Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
1
SOAL
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Tension Type Headache
• Nyeri kepala tipe tegang atau TTH adalah bentuk nyeri
kepala primer yang cukup umum dijumpai dan memiliki
karakteristik:
– Nyeri bilateral atau terasa menekan atau mengikat
– Nyeri bisa dirasakan awal pada leher bagian belakang kemudian
menjalar ke kepala bagian belakang dan depan
– Intensitas ringan-sedang
– Tidak bertambah pada aktivitas rutin
– Tidak didapatkan mual atau muntah
– Bisa ada fotofobia atau fonofobia
– Waktu berlangsung nyeri kepala selama 30 menit hingga 1
minggu penuh, terus menerus atau sesaat
• Pemeriksaan fisik umum dan neurologis umumnya dalam
batas normal
Sumber: .
PPK neurologi 2017
Etiologi
• Tension (keteganggan) dan stress.
• Tiredness (Kelelahan).
• Ansietas (kecemasan).
• Lama membaca, mengetik atau konsentrasi
(eye strain)
• Posture yang buruk.
• Jejas pada leher dan spine.
• Tekanan darah yang tinggi.
• Physical dan stress emotional
12 12
Jenis Stroke
Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Atherothrombotic
disease (20%)
SAH (41%)
Embolism
(20%)
13 Cryptogenic (30%)
Albers GW et al. Chest. 1998;114:683S-698S.
Rosamond WD et al. Stroke. 1999;30:736-743. 13
Stroke Hemoragik
• Stroke hemoragik ialah suatu
gangguan organik otak yang
disebabkan adanya darah di
parenkim otak atau ventrikel.
• Gejala prodomal yaitu :
– Gejala peningkatan tekanan
intrakranial dapat berupa :
sakit kepala, muntah-muntah,
sampai kesadaran menurun.
• Gejala penekanan parenkim
otak (perdarahan
intraserebral), memberikan
gejala tergantung daerah otak
yang tertekan/terdorong oleh
bekuan darah defisit
neurologis.
Stroke Iskemik -- Infark
• Saat serangan stroke
terjadi kerusakan sel otak di
daerah tertentu segera.
• Daerah yang rusak tersebut
dinamakan infark.
• Kerusakan akan terjadi
beberapa menit – jam
setelah serangan terjadi.
• Penumbra:
• Area dimana masih ada aliran
darah namun tidak mencapai
batas optimal.
• Berpotensi untuk menjadi
infark.
• Merupakan target
penanganan fase akut.
16 16
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
• Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
• Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
– Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
– Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
– Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
– Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
• Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
• Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.
Stroke Embolik
• Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
Stroke Kriptogenik
• Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
Gejala Stroke
• Kelumpuhan mendadak wajah atau anggota badan (pada
umumnya sesisi – hemiparesis)
• Gangguan bicara/komunikasi mendadak ( disartria atau afasia)
• Gangguan sensibilitas (kebas atau kesemutan)
• Gangguan status mental (kesadaran menurun)
• Gangguan penglihatan (buta satu, dua mata atau sesisi)
• Gangguan keseimbangan (vertigo, ataksia )
• Gangguan daya ingat (amnesia,dll)
20 20
Deteksi dini Stroke:
Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS).
1. Facial droop. Suruh pasien tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
2. Arm drift. Suruh pasien mengangkat tangan
90º dari tubuh dan tahan 10 detik.
3. Slurred speech. Suruh pasien mengulang
kalimat sederhana.
