Anda di halaman 1dari 3

UNIVERSITAS TERTUA DI DUNIA

Sebagai pemuncak peradaban terbaik di dunia, Islam menorehkan begitu banyak warisan
berharga kepada umat manusia. Salah satunya adalah sebagai pioner dalam mengembangkan
tradisi ilmu pengetahuan. Tercatat, beberapa lembaga perguruan tinggi menjadi obor penerang di
saat dunia Barat justru masih tercekam kegelapan dan kebodohan kala itu. Upaya yang berawal
dari halaqah-halaqah ta’lim di masjid ini terbukti telah “membidani” lahirnya berbagai perguruan
tinggi sebagai mercusuar peradaban Islam kala itu. Berikut ini beberapa diantara lembaga
pendidikan tertua tersebut;

1. Universitas al-Qarawiyyin.
Guinness Book of World Records (1998) menempatkan Universitas Al-Qarawiyyin sebagai
perguruan tinggi tertua dan pertama di dunia yang memberi gelar kesarjanaan. Perguruan tinggi
yang terletak di kota Fez, Maroko itu didirikan pada tahun 859 M. Awalnya hanya bermula dari
kegiatan belajar dan diskusi yang digelar di emperan masjid al-Qarawiyyin. Sejumlah topik terus
berkembang, dari yang semula hanya belajar bahasa Arab, Tafsir, dan Fiqh saja, perlahan
pemabahasannya meluas ke ranah ilmu kedokteran, astronomi, kimia, dan berbagai disiplin ilmu
lainnya.
Sebagai universitas ternama di abad pertengahan, sejumlah tokoh terkenal pernah berguru dan
mengajar di al-Qarawiyyin. Laiknya kawah candradimuka, Universitas al-Qarawiyyin berhasil
menelorkan sejumlah tokoh dan ilmuwan terkemuka di bidangnya. Sebut saja misalnya, Ibnu
Rasyid al-Sabti (1321 M), Ibnu al-Hajj al-Fasi (1336 M) serta Abu Madhab al-Fasi, seorang alim
penganut madzhab Imam Malik. Juga ada Ibn al-'Arabi (1165-1240 M) dan Ibnu Khaldun (1332-
1395 M). Tak ketinggalan al-Idrissi (1166 M), seorang geografer dan kartografer (ahli pembuat
peta) juga pernah merasakan manisnya berguru di tempat tersebut.

2. Madrasah Nizamiyah
Institusi Perguruan (Madrasah) Nizamiyah ini didirikan oleh Nizam al-Mulk di Baghdad, Iraq,
seorang Perdana Menteri pada kesultanan Saljuk (1066/1067 M). Pengelolaan secara profesional
menjadi ciri sekaligus keunggulan Madarasah Nizamiyah tersebut. Mulai dari seleksi ketat
penerimaan mahasiswa, ujian penentu naik tingkat dan kelulusan mahasiswa, serta beasiswa bagi
mereka yang berprestasi. Bahkan Madrasah Nizamiyah memiliki perpustakaan yang koleksi
bukunya mencapai 6000 judul buku. Meski hanya mampu bertahan hingga abad ke-14, ketika
kota Baghdad akhirnya hancur di tangan tenatara Mongol, namun Madrasah Nizamiyah pernah
menjadi sumber rujukan kurikulum bagi institusi pendidikan lainnya kala itu.

3. Universitas al-Azhar
Asal-usul Universitas al-Azhar bermula dari kegiatan belajar-mengajar yang diadakan di masjid
al-Azhar (969 M) di Kairo, Mesir. Seperti tercatat dalam sejarah, masjid al-Azhar adalah masjid
pertama yang dibangun di Kairo dan yang keempat di Mesir. Seiring perputaran waktu, perlahan
al-Azhar mulai berkembang menjadi pusat pendidikan masyarakat. Hal ini ditandai dengan
adanya kajian kitab al-Ikhtishar oleh Abu al- Hasan Ali bin an-Nu’man al-Kairawany, seorang
alim yang juga merangkap Kepala Pengadilan di Kairo. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai lapisan
masyarakat yang lalu diikuti oleh berbagai kajian-kajian ilmu lainnya.
Pada masa dinasti Fathimiyyah, al-Azhar berubah menjadi sendi pokok dari kehidupan
intelektual dan kebudayaan masyarakat Kairo. Berbagai kajian rutin terus berjalan. Termasuk di
dalamnya kajian dan pendidikan akhlak bagi kaum wanita.
Universitas al-Azhar terus berkembang dan menjadi satu-satunya tujuan para pencari ilmu dari
berbagai belahan dunia. Terlebih dengan runtuhnya pusat peradaban Islam yang berada di kota
Baghdad dan Andalusia. Universitas al-Azhar dikenal sebagai lembaga pendidikan yang
menerapkan sistem pengajaran modern. Dalam kurikulumnya, berbagai materi dan disiplin ilmu
bisa dipelajari. Mulai dari ilmu aqidah, tafsir, hadits, hingga nahwu dan sharaf (kaidah Bahasa
Arab). Kini, tercatat tak kurang dari 40 fakultas berada di Universitas Kairo, Mesir. Semua itu
tersebar di berbagai kota di Mesir. Mulai dari yang terletak di Kairo, Assuyut, Aswan, hingga ke
kota Alexandria dan Tanta.

