Anda di halaman 1dari 230

OPTIMA PREPARATION

| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |


| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
1
SOAL

Ny Arlina Suryani seorang wanita berusia usia 27 tahun datang ke Poliklinik


Puskesmas dengan keluhan nyeri kepala seperti diikat sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan nyeri kepala seperti terikat yang dirasakan hilang timbul hampir setiap
hari. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78x/ menit, laju
napas 16x/ menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan status neurologis tidak
ditemukan adanya deficit neurologis fokal. Diagnosis kerja pada pasien ini
adalah…
A. Cluster headache
B. Tension type headache
C. Trigeminal neuralgia
D. Migren klasik
E. Arteritis temporalis
Tension Headache
Nyeri Kepala Tension

•Nyeri kepala ini sering ditemui dalam praktek sehari – hari


•Prevalensi antara 30 – 78%
• dapat dibagi lagi menjadi 4 kelas yaitu :
1. Infrequent episodic tension type headache
2. Frequent episodic tension type headache
3. Chronic tension type headache
4. Probable tension type headache

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Tension Type Headache
• Nyeri kepala tipe tegang atau TTH adalah bentuk nyeri
kepala primer yang cukup umum dijumpai dan memiliki
karakteristik:
– Nyeri bilateral atau terasa menekan atau mengikat
– Nyeri bisa dirasakan awal pada leher bagian belakang kemudian
menjalar ke kepala bagian belakang dan depan
– Intensitas ringan-sedang
– Tidak bertambah pada aktivitas rutin
– Tidak didapatkan mual atau muntah
– Bisa ada fotofobia atau fonofobia
– Waktu berlangsung nyeri kepala selama 30 menit hingga 1
minggu penuh, terus menerus atau sesaat
• Pemeriksaan fisik umum dan neurologis umumnya dalam
batas normal
Sumber: .
PPK neurologi 2017
Etiologi
• Tension (keteganggan) dan stress.
• Tiredness (Kelelahan).
• Ansietas (kecemasan).
• Lama membaca, mengetik atau konsentrasi
(eye strain)
• Posture yang buruk.
• Jejas pada leher dan spine.
• Tekanan darah yang tinggi.
• Physical dan stress emotional

The International Classification of Headache Disorders: 2nd


edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
Tension Type Headache
• Kriteria diagnosis TTH episodic infrekuen
– A: paling tidak ada 10 episode serangan dengan rata-rata <1 hari/bulan (<12
hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D
– B: Nyeri kepala berlangsung 30 menit sampai 7 hari
– C: Nyeri kepala terdapat 2 gejala khas: Lokasi bilateral, Menekan/Mengikat
(tidak berdenyut), Intensitas ringan-sedang, Tidak diperberat aktivitas rutin
– D: Tidak didapatkan mual/muntah, lebih dari satu keluhan fotofobia/fonofobia
• Kriteria diagnosis TTH episodik frekuen
– Sedikitnya 10 episode timbul selama 1-14 hari/bulan selama paking tidak 3
bulan
• Kriteria TTH kronik
– Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari per bulan berlangsung >3 bulan
• Tatalaksana
– Akut: Analgetik asetaminofen, atau NSAID (ibuprofen, asam mefenamat, dll),
atau tambah kafein (analgetik ajuvan)
– Kronis: Tambahan antidepresan trisiklik (amitriptilin), antiansietas
(benzodiazepine)
Sumber: .
PPK neurologi 2017
2
SOAL

Seorang laki-laki berusia 61 tahun dibawa ke IGD RS karena


kesadaran menurun sejak 2 jam yang lalu. Sebelumnya pasien
muntah menyemprot dan kejang sebanyak 2 kali. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang Ialu, namun tidak minum obat
dengan teratur. Tidak terdapat riwayat trauma. Pemeriksaan fisik:
kesadaran sopor, TD 240/120 mmHg, Nadi 100 x/menit, RR
24x/menit, suhu 36OC, meningeal sign (-), refleks Babinski (+).
Diagnosis yang paling mungkin adalah…
A. Stroke hemoragik
B. Transient Ischemic Attack
C. Epilepsi
D. Ensefalopati hipertensif
E. Stroke infark
Stroke
“Suatu sindroma klinis yang ditandai oleh
gangguan fungsi otak fokal maupun global
mendadak berlangsung lebih dari 24 jam,
mempunyai kecenderungan perburukan bahkan
kematian yang diakibatkan oleh satu-satunya
gangguan vaskuler”

Terminologi Baru memasukkan juga stroke spinal

12 12
Jenis Stroke
Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

Lacunar small vessel


Intracerebral disease (25%)
hemorrhage (59%)

Atherothrombotic
disease (20%)

SAH (41%)
Embolism
(20%)

13 Cryptogenic (30%)
Albers GW et al. Chest. 1998;114:683S-698S.
Rosamond WD et al. Stroke. 1999;30:736-743. 13
Stroke Hemoragik
• Stroke hemoragik ialah suatu
gangguan organik otak yang
disebabkan adanya darah di
parenkim otak atau ventrikel.
• Gejala prodomal yaitu :
– Gejala peningkatan tekanan
intrakranial dapat berupa :
sakit kepala, muntah-muntah,
sampai kesadaran menurun.
• Gejala penekanan parenkim
otak (perdarahan
intraserebral), memberikan
gejala tergantung daerah otak
yang tertekan/terdorong oleh
bekuan darah  defisit
neurologis.
Stroke Iskemik -- Infark
• Saat serangan stroke 
terjadi kerusakan sel otak di
daerah tertentu segera.
• Daerah yang rusak tersebut
dinamakan infark.
• Kerusakan akan terjadi
beberapa menit – jam
setelah serangan terjadi.
• Penumbra:
• Area dimana masih ada aliran
darah namun tidak mencapai
batas optimal.
• Berpotensi untuk menjadi
infark.
• Merupakan target
penanganan fase akut.

16 16
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
• Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
• Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
– Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
– Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
– Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
– Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
• Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
• Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
• Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik
• Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
Gejala Stroke
• Kelumpuhan mendadak wajah atau anggota badan (pada
umumnya sesisi – hemiparesis)
• Gangguan bicara/komunikasi mendadak ( disartria atau afasia)
• Gangguan sensibilitas (kebas atau kesemutan)
• Gangguan status mental (kesadaran menurun)
• Gangguan penglihatan (buta satu, dua mata atau sesisi)
• Gangguan keseimbangan (vertigo, ataksia )
• Gangguan daya ingat (amnesia,dll)

20 20
Deteksi dini Stroke:
Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS).
1. Facial droop. Suruh pasien tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
2. Arm drift. Suruh pasien mengangkat tangan
90º dari tubuh dan tahan 10 detik.
3. Slurred speech. Suruh pasien mengulang
kalimat sederhana.
4. Time. Segera mencari RS terdekat.

FAST
21 21
Diagnosis
• Anamnesis.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan penunjang
• golden standard CT Scan kepala)
Skor Stroke Siriraj

• (2.5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0.1 D) – (3 x A) – 12
– S : kesadaran (0 = CM, 1 = somnolen, 2 = sopor/koma)
– M : muntah (0 = tidak ada, 1 = ada)
– N : nyeri kepala (0 = tidak ada, 1 = ada)
– D : tekanan darah diastolik
– A: ateroma (0 = tidak ada, 1 = salah satu/lebih : DM,
angina, penyakit pembuluh darah)

• Penilaian
– SSS > 1 = perdarahan supratentorial,
– SSS < -1 = infark serebri,
– SSS -1 s/d 1 = meragukan

23
Algoritma Stroke Gadjah Mada

• Komponen yang • Penilaian


dinilai

1. Penurunan • Stroke perdarahan


:
kesadaran – 3 atau 2 dari 3 positif
– hanya penurunan
2. Nyeri kepala kesadaran (+)
3. Refleks – hanya nyeri kepala (+)
• Stroke iskemik :
Babinski – hanya refleks Babinski
(+)
– semua (-)

24
3
SOAL

Tn. Effendi Tarantua, seorang laki-laki berusia 35 tahun, dibawa oleh


keluarganya ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan kelemahan sisi
tubuh bagian kanan sejak 1 jam yang lalu. Pemeriksaan tekanan
darah 160/80 mmHg, nadi 80x/ menit, laju pernapasan 16x/ menit,
dan suhu 36,8OC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan wajah tidak
simetris, lipatan nasolabial kanan lebih mendatar dibandingkan kiri,
kerutan dahi masih simetris. Apakah diagnosis klinis pada kasus ini?
A. Paresis N. fasialis kanan sentral
B. Paresis N. fasialis kanan perifer
C. Paresis N. fasialis kiri sentral
D. Paresis N. fasialis kiri perifer
E. Paresis N. fasialis bilateral
N. VII (Facialis)
Motorik Sensorik Otonom
• Mempersa • Pengecap Mempersarafi
rafi otot pada 2/3 Kelenjar
frontalis, anterior lakrimal,
orbikularis lidah submandibula
okuli, • Mempersa , submaksila
orbikularis rafi
oris sensoris
• Mempersa palatum
rafi otot mole dan
stapedius durum
• Mempersa
rafi
sensoris
pada kulit
aurikula
Manifestasi Klinis

• Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah


mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral,
sedangkan yang mengurus bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (kontralateral)
Lesi sentral dan perifer
a) Lesi pada bagian sentral,
yang lumpuh adalah
bagian bawah dari wajah
b) Lesi bagian perifer, yang
lumpuh adalah semua
otot sesisi wajah dan
mungkin juga termasuk
saraf yang mengurus
pengecapan dan salivasi
4
SOAL