4. Time. Segera mencari RS terdekat.
FAST
21 21
Diagnosis
• Anamnesis.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan penunjang
• golden standard CT Scan kepala)
Skor Stroke Siriraj
• (2.5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0.1 D) – (3 x A) – 12
– S : kesadaran (0 = CM, 1 = somnolen, 2 = sopor/koma)
– M : muntah (0 = tidak ada, 1 = ada)
– N : nyeri kepala (0 = tidak ada, 1 = ada)
– D : tekanan darah diastolik
– A: ateroma (0 = tidak ada, 1 = salah satu/lebih : DM,
angina, penyakit pembuluh darah)
• Penilaian
– SSS > 1 = perdarahan supratentorial,
– SSS < -1 = infark serebri,
– SSS -1 s/d 1 = meragukan
23
Algoritma Stroke Gadjah Mada
24
3
SOAL
Epidural Pemeriksaan:
• CT Scan: gambaran
hiperdens antara
tulang tengkorak dan
duramater, umumnya
daerah temporal,
bikonveks
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID
Korteks/substansia grisea
Substansia alba
• Pemeriksaan
– Lumbal
puncture (gold
standar)
– CT scan (jika
kontraindikasi
dilakukan LP)
Toxoplasma Encephalitis
• Disebabkan oleh Toxoplasma gondii
• Pada HIV stadium lanjut dengan CD4 < 200
• Manifestasi klinis:
Awal
– Gejala konstitusional
– Sakit kepala
– Demam (tidak selalu)
Lanjut:
– Bingung dan mengantuk
– Kejang
– Kelemahan fokal
– Gangguan bahasa
– Ataksia
– Palsi n. kranialis
Toxoplasma Encephalitis
Diagnosis Enhancing mass lesion
• Gejala klinis
• Satu atau lebih enhancing
mass lesions pada CT scan,
MRI, atau pemeriksaan
radiologis lainnya
• Ditemukan T. gondii pada
LCS/biopsi otak
Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor
Wernicke’s
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia
Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory
59 59
7
SOAL
Tekanan Normal/
Glukosa Normal Normal Normal
Gram
Positif Negatif Negatif Negatif Negatif
/Rapid T.
9
SOAL
An. Frans Sanjaya Liem, anak laki-laki 15 tahun mengalami kejang 20 menit lalu.
Pasien segera dilarikan IGD Rumah sakit oleh orangtuanya. Saat kejang, kepala
pasien menengadah ke atas, mata melotot, berkeringat, air liur keluar, dan
seluruh tubuh kaku kemudian kelojotan. Kejang terjadi 1 kali dengan durasi sekitar
2 menit. Setelah kejang, pasien tidak sadar. Pasien memiliki riwayat epilepsi sejak
10 tahun yang lalu. Jenis kejang yang dialami pasien adalah....
A. Kejang umum tonik
B. Kejang umum petit mal
C. Kejang parsial sederhana
D. Kejang parsial kompleks
E. Kejang umum tonik-klonik
Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
– Durasi >30 detik,
– frekuensi tidak menentu
– Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh
– Dipicu oleh hiperventilasi
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
Klasifikasi International League
Against Epilepsy (ILAE)
KEJANG FOKAL
KEJANG PARSIAL SEDERHANA KEJANG PARSIAL KOMPLEKS KEJANG PARSIAL MENJADI
KEJANG GENERALISATA
SEKUNDER
• Kesadaran tidak terganggu , • Terdapat gangguan • Kejang parsial sederhana
dengan gangguan salah kesadaran walaupun atau kompels yang menjadi
satu atau lebih dari : diawali kejarng parsial kejang umum
1. Gejala motorik : kedutan sederhana
wajah atau salah satu sisi • Bisa disertai otomatisme :
2. Gejala somatosensorik : - Mengecap-ngecap bibir
mendengar musik, - Mengunyah
parestesia - Gerakan berulang pada
3. Gejala psikis : rasa takut, tangan
visi panoramik • Bisa tanpa otomatisme :
4. Gejala otonom : muntah, - Tatapan terpaku
berkeringat, dilatasi pupil
5. Kejang tubuh (gerakan
kejang sama)
Klasifikasi International League
Against Epilepsy (ILAE)
KEJANG UMUM
Kejang Atonik
• Hilangnya tonus mendadak pada otot leher, badan, dan anggota badan
Kejang Mioklnik
• Kejang yang terjadi pada sekelompok otot bilateral involunter secara mendadak
• Kedutan pada bahu, leher, lengan atas dan kaki
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014
10
SOAL
Tinel’s sign
Phalen’s maneuver
Pemeriksaan Penunjang
• Electrophysiology
– Electrophysiologic studies, including nerve conductions studies
(NCS) and electromyography (EMG), are the first-line
investigations in suggested carpal tunnel syndrome (CTS).
– Abnormalities, in association with specific symptoms and signs,
are considered the criterion standard for CTS diagnosis.
– In addition, other neurologic diagnoses can be excluded with
these test results.
– It also can provide an accurate assessment of how severe the
damage to the nerve is, thereby directing management and
providing objective criteria for the determination of prognosis.
