Anda di halaman 1dari 46

NEUROLOGI

Stroke
Merupakan sindrom klinis yang terdiri dari defisit neurologis, baik
fokal maupun global, yang terjadi secara tiba- tiba, dengan
progresivitas yang cepat, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan vaskular atau peredaran darah otak nontraumatik .
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
Stroke (pemeriksaan)
• CT scan  sebagai pemeriksaan baku emas.
Perdarahan akan memperlihatkan gambaran
hiperdens. Gambara iskemik akan
menyebabkan gambaran hipodense.
• MRI  dapat dilakukan untuk menyingkirkan
stroke hemoragik dan menunjang hasil CT
scan, namun harga pemeriksaan mahal.
STROKE (tatalaksana)
• Menjaga airway, breathing dan circulation.
• Pada stroke iskemik, reperfusi dapat dilakukan
menggunakan recombinant tissue
plasminogen activator (t-PA). Pemberian
antikoagulan juga dapat dipertimbangkan
• Pada stroke homoragik tatalaksana dilakukan
dengan memposisikan tubuh lebih tinggi,
pemberian larutan manitol 20-25%. Kontrol
tekanan darah jika MAP > 130.
Pengendalian Peninggian Tekanan
Intrakranial (TIK)
• Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada
hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
B).
• Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA, Class V, Level
of evidence C).1
• Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
• Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :
– Tinggikan posisi kepala 20o - 300
– Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
– Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
– Hindari hipertermia
– Jaga normovolernia

Perdossi. Stroke. 2011


– Osmoterapi atas indikasi:
• Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA,
Class III, Level of evidence C). Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
• Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.
– Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40
mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan
dilakukan tindakan operatif.
– Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan
sedasi yang adekuat dapat mengurangi naiknya TIK
dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal
dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator (AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C).
Perdossi. Stroke. 2011
– Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk
mengatasi edema otak dan tekanan tinggi
intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat
diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
(AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).
– Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus
akut akibat stroke iskemik serebelar (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B).
– Tindakan bedah dekompresif pada keadaan
iskemik sereberal yang menimbulkan efek masa,
merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan
nyawa dan memberikan hasil yang baik.
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
Perdossi. Stroke. 2011
Tension Type Headache
• (TTH) adalah sakit kepala yang terasa seperti
tekanan atau ketegangan di dalam dan disekitar
kepala.
• Nyeri kepala karena tegang yang menimbulkan
nyeri akibat kontraksi menetap otot- otot kulit
kepala, dahi, dan leher yang disertai dengan
vasokonstriksi ekstrakranium.
• Nyeri ditandai dengan rasa kencang seperti pita di
sekitar kepala dan nyeri tekan didaerah
oksipitoservikalis.
The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
Tatalaksana
• TTH umumnya mempunyai respon yang baik
dengan pemberian analgesik seperti ibuprofen,
parasetamol / asetaminofen, dan aspirin.
• Kombinasi Analgesik/sedative digunakan secara
luas (contoh , kombinasi analgesik/antihistamine
seperti Syndol, Mersyndol and Percogesic).
• Pengobatan lain pada TTH
termasuk amitriptyline / mirtazapine /
dan sodium valproate (sebagai profilaksis).
The International Classification of Headache Disorders: 2nd edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
Migrain
• Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
• Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
• Gangguan neurobiologis
• Perubahan sensitivitas sistem saraf
• Avikasi sistem trigeminalvaskular
• Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.
Faktor Predisposisi
• Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
• Puasa dan terlambat makan
• Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
• Cahaya kilat atau berkelip
• Banyak tidur atau kurang tidur
• Faktor herediter
• Faktor kepribadian
Penatalaksanaan Migrain
• Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
• Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin

Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
– Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
– Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
– Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.

IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala

Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
• Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
• Asetaminofen 1000 mg
• Ibuprofen 200-400 mg

Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortium’s)


• Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapiabortif
• Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu
• Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi
terapi abortif)
• Gejala migrain jarang including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine
with prolonged aura, or migrainous infarction
• Terapi preventif jangka pendek pasien akan terkena faktor risiko yang telah
dikenal dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual.
• Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung
respon pasien.
• Amitriptilin 100-200mg, Propanolol 40-240mg, valproat 500 mg
Cluster Type Headache
Neuralgia Trigeminal
Guillane Barre Syndrome
Myasthenia Gravis
Myasthenia Gravis
Pemeriksaan Tatalaksana
• Anti-acetylcholine • AChE inhibitors 
receptor antibody Pyridostigmine bromide
• Anti-striated muscle (Mestinon) dan
antibody →84% pada Neostigmine Bromide
pasien denganthymoma • Immunomodulating
• Tensilon test therapies : Prednisone
• Single fiber EMG • Plasmapheresis
• Chest X-ray/Chest CT • Thymectomy
Scan →thymoma
Poliomyelitis
• Poliomyelitis is an enteroviral • Poliomyelitis:
infection – 90-95% of all infection remain
asymptomatic
• Poliovirus is an RNA virus that is – abortive type:
transmitted through the oral- • Fever
fecal route or by ingestion of • Headache, sore throat
contaminated water • Limb pain, lethargy
• The viral replicate in the • GI disturbance
nasopharynx and GI tract → – Non paralytic
invade lymphoid tissues → – 1-2% major poliomyelitis:
hematologic spread → viremia → • Meningitis syndrome
neurotropic and produces • Flaccid paresis with asymmetrical
proximal weakness & areflexia,
destruction of the motor neurons
mainly in lower limbs
in the anterior horn • Paresthesia without sensory loss or
autonomic dysfunction
• Muscle atrophy
PENATALAKSANAAN PARALYTIC POLIOMYELITIS

• No antivirals are effective against polioviruses.