Tn El Barrack Yudoso, laki-laki usia 42 tahun dibawa ke IGD Rumah


Sakit dengan penurunan kesadaran setelah terjatuh dari sepeda
motor 1 jam yang lalu. Pasien sempat pingsan, namun segera sadar
dan bangun kembali. Saat sedang beristirahat tiba-tiba pasien jatuh
pingsan kembali. Pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya kaku
kuduk, jejas di temporal (+). Setelah dilakukan pemeriksaan CT
Scan, apakah hasil yang diharapkan?
A. Lesi hiperdens berbentuk cressent
B. Lesi hiperdens berbentuk lenticular
C. Lesi hiperdens pada parenkim otak
D. Lesi hiperdens pada sisterna otak
E. Lesi hiperdens bikonkaf
EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramaterantara tabula interna – duramater
• Biasanya berasal dari arteri yg pecah oleh
karena ada fraktur atau robekan langsung.
– Ruptur arteri meningeal media, arteri meningeal
anterior atau sinus venosus
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
 Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikuler di daerah epidural.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Hematoma Epidural
• Tanda Diagnostik • Bila hematoma epidural di
Klinis: fossa posterior, gejala dan
– Lucid interval tanda klinis:
– Kesadaran makin
– Lucid interval tidak jelas
menurun
– Fraktur kranial oksipital
– Late hemiparesis
kontralateral lesi – Kehilangan kesadaran
– Dilatasi pupil cepat
ipsilateral – Gangguan serebellum,
– Babinsky (+) batak otak, dan
kontralateral lesi pernafasan
– Fraktur daerah – Pupil isokor
temporal
Konsensus nasional penanganan trauma kapitis. PERDOSSI 2006.
McBride W. Intracranial epidural hematoma in adults. Uptodate 2018.
EPIDURAL
HEMATOM

Epidural Pemeriksaan:
• CT Scan: gambaran
hiperdens antara
tulang tengkorak dan
duramater, umumnya
daerah temporal,
bikonveks
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • SDH akut : kurang dari • Kaku kuduk


• Kesadaran makin 72 jam • Nyeri kepala
menurun • SDH subakut : 3-21 hr • Bisa didapati
• Late hemiparesis pasca trauma. gangguan kesadaran
kontralateral lesi • SDH khronis : > 21 • Akibat pecah
• Pupil anisokor hari. aneurisme berry
• Babinsky (+) • Gejala: sakit kepala
kontralateral lesi disertai /tidak disertai
• Fraktur daerah penurunan kesadaran
temporal * akibat robekan
* akibat pecah a. bridging vein
meningea media
5
SOAL

Seorang laki-laki, 32 tahun, dibawa ke UGD dengan keluhan


penurunan kesadaran sejak 2 jam yang lalu. Satu minggu
sebelumnya mengeluh demam disertai sakit kepala dan mual.
Riwayat penggunaan narkoba suntik sejak 2 tahun lalu dan 3 bulan
terakhir berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik GCS E2M5V3,
kaku kuduk (+). Analisis cairan serebrospinal didapatkan warna
jernih, jumlah sel 150/uL dominan limfosit, glukosa 35 mg/dL,
protein meningkat, India ink (+). Apakah diagnosis pasien?
A. Meningitis TB
B. Meningitis bakterial
C. Meningitis kriptokokus
D. Ensefalitis toksoplasma
E. Meningoensefalitis viral
Manifestasi Neurologis pada Pasien
HIV (+)

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed.


Meningitis Kriptokokus
• Etiologi: Cryptococcus sp
• Pada HIV dgn CD4 <200
• Manifestasi klinis:
– Sakit kepala, demam, letargi
– Defisit sensoris
– Gangguan memori
Criprococcus pada LCS dengan
– Paresis nervus kranialis pewarnaan tinta India

– Penurunan visusAkibat peningkatan TIK


– Meningismus
Meningitis Kriptokokus
Pemeriksaan Penunjang Tatalaksana
• Visualisasi kapsul sel jamur • Fase induksi: (2 minggu)
pada LCS dengan tinta india – Amfoterisin B 0,7-1
• Kultur LCS dan darah mg/kgBB/hari +
– Flusitosine 100mg/kg
• Deteksi antigen di LCS dan
darah • Fase konsolidasi: (10
minggu)
• MRI: peripheral nodular
– Flukonazole 400 mg/hari
enhancement
• Maintenance: (seumur
hidup)
– Flukonazole 200 mg/hari
MRI: peripheral nodular enhancement

Korteks/substansia grisea

Substansia alba
• Pemeriksaan
– Lumbal
puncture (gold
standar)
– CT scan (jika
kontraindikasi
dilakukan LP)
Toxoplasma Encephalitis
• Disebabkan oleh Toxoplasma gondii
• Pada HIV stadium lanjut dengan CD4 < 200
• Manifestasi klinis:
Awal
– Gejala konstitusional
– Sakit kepala
– Demam (tidak selalu)
Lanjut:
– Bingung dan mengantuk
– Kejang
– Kelemahan fokal
– Gangguan bahasa
– Ataksia
– Palsi n. kranialis
Toxoplasma Encephalitis
Diagnosis Enhancing mass lesion

• Gejala klinis
• Satu atau lebih enhancing
mass lesions pada CT scan,
MRI, atau pemeriksaan
radiologis lainnya
• Ditemukan T. gondii pada
LCS/biopsi otak

Biopsi hanya dilakukan pada


pasien yang tidak merespon
terapi empiris selama 2-4 minggu
Lesi hipodens Ring enhancing lesions
Toxoplasma Encephalitis
Terapi:
• Sulfadiazine + pirimetamin + leukovorin
selama 4-6 minggu
Alternatif:
• Klindamisin + pirimetamin;
• Atovaquone + pirimetamin;
• Azitromisin + pirimetamin + rifabutin
6
SOAL

Tn Ibrahim Samad Jaelolo, seorang laki-laki berusia 63 tahun dibawa


oleh keluarganya ke Instalasi Gawat Darurat RS dengan gangguan
bicara yang mendadak. Pemeriksaan tanda vital 140/90 mmHg,
denyut nadi 90x/ menit, laju pernapasan 20x/ menit, dan suhu
afebris. Pasien dapat memahami, mengikuti, dan menjalani
pemeriksaan instruksi. Namun pasien tidak bisa mengekspresikan
dalam bentuk kata atau kalimat. Letak kelainan pada pasien ini
adalah…
A. Lobus Parietal
B. Lobus Oksipital
C. Lobus Frontal
D. Lobus Temporal
E. Cerebellum
Afasia
• Kelainan yang terjadi • Afasia menimbulkan
karena kerusakan dari problem dalam bahasa
bagian otak yang lisan (bicara dan
mengurus bahasa. pengertian) dan bahasa
• yaitu kehilangan tulisan (membaca dan
kemampuan untuk menulis). Biasanya
membentuk kata-kata membaca dan menulis
atau kehilangan lebih terganggu dari pada
kemampuan untuk bicara dan pengertian.
menangkap arti kata-kata • Afasia bisa ringan atau
sehingga pembicaraan berat. Beratnya gangguan
tidak dapat berlangsung tergantung besar dan
dengan baik. lokasi kerusakan di otak.
Afasia Motorik :
- Terjadi karena rusaknya area Broca di
gyrus frontalis inferior.
- Mengerti isi pembicaraan, namun tidak
bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat
- Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
- Bisa mengeluarkan 1 – 2 kata(nonfluent)
Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke
• Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar
pinggiran area pengaturan bahasa.

• Terdiri dari: afasia transkortikal motorik, afasia


transkortikal sensorik, dan afasia transkortikal
campuran.

• Ketiga tipe afasia memiliki jenis gangguan


sesuai dengan penamaannya namun
penderita mampu mengulangi kata/ kalimat
lawan biacaranya.
Summary of Aphasias
Type of Spontaneous
Paraphasias Comprehension Repetition Naming
Aphasia speech

Broca’s Nonfluent - Good Poor Poor

Global Nonfluent - Poor Poor Poor

Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor

Wernicke’s
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia
Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory

Conduction Fluent + Good Poor Poor

Anomic Fluent + Good Good Poor


28/02/2006
Gejala Stroke

59 59
7
SOAL

Tn Gregorio Komang Widiasha, laki-laki berusia 30 tahun dibawa


oleh Satpol PP ke IGD Rumah Sakit. Pasien merupakan korban
kecelakaan lalu lintas. Pasien ditabrak mobil saat hendak
menyebrang di Zebra Cross. Keadaan hemodinamik pasien stabil.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan respon membuka mata dengan
suara, menjauhi rangsangan nyeri dari pemeriksa dan bicara
melantur, tidak nyambung. Berapakah GCS pada pasien?
A. E3V4M5
B. E3V4M4
C. E3V2M3
D. E2V3M4
E. E2V3M5
Glasgow Coma Scale
• Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang
dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan
ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon
yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata,
respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
· Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
· Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
· Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
• Berorientasi baik 5
• Berbicara mengacau (bingung) 4
• Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan 3
non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
• Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
• Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
• Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
• Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
• Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
• Tidak ada (flasid)
8
SOAL

