyeri tekan sumbu : (-) Normal : Tidak dievaluasi
Nyeri tarik sumbu : (-) Reaksi myotonik : Tidak
Besar otot dievaluasi
Atrofi : (-)  
Pseudohipertrofi: (-) Palpasi otot
  Nyeri : Tidak dievaluasi
Kontraktur : Tidak dievaluasi
Konsistensi : Tidak dievaluasi

27
Gerakan-gerakan involunter
Gait dan keseimbangan
Tremor
Koordinasi
Waktu istirahat : (-)
Jari tangan-jari tangan : tidak terganggu
Waktu gerak : (-)
Jari tangan-hidung : tidak terganggu
Chorea : (-)
Ibu jari kaki-tangan : tidak terganggu
Athetose : (-)
Tumit-lutut : tidak terganggu
Myokloni : (-)
Pronasi-supinasi : tidak terganggu
Ballismus : (-)
Tapping dgn jari-jari tangan: tidak terganggu
Torsion spasme : (-)
Tapping dgn jari-jari kaki : tidak
Fasikulasi : (-)
terganggu
Myokymia : (-)

28
DIAGNOSIS

Klinis
• Stroke

Topis
• Parase N.IX, N.X, N.XII

Etiologi
• Wallenberg Syndrome
29
P eme r i k sa an L ab o r at o ri u m( 1 6 / 0 7 / 2 0 1 9 )

Indikator Nilai Rujukan Hasil


Hb 11,0 - 16,0 g/dL 12,8 g/dL
Leukosit 4.000 - 10.000/μL 15.776/mL
Eritrosit 3,50 – 5,50 x 10^6 /uL 4,85 x 10^6 /uL
Hematokrit 37-54% 41,8 %
Trombosit 150.000 – 400.000/μL 321.000/μL
GDS <200 mg/dL 215 mg/dL
Ureum 21 – 53 mg/dL 28 mg/dL
Creatinin 0,7 – 1,5 mg/dL 0,65 mg/dL
Calcium 0,98 – 1,2 mmol/L 1,21 mmol/L
Natrium 135 – 145 mmol/L 137 mmol/L
Kalium 3,5 – 5,3 mmol/L 4,0 mmol/L
PENATALAKSANAAN

 Penatalaksanaan pada tanggal 16/07/2019


1. IVFD Asering 20 tpm
2. Diet dari NGT
2. Inj. : Ceftriaxone 2 x 1 gr. IV
Ranitidine 2 x 50 mg IV
Antrain 3 x 1 gram IV

31
PEMBAHASAN

32
DEFINISI
Sindroma Wallenberg
atau memiliki nama
lain Sindroma medula
lateral atau Sindroma
arteri cerebelar
posterior inferior
(PICA syndrome)
merupakan suatu
penyakit dimana
pasien memiliki
gejala neurologis
yang disebabkan
karena adanya cedera
pada bagian lateral
medula di otak yang
mengakibatkan
iskemia dan nekrosis.
Sering pula disebut
disebabkan oleh
stroke pada batang
otak.

33
ETIOLOGI
DEFINITIF POSSIBLE

1. Usia 1. Aktivitas fisik yang


2. Jenis Kelamin Pria rendah
3. Tekanan Darah Tinggi 2. Peningkatan hematokrit
4. Merokok 3. Obesitas
5. Diabetes Mellitus 4. Diet
6. Peningkatan 5. Alkohol
Fibrinogen Plasma 6. Ras
7. Profil lipid darah
34
PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya Wallenberg’s syndrome,
antara lain
1. Penyakit arteri besar (stenosis atau oklusi
signifikan pada arteri vertebralis);
2. Emboli kardiogenik;
3. Penyakit pembuluh darah kecil (ketika pasien
memiliki riwayat infark);
4. Diseksi arterial;
5. Etiologi yang tidak dapat dijelaskan.
35
GEJALA KLINIS
◦ Dapat disebabkan oleh oklusi salah satu dari lima
pembuluh darah yang bertanggung jawab antara lain arteri
vertebral, posterior inferior cerebellar, atau superior,
tengah atau inferior lateral medullary.
◦ Infark yang berada di daerah medula umumnya
mempunyai gambaran paralisis di satu sisi ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah di sisi lainnya.