4. Universitas al-Mustanshiriyah
Meski tak setenar al-Azhar, Kairo, universitas al-Mustanshiriyah yang diresmikan pada 5 Mei
1234 M ini tetap mampu menyedot perhatian para penuntut ilmu kala itu. Umumnya, mereka
tertarik denagan tawaran ragam ilmu pengetahuan yang bisa dipelajari di al-Mustanshiriyah.
Mulai dari ilmu al-Qur’an, sirah nabawiyah (sejarah Nabi), hingga ilmu matematika. Awalnya,
madrasah-madrasah yang ada di kota Baghdad hanya mengajarkan ilmu-ilmu tertentu secara
khusus. Namun sejak kehadiran Universitas al-Mustanshiriyah, Khalifah al-Mustanshir Billah
langsung memerintahkan peleburan berbagai disiplin ilmu penting masa tersebut ke dalam satu
perguruan tinggi. Diantaranya, ilmu al-Qur’an, sirah nabawiyah, ilmu kedokteran, matematika,
hingga bahasa Arab dan tata bahasanya.

Al-Mustanshiriyah juga tercatat sebagai perguruan tinggi yang menyatukan empat madzhab fikih
yakni, Hambali, Syafi’i, Maliki dan Hanafi. Selain itu, al-Mustanshiriyah melengkapi dirinya
dengan menyediakan sebuah perpustakaan di wilayah kampus. Dalam catatan perjalanannya,
Ibnu Battuta menulis kekagumannya akan perpustakaan tersebut. Menurutnya, sumbangan buku-
buku tersebut diangkut oleh 150 onta. Belum lagi tambahan 80 ribu koleksi buku sumbangan
dari khalifah pada masa tersebut. Uniknya lagi, sebuah rumah sakit berada persis di tengah-
tengah perpustakaan al-Mustanshiriyah itu.

Malang tak dapat ditolak, universitas al-Mustanshiriyah ini akhirnya turut menjadi korban
kekejaman serangan biadab bangsa Mongol pimpinan Khulagu Khan. Seiring jatuhnya kota
Baghdad ke tangan Mongol, universitas al-Mustanshiriyah pun ikut tenggelam di dalamnya.

5. Universitas Sankore
Berada jauh di mata, rupanya tak menghalangi para pencari ilmu mendatangi Universitas
Sankore di Timbuktu, Mali, sebuah daerah miskin di bagian barat Benua Afrika. Ibarat
sebongkah mutiara, ia terus dikejar oleh banyak orang. Terbukti perguruan tinggi yang berdiri
pada tahun 989 M itu mampu menyedot peminat dari seluruh penjuru dunia hingga 50 ribu
mahasiswa. Sejumlah angka yang cukup fantastis dibanding penduduk kota Timbuktu pada masa
itu (abad 12-16 M) yang hanya mencapai angka 100 ribu jiwa saja.

Universitas Sankore mulai dibangun pada tahun 1581 M. Dengan mengambil konsentrasi pada
kajian sains dan pendidikan agama. Terutama pada ilmu al-Qur’an, astronomi, logika dan
sejarah. Universitas Sankore menerapkan standar dan persyaratan yang ketat bagi para
mahasiswa dan alumninya. Termasuk di dalamnya karya tulis sebagai persayaratan bagi
kelulusan mereka. Tak heran, dengan aturan ketat seperti itu menjadikan Universitas Sankore
mampu memproduksi lulusan sarjana berkelas di bidangnya. Para lulusannya tak sekedar
menjadi sarjana saja, tetapi mereka mampu melahirkan karya-karya imiah hingga mencapai
jutaan risalah dan lembar manuskrip.
Laiknya sebuah kota peradaban, aktivitas belajar, penyebaran ilmu, dan jual beli karya tulis di
kota Timbuktu menjadi komoditi terbesar kedua setelah perdagangan emas dan garam sebagai
komoditas terbanyak bagi masyarakat Timbuktu saat itu. Di kota Timbuktu juga terdapat
Perpustakaan Ahmed Baba Centre, sebuah nama yang diadopsi dari seorang alim ternama
Ahmed Baba. Perpustakaan tersebut menjadi surge bagi para pencari ilmu dengan koleksi naskah
yang mencapai 20 ribu naskah arab kuno di perputakaan tersebut. Konon, sejumlah naskah
tersebut bahkan berasal dari kedua Masehi.

Seiring perjalanan waktu, masa kejayaan Universitas Sankore di kota Timbuktu perlahan mulai
meredup. Hal ini dipicu oleh sebuah kebakaran hebat di kota tersebut yang melahap hampir
seluruh sisa peradaban Islam. Selain itu para pedagang juga mulai mengalihkan rute
perjalanannya. Dari jalur Trans-Sahara ke jalur laut melalui Samudera Atlantik. (Masykur,
Artikel ini juga dimuat di Majalah Suara Hidayatullah).

Anda mungkin juga menyukai