Seorang laki-laki berusia 35 tahun dibawa keluarga ke UGD RS dengan keluhan


bicara ngelantur sejak 2 hari yang lalu. Keluhan terjadi setelah mengalami
demam. Keluhan demam sejak 7 hari yang lalu disertai nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan penurunan kesadaran perlahan-lahan, GCS 3-4-5, S
39O C, kaku kuduk (+), dan motorik lateralisasi kanan. Pemeriksaan lain dalam
batas normal. Apakah hasil pemeriksaan fisik yang khas pada kasus di atas?
A. Nyeri kepala, meningeal sign (+), panas
B. Meningeal sign (+), panas, bicara ngelantur
C. Meningeal sign (+), panas, penurunan kesadaran
D. Nyeri kepala, meningeal sign (+), bicara ngelantur
E. Nyeri kepala, meningeal sign (+), penurunan kesadaran
Meningitis Bakterialis
• Pemeriksaan
– Lumbal
puncture (gold
standar)
– CT scan (jika
kontraindikasi
dilakukan LP)
C a i ra n S e re b ro s p i n a l Pa d a I n fe ks i S S P

BACT.MEN VIRAL MEN TBC MEN ENCEPHALITIS ENCEPHALOPATHY

Tekanan  Normal/   

Makros. Keruh Jernih Xantokrom Jernih Jernih

Lekosit > 1000 10-1000 500-1000 10-500 < 10

PMN (%) +++ + + + +

MN (%) + +++ +++ ++ -

Protein  Normal/  Normal Normal


Glukosa Normal  Normal Normal

Gram
Positif Negatif Negatif Negatif Negatif
/Rapid T.
9
SOAL

An. Frans Sanjaya Liem, anak laki-laki 15 tahun mengalami kejang 20 menit lalu.
Pasien segera dilarikan IGD Rumah sakit oleh orangtuanya. Saat kejang, kepala
pasien menengadah ke atas, mata melotot, berkeringat, air liur keluar, dan
seluruh tubuh kaku kemudian kelojotan. Kejang terjadi 1 kali dengan durasi sekitar
2 menit. Setelah kejang, pasien tidak sadar. Pasien memiliki riwayat epilepsi sejak
10 tahun yang lalu. Jenis kejang yang dialami pasien adalah....
A. Kejang umum tonik
B. Kejang umum petit mal
C. Kejang parsial sederhana
D. Kejang parsial kompleks
E. Kejang umum tonik-klonik
Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
– Durasi >30 detik,
– frekuensi tidak menentu
– Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh
– Dipicu oleh hiperventilasi
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
Klasifikasi International League
Against Epilepsy (ILAE)
KEJANG FOKAL
KEJANG PARSIAL SEDERHANA KEJANG PARSIAL KOMPLEKS KEJANG PARSIAL MENJADI
KEJANG GENERALISATA
SEKUNDER
• Kesadaran tidak terganggu , • Terdapat gangguan • Kejang parsial sederhana
dengan gangguan salah kesadaran walaupun atau kompels yang menjadi
satu atau lebih dari : diawali kejarng parsial kejang umum
1. Gejala motorik : kedutan sederhana
wajah atau salah satu sisi • Bisa disertai otomatisme :
2. Gejala somatosensorik : - Mengecap-ngecap bibir
mendengar musik, - Mengunyah
parestesia - Gerakan berulang pada
3. Gejala psikis : rasa takut, tangan
visi panoramik • Bisa tanpa otomatisme :
4. Gejala otonom : muntah, - Tatapan terpaku
berkeringat, dilatasi pupil
5. Kejang tubuh (gerakan
kejang sama)
Klasifikasi International League
Against Epilepsy (ILAE)
KEJANG UMUM

Kejang Absans (Petit mal)


• Hilangnya kesadaran sesaat disertai amnesia
• Bisa disertai atau tanpa aura dan halusinasi

Kejang Atonik
• Hilangnya tonus mendadak pada otot leher, badan, dan anggota badan

Kejang Tonik-Klonik (Grand mal)


• Kejang diawali oleh hilangnya kesadaran lalu terjadi fase tonik (kekakuan umum) diikuti fase klonik
(kelojotan)
• Terdapat gangguan fungsi otonom (air liur, dilatasi pupil, disfugsi kandung kemih dan usus

Kejang Mioklnik
• Kejang yang terjadi pada sekelompok otot bilateral involunter secara mendadak
• Kedutan pada bahu, leher, lengan atas dan kaki
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014
10
SOAL

Tn Atma Widjaja, seorang laki-laki usia 48 tahun datang ke Poliklinik dengan


keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan, 3 jari bagian medial, dan terdapat
rasa kebas. Diketahui pasien bekerja sebagai tukang gado-gado. Keluhan nyeri
menjalar dan kesemutan dari pergelangan tangan ke ujung-ujung jari setelah
menekuk pergelangan tangan selama kurang lebih 60 detik. Apakah pemeriksaan
yang dapat menunjang diagnosis pasien tersebut?
A. Tinnel test
B. Allen test
C. Psoas sign test
D. Menilai refleks biseps
E. Menilai Hoffman tromner
Carpal Tunnel Syndrome
Gejala
• Nyeri, kesemutan dan perasaan geli
pada daerah yang dipersarafi oleh
nervus medianus
• Nyeri memberat pada malam hari
dan dapat membangunkan pasien
dari tidur.
• Nyeri dan parastesi dapat menjalar
ke lengan bawah, siku hingga bahu
• Kekuatan menggenggam berkurang
• Atrofi otot tenar
• Untuk mengurangi gejala biasanya
pasien akan mengguncang –
guncang kan tangannya seperti saat
memegang termometer (flicktest)
Pemeriksaan fisik
• Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS.
• Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otot-otot thenar.
• Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot
• Wrist extension test/ prayer test.
• Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosis.
Pemeriksaan fisik
• Phalen’s maneuver (Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala → CTS+)
• Tinel’s sign (timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus
kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi)
• Luthy's sign/bottle's sign (Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat →CTS +)
• Pemeriksaan sensibilitas/two-point discrimination (Bila penderita tidak dapat
membedakan dua titik pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus →
CTS +)

Tinel’s sign
Phalen’s maneuver
Pemeriksaan Penunjang
• Electrophysiology
– Electrophysiologic studies, including nerve conductions studies
(NCS) and electromyography (EMG), are the first-line
investigations in suggested carpal tunnel syndrome (CTS).
– Abnormalities, in association with specific symptoms and signs,
are considered the criterion standard for CTS diagnosis.
– In addition, other neurologic diagnoses can be excluded with
these test results.
– It also can provide an accurate assessment of how severe the
damage to the nerve is, thereby directing management and
providing objective criteria for the determination of prognosis.
• MRI – wrist & hand
11
SOAL

Tn Juli Pangandaan Hutasoit, laki-laki usia 25 tahun dibawa ke IGD RS


setelah kecelakaan lalu lintas. Setelah dilakukan primary survey,
dokter memeriksa status neurologis pasien. Pada pemeriksaan
refleks cahaya didapatkan:
Okular dekstra: refleks langsung (+), refleks tidak langsung (+)
Okular sinistra: refleks langsung (-), refleks tidak langsung (-)
Diagnosis klinis yang paling tepat pada pasien adalah?
A. Paresis N. IV dekstra
B. Paresis N. III dekstra
C. Paresis N. III sinistra
D. Paresis N. II dekstra
E. Paresis N. II sinistra
DIAMETER PUPIL NORMAL ADAPTASI GELAP 4,5 – 7 MM, ADAPTASI TERANG
2,5-6MM
PUPIL YANG KECIL DISEBUT MIOSIS ( D < 3MM ), PUPIL LEBAR DISEBUT
MIDRIASIS ( DIAMETER >6MM )
ISOKORIA, BERARTI DIAMETER KEDUA PUPIL SAMA, ANISOKOR BERARTI
DIAMETER PUPIL TIDAK SAMA ( BEDA ≥ 0,3MM )
UKURAN PUPIL DITENTUKAN OLEH BEBERAPA FAKTOR : UMUR, EMOSI,
REFRAKSI TINGKAT ILUMINASI RETINA
DIATUR OLEH EFEREN PARASIMPATIS ( MENGINERVASI M. SFINGTER PUPIL),
DAN EFEREN SIMPATIS (MENGINERVASI M. DILATATOR PUPIL)
PUSAT PENGATURAN SUPRANUKLEAR DI LOBUS FRONTALIS (KEWASPADAAN)
DAN LOBUS OKSIPITALIS (AKOMODASI)
Relative Afferent
Pupillary Defect (RAPD)
• The physiological basis of the RAPD test is that, in
healthy eyes, the reaction of the pupils in the right and
left eyes are linked  consensual light reflex.
• light reflex pathway has two parts :
1. The afferent part of the pathway (red) refers to the
nerve impulse/message sent from the pupil to the brain
along the optic nerve when a light is shone in that eye.
2. The efferent part of the pathway (blue) is the
impulse/message that is sent from the mid-brain back to
both pupils via the ciliary ganglion and the third cranial
nerve (the oculomotor nerve), causing both pupils to
constrict, even though only one eye is being stimulated
by the light
Broadway DC. Relative Afferent Pupillary Defect. Community Eye Health Journal | VolUME 25 ISSUES 79 & 80 | 2012
• Common causes of unilateral • A RAPD is an extremely important
optic nerve disorders that can be localising clinical sign that can be
associated with a RAPD include : detected by a simple, quick, non-
– Maculopathy (retinal detachment, invasive clinical test, provided
major retinal vascular occlusion, that the test is performed
extensive retinal damage) carefully and correctly
– ischaemic optic neuropathy, • The ‘swinging light test’ is used to
– optic neuritis, detect a relative afferent pupil
– optic nerve compression (orbital defect (RAPD)
tumours or dysthyroid eye
disease), • A positive RAPD means there are
– trauma, and differences between the two eyes
– asymmetric glaucoma. in the afferent pathway due to
retinal or optic nerve disease.
• Less common causes include
– infective, infiltrative,
carcinomatous, or radiation optic
neuropathy.