36
GEJALA KLINIS
Gejala klinis Struktur yang berperan
Ipsilateral  
1. Nyeri, baal, kelainan sensasi pada setengah Traktus descenden dan nukleus nervus 5
wajah
2. Ataxia ekstrmitas dan jatuh pada sisi sakit Belum pasti  restiform body, cerebellar
hemisphere, serat olivocerebellar dan traktus
spinocerebellar

3. Vertigo, mual dan muntah Nukleus Vestibular dan hubungannya

4. Nistagmus, diplopia dan oscilopsia Nukleus Vestibular dan hubungannya

5. Horner syndrome ( miosis, ptosis dan Traktus descending simpatis


anhidrosis)
6. Disfagia, serak, berkurang refleks menelan, Serat saraf ke 9 dan 10 (ambigus)
paralisis pita suara
7. Kehilangan rasa Nucleus and tractus solitarius
8. Baal ipsilateral lengan, badan atau kaki Nukleus Cuneate and gracile

9. Cekukan ( hiccup) Tidak pasti


Kontralateral  
10. Nyeri dan kelainan rasa suhu pada Spinothalamic
setengah badan atau muka 37
GEJALA KLINIS
TEORI PASIEN
Gejala klinis Gejala klinis
Ipsilateral Ipsilateral
1. Nyeri, baal, kelainan sensasi pada setengah wajah 1. Rasa baal Pada sisi wajah sebelah kanan sejak 3 hari SMRS.

2. Ataxia ekstrmitas dan jatuh pada sisi sakit


2. Ataxia (-)

3. Vertigo, mual dan muntah


3. Rasa berputar sejak 2 hari SMRS

4. Nistagmus, diplopia dan oscilopsia


4. Nistagmus (-)

5. Horner syndrome ( miosis, ptosis dan anhidrosis)


5. Ptosis (+)

6. Disfagia, serak, berkurang refleks menelan, paralisis pita


6. Tersedak (sulit menelan), sengau sejak 8 hari SMRS.
suara
7. Kehilangan rasa MRS
8. Baal ipsilateral lengan, badan atau kaki 8. Baal ipsilateral tangan kanan

9. Cekukan ( hiccup) 9. Cekukan sejak 1 hari SMRS


Kontralateral Kontralateral
10. Nyeri dan kelainan rasa suhu pada setengah badan atau 10. Nyeri dan kelainan rasa suhu pada Sisi sebelah kanan
muka 38
PENATALAKSANAAN AWAL
1. Breathing
Dengan pernapasan yang baik, oksigen akan cukup untuk diperfusikan ke otak. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.

2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi.

3. Blood
Tekanan Darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Kadar Hb dan glukosa
harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.

4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan.

5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. 39
PENATALAKSANAAN LANJUTAN

Penatalaksanaan akut sindroma otak dimulai dengan


penilaian awal dan oksigenasi yang adekuat.
Komplikasi paru dapat dihindari dengan fisioterapi
dada. Fisioterapi mencegah komplikasi yang dapat
timbul dari imobilitas, susah menelan dan neuropati
kranial yang lain. Ulserasi kornea dapat diatasi
dengan lateral tarsorrhaphy atau botulinum
therapy. Alat elektronik tambahan dapat digunakan
untuk membantu komunikasi.