• MRI – wrist & hand
11
SOAL
Broadway D.C.How to test for a relative afferent pupillary defect. Community eye health journal: 25(79). 2012
Swinging light test
• The swinging light test :
– Used to detect a RAPD; detecting differences between the
two eyes in how they respond to a light shone in one eye
at the time
• The test can be very useful for detecting unilateral or
asymmetrical disesase of the retina or optic nerve (but
only optic nerve disease that occurs in front of the
optic chiasm)
• Interpretation:
– Swinging light test Normal
– Swinging light test positif RAPD
– Swinging light test negatif non reactive pupil
The swinging light test
Swinging light test Normal Swinging light test + Swinging light test -
REFLEKS CAHAYA
• Periodesitas (sering pada malam hari, berulang setiap hari pada waktu tertentu
yang sama, selama minguan atau bulanan)
• Bila ada deficit neurologis atau tidak membaik denga pengobatan 3 bulan lebih,
bisa diindikasikan pemeriksaan CT scan atau MRI kepala + kontras.
Tatalaksana Nyeri Kepala Tipe Kluster
• Tidak ada pengobatan defintif untuk nyeri kepala klister
• Tujuan terapi:
– Mengurangi derajat nyeri
– Memperpendek periode nyeri kepala
– Mencegah serangan berikutnya
• Tatalaksana akut:
– Inhalasi oksigen 100% 7 lpm selama 15 menit
– Dihidroergotamin 0.5-1.5 mg IV mengurangi nyeri dalam 10 menit
– Sumatriptan inj 6 mg SC mengurangi nyeri dalam 5-15 menit
– Level of evidence B: Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg p.o, atau Anestesi local 1 ml
lidokain inranasal 4%
– Indometasin rectal supp
– Ergotamin aerosol 0.36-1.08 mg efektif 80%
– Gabapentin/ topiramat
• Profilaksis:
– Verapamil (1st choice) 120-160 mg 3-4x/hari, atau Nimodipin 240 mg/hari, atau
Nifedipin 40-120 mg/hari
– Steroid (tidak boleh lama, efektif untuk 80-90% prevensi serangan)
– Level of evidence B: Lithium 300-1500 mg/hari, atau methylsergide 4-10 mg/hari,
soidum divalproat, ergotain tartrat 2 mg 2-3 kali per hari, sumatriptan,
dihidroergotamin
Sumber: .
PPK neurologi 2017
13
SOAL
Diagnosis
Anamnesis
• Nyeri erupsi vesikuler sesuai dengan area dermatom merupakan gejala tipikal
herpes zoster.
• Seiring dengan terjadinya resolusi pada erupsi kulit,nyeri yang timbul berlanjut
hingga 3 bulan atau lebih, atau yang dikenalsebagai nyeri post herpetik.
• Nyeri ini sering digambarkan sebagai rasaterbakar, tertusuk-tusuk, gatal atau
tersengat listrik.
Pemeriksaan Fisik
1. Nyeri kepala, yang timbul sebagai respon dari viremia
2. Munculnya area kemerahan pada kulit 2-3 hari setelahnya
3. Daerah terinfeksi herpes zoster sebelumnya mungkin terdapat skar kutaneus
4. Sensasi yang ditimbulkan dapat berupa hipersensitivitas terhadapsentuhan maupun
suhu, yang sering misdiagnosis sebagai miositis, pleuritik, maupun iskemia jantung,
serta rasa gatal dan baal yang misdiagnosis sebagai urtikaria
5. Muncul blister yang berisi pus, yang akan menjadi krusta (2-3 minggukemudian)
6. Krusta yang sembuh dan menghilangnya rasa gatal, namun nyeri yangmuncul tidak
hilang dan menetap sesuai distribusi saraf (3-4 minggusetelahnya)
7. Alodinia, yang ditimbulkan oleh stimulus non-noxius, seperti sentuhan ringan
8. Perubahan pada fungsi anatomi, seperti meningkatnya keringat pada area yang terkena
nyeri ini
CLASS MEDICATION DOSAGE ADVERSE EFFECTS
Anticonvulsants Gabapentin 1,800 to 3,600 mg per Somnolence,
(Neurontin) day dizziness, edema,
dry mouth
Pregabalin (Lyrica) 150 to 600 mg per day
Opioid Controlledrelease Variable Constipation,
oxycodone (Oxycontin) nausea, vomiting,
sedation, dizziness,
Longacting morphine Variable dependence
Function:
• The brachial plexus is responsible for cutaneous and muscular
innervation of the entire upper limb, with two exceptions:
– the trapezius muscle innervated by the spinal accessory nerve (CN
XI) and
– an area of skin near the axilla innervated by the intercostobrachial
nerve.
Mechanisms of
Injury to the Brachial Plexus
A. Traction: direct blow to the
shoulder with the neck
laterally flexed toward the
unaffected shoulder
(gymnast falls on beam)
B. Direct trauma: direct blow to
the supraclavicular fossa over
Erb’s point.