Broadway D.C.How to test for a relative afferent pupillary defect. Community eye health journal: 25(79). 2012
Swinging light test
• The swinging light test :
– Used to detect a RAPD; detecting differences between the
two eyes in how they respond to a light shone in one eye
at the time
• The test can be very useful for detecting unilateral or
asymmetrical disesase of the retina or optic nerve (but
only optic nerve disease that occurs in front of the
optic chiasm)
• Interpretation:
– Swinging light test Normal
– Swinging light test positif RAPD
– Swinging light test negatif  non reactive pupil
The swinging light test
Swinging light test Normal Swinging light test + Swinging light test -
REFLEKS CAHAYA

 REFLEKS CAHAYA LANGSUNG LINTASAN IMPULS DARI MATA YANG DISINARI

SAMPAI TERJADI PENGECILAN PUPIL.


 REFLEKS CAHAYA TIDAK LANGSUNG ADALAH ADANYA PENGECILAN PUPIL
APABILA MATA YANG LAIN DISINARI.
 REFLEKS CAHAYA DIREK NORMAL KALAU BAGIAN AFEREN DAN EFEREN
IPSILATERAL NORMAL.
 REFLEKS CAHAYA INDIREK NORMAL KALAU AFEREN DAN EFEREN
KONTRALATERAL NORMAL.
 ORANG BUTA ?

KALAU MATA KANAN BUTA MAKA REFLEKS LANGSUNG MATA KANAN


NEGATIF DAN REFLEKS INDIREK MATA KIRI NEGATIF

PENYINARAN MATA KIRI : DIREK NORMAL, INDIREK MATA KANAN NORMAL


Pemeriksaan refleks cahaya pada Paresis N. III
Sinsitra:
• Pupil OD: RCL (+); RCTL (+)
• Pupil OS: RCL (-); RCTL (-)
12
SOAL

Laki – laki 31 tahun datang ke poliklinik RS dengan keluhan nyeri


kepala sebelah kiri yang dirasakan setiap hari selama 2 minggu.
Keluhan dirasakan hingga 8x sehari dan masing – masing durasinya
20 menit. Nyeri kepala terlokalisir didaerah periorbital disertai mata
kiri merah dan banyak mengeluarkan air mata dan rhinorrhea.
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 2 tahun lalu selama 3
minggu. Terapi profilaksis yang tepat untuk kasus ini adalah…
A. Alopurinol
B. Verapamil
C. Sumatriptan
D. Paracetamol
E. Kolkisin
Sumber: .
PPK neurologi 2017

Cluster Type Headache (Klaster)

• Periodesitas (sering pada malam hari, berulang setiap hari pada waktu tertentu
yang sama, selama minguan atau bulanan)
• Bila ada deficit neurologis atau tidak membaik denga pengobatan 3 bulan lebih,
bisa diindikasikan pemeriksaan CT scan atau MRI kepala + kontras.
Tatalaksana Nyeri Kepala Tipe Kluster
• Tidak ada pengobatan defintif untuk nyeri kepala klister
• Tujuan terapi:
– Mengurangi derajat nyeri
– Memperpendek periode nyeri kepala
– Mencegah serangan berikutnya
• Tatalaksana akut:
– Inhalasi oksigen 100% 7 lpm selama 15 menit
– Dihidroergotamin 0.5-1.5 mg IV mengurangi nyeri dalam 10 menit
– Sumatriptan inj 6 mg SC mengurangi nyeri dalam 5-15 menit
– Level of evidence B: Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg p.o, atau Anestesi local 1 ml
lidokain inranasal 4%
– Indometasin rectal supp
– Ergotamin aerosol 0.36-1.08 mg efektif 80%
– Gabapentin/ topiramat
• Profilaksis:
– Verapamil (1st choice) 120-160 mg 3-4x/hari, atau Nimodipin 240 mg/hari, atau
Nifedipin 40-120 mg/hari
– Steroid (tidak boleh lama, efektif untuk 80-90% prevensi serangan)
– Level of evidence B: Lithium 300-1500 mg/hari, atau methylsergide 4-10 mg/hari,
soidum divalproat, ergotain tartrat 2 mg 2-3 kali per hari, sumatriptan,
dihidroergotamin
Sumber: .
PPK neurologi 2017
13
SOAL

Ny Fatimah Nelwan, seorang perempuan 30 tahun datang ke RS


Umum Daerah Kreo Selatan dengan keluhan nyeri pada wajah dan
dahi sebelah kiri. Keluhan nyeri dirasakan sudah sejak 1 bulan yang
lalu. Sebelumnya pernah terkena herpes pada tempat yang sama.
Tanda – tanda vital dalam batas normal, terdapat reaksi hiperalgesia
pada wajah dan dahi sebelah kiri. Terapi yang tepat pada kasus ini
adalah…
A. Amoksisilin
B. Tramadol
C. Kolkisin
D. Ibuprofen
E. Parasetamol
Neuralgia Post Herpetik
• Neuralgia Post Herpetik (NPH) merupakan
nyeri persisten yang muncul setelah ruam Herpes
Zoster telah sembuh (biasanya dalam 1 bulan).
• Nyeri pada NPH merupakan nyeri neuropatik
yang diakibatkan dari perlukaan saraf perifer
sehingga terjadi perubahan proses pengolahan
sinyal pada sistem saraf pusat.
• Saraf perifer yang sudah rusak memiliki ambang
aktivasi yang lebih rendah sehingga
menunjukkan respon berlebihan terhadap
stimulus.
Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3.
2006. Canada:Elsevier.
Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006. Canada:Elsevier.

Diagnosis
Anamnesis
• Nyeri erupsi vesikuler sesuai dengan area dermatom merupakan gejala tipikal
herpes zoster.
• Seiring dengan terjadinya resolusi pada erupsi kulit,nyeri yang timbul berlanjut
hingga 3 bulan atau lebih, atau yang dikenalsebagai nyeri post herpetik.
• Nyeri ini sering digambarkan sebagai rasaterbakar, tertusuk-tusuk, gatal atau
tersengat listrik.
Pemeriksaan Fisik
1. Nyeri kepala, yang timbul sebagai respon dari viremia
2. Munculnya area kemerahan pada kulit 2-3 hari setelahnya
3. Daerah terinfeksi herpes zoster sebelumnya mungkin terdapat skar kutaneus
4. Sensasi yang ditimbulkan dapat berupa hipersensitivitas terhadapsentuhan maupun
suhu, yang sering misdiagnosis sebagai miositis, pleuritik, maupun iskemia jantung,
serta rasa gatal dan baal yang misdiagnosis sebagai urtikaria
5. Muncul blister yang berisi pus, yang akan menjadi krusta (2-3 minggukemudian)
6. Krusta yang sembuh dan menghilangnya rasa gatal, namun nyeri yangmuncul tidak
hilang dan menetap sesuai distribusi saraf (3-4 minggusetelahnya)
7. Alodinia, yang ditimbulkan oleh stimulus non-noxius, seperti sentuhan ringan
8. Perubahan pada fungsi anatomi, seperti meningkatnya keringat pada area yang terkena
nyeri ini
CLASS MEDICATION DOSAGE ADVERSE EFFECTS
Anticonvulsants Gabapentin 1,800 to 3,600 mg per Somnolence,
(Neurontin) day dizziness, edema,
dry mouth
Pregabalin (Lyrica) 150 to 600 mg per day
Opioid Controlledrelease Variable Constipation,
oxycodone (Oxycontin) nausea, vomiting,
sedation, dizziness,
Longacting morphine Variable dependence

Tramadol (Ultram) 100 to 400 mg per day Dependence


Topical agents Capsaicin 0.075% Applied three or four Burning skin
cream (Zostrix) times per day

Lidocaine 5% patch Maximum three Mild skin reaction


(Lidoderm) patches per day
Tricyclic Amitriptyline Up to 150 mg per day Sedation, dry mouth,
antidepressants blurred vision,
Desipramine Up to 150 mg per day constipation, urinary
(Norpramin) retention

Nortriptyline (Pamelor) Up to 150 mg per day


14
SOAL

Seorang laki-laki usia 35 tahun terjatuh sewaktu naik kuda, dengan


kepala jatuh lebih dulu dan leher terpuntir, penderita sadar, bisa
jalan normal, pada pemeriksaan otot bahu dan lengan kiri
(m.Deltoid, m.Biceps, m.Triceps) lumpuh tipe LMN, sikap lengan
terjulai tak bergerak dengan posisi pronasi sedang tangan dan jari-
jari tangan masih bisa bergerak normal, kulit bahu dan lengan atas
tebal, kedua tungkai normal, Berak dan Kencing normal. Sindroma
di atas disebut…
A. Brown Sequard Palsy
B. Total Brachial plexus palsy
C. Erbs Palsy
D. Klumpke Palsy
E. Carpal Tunnel Palsy
Plexus Brachialis
• It is a network of nerves passing through the cervico-axillary
canal to reach axilla and innervates brachium (upper arm),
antebrachium (forearm) and hand.
• Brachial plexus is a somatic nerve plexus formed by the union
of anterior rami of C5,C6,C7,C8 and T1.
• The formation of brachial plexus begins just distal to the
scalenus muscles.