40
PENATALAKSANAAN MEDIKA MENTOSA

1. Pemberian obat-obatan yang dapat memperbaiki aliran darah ke otak seperti recombinant tissue
activator plasminogen (rt-PA) tetapi hal ini bermanfaat apabila diberikan kurang dari 3 jam setelah
terjadi serangan. Fungsinya ialah untuk rekanalisasi arteri yang mengalamai oklusi. Dosis secara
intravena adalah 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg dengan 10 % secara bolus dalam 1 menit dan sisanya
infus drip selama 1 jam.
2. Nimodipin, dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas terutama bila diberikan dalam 12 jam
pertama.
3. Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemeriksaan imaging yang memastikan
bahwa tidak ada pendarahan intracranial primer. Contoh obat antikoagulan adalah heparin
4. Pemberian antiplatelet aggregasi seperti aspirin, clopidogrel, dipiridamol.
5. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut.
6. Pemberian obat-obatan neuroprotektan (citicolin).
7. Pengobatan terhadap faktor-faktor resiko seperti hipertensi (menurunkan tekanan darah harus secara
bertahap), hiperglikemi atau hipoglikemi.

41
KESIMPULAN
• Telah dilaporkan seorang wanita, Ny. S berusia
41 tahun dengan keluhan utama tersedak dan
muntah sejak 8 hari SMRS. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien ini didiagnosis dengan stroke
ec wallenberg syndrome.
• Penatalaksanaan pada pasien ini dapat diberikan
terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa.
• Progosis pada pasien ini dubia ad bonam.

42
DAFTAR PUSTAKA
1. Parathan KK, Kannan R, Chitrambalam P, Senthil K. A rare variant of wallenberg ‘s syndrome: opalski syndrome. J of Clin and Diag
Research. 2014. 8(7):5-6.
2. Tyagi AK, Ashish A, Lepcha A, Balraj A. Subjective visual vertical and horizontal abnormalities in a patient with lateral medullary
syndrome - a case report. Iranian J of Otorhinolaryngology. 2015. 27(1):75-80.
3. Kato S, Takikawa M, Ishihara S, Yokoyama A, Kato M. 2014. Pathologic reappraisal of Wallenberg’s syndrome: a pathologic and
analysis of literature. Yonago Acta Med. 2014. 57:1-14.
4. Saha R, Alam S, Hossain MA. Lateral medullary syndrome (wallenberg’s syndrome) - a case report. Faridpur Med Coll J. 2010. 5(1):35-
6.
5. Ueda M, Nishiyama Y, Abe A, Katayama Y. Hemorrhagic Wallenberg’s syndrome. Intern Med. 2013. 52(1):2383-4.
6. Zhang HL, Wu J, Liu P, Lei J, Liu J. Wallenberg’s syndrome caused by hemorrhage in medulla oblongata: a case report. Journal Health.
2010. 2(10):1218-
20.
7. Hyena E, Yoon TS, Han SJ. Improvement of quiet standing balance in patients with Wallenberg’s syndrome after rehabilitation. Ann
Rehabil Med 2011; 35(1): 791-7
8. Louisa DW, Dholakia N, Raymonda MJ. Wallenberg’s syndrome with associated motor weakness in a two-week-postpartum female. Case
rep neurol. 2015. 7(1):186–90.
9. Mekkaouil A, Irhoudane H, Ibrahimi A, Yousfi A. Dysphagia caused by a lateral medullary infarction syndrome (Wallenberg’s
syndrome). Pan African Med J. 2012. 12(1):92-3.
10. Kim SI, Swanson TA, Hussain NN. Underground Clinical Vignettes. Edisi ke-4. Philadelhia: Lippincott Williams & Wilkins.
2007.hlm.136-7.
11. Foley J dan Goldent C dalam Noogle CA, Dean RS, Horton AM. The Encyclopedia: Neuropsychological Disorder. Newyork: Springer.
2012.hlm.751-2.
43
12. Balami JSM, Chen RL, Buchan AM. Stroke syndromes and clinical management. Q J Med. 2013. 106(1):607–15.
TERIMA KASIH

44

Anda mungkin juga menyukai