C. Compression: Occurs when
the neck is flexed laterally
toward the patient’s affected
shoulder, compressing /
irritating the nerves,
resulting in point tenderness
over involved vertebrae of
affected nerve(s).
Classification on anatomical location
of injury:
• Upper plexus palsy (Erb’s Palsy)
– involves C5-C6 (+/-C7roots)
• Lower plexus palsy (Klumpke’s palsy)
– involves C8-T1 roots (and sometimes also C7)
• Total plexus lesions involve all nerve roots C5-
T1
– complete injury of Brachial Plexus
– symptoms: mix of both upper and lower plexus.
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis
Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis
“claw
hand”
Netter 1997
Total Brachial Plexus Injury
• Complete paralysis of
the shoulder, arm, and
hand, lack of sensation,
and circulatory
problems due to
damage of all brachial
plexus nerve roots.
• If there is bilateral
paralysis, spinal injury
sgould be suspected.
Diagnosis Karakteristik
Brown-sequard syndrome Akibat hemilesi medulla spinalis. Manifestasi klinisnya
adalah :
1. Kelumpuhan LMN ipsilateral setinggi lesi
2. Defisit sensorik ipsilateral setinggi lesi
3. Kelumpuhan UMN ipsilateral dibawah tingkat lesi
4. Defisit proprioseptif ( getaran, posisi, gerakan )
ipsilateral dibawah lesi
5. Deficit protopatik ( nyeri, suhu, perabaan )
kontralateral dibawah lesi.
Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome atau CTS (sindrom
terowongan/lorong karpal) adalah kondisi yang
memengaruhi tangan dan jari hingga mengalami sensasi
rasa kesemutan, mati rasa, atau nyeri. Saraf yang
mengalami kelainan adlah nervus medianus.
15
SOAL
CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti
cles/PMC2647081/
http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just below the point of
pain and quickly dorsiflex the great toe.
• Mempertajam hasil lasegue test, interpretasi sama dengan
lasegue.
Valsalva Maneuver
• Increases intrathecal
pressure.
• Aggravates pain caused
by pressure on cord or
roots.
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. X-Ray tidak dapat menggambarkan
struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus tidak
dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan
herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat
memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Tatalaksana PPK neurologi 2017. Hernia Nukleus Pulposus, medscape
• Neuropsychology:
– Impaired frontal lobe tests in absence of severe
amnesia, aphasia, or visuospatial deficits
• Imaging:
– Atrophy or decreased uptake in the frontal or
anterior temporal lobes (bilateral or unilateral)
by MRI, CT, PET, SPECT
The Lund and Manchester Groups, J Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology
1998;51:1546-1554)
Primitive reflex (+), incontinence
19
SOAL
Sumber: .
PPK neurologi 2017
• Antiviral efektifitas kurang
bila dibandingkan
steroidtidak disarankan
sebagai monoterapi
• Evaluasi 2 minggu dan 4
minggu
• Rujuk bila tidak ada
perbaikan atau kekambuhan
atau komplikasi
21
SOAL
• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
B. Brudzinski II
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Memfleksikan salah satu kaki lurus pada sendi panggul maksimal
• Brudzinski tungkai II(+) : jika terlihat adanya fleksi kaki kontralateral (yang tidak
mengalami parese)
C. Brudzinski III
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Menekan kadua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa
• Brudzinski III(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terdapat fleksi pada kedua
lengan
D. Brudzinski IV
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
• Menekan tulang pubis penderita dengan tangan pemeriksa
• Brudzinski IV(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat fleksi pada kedua
tungkai bawah
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
E. Kernig
• Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada
• Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 derajat
• Ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normalnya dapat mencapai
135 derajat
• Kernig (+) : jika ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mancapai 135
derajat
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
F. Tanda laseque
• Pasien berbaring lurus,
• Lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
• Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
• Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
• Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit
atau tahanan.
• Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70
G. Kaku kuduk:
• Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
• Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
• Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
• Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
• Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
Refleks Patologis Keterangan
Babinski Stimulus : penggoresan telapak kaki bagianl ateral dari posterior
ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari
– jari kaki.
Chaddock Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar
malleolus lateralis dari posterior keanterior.
Respons : seperti babinski
Oppenheim Stimulus : pengurutan crista anterior tibia dari proksimal ke
distal
Respons : seperti babinski
Hoffman Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien.
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari –jari lainnya berefleks
Tromner Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
“We Build Doctors”