Function:
• The brachial plexus is responsible for cutaneous and muscular
innervation of the entire upper limb, with two exceptions:
– the trapezius muscle innervated by the spinal accessory nerve (CN
XI) and
– an area of skin near the axilla innervated by the intercostobrachial
nerve.
Mechanisms of
Injury to the Brachial Plexus
A. Traction: direct blow to the
shoulder with the neck
laterally flexed toward the
unaffected shoulder
(gymnast falls on beam)
B. Direct trauma: direct blow to
the supraclavicular fossa over
Erb’s point.
C. Compression: Occurs when
the neck is flexed laterally
toward the patient’s affected
shoulder, compressing /
irritating the nerves,
resulting in point tenderness
over involved vertebrae of
affected nerve(s).
Classification on anatomical location
of injury:
• Upper plexus palsy (Erb’s Palsy)
– involves C5-C6 (+/-C7roots)
• Lower plexus palsy (Klumpke’s palsy)
– involves C8-T1 roots (and sometimes also C7)
• Total plexus lesions involve all nerve roots C5-
T1
– complete injury of Brachial Plexus
– symptoms: mix of both upper and lower plexus.
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis

Bayne & Costas


(1990)

Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw
hand”

2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997
Total Brachial Plexus Injury
• Complete paralysis of
the shoulder, arm, and
hand, lack of sensation,
and circulatory
problems due to
damage of all brachial
plexus nerve roots.
• If there is bilateral
paralysis, spinal injury
sgould be suspected.
Diagnosis Karakteristik
Brown-sequard syndrome Akibat hemilesi medulla spinalis. Manifestasi klinisnya
adalah :
1. Kelumpuhan LMN ipsilateral setinggi lesi
2. Defisit sensorik ipsilateral setinggi lesi
3. Kelumpuhan UMN ipsilateral dibawah tingkat lesi
4. Defisit proprioseptif ( getaran, posisi, gerakan )
ipsilateral dibawah lesi
5. Deficit protopatik ( nyeri, suhu, perabaan )
kontralateral dibawah lesi.
Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome atau CTS (sindrom
terowongan/lorong karpal) adalah kondisi yang
memengaruhi tangan dan jari hingga mengalami sensasi
rasa kesemutan, mati rasa, atau nyeri. Saraf yang
mengalami kelainan adlah nervus medianus.
15
SOAL

Tn Ibas Baskoro Sukmoro, laki-laki, 28 tahun, dibawa teman kantornya ke IGD


Rumah Sakit setelah mengalami keluhan nyeri kepala berat sejak 2 jam SMRS.
Berdasarkan alloanamnesis, pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis
sebelumnyya. Keadaan umum: somnolen, TD 180/100mmHg, nadi 80x/ menit,
laju napas 24x/ menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan status neurologis
didapatkan kaku kuduk dan defisit neurologis minimal. Dokter segera melakukan
pemeriksaan CT Scan kepala, dan didapatkan hasil seperti gambar dibawah ini
(slide berikut). Kemungkinan etiologi pada kasus di atas adalah…
A. Ruptur Aneurisme Berry
B. Robekan pada Bridging Vein
C. Ruptur A. Cerebri Media
D. Ruptur A. Meningea Media
E. Tromboemboli
Hematoma Subarakhnoid
• Perdarahan di rongga subarakhnoid antara arakhnoid dan
piamater yang normalnya terisi CSF
• CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus
serebri daerah yang berdekatan dengan hematom.
• Gejala dan tanda:
– Tanda rangsang meningeal +, ex: Kaku kuduk
– Muntah
– Nyeri kepala hebat tiba-tiba  thunderclap
– Penurunan kesadaran secara cepat
– Fotofobia
• Penyebab tersering malformasi arteri vena, aneurisma
Berry
• Penatalaksanaan :
– perawatan dengan medikamentosa dan tidak dilakukan operasi
Konsensus nasional penanganan trauma kapitis. PERDOSSI 2006.
Siddiq F. subarachnoid hemorrhage. Uptodate. 2018
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • akut: 1- 3 hr pasca • Kaku kuduk


• Kesadaran makin trauma • Nyeri kepala
menurun • Subakut: 4-21 hr pasca • Bisa didapati
• Late hemiparesis trauma gangguan kesadaran
kontralateral lesi • Kronik : > 21 hari • Akibat pecah
• Pupil anisokor • Gejala: sakit kepala aneurisme berry
• Babinsky (+) disertai /tidak disertai
kontralateral lesi penurunan kesadaran
• Fraktur daerah * akibat robekan bridging
temporal vein
* akibat pecah a.
meningea media
ANEURYSM

10/4/2020© 2009, American Heart Association. All rights reserved.


CT Scan non-contrast showing blood in basal
cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery

10/4/2020© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
16
SOAL

Perempuan dibawa ke RS dengan kelemahan anggota gerak bawah


setelah jatuh terduduk. Selain itu didapatkan saddle anastesi dan
gangguan BAB dan BAK. Tanda vital TD: 120/80, N: 100, RR: 22, S:
afebris. Pemeriksaan neurologi adanya kelemahan di kedua tungkai;
Saddle anestesi (+); Kekuatan anggota gerak bawah 33333/33333;
Terdapat penurunan sensasi terhadap nyeri dan suhu dari setinggi
dermatom lumbal. Apakah diagnosis pasien tersebut?
A. HNP Lumbal
B. Radikulopati lumbal
C. Syringomyelia
D. Sindrom conus medullaris
E. Guilain Barre Syndrome
Cedera Medulla Spinalis
• Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf
yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan
sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang
vertebra.
• Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis,
masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari
tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat
terganggu atau hilang sama sekali.
• Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi
akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini
disebut sebagai cedera medula spinalis.
Cedera Medula Spinalis
• Mekanisme trauma:
– Fraktur/dislokasi vertebra
– Luka penetrasi
– Perdarahan epidural/subdural
– Trauma tidak langsung
– Trauma intramedular/kontusio
• Penyebab tersering: kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, atau
cedera olahraga.
• Gejala: tergantung lokasi dan berat cedera
– Cedera komplit: tidak ada fungsi medula spinalis di bawah lesi.
– Cedera parsial: masih ada sebagian fungsi medula spinalis di bawah lesi.
• Gejala lain: nyeri di area cedera, paralisis extrimitas, nyeri pada kulit,
hilangnya kontrol berkemih dan defekasi, disfungsi seksual.
• Tatalaksana:
– Minimalisasi cedera lanjutan: realigned dan imobilisasi, steroid segera
mungkin.
– Rehabilitasi: setelah stabil fisioterapi dan terapi okupasi
– Komplikasi jangka lama: ulkus dekubitus, ISK, kontraktur dan atropi otot-
otot ekstrimitas.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/spinalcordinjury/nr259103.pdf
Klasifikasi Trauma Medula Spinalis
• Berdasarkan Impairment Scale menggunakan “American
Spinal Injury Association/International Medical Society of
Paraplegia (ASIA/IMSOP)”
Grade Impairment Deskripsi

A Komplit TIDAK ADA fungsi motorik dan sensorik sampai S4 – S5

B Sensori Fungsi sensorik masih baik tetapi motorik terganggu di


Inkomplit bawah level neurologis hingga segmen sakral S4 – S5
C Motor Fungsi motorik terganggu di bawah level neurologis,
inkomplit namun otot motorik utama masih punya kekuatan skala
<3
D Motor Fungsi motorik terganggu di bawah level, namun otot
inkomplit motorik utama masih punya kekuatan skala >3
E Normal Sensorik dan motorik normal
American Spinal Injury Association. International Standards for Neurological Classifications of Spinal Cord Injury. revised ed. Chicago, Ill:
American Spinal Injury Association; 2000. 1-23.
Klasifikasi Trauma Medula Spinalis
• Berdasarkan tipe dan lokasi trauma:
– Komplit (Grade A)
• Unilevel
• Multilevel
– Inkomplit (Grade B, C, D, E)
• Cervico medullary syndrome
• Central cord syndrome
• Anterior cord syndrome
• Posterior cord syndrome
• Brown Sequard syndrome (Hemicord)
• Conus Medullary Syndrome
– Complete Cauda Equina Injury (Grade A)
– Incomplete Cauda Equina Injury (Grade B, C, D)
Chin LS. Spinal Cord injuries. Emedicine. 2018.
PERDOSKI. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal. 2006.
Conus Medullaris Syndrome
• A constellation of signs and symptoms including:
– Bowel dysfunction
– Bladder dysfunction
– Sexual dysfunction
– Poor rectal tone
– Perianal sensory changes
– Sometimes, lower extremity weakness
• Most distal bulbous part of spinal cord situated at level of L1-L2
vertebral bodies and comprises of sacral segments S1-S5.
• Signs shows involvement of:-
1. Saddle anesthesia ( S3-S5)
2. Absent Bulbocavernous reflexes ( S2-S4)
3. Absent anal reflexes ( S4-S5)
• Symptoms include both upper and lower motor neuron lesions.
Conus Medullaris Syndrome
• Etiologies
– Tumor
– Vascular lesion
– Diabetic neuropathy
– Trauma
– Disc herniation
• Symptoms
– Back pain
– Unilateral or bilateral leg pain
– Bladder dysfunction
– Bowel dysfunction
– Sexual dysfunction
– Diminished rectal tone
– Perianal sensory loss
– Lower extremity weakness
Cauda Equina Syndrome
Etiologies
– Disc herniation
• Cauda equina is the collection – Disc fragment migration
of nerve containing nerve – Iatrogenic epidural hematoma
roots from L1-L5 and S1-S5. • Post LP or spinal anesthesia