• The treatment of poliomyelitis is mainly supportive.
• Analgesia
• Mechanical ventilation
• Tracheostomy care
• Physical therapy: active and passive motion exercises
• Frequent mobilization to avoid development of chronic
decubitus ulcerations
• PENCEGAHAN: VAKSINASI (penting!)
Bell’s Palsy
Infeksi SSP
• Peradangan yang terjadi pada parenkim otak
(enchepalitis), jika mengenai selaput otak
(meningitis)
• Gejala : nyeri kepala, demam dan perubahan
status mental.
• Tanda : pada meningitis akan terdapat tanda
rangsang meniingeal (kaku kuduk, brudzinski I
dann II, lasegue, dan kernigue sign)
Infeksi SSP
• Pemeriksaan
– Lumbal puncture (gold standar)
– CT scan (jika kontraindikasi dilakukan LP)
Infeksi SSP

• Tatalaksana
– Steroid  dexamethasone 0.6mg/kgbb/hari atau
prednisone oral 1-2 mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis pada satu
bulan pertama dan di tap off
– Antibiotik sesuai dengan etiologi
• TB  RHZE pada fase inisial diikuti dengan fase lanjutan
selama 7-10 bulan
• Bakteri
– ceftriaxone 100 mg/kg/kali IV drip selama 30-60menit setiap 12
jam atau cefotaxime 50 mg/kg/kali IV setiap 6 jam.
– kloramfenikol 25 mg/kg/kali ditambah ampisilin 50 mg/kg/kali
IM/IV setiap 6 jam
Summary of Aphasias
Type of Spontaneous
Paraphasias Comprehension Repetition Naming
Aphasia speech

Broca’s Nonfluent - Good Poor Poor

Global Nonfluent - Poor Poor Poor

Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor

Wernicke’s
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia

Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory

Conduction Fluent + Good Poor Poor

Anomic Fluent + Good Good Poor


28/02/2006
Epilepsi
• Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi
yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan, bangkitan
epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan
oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron,
dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas
paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan 'self-
limited'.
• Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh
sekumpulan gejala yang timbul bersamaan (termasuk tipe
bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan,
beratnya penyakit, siklus harian dan prognosis)

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2014


Klasifikasi Bangkitan Epilepsi:
(ILAE 1981)
I. Bangkitan Parsial (fokal)
A. Parsial sederhana
1. Disertai gejala motorik
2. Disertai gejala somato-sensorik
3. Disertai gejala-psikis
4. Disertai gejata autonomik
B. Parsial kompleks
1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa
automatism
2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa
automatism
C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder
1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
Klasifikasi Bangkitan Epilepsi:
(menurut ILAE tahun 1981)
I. Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (absence & atypical absence)
B. Bangkitan Mioklonik
C. Bangkitan Klonik
D. Bangkitan Tonik
E. Bangkitan Tonik-klonik
F. Bangkitan Atonik

II. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan


Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup
satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi . Tanda atau
gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara
mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn
sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas,
batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
Epilepsi Berdasarkan Etiologi
• Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau deficit
neurologis. Diperkirakan mempunyai predisposisi genetic
dan umumnya berhubungan dengan usia.
• Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya
belum diketahui. Termasuk di sini adalah sindrom West,
sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
• Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh
kelainan/lesi structural pada otak. misalnya; cedera kepala,
infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic,
kelainan neurodegeneratif.
Tipe Bangkitan OAE Lini Pertama OAE Lini Kedua

acetazolamide, clobazam,
fenitoin, karbamazepin clonazepam, ethosuximide , felbamat,
Bangkitan parsial
(terutama untuk bangkitan gabapentin, lamotrigine,
(sederhana atau
parsial kompleks), asam levetiracetam, oxcabazepine, tiagabin,
kompleks)
valproat topiramat, vigabatrin, phenobarbital,
pirimidone

asam valproat, acetazolamide, clobazam,


Bangkitan lena ethosuximide (tidak tesedia clonazepam, lamotrigine,
di Indonesia) phenobarbital, pirimidone

clobazam, clonazepam, ethosuximide,


Bangkitan
asam valproat lamotrigine, phenobarbital,
mioklonik
pirimidone, piracetam
Status Epileptikus
• Definisi Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang
berlangsung lebuh dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan
atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat
pemulihan kesadaran.
• Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai
bila bangkitan konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10
menit.
• SE merupakan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan
(dalam waktu 30 menit).
• Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik)
dan SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).
Pengelolaan Umum
• Stadium 1 (0-10 menit) • Stadium 3(0-60 menit)
– Pertahankan patensi jalan napas dan – Pastikan etiologi
resusitasi – Siapkan untuk rujuk ke ICU
– Berikan oksigen – Identifikasi dan terapi komplikasi
– Periksa fungsi kardiorespirasi medis yang terjadi
– Pasang infus – Vasopressor bila diperlukan
• Stadium 2 (0-30 menit) • Stadium 4 (30-90 menit)
– Monitor pasien – Pindah ke ICU
– Pertimbangkan kemungkinan kondisi – Perawatan intensif dan monitor EEG
non epileptic – Monitor tekanan intrakranial bila
– Terapi antiepilepsi dibutuhkan
emergensi Pemeriksaan emergensi – Berikan antiepilepsi rumatan jangka
(lihat gambar) panjang
– Berikan glukosa (D50% 50 ml)
dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada
kecurigaan penyalahgunaan alkohol
atau defisiensi nutrisi
– Terapi asidosis bila terdapat asidosis
berat

Anda mungkin juga menyukai