• Most centrally located nerve Postoperatively
– Infection
roots are from most caudal
segments. – Tumor
– Trauma
• Lesions give rise to lower
motor neurons symptoms. Symptoms
• Radicular pain is prominent • Back pain
and symptoms are usually • Radicular pain
unilateral. • Bilateral
• Bladder dysfunction with a • Unilateral
• Motor loss
decrease in perianal sensation • Sensory loss
• Urinary dysfunction
• Overflow incontinence
• Inability to void
• Inability to evacuate the bladder completely
• Decrease in perianal sensation
Sindrom kauda
equina
• Diagnosis
– Klinis dan dikonfirmasi
dengan MRI atau CT
scan
• Terapi tergantung
penyebabnya
– Herniasi diskus, trauma,
tumor, atau abses 
dekompresi surgical
– Abses  penggunaan
antibiotic
– Degeneratif 
pengobatan
antiinflamatorik dan
kortikosteroid
Conus Medullaris Syndrome Cauda Equina Syndrome

Vertebral level: L1-L2 Vertebral level: L2-sakrum


Spinal level: Segmen sacral Spinal level: Lumbosacral
cord and roots nerve roots
Tiba-tiba Gradual
Bilateral Unilateral

Nyeri radikuler tidak parah Nyeri radikuler lebih parah


LBP nyeri Jarang LBP

Motorik: simetris, paresis Motorik: paraplegia arefleks


hiperrefleks distal tungkai asimetris lebih dominan,
bawah tidak begitu dominan, atrofi, tanpa fasikulasi
fasikulasi Refleks: lutut dan ankle jerks
Refleks: hanya ankle jerks
Sensori: localized numbness Sensori: localized numbness
perianal, simetris, bilateral “saddle area”, asimetris,
unilateral
Disfungsi berupa inkontinensia Disfungsi sfingter muncul
sfingter urin dan feses di awal belakangan
Impotensi (+) Impotensi jarang
17
SOAL

Tn Samuel Cipta Hermawan, laki laki berusia 38 tahun datang ke IGD


Rumah Sakit karena keluhan nyeri punggung kiri, menjalar sampai ke
tungkai. Keluhan dirasakan hilang timbul, memberat saat
batuk/bersin. Hal ini disertai juga dengan temuan hipoestesi kaki kiri
sebelah lateral. Pada saat tungkai kaki kiri diangkat oleh dokter,
pasien merasa kesakitan ketika tungkai kaki membentuk sudut 50
derajat. Nama pemeriksaan ini adalah....
A. Valsava
B. Lasegue
C. Siccard
D. Bragard
E. Lhermitte
Hernia Nukleus Pulposus
• Keluarnya nucleus
pulposus dari discus
melalui robekan annulus
fibrosus
– Keluar ke belakang/dorsal 
menekan medulla spinalis
– Mengarah ke dorsolateral 
menekan saraf spinalis
• Common causes:
– Heavy lifting
– Trauma
– Poor sitting posture
– Frequent bending forward
– Degenerative
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti
cles/PMC2647081/

• Terdapat banyak sekali


Pemeriksaan fisik untuk
mengetahui adanya
radikulopati pada lumbal
• Pemeriksaan ini memiliki
nama yang berbeda-beda,
dengan sinonim yang
berbeda-beda, dan dapat
memiliki nama yang mirip
namun artinya berbeda
• Hal ini akan menyebabkan
kebingungan
• Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan
keluhan Nyeri Pinggang Bawah dan nyeri yang
dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup
meliputi:
– Tes laseque
– Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki.
Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
– Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
– Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
– Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk
HNP
• Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti
tidak ada HNP.
– Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP
L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP
• Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang
jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya
dengan pemeriksaan fisik saja.
– Tes Konfirmasi untuk SLR adalah test Bragard
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2647081/
Straight leg raise test

• The knee is extended and the hip • Reproduction of symptoms in


is flexed until a complaint of pain the opposite leg being tested
or tightness is reached. is termed crossed straight
• The leg is then carefully returned leg and indicates a large
to the table and the contralateral central lumbar disc herniation
leg is tested in a similar fashion • Sensitivity of 28%-29% and a
• A positive test is demonstrated specificity of 88%-90% for
when reproduction of symptoms nerve root impingement
radiating down the leg is
produced at 30-70° of leg
elevation
• Sensitivity of 91% and specificity
of 26%
• If pain radiates below the knee,
L4-S1 nerve root impingement
has been identified
Lasegue’s Test
(Straight Leg Raising Test)
• Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
• Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
– Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
– Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Straight Leg Raising Test

http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just below the point of
pain and quickly dorsiflex the great toe.
• Mempertajam hasil lasegue test, interpretasi sama dengan
lasegue.
Valsalva Maneuver
• Increases intrathecal
pressure.
• Aggravates pain caused
by pressure on cord or
roots.
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. X-Ray tidak dapat menggambarkan
struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus tidak
dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan
herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat
memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Tatalaksana PPK neurologi 2017. Hernia Nukleus Pulposus, medscape

• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.


– NSAID (asam mefenamat, atau ketorolac, diklofenak, atau ibuprofen)
– Muscle relaksan seperti eperison HCl 3x50 mg, atau tizanidine 2-4 mg tiap 6-8 jam,
atau diazepam 2 mg tiap 8-12 jam.
– Injeksi transforaminal (epidural blok misalnya)
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih utuh
(intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat benda
berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Latihan, seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Berenang adalah pilihan
terbaik dengan very low impact environment untuk meningkatkan denyut jantung
dan pembakaran kalori yang efektif tanpa membuat persendian dan tulan belakang
cedera.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari atau
lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi
– Ketika didapatkan adanya gangguan otonom BAB dan BAK, deficit neurologis berat,
atau nyeri yang sangat mengganggu
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
18
SOAL

Tn Rio Rachman Sani, seorang laki-laki berusia 56 tahun


datang diantar keluarga dengan keluhan mudah marah.
Pasien juga tampak mengalami penurunan fungsi eksekusi
dan emosi. Namun tidak terdapat gangguan memori dan
visual. Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
lateralisasi. Riwayat stroke sebelumnya disangkal.
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Apakah
kemungkinan diagnosis kasus pada kondisi di atas?
A. Demensia vascular
B. Demensia alzheimer
C. Demensia lewy body
D. Demensia frontotemporal
E. Parkinson disease
Demensia
• Definisi: Sindrom yang berkaitan dengan penurunan
kemampuan fungsi otak, seperti berkurangnya daya
ingat, menurunnya kemampuan berpikir, memahami
sesuatu, melakukan pertimbangan, dan memahami
bahasa, serta menurunnya kecerdasan mental.
• Jenis demensia
– Demensia Alzheimer.
– Demensia vaskuler.
– Lewy body dementia.
– Demensia frontotemporal.
– Demensia campuran
Dementia
Demensia Frontotemporal
• Sekelompok penyakit yang ditandai oleh
degenerasi sel otak bagian frontal dan
temporalprominent frontal and temporal lobe
atrophy
• Gejala dan tanda
– Gangguan perilaku
– Gangguan kepribadian
– Gangguan berbahasa + kognisi
• Accounts for up to 3-20% of dementias
• Third behind AD and Lewy Body Dementia in
neurodegenerative dementing illnesses
FTD: Clinical Findings
• behavioral variant (bvFTD)
– disinhibition
• socially inappropriate behavior
• impulsivity
– apathy
• loss of interest, drive, motivation
– loss of sympathy / empathy
– repetitive / compulsive / ritualistic behavior

• language variants (3 subtypes)


– progressive nonfluent aphasia (PNFA)
– logopenic progressive aphasia (LPA)
– semantic dementia (SD)
Frontotemporal Dementia
• Established clinical consensus criteria
• Core features • Supportive features:
o Insidious onset and – Decline in personal
slow progression hygiene and grooming
o Early decline of – Mental rigidity and
• Social interpersonal inflexibility
conduct – Distractibility and
• Regulation of impersistence
personal conduct – Hyperorality
• Insight – Perseverative behavior
o Early emotional
blunting – Speech and language
The Lund and Manchester Groups, J Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology
1998;51:1546-1554
Diagnosis

• Neuropsychology:
– Impaired frontal lobe tests in absence of severe
amnesia, aphasia, or visuospatial deficits
• Imaging:
– Atrophy or decreased uptake in the frontal or
anterior temporal lobes (bilateral or unilateral)
by MRI, CT, PET, SPECT

The Lund and Manchester Groups, J Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology
1998;51:1546-1554)
Primitive reflex (+), incontinence
19
SOAL

Pasien laki-laki berusia 22 tahun datang ke dokter dengan keluhan


mata terasa sulit dibuka. Pandangan mata juga terasa ganda. Sesak
napas saat ini disangkal. Keluhan bisa hilag timbul, terasa semakin
berat pada sore dan malam hari atau setelah aktivitas berat. Pada
pemeriksaan fisik tampak adanya ptosis. Apakah diagnosis yang
mungkin dari kondisi diatas?
A. Myasthenia gravis
B. Guillain barre syndrome
C. Bells’s palsy
D. Stroke iskemik
E. Poliomielitis
Myasthenia Gravis
Kelemahan yang terjadi diakibatkan gangguan
transmisi sinyal pada neuromuscular junction
 terdapat antibodi IgG terhadap reseptor
nikotinik asetilkolin di membran post sinaptik

Tanda dan Gejala


•kelemahan tubuh asimetris yang memburuk
dengan aktivitas dan membaik dengan
istirahat
•Pertama kali mengenai otot ekstraokular
(ptosis)
•otot faring dan fasial juga dipengaruhi
 wajah datar, disartria, kesulitan
menelan, ketidakmampuan menjaga
postur kepala
•Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa
tes

Rohkamm R. Color Atlas of Neurology.Thieme 2004


Diagnosis
Pemeriksaan
• Tes klinis sederhana
– Wartenberg test: memandang objek di atas bidang antara
kedua bola mata, lama kelamaan akan terjadi ptosis  tes
positif.
– Tes pita suara: penderita diminta berhitung 1-100 maka suara
akan menghilang  positif.
• Tes Farmakologik
– Edrophonium test (Tensilon test): Endrophonium 2 mg diberikan
secara IV, bila tidak efek diberikan 8 mg, efek bisa dilihat 1-3
menit dan positif bila terjadi perbaikan klinis.
– Neostigmin test: neostigmin 1mg diberikan secara IV, dilihat
dalam 30 detik, tes positif apabila terjadi perbaikan klinis.
• Lab: antibodi reseptor asetilkolin
• EMG – Repetitive Nerve Stimulation  menunjukan
berkurangnya amplitudo (Decrement positif).
• Ro Thorax/ CT Scan mediastinum anterior  pembesaran
kelenjar timus.
Tatalaksana Myasthenia Gravis
• Pada kondisi krisis • Penanganan jangka
myasthenia gravis atau panjang/berkelanjutan:
penanganan jangka pendek: – Inhibitor asetilkolinesterase
– Pemberian Immunoglobulin (initial treatment)
Intravena (IVIg) • Piridostigmin
– Plasma Exchange • Neostigmin
– Kortikosteroid diberikan – Pertimbangan kortikosteroid
Bersama IVIg dan PE atau immunosupresi jangka
panjang pada pasien tidak
– Pertimbangkan penggunaan capai target dengan
BiPAP hingga intubasi dan pemberian piridostigmin
penggunaan ventilator bila adekuat
ada ancaman gagal napas
• Kortikosteroid (prednisone,
metiprednisolon)
• Azathioprine (first line)
• Cyclosporine
Sumber:
• Metotreksat
PPK neurologi 2017
2016 American Academy of Neurology, International consensus guidance for
management of myasthenia gravis
20
SOAL

Tn Ali Muhammad Abidin, pasien laki-laki berusia 35 tahun datang


ke Puskesmas dengan keluhan mata kiri tidak bisa menutup sejak 3
hari lalu. Pasien juga mengeluh air keluar terus dari sudut mulut kiri
dan telinga kiri terasa penuh. Keadaan umum baik, Compos Mentis,
TD 120/80mmHg, nadi 80x/ menit, laju pernapasan 16x/ menit, dan
suhu 36,4OC. Pada pemeriksaan neurologis terdapat paresis N.VII
sinistra perifer. Apa tatalaksana yang paling sesuai dengan kondisi
pada pasien?
A. Prednison 10 mg/kgBB per hari per oral
B. Prednison 1 mg/kgBB per hari per oral
C. Prednison 10 mg per hari
D. Prednison 1 mg per hari per oral
E. Deksametason 4x1 mg intravena
Bell’s Palsy

• Selain itu, yang banyak diperdebatkan adalah


iritasi terus-menerus dalam durasi yang cukup
lama menyebabkan pembengkakan nervus
fasialis sehingga terjepit diduga juga sebagai
penyebab Bell’s palsy
Bell’s palsy
• Klinis
• Pemeriksan fisik:
– Paralisis N VII (facialis) tipe LMN, menyebabkan
kelemahan satu sisi wajah (atas dan bawah) 
lipatan datar di dahi dan lipatan nasolabial pada
sisi lumpuh
– Diminta tersenyum  distorsi dan lateralisasi
pada sisi berlawanan dengan yang lumpuh. Saat
diminta angkat alis  sisi dahi tampak datar

Sumber: .
PPK neurologi 2017
• Antiviral efektifitas kurang
bila dibandingkan
steroidtidak disarankan
sebagai monoterapi
• Evaluasi 2 minggu dan 4
minggu
• Rujuk bila tidak ada
perbaikan atau kekambuhan
atau komplikasi
21
SOAL

Ny Shanty Susilowati Ningrum, seorang perempuan 53 tahun datang


ke poliklinik dokter umum dengan keluhan nyeri leher sejak 2
minggu yang lalu. Keluhan nyeri leher menjalar hingga bahu dan
tangan. Tidka ada riwayat penyakit kronis sebelumnya. Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal. Sekarang untuk menggenggam saja
pasien mengaku agak lemah. Pekerjaan pasien berdagang dan
menaruh dagangannya di dalam keranjang di atas kepalanya. Apa
diagnosis saudara?
A. Brachialgia
B. Cervical root syndrome
C. Thoracic outlet syndrome
D. Tennis elbow syndrome
E. Carpal tunnel syndrome
Radikulopati
• Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai
satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
• Etiologi
– Proses kompresif, Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus
(HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang,
spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi,
kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical
spondilosis
– Proses inflammatori, Kelainan-kelainan inflamatori sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti: Gullain-Barre Syndrome
dan Herpes Zoster
– Proses degeneratif, Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif
sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
Tipe-tipe Radikulopati
• Radikulopati lumbar (terjadi pada L2-S1, merupakan kasus radikulopati tersering 60-90%)
– Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal.
– sering disebut sciatica.
– Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
• Radikulopati cervical/ Cervical Root Syndrome (terjadi pada C5-T1, 5-30% kasus radikulopati)
– Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit
merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher
– Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
• Radikulopati torakal
– Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.
Radikulopati Servikal
• Ciri khas radikulopati servikal
• rasa nyeri radikuler pada leher
dan bahu yang menyebar ke
lengan
• bertambah pada perubahan posisi
leher
• dapat diikuti terbatasnya gerakan
leher dan rasa sakit pada
penekanan tulang dan kadang-
kadang disertai parestesi pada
lengan.
• Namun seringkali pula gejala
nyeri radikuler tersebut tidak
terlokalisasi baik sesuai
dermatomal.
• Hal ini dikarenakan adanya
tumpang tindih daerah
persarafan .
Cervical Root Syndrome
• Klasifikasi:
– Akut (recent trauma),
– Kronik (longstanding trauma), dan
– Aktif (current reinnervation).
• Nerve root yang paling sering mengalami kerusakan
– C7 70%;
– C6 19-25%;
– C8 4 -10%;
– C5 2%.
• Etiologi:
– spondilosis, cervical disk disease, disk herniation,
biochemically induced radiculopathy.
Gejala
• Subjektif:
– Nyeri, kelemahan, baal,
atau parestesia.
– Dapat dirasakan dari
leher dan menjalar
hingga tangan.
• Objektif:
– Perubahan pada refleks
ektrimitas atas, ROM,
kontrol motorik, serta
abnormalitas sensorik.
Diagnosis
• Manual:
– Spurling Manuever
– Lhermitte Test
• Electrodiagnostic:
– Somatosensory Evoked Potentials.
– Electromyelography.
• Imaging:
– X-Ray, CT Scan, MRI, Myelogram
Spurling’s Test
• Procedure • Positive Test
– Laterally flex the – Local pain indicates
patient’s head and facet joint involvement
gradually apply strong – Radicular pain indicates
downward pressure nerve root pressure.
– If no pain is elicited, put
the patient’s head in a
neutral position and
deliver a vertical blow to
the uppermost portion
of the patient’s head.
Spurling’s Test
Lhermitte’s Test (or Phenomenon)

• Sensasi seperti tersengat listrik


yang menjalar ke secara
radikuler menuju ke arah bawah
sepanjang medula spinalis atau
dapat pula menjalar ke arah
ekstrimitas yang muncul saat
dilakukan fleksi pada leher
(Lhermitte sign +).
• Hasil positif :
– myelopati
– spondilitis servikal
– tumor
– multiple sklerosis.
22
SOAL

Seorang wanita berusia 25 tahun, pulih dari koma setelah


kecelakaan yang dialaminya saat panjat tebing 5 tahun yang lalu,
saat itu pasien jatuh dari ketinggian 15 meter. Pasien pulih dengan
baik, tidak ada kelumpuhan pada keempat ekstrimitas namun pasien
mengeluh sulit memakai pakaian yang berkancing atau mengikat tali
sepatu. Apakah kelainan yang dialami pasien?
A. Alexia
B. Agnosia
C. Aphasia
D. Apraxia
E. Agraphia
Gangguan Koordinasi
Apraxia
• gangguan dalam melakukan gerakan-gerakan yang bertujuan, meskipun
memiliki keinginan ataupun kemampuan fisik untuk melakukan hal tersebut
• Gangguan ini disebabkan kelainan fungsi motoric
• Disebabkan kerusakan spesifik pada serebrum
• Pengobatan dengan terapi wicara, terapi okupasi dan terapi fisik
• Jenis:
– Apraksia ideomotor, penderita tidak mampu meniru cara penggunaan suatu
benda tertentu, walaupun pada benda sebenarnya penggunaannya tidak ada
masalah. Misalnya, meniru orang naik sepeda, main gitar, dan lain-lain
– Apraksia konseptua, penderita tidak mampu membuat konstruksi sederhana
atau menyalin sebuah gambar;
– Apraksia gait, penderita kesulitan menggerakkan kaki atau pun tangan
– Apraksia verbal, penderita kesulitan menggerakkan mulut dan llidah sehingga
kesulitan membentuk kata atau mengucapkan kalimat, walaupun otot mulut
dan lidah dalam kondisi normal
• Alexia
• hilangnya kemampuan untuk membaca akibat suatu kelainan pada
otak
• Disebut juga sebagai kebutaan membaca atau afasia visual
• Agnosia
• Hilangnya kemampuan untuk mengenali bentuk, suara, atau bau
dimana indera yang berperan tidak mengalami kelainan
• Biasanya disebabkan oleh cedera pada otak
• Aphasia
• gangguan untuk memformulasikan kata-kata atau berbicara akibat
adanya gangguan pada region otak yang berperan
• Agraphia
• ketidakmampuan untuk menulis akibat penyakit otak
• Gangguan ini dapat muncul sendiri saja atau bersamaan dengan
alexia, agnosia, aphasia dan apraxia.
23
SOAL

Han Kwang Seog, seorang laki-laki 70 tahun datang ke poliklinik saraf


RS Budi Baik dengan keluhan sulit menggerakkan anggota tubuhnya
baik sebelah kanan maupun kiri. Tangan kiri terlihat bergetar-getar
seperti orang menghitung uang, wajah kaku dengan kesadaran yang
compos mentis. Berdasarkan keluhan tersebut, maka letak lesi
kasus tersebut adalah...
A. Korteks serebri
B. Serebellum
C. Substansia nigra
D. Substansia alba
E. Kapsula interna
Parkinson
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
• Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
• Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik

• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson :

1. Rigiditas : peningkatan tonus otot


2. Bradykinesia : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi
wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan
tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif
3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan
saat mata agak menutup
4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk
• Assymetric Resting
Tremors – khas
pada Parkinson.

• Finger tapping test/ Dexterity test:


• Pasien diminta untuk melakukan finger
tapping dan mempertahankan
kecepatan (10-15 dtk) dan amplitudo.
• Kecepatan dan amplitudo yang
menurun, menunjukan adanya
bradykinesia.
Cogwheel rigidity
Postural instability
Pull-test:
• Berdiri di belakang penderita, kemudian
berikan sedikit tarikan pada bahu
penderita.
• Lalu perhatikan ada atau tidaknya gerakan
menstabilkan postur tubuhnya.
• Hilangnya refleks ini akan memberikan
gambaran sikap jatuh penderita seolah-olah
akan duduk di kursi atau biasa disebut
sitting en bloc.
Glabellar Reflex/ Myerson Sign
• Pemeriksa memberikan
ketukan ringan tepat di
tengah dahi di atas
hidung.
• Abnormal  pasien
mengedipkan mata.
• Normal  pasien tidak
berkedip.
Penatalaksanaan Parkinson
• Prinsip pengobatan parkinson adalah
meningkatkan aktivitas dopaminergik di
jalur nigrostriatal dengan memberikan :
– Levodopa  diubah menjadi dopamine
di substansia nigra
– Agonis dopamine
– Menghambat metabolisme dopamine
oleh monoamine oxydase dan cathecol-
O-methyltransferase
– Obat- obatan yang memodifikasi
neurotransmiter di striatum seperti
amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005


24
SOAL

Wanita, 25 tahun, datang ke IGD diantar suaminya dengan keluhan


sesak napas. Awalnya disertai tebal-tebal di ujung jari tangan dan
kaki, kemudian menjadi lemas dan menjalar ke paha dan lengan.
Satu minggu sebelumnya pasien mengeluhkan batuk dan nyeri
tenggorokan. Refleks patologis (-), kelemahan pada keempat
ekstrimitas (+). Apa diagnosis yang paling mungkin?
A. Guillain Barre Syndrome
B. Polineuropathy
C. Myasthenia Gravis
D. Poliradikulopati
E. Polio
Sindroma Guillain-Barre (GBS)
• Penyebab paralisis akut akibat neuropati dimediasi imun yang biasanya
terjadi setelah infeksi saluran napas atau saluran cerna.
• Dikenal juga dengan acute imflamatory demyelinating polyneuropathy.
• Gastroenteritis akibat infeksi Campylobacter jejuni paling banyak
berhubungan dengan GBS.
• Gejala memburuk dalam hitungan hari hingga 3 minggu, diikuti periode
stabil kemudian proses penyembuhan ke fungsi normal atau mendekati
normal
• Ciri:
– Progressive ascending weakness, symmetric (kelemahan simetris mulai dari
ekstremitas distal ke proksimal)
– Arefleksia atau reflex menurun
– Diplegia fasial
– Kelemahan bisa hingga libatkan otot pernapasan (10-30%) hingga dibutuhkan
ventilasi mekanik
– Parestesia pada tangan dan kaki
– 70% pasien bisa diserta disfungsi otonom: takikardia, hipertensi bergantian
dengan hipotensi, ileus, retensi urin
– Varian GBS Miller Fisher: Opthalmoplegia dengan Ataxia dan Arefleksia
Sumber:
Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
PPK neurologi 2017
Pemeriksaan Penunjang
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klini dan
pemeriksaan fisik
• Lumbal pungsi dan analisis CSF
– disosiasi albuminositologi (peningkatan protein tanpa
pleocytosis)
– Jumlah sel <10 mononuclear cell/mm3
• Pemeriksaan lain untuk singkirkan diagnosis banding:
– Lab lengkap: DPL, OT, PT, GDS, Elektrolit, Ur, Cr, antibody
glikolipid, serologi CMV/EBV/Mycoplasma, kadar kreatin
kinase
– MRI
– EMGadanya tanda demyelinisasi dari perlambatan
konduksi, perpanjangan latensi distal, perpanjangan
gelombang F, Blok konduksi atau berkurangnya respon
terhadap rangsang
Tatalaksana
• Perawatan intensif diperlukan bila terdapat
– gejala disoutonomia,
– berkurangnya Forced vital capacity (<20 mL/kg)
– Kelemahan otot bulbar
– Berkurangnya trigger napas
• Pemberian IVIG (efikasi lebih baik bila diberikan
1-2 minggu pertama onset)
– IVIG 0,4 gram/ kg BB/ hari selama 5 hari
• Plasmapheresis/ plasma exchange
• Terapi rehabilitasu untuk fisik, okupasi dan wicara
Sumber:
Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
PPK neurologi 2017
25
SOAL

Tn. Isaiah Maxwell, seorang pasien pria usia 20 tahun, datang


diantar keluarga ke IGD RSUD Permata Harapan dengan keluhan
nyeri kepala dan demam sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Dokter
jaga mencurigai pasien mengalami infeksi selaput otak. Berikut ini
yang termasuk dalam pemeriksaan tanda rangsang meningeal
adalah...
A. Babinsky
B. Brudzinski
C. Hoffman thromner
D. Chaddock
E. Oppenheim
Pemeriksaan Tanda Rangsang
Meningeal
A. Brudzinski I
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua
tangan dan kaki diliruskan serta berikan bantal bila
ada
• Memutar kepala pasien ke samping kanan kiri serta
menoleh ke kanan kiri apakah ada tahanan untuk
mengecek adanya gejala ekstrapiramidal atau spasme
otot selain tanda meningeal
• Memegang kepala penderita dengan tangan kiri dan
kanan, kemudian memfleksikan kepala dagu penderita
ke arah sternum/ dada penderita apakah ada
tahanan atau nyeri di leher. Pada kondisi normal dagu
dapat menyentuh dada
• Kaku kuduk (+) : jika dagu tidak dapat menyentuh
dada
• Brudzinski (+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan
kaku kuduk terlihat fleksi sejenak pada tungkai bawah

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
B. Brudzinski II
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Memfleksikan salah satu kaki lurus pada sendi panggul maksimal
• Brudzinski tungkai II(+) : jika terlihat adanya fleksi kaki kontralateral (yang tidak
mengalami parese)

C. Brudzinski III
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Menekan kadua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa
• Brudzinski III(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terdapat fleksi pada kedua
lengan

D. Brudzinski IV
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Menekan tulang pubis penderita dengan tangan pemeriksa
• Brudzinski IV(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat fleksi pada kedua
tungkai bawah

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
E. Kernig
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada
• Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 derajat
• Ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normalnya dapat mencapai
135 derajat
• Kernig (+) : jika ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mancapai 135
derajat

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
F. Tanda laseque
• Pasien berbaring lurus,
• Lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
• Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
• Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
• Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit
atau tahanan.
• Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70

G. Kaku kuduk:
• Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
• Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
• Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
• Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
• Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
Refleks Patologis Keterangan
Babinski Stimulus : penggoresan telapak kaki bagianl ateral dari posterior
ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari
– jari kaki.
Chaddock Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar
malleolus lateralis dari posterior keanterior.
Respons : seperti babinski
Oppenheim Stimulus : pengurutan crista anterior tibia dari proksimal ke
distal
Respons : seperti babinski
Hoffman Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien.
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari –jari lainnya berefleks
Tromner Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
“We Build Doctors”

Anda mungkin juga